Anda di halaman 1dari 7

Pengantar Sejarah Sastra

A. Pengertian sejarah sastra

Sastra Indonesia adalah bagian dari kajian ilmu sastra yang mempelajari perjalanan
kesusastraan Indonesia mulai munculnya kesusastraan indonesia sampai masa – masa
selanjutnya, dengan segala persoalan yang melingkupinya. Dalam Pengantar Ilmu Sastra
menjelaskan bahwa sejarah sastra ialah ilmu yang membahas periode-periode kesusastraan,
aliran-aliran, jenis-jenis, pengarang-pengarang dan reaksi pembaca. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa sejarah sastra merupakan cabang ilmu sastra yang mempelajari
pertumbuhan dan perkembangan sastra suatu bangsa.Misalnya, sejarah sastra Indonesia,
sejarah sastra Jawa, dan sejarah sastra Inggris. Dengan pengertian dasar itu, tampak bahwa
objek sejarah sastra adalah segala peristiwa yang terjadi pada rentang masa pertumbuhan dan
perkembangan suatu bangsa. (Browati, R. & Bahtiar, M. Hum, A:2011:6) Sedangkan
menurut Zulfanur Z.F dan Sayuti Kurnia (2005:1.4), Sejarah Sastra ialah ilmu yang
mempelajari perkembangan sejarah suatu bangsa daerah, kebudayaan, jenis karya sastra, dan
lain-lain. Sejarah sastra, dengan demikian, merupakan pengetahuan yang mencakup uraian
deskriptif tentang fungsi sastra dalam masyarakat, riwayat para sastrawan, riwayat
pendidikan sastra, sejarah munculnya genre-genre sastra, kritik, perbandingan gaya, dan
perkembangan kesusastraan.(Browati, R. & Bahtiar, M. Hum, A:2011:6-7)

B. Sejarah sastra dalam lingkup ilmu sastra

Ilmu sastra adalah ilmu yang mempelajari sastra dengan berbagai ruang lingkup dan
permasalahannya. Di dalamnya terdapat tiga disiplin ilmu sastra yang saling berkaitan, yaitu
teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Dalam teori sastra antara lain dikemukakan
bahwa karya sastra bersumber dari fenomena kehidupan masyarakat, karenanya karya sastra
pada masa tertentu memuat fenomena kehidupan masyarakat pada masa tertentu pula. Kritik
sastra adalah ilmu sastra yang memberikan masukan pada menulis maupun membaca
mengenai kekuatan, kelemahan, dan keunggulan karya sastra tertentu. Fungsi kritik sastra
sebagai pemberi masukan untuk penyempurnaan karya sarya sastra yang di hasilkannya.
( Dra. Zulfahnur Z.F., M.Pd. 2005: 1.0-1.11)

C. Berdasarkan Objek Pengajian

Menurut Dra. Zulfahnur Z.F., M.Pd.( 2005: 1.8) Objek pengkajiannya adalah persoalan
yang di angkat menjadi tema cerita yang terdapat pada setiap masa perkembangannya,
termasuk kedalamnya pengarang dan karyanya, karya-karya puncak pada suatu masa, serta
ciri-ciri sastra yang menandai setiap perkembangannya. Dengan mempelajari sejarah sastra
indonesia akan di peroleh gambaran tentang perjalanan sastra indonesia sebagai sebagian dari
kekayaan budaya bangsa indonesia.
1.Dari sudut perkembangan kesusastraan suatu bangsa,terdapat sejarah perkembangan
kesusastraan berbagai bangsa didunia,seperti sejarah sastra indonesia,sejarah sastra jepang
sejarah sastra amerika sejarah sastra perancis,sejarah sastra india,sejarah sastra
filiphina,sejarah sastra korea .

2. Setiap bangsa mempunyai sastra daerahnya masing – masing. Di Indonesia


misalnya, terdapat berbagai sastra daerah, seperti: sastra Minangkabau, sastra Aceh, sastra
Batak,sastra Sunda, sastra Jawa, sastra Bugis,sastra Bali, sastra Ambon, sastra Melayu,sastra
Sasak, sastra Buon. Masing –masing sastra daerah tersebut tumbuh dan mempunyai sejarah
perkembangan sendiri.

3. dari sudut perkembangan kebudayaan ada sejarah sastra pada masa kuatnya
kebudayaan tertentu, misalnya sejarah sastra klasik ,sejarah sastra zaman renaisance, sejarah
sastra zaman romantik, sejarah sastra zaman kemelayuan, sejarah sastra zaman keemasan
majapahit.

4. dari sudut perkembangan genre, jenis, atau ragam karya sastra.

D. Perkembangan Sastra

Menurut (Rosidi, A. 1968:14) Sudah sejak abad ke-19, ada hasil-hasil sastra
berbahasa Melayu yang tidak ditulis oleh orang-orang yang berasal dari Kepulauan Riau atau
Sumatera. Juga bahasa yang dipergunakannya akan sulit disebut sebagai bahasa Melayu yang
murni atau bersih. Bahasa Melayu yang dipergunakan oleh para pengarang itu bukanlah
bahasa Melayu Tinggi melainkan bahasa Melayu Rendah atau bahasa Melayu Pasar.
Sementara itu hasil-hasil sastra Melayu yang ditulis dalam bahasa Melayu Tinggi juga bukan
main banyaknya. Kesusastraan Melayu termasuk kesusastraan yang kaya di Kepulauan
Nusantara. Banyak hikayat-hikayat, syair-syair, pantun-pantun dan karya-karya sastra lain
yang indah-indah dan usianya sudah berabad-abad.(Rosidi, A. 1968:15)

Kesusastraan Jawa ialah yang paling tua dan paling kaya di seluruh Kepulauan
Nusantara. Pengaruhnya pun tampak pula pada kesusastraan-kesusastraan di Asia Tenggara
umumnya di Kepulauan Nusantara khususnya. Umpamanya cerita Pandji pengaruhnya
meluas sampai di Campa, Melayu, dan Pilipina (Tagalog). Epos Mahabharata dan Rama-
yana dari India menemukan bumi subur dalam sastra Jawa. Versi Jawa dari Bharatayuddha
diakui para ahli keindahannya. Demikian pula cerita-cerita lain yang berpangkal pada
Mahabharata banyak diciptakan orang baik dalam bahasa Jawa Kuna, bahasa Jawa Tengahan
ataupun bahasa Jawa Baru.(Rosidi, A. 1968:16)

Kesusastraan Sunda termasuk salah satu kesusastraan yang tua dan kaya pula. Tetapi
berlainan dengan kesusastraan Jawa, terhadap naskah naskah kuna Sunda perhatian para
sarjana masih kurang, sehingga masih banyak naskah-naskah kuna yang belum diketahui
isinya. Di antara naskah-naskah yang sudah diketahui isinya ada yang berasal dari abad ke-
15, berjudul Siksa Kanda Karesian. Naskah-naskah lain yang kuna pula ialah: Carita
Parahyangan, Carita Waruga Guru, Kunjarakarna, dan lain-lain. Di samping itu dikenal pula
jenis carita pantun, yang agaknya berasal dari zaman Pajajaran (abad ke-14-15), turun-
temurun secara lisan sampai sekarang. Baru pada abad ke-19 ada yang mencatatkannya
secara tertulis. Di antara cerita-cerita pantun yang termashur ialah Lutung Kasarung,
Mundinglaya di Kusumah, Chung Wanara, dan lain- lain. Naskah-naskah Sunda kuna itu
ditulis dengan huruf Sunda Kuna, yang agaknya tidak lagi dipergunakan akhir abad ke-18
karena sudah digantikan oleh huruf Arab dan huruf Jawa. Bersama dengan penggantian huruf
itu timbul pula pengaruh kesusastraan Jawa dalam sastra Sunda. Bentuk tembang mulai
muncul dan menyebar secara luas.(Rosidi, A. 1968:16). Pada abad ke-19, banyak sekali cerita
tembang yang disebut wawacan dijumpai dalam sastra Sunda. Kebanyakan tak dikenal lagi
pengarangnya; misalnya Suryakanta, Ranggawulung, Surianingrat, Danumaya, Amir
Hamzah, dan lain-lain. Menjelang akhir abad ke-19, muncul H. Muhammad Musa yang
menulis Wawacan Panjiwulung, Wawacan Alimuchtar, dan lain-lain. Pengarang-pengarang
lain yang juga menulis wawacan ialah H. Abdul Salam yang menulis Wawacan Rengganis,
Raden Aria Adipati Martanegara yang menulis Wawacan Angling Darma, Batara Rama dan
Babad Sumedang dan lain-lain. Wawacan yang paling utama yang diciptakan orang dalam
bahasa Sunda ialah Wawacan Purnama Alam karangan R. Suriadired.(Rosidi, A. 1968:17)

Kesusastraan Bali pun, seperti juga kesusastraan Jawa dan Sunda, banyak
mengerjakan kembali cerita-cerita Mahabharata dan Ramayana yang berasal dari India.
Banyak naskah-naskah kuna yang ditulis dalam bahasa Bali berdasarkan kisah-kisah tersebut.
Tetapi kisah yang asli Bali pun tak kurang. Di antaranya yang paling terkenal ialah kisah
tentang Jayaprana dengan Layonsari, yang diakui para ahli bernilai tinggi.(Rosidi, A.
1968:17)

E.Kedudukan dan Cakupan Sejarah sastra

Sejarah sastra merupakan salah satu cabang ilmu sastra.Studi sastra merupakan
suatu bidang studi yang mempelajari tentang sastra dan berbagai permasalahannya. Meliputi
artikel tentang teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Teori sastra tidak dapat dan tidak
boleh dipisahkan dari sejarah sastra dan kritik sastra. Sejarah sastra merupakan ilmu yang
menunjukkan perkembangan karya sastra dari masa ke masa. Penulis memilih karya-karya
yang luar biasa, karya-karya unggulan pada masanya, ciri-ciri dari setiap kurun waktu
perkembangannya, peristiwa-peristiwa yang terjadi di seputar masalah sastra. Untuk melihat
karya sastra luar biasa yang mewakili karya terbaik pada era tertentu dalam sejarah sastra,
Anda perlu menyertakan kritikus sastra.(Browati, R. & Bahtiar, M. Hum, A:2011:7)

Di sisi lain, ciri dan sifat suatu karya sastra selalu dapat dikenali melalui teori
sastra.Oleh karena itu, sejarah sastra sangat penting bagi kritik sastra, jika kritik hendak
menjadi lebih dari sekedar pernyataan suka dan tidak suka. Kritikus yang peduli dengan
hubungan sejarah akan salah menilai.Anda tidak akan tahu apakah karya itu asli atau
tiruan.Dan karena cuek terhadap sejarah, ia cenderung salah memahami karya sastra.Kritikus
tanpa pengetahuan sejarah yang memadai cenderung membuat asumsi yang ceroboh atau
puas dengan pengalaman membaca mereka sendiri dan Adventures in Masterpieces .
(Browati, R. & Bahtiar, M. Hum, A:2011:8)

Dalam mempelajari teori sastra, kita tidak bisa mengabaikan sejarah sastra
suatu negara atau daerah, karena terbentuknya teori sastra berbeda dengan kehidupan
masyarakat yang tercermin dalam karya sastra. Demikian pula berkaitan dengan kritik sastra.
Kritik sastra seseorang tidak lepas dari teori dan sejarah suatu bangsa atau
daerah.Perkembangan berbagai pendekatan dalam kritik sastra tidak lepas dari sejarah
perkembangan sastra. Masa perkembangan kritik sastra bertepatan dengan masa sastra itu
sendiri. Sejarah sastra mempunyai cakupan yang luas dan kompleks, termasuk sejarah sastra
suatu bangsa atau bangsa. Sejarah sastra negara lainnya antara lain sejarah sastra Indonesia,
Tiongkok, Jepang, Mesir, dan masih banyak lagi.Sejarah sastra daerah meliputi berbagai
macam sastra nusantara, antara lain: Sastra Sunda, Jawa, Bali, Aceh, Lombok, dan
Bugis.Sejarah sastra suatu daerah bila dipadukan dengan kebudayaan nasional menjadi unsur
kebudayaan yang memperkuat dan memperkaya kebudayaan nasional.(Browati, R. &
Bahtiar, M. Hum, A:2011:8)

Salah satu ciri yang terdapat dalam sastra daerah adalah penggunaan bahasa
daerah. Sejumlah penulis Indonesia, seperti Agip Rosidi, tidak hanya menulis dalam bahasa
Indonesia, tetapi juga menggunakan bahasa Sunda, bahasa daerah , dalam beberapa
karyanya, terutama di awal penulisan. Sejarah sastra kebudayaan, termasuk sejarah sastra
klasik, romantis, dan Renaisans. Sejarah sastra budaya terjadi dalam sejarah sastra Barat, dan
pengaruhnya juga dapat dirasakan dalam perkembangan sastra Indonesia. Para penulis yang
karyanya dimuat di Balai Pustaka dan dimuat di Majalah Pujangga Baru umumnya bersifat
romantis. Sedangkan cabang sejarah sastra yang lain adalah sejarah sastra, yang meliputi
sejarah perkembangan jenis-jenis karya sastra seperti puisi, novel, drama, esai, dan lain-lain.
Beberapa karya sejarah sastra berdasarkan jenis karya sastra antara lain Perkembangan Novel
Indonesia karya Umar Junus (1974)¸ Perkembangan Bahasa Indonesia Modern dan Puisi
Melayu karya Umar Junus (1984), Drama Modern dan Termasuk Perkembangan Bahasa
Indonesia teater.(Browati, R. & Bahtiar, M. Hum, A:2011:9)

Sastra (1997) karya Jacob Sumardjo, Analisis Struktur Novel Indonesia


Modern 1930 – 1939 (1998) karya Putri 9 |Sejarah Sastra Indonesia Minerva Mutiara
dkk. Analisis Struktur Cerpen pada Majalah 1930-1934: Studi kasus majalah Panji
Poestaka, Poejanga Bar, Moestika Romance (1999) Atisa dkk, Antologi Erlis Nur
Mujingsih dkk. Kumpulan Cerpen Awal (2000), Kumpulan Puisi Indonesia Awal
Suyono Suyatno (2000 ) ), cerpen Pujangga Baru (2006) karya Maria Josephine
Mantik, Sastra Melayu Rendah karya Jacob (2004) Sumarjo dan novel Indonesia
Tradisi Baru Pustaka 1920 -1942 (2002), karya Faruk.Menulis sejarah sastra juga
dapat mencakup penulisan tentang sejarah seseorang sebagai penulis, mulai dari
awal penulisan hingga perkembangan akhirnya.Misalnya riwayat penulis Nur Sutan
Iskandar, riwayat penulis Sutan Taqdi Alishabana, riwayat penulis Hamka , riwayat
penulis Charil Anwar, dan sebagainya.(Browati, R. & Bahtiar, M. Hum, A:2011:9)

F. PENDEKATAN-PENDEKATAN SEJARAH SASTRA


1. Pendekatan Tradisional Sejarah sastra dikembangkan terutama pada abad kesembilan
belas. Pendekatan yang digunakan beragam. Berikut beberapa pendekatan yang utama.

a. Pendekatan yang mengacu pada sejarah umum

b. Pendekatan yang mengacu pada karya dan atau tokoh besar sastra

c. Pendekatan yang mengacu pada tema-tema karya sastra dan perkembangannya

d. Pendekatan yang mengacu pada asal usul karya sastra

2. Pendekatan Lain

a. Pendekatan Jenis sastra 5 Pendekatan ini mempertimbangkan hal-hal berikut.

1) Konsep jenis sastra modern yang dinamik, yaitu bahwa karya sastra tidak hanya
mengikuti konvensi, tetapi juga sering merombaknya.

2) Fungsi jenis sastra tertentu tidak hanya ditentukan oleh ciri-ciri intrinsiknya, tetapi juga
oleh kaitan atau pertentangan dengan jenis lain.

3) Hubungan ambigu antara karya individual dan norma-norma jenis sastra, yaitu hubungan
intertekstual karya-karya individual.

4) Sejarah sastra selalu berkaitan dengan sejarah umum.

5) Penerimaan (resepsi) sastra oleh masyarakat pembaca dari masa ke masa menentukan
dinamikan sejarah sastra (Teeuw, 1984: 311-329).

G. Pandangan-pandangan dalam Penulisan Sejarah Sastra

Berbagai perspektif dapat digunakan untuk menulis sejarah sastra. Yudiono K.S (Browati, R.
& Bahtiar, M. Hum, A:2011: 9, 1.4) mengatakan dalam "Beberapa Catatan tentang Penulisan
Sejarah Sastra", yang ditulis oleh Sapardi Djoko Damono pada tahun 2000, bahwa penulisan
sejarah sastra Indonesia dapat didasarkan pada evolusi gaya, tema, ketokohan, atau konteks
sosial, yang semuanya merupakan cara untuk membuat sastra memiliki makna bagi
masyarakatnya dan terkait dengan berbagai masalah yang dihadapi oleh
masyarakatnya.Misalnya, penelitian sastra dapat dimulai dengan pertanyaan tentang proses
kreatif, distribusi, publikasi, atau bahkan tanggapan pembaca terhadap karya tersebut. Karena
novel seperti Siti Nurbaya yang ditulis oleh Marah Rusli telah diterbitkan dua puluh kali, ada
pertanyaan tentang berapa banyak tirai yang dikeluarkan setiap kali, berapa banyak
royaltinya, siapa ahli warisnya, apakah teks telah diubah, dan bagaimana pembaca
meresponsnya. (Browati, R. & Bahtiar, M. Hum, A:2011:9) (Muhri, S.Pd., M.A. 2016 : )
H. Problematika Penulisan Sejarah Sastra

Penulisan Sejarah Sastra dengan demikian memiliki aspek yang beragam sehingga jika ditulis
hanya berdasarkan satu perspektif akan menunjukkan betapa kurangnya gambaran yang dapat
kita peroleh dari penulisan semacam itu. (Browati, R. & Bahtiar, M. Hum, A 2011: 9)
Penulisan sejarah sastra sangatlah rumit dan komplek. Hal itu disebabkan karena batasan atau
pengertian sastra Indonesia sangat kabur. Banyak pendapat dari berbagai pakar beserta
argumen-argumennya yang menjelaskan awal dari sastra Indonesia. Hal itu menyebabkan
titik tolak awal perkembangan kesusastraan Indonesia pun berbeda pula. Perbedaan tersebut
juga dalam memandang setiap peristiwa atau persoalan yang kaitannya dengan kehidupan
sastra. Akibatnya sebuah peristiwa dalam pandangan seorang penulis dianggap penting
sehingga harus dimasukkan dalam sejarah kesusastraan Indonesia.(Erowati, R. & Bahtiar, M.
Hum, A 2011:10)

Kesulitan lainnya ialah walaupun usia sastra Indonesia belumlah sepanjang sastra negara lain
tetapi objek karya sangat berlimpah.

1. Penelitian Ersnt Ulrich Kratz mencatat 27.078 judul karya sastra dalam majalah
berbahasa Indonesia yang terbit tahun 1922 -1982 (dalam Bibliografi Karya Sastra
Indonesia yang terbit di koran dan majalah). Pamusuk Eneste mencatat dalam
Bibliografi Sastra Indonesia terdapat 466 judul buku novel, 348 judul kumpulan
cerpen, 315 judul buku drama, dan 810 judul buku puisi.
2. A. Teeuw mencatat, selama hampir 50 tahun (1918-1967), Kesusastraan modern
Indonesia asli hanya ada 175 penulis dengan sekitar 400 buah karya. Kalau dihitung
sampai tahun 1979, sebanyak 284 penulis dan 770 buah karya. Hal diatas belum
termasuk karya yang tersebar di koran, majalah, lebih-lebih yang terbit pada masa
silam.
3. Jakob Sumardjo memberikan gambaran bahwa sejak Merari Siregar menulis Azab
dan Sengsara (1919) sampai 1986 telah dihasilkan 1.335 karya sastra yang berupa
kumpulan cerpen, kumpulan puisi, roman, atau novel, drama, terjemahan sastra asing
dan kritik serta esai sastra. Tercatat juga 237 nama sastrawan yang penting (1970-an).
Hampir setengah dari jumlah sastra kita menulis puisi (49,3%), selanjutnya cerita
pendek (47,6%), novel (36%), esai (23, 2%), drama (18,9%) dan sisanya penerjemah
serta kritik sastra. ( Jakob Sumardjo 2004:1)

Perkembangan jenis-jenis sastra itu sendiri di Indonesia mengalami perkembangan sendiri-


sendiri. Awal pertumbuhan dan perkembangan novel, misalnya, tidak sejalan dengan puisi
dan drama. Novel atau roman Indonesia sudah dimulai pada tahun 1920-an sedangkan puisi
Indonesia dimulai pada tahun 1928- an. Sementara perkembangan cerpen semarak pada tahun
1950-an walaupun pada pertumbuhan sastra Indonesia cerpen sudah mulai muncul di
berbagai media massa. (Browati, R. & Bahtiar, M. Hum, A:2011: 10, 1.5)

Daftar Rujukan
Browati, R. & Bahtiar, M. Hum, A. 2011. SEJARAH
SASTRA INDONESIA. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Dra. Zulfahnur, Z. F., M.Pd. 2014. MODUL 1 PENGANTAR


SEJARAH SASTRA. Jakarta: Universitas Terbuka.

Muhri, S.Pd., M.A. 2016. SEJARAH SINGKAT KESUSASTRAAN


INDONESIA. Bangkalan: Yayasan Arraudlah Bangkalan.

Rosidi, A. 1968. IKHTISAR SEJARAH SASTRA INDONESIA.


Bandung: Binacipta.

Anda mungkin juga menyukai