Anda di halaman 1dari 24

Kesialan dari Kebaikan

Udara malam yang dingin di Yogyakarta


menusuk hingga ke tulang, namun aku yang
mengipasi sate bercucuran keringat hingga
basah bajuku.
Aku, Adi berumur 28 tahun hidup sebatang
kara, hari demi hari ku lalui dengan susah
payah demi menghidupi diriku sendiri, siang
hari aku bekerja sebagai karyawan
supermarket malamnya aku berjualan sebagai
tukang sate keliling di jalan-jalan sekitar
Malioboro, dimana banyak wisatawan dan
pelancong berlalu lalang untuk berlibur,
menikmati hidup dan berpora ria sepuasnya,
Berlawanan dengan hidupku, aku merasa iri
dengan mereka, hidupku keras dan banyaknya
tagihan dan sebuah utang yang menuntutku
setiap hari, tidak memberiku kesempatan
untuk bermanja-manja.

Waktu di handphoneku menunjukkan pukul 2


dini hari langit masih gelap dan puji Tuhan
daganganku laku hingga hampir habis, aku
memutuskan untuk pulang dan beristirahat,
dalam perjalanan pulang menuju tempat
tinggalku aku bertemu dengan seorang pria
pengemis lusuh yang terlihat sekarat
meringkuk di pojok jalanan Dibawah tiang
lampu berwarna kuning, Karena kasihan
bercampur dengan sedikit rasa jijik karena
melihatnya ku parkir gerobakku di dekatnya
dan membakarkan seporsi sate untuknya,
selama aku membakar sate dia tidak berbicara
sepatah katapun, ku berikan sate yang masih
hangat padanya “ini buat kamu, kalau nggak
mau ya sudah”, kuletakkan piring sate hangat
di sebelahnya dan berkemas untuk pergi
pulang, “makasih ya mas” pria lusuh itu
mengambil satenya dan memakannya dengan
lahap. Aku memulai percakapan dengannya
“kok tidur diluar bang? “. Dengan nada lesu
dia menjawab “ saya sedang dalam
pencarian”. “Pencarian?”.Tanyaku dengan
nada penasaran. “hehehe”.pria lusuh itu
terkekeh sambil melihat ke arahku, dia
berbalik menghadap ke arah depan dan
menanggalkan sesuatu dari lehernya, sebuah
kalung dengan bentuk bintang dengan setiap
ujungnya menghadap arah mata angin dan
memiliki lingkaran di bagian luarnya
berwarna perak dan emas pada bintangnya.
Pria itu berkata dengan wajah memelas “ini
saya ada sedikit, buat bayar satenya”. Sambil
menyodorkan kalung itu padaku, “enggak
usah mas, gausah bayar, saya ikhlas”.[Rasanya
tidak pantas juga meminta kepada yang tidak
mampu] pikirku ,dengan gestur menolak
pemberian pria tersebut. Kemudian Pria
tersebut melempar kalung itu kearah ku,
secara refleks aku menangkapnya. Aku ingin
memberikan kembali kalung itu, tetapi pria
yang berada disampingku itu telah
menghilang, seolah tidak pernah ada dan
menyatu dengan hembusan angin malam kota
Yogyakarta yang sepi dan gemerlap.

Bingung dan terkejut serta keringat dingin,


aku bergegas mengambil piring sate yang
tergeletak ditanah, kubuang kertas dan daun
pembungkus satenya dan kutaruh kalungnya
di atas piring bekas tadi lalu menaruh
piringnya di gerobak ku. Aku berlari
sekencang mungkin menuju jalan raya yang
ramai orang, setelah merasa lebih tenang aku
menarik nafas panjang dan mulai berusaha
untuk mencerna kejadian tadi. Kubuka
handphone ku telah menunjukkan jam
setengah 3,”mau nolong malah tekor, nggak
lagi dah”. Ucapku dalam hati, aku yang sudah
lelah dan letih memutuskan untuk pulang dan
beristirahat. Dalam perjalanan pulang hatiku
terasa tidak tenang, merasa hal aneh yang
terjadi tadi terus menghantuiku membuatku
berpikir hal yang tidak-tidak.
Sesampainya di rumah peninggalan orang
tuaku, mereka telah tiada dan rumah ini adalah
satu-satunya warisan mereka yang tersisa . Ku
parkir gerobak untuk berjualan disamping
motor supra bututku di garasi rumah, rumahku
tidak begitu besar dan tidak begitu kecil,
rumah sedang dengan 3 kamar tidur dan 1
kamar mandi menjadi tempat tinggalku
seorang diri. Ku kunci pagar rumah dan masuk
ke dalam melewati pintu kayu berwarna hijau
dan bergegas mengambil handuk untuk pergi
mandi, sesudahnya aku selesai aku pergi ke
kamarku untuk merebahkan diri di kasur
matras, ku pejamkan mata ku yang sudah
kantuk dan tertidur pulas...

KRIIIIINGGGG..... bunyi alarm handphone


ku berbunyi menandakan hari lain aku harus
bekerja, menunjukkan pukul setengah 9 pagi.
Aku buru-buru berdiri mengambil handuk,
dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci
muka, setelah selesai kuambil kunci motor dan
bergegas pergi tidak lupa untuk mengunci
rumah dan pagar, aku melaju dengan cepat
menembus ramainya mobil-mobil pada pagi
hari. Pada akhirnya aku sampai setelah 20
menit perjalanan menuju tempat kerjaku,
sebuah supermarket di daerah pinggiran kota,
ku ganti bajuku menjadi seragam kuning
merah dan biru dan mulai membantu pekerja
lainnya mulai dari menyusun barang, menjaga
kasir, mengatur stok barang, dan banyak
lainnya kujalani demi uang Rp100.000,00 di
akhir hari, waktu menunjukkan jam setengah
6 sore, Tiba-tiba handphoneku bergetar,
sebuah nomor yang tidak ingin kujawab
tertera di layar sentuh handphone ku,
kubiarkan hingga nomor itu selesai
memanggil dan segera ku matikan
handphoneku. Ingin sekali aku cepat pulang
untuk beristirahat sejenak sebelum hendak
pergi berjualan malam ini lagi. ”ADI?
“.panggil manajerku, hendro dia dikenal oleh
teman-temanku sebagai seorang bajingan
yang mengatasnamakan kebersamaan demi
membuat kami lembur tanpa dibayar lebih.
“Adi, kamu bisa gak hari ini pulang lebih
lama? “. Kata-kata itu membuatku bergedik
seketika, karena aku tahu itu bukanlah
pertanyaan, melainkan sebuah perintah yang
akan terpaksa kulakasanakan demi atas nama
“kebersamaan”. “Maaf pak saya ada urusan
dirumah”. Dengan nada sehalus mungkin
untuk tidak menyinggung harga dirinya,
“soalnya ini... si Sarah berhenti, ga kuat
katanya lemah dia”. Sarah adalah karyawan
paling rajin di tempat ini, dia seorang yang
kuat dan teguh, demi menghidupi
keluarganya, tidak mungkin dia akan berhenti
hanya karena lelah. “Jadi kamu yang gantiin
ya? Ga sepenting itu toh urusanmu”. Tanya dia
dengan nada ketus, aku berusaha untuk keluar
dari situasi ini namun, sia-sia pada akhirnya
aku terpaksa mengambil shift malamnya sarah
dan tidak berjualan pada malam itu,
handphone ku menunjukkan jam 9 malam.
Diriku yang belum beristirahat semenjak tadi
pagi merasa kelelahan yang sangat besar,
untungnya shift malam hanya sampai jam 12
malam. ”kalau udah pulang jangan lupa kunci
ya”. Ucap pak Hendro telah memakai jaket
dan bersiap untuk pulang,dengan senyum
pahit sebisanya yang kubuat untuk formalitas
aku menjawab. “Iya pak, Hati-hati. “manajer
kok pulang duluan” kataku didalam hati
dengan perasaan kesal, walau tidak sendiri aku
menjalani shift malamku bersama dengan
seorang karyawan baru yang belum
berpengalaman, dan itu membuatku semakin
kesal, pada akhirnya shift malam selesai dan
aku bisa pulang, ku pacu motorku memotong
jalan-jalan malam secepat mungkin.
Sesampainya aku di depan rumahku, sudah
ada mobil hitam dengan lampu menyala dan
seorang pria dengan pakaian serba hitam
menunggu di depan pagar rumah. Segera ku
putar balikkan motorku berencana pergi
sejauh-jauhnya, tetapi sudah ada mobil hitam
lainnya berhenti di belakangku, 5 orang turun
dari mobil itu dan pria yang menunggu di
depan pagar ku menuju ke arahku, fisiknya
besar dan menggunakan jaket hitam dan
beberapa orang lainnya turun dari mobil
mengikutinya dari belakang, membuatku
bergidik ketakutan. “WOI ADI, BERANI
KALI KAU TIDAK JAWAB TELPONKU
YA! MAU MATI KAU?”. Teriak dia dengan
nada kasar dan mengancam. “ampun bang,
saya bakal bayar besok“. Dia menarik baju
kausku dan berteriak di depan wajahku,
”HALAH BESOK JUGA BAKAL BILANG
GITU LAGI!”. bentak dia dengan nada kasar.
“iya bang besok bakal ada kok
duitnya”.ucapku untuk menyelamatkan diri
dari situasi ini. YAUDAH LAH, KUKASIH
KAU 3 HARI KALAU SAMPAI TIDAK
BAYAR ITU 500 JUTA, HABIS KAU!,
PAHAM!?. Bentaknya dengan nada
mengancam dan wajah yang menunjukkan
ekspresi marah . “I..I..Iya bang”. Jawabku
dengan nada gemetar dan penuh ketakutan.
Dia pun pergi bersama dengan orang-
orangnya menjauh dari kediamanku, aku
membuka gembok dan memarkirkan motorku
yang nampaknya penyok karena di tendang
oleh salah satu anak buahnya para preman itu,
mereka datang ke sini untuk menagih hutang
milik pamanku, yang telah hilang selama 2
tahun terakhir entah kemana, Membuat
hidupku makin sulit dan menderita setiap
harinya. belum sempat aku berganti baju,
Tiba-tiba seluruh rumah menjadi gelap gulita,
aku bergegas mengecek meteran listrik, dan
kulihat tertulis angka 0 digital pada
meterannya, aku segera melakukan pengisian
seharga Rp500.000,00 dan segera setelah itu
listrik kembali menyala dan semua berjalan
lancar, aku kembali ke dalam dan duduk di
ruang tamu, mengecek handphone ku dan
melihat saldo bank ku yang hanya tersisa
Rp50.000,00. “Hadeh... Gimana nih? Cukup
ga ya buat bayar kasbon?”. Benakku yang
telah letih dengan semua masalah ini, aku
memutuskan untuk pergi tidur untuk
melupakan masalah ini sejenak...
Malam yang sama, dibawah lampu jalan yang
sama, terparkir gerobak sateku di depan kami
berdua, pria dengan pakaian lusuh itu
menengok ke sebelah kanannya dan menatap
diriku dengan sangat dalam seolah-olah
melihat ke dalam jiwaku, dia bertanya dengan
nada pelan namun terasa pasti,“apa hal yang
paling kamu inginkan di dunia ini“. Aku tidak
menjawab, dia bertanya kembali dengan nada
yang sama “apa hal yang paling kamu
inginkan di dunia ini? “. Dengan spontan aku
menjawab, “saya ingin kaya ,kalau kaya saya
pasti bahagia”. Jawaban yang tidak kusadari
keluar begitu saja dari mulutku bagaikan
meludah, pria lusuh itu tersenyum padaku,
senyumnya terlihat ramah dan tulus tapi
sesuatu terasa sangat janggal, hingga
semuanya menghitam, meredup, dan
menghilang....
Aku terbangun dengan keringat dingin dan
hati yang berdegup, bagaikan habis tenggelam
di dalam air yang dangkal. Aku mengecek jam
di handphoneku menujukkan jam setengah 10
pagi, dan 2 panggilan tidak terjawab tertera di
layarku dari Hendro manajerku, aku
memutuskan untuk mengabaikan panggilan
yang dan tidak pergi bekerja di supermarket
hari ini, dan memilih untuk berjualan sate
selama sehari penuh, aku beranjak dari kasur
matrasku untuk berbenah rumah sebentar,
selesai berbenah aku mandi dan berganti baju
untuk pergi berjualan sate. keluar dari rumah
sambil membawa bahan-bahan untuk
berjualan, aku menarik gerobak yang terpakir,
sampai aku melihat sebuah kalung diatas
piring merah dan kembali teringat akan
kejadian dua hari lalu, aku mengambil kalung
itu untuk melihatnya, kalung itu sedikit
berbeda dari terakhir kali aku menerimanya,
sisi kanan dari kalung itu hilang dan
menyisakan hanya 3 sisi ujung bintangnya,
yaitu sisi atas, sisi bawah, dan sisi kiri. Aku
berusaha mengingat-ingat bentuknya sekeras
mungkin hingga mengernyitkan dahi, namun
sia-sia aku tidak ingat bentuk aslinya. Pada
akhirnya aku memutuskan untuk pergi
berjualan saja dan menyimpan kalung itu di
kantong celanaku.
Siang hari yang terik seolah membakar
kulitku, aku telah berkeliling di sekitar daerah
perkantoran selama 2 jam lebih dan belum
menemukan satupun pelanggan, “bentar lagi
harusnya jam makan siang”. Benakku, karena
harusnya saat jam makan siang akan menjadi
ramai oleh pekerja yang ingin makan. Aku
memutuskan untuk menempatkan gerobak dan
kursi di sebuah trotoar depan gedung kantor,
aku mengatur bangku dan membuka terpal di
atas gerobak untuk berteduh dari teriknya
matahari, 15 menit kemudian, satu persatu
orang yang ingin rehat sejenak dari kesibukan
korporat yang tidak ada habisnya. Orang-
orang mulai datang ke gerobakku untuk
membeli makan, berbagai orang datang dan
pergi seperti angin yang lalu, dan aku
melayani mereka sebagaimana semestinya
seorang pedagang makanan.
Menit demi menit berlalu, Orang-orang datang
dan pergi untuk makan dan rehat sejenak,
hingga setelah itu menjadi semakin sepi
seiring waktu istirahat yang menipis.
“HAH...” Aku menghela nafas untuk
menenangkan diri, ”Puji tuhan hari ini rame,
lumayan lah..”. Ucapku bersyukur, Aku
mengelap keningku yang basah dengan
keringat. Aku duduk di salah satu kursi plastik
berwarna merah, aku melihat ke tanah dan
melihat sebuah dompet kulit berwarna hitam,
tidak bermerek dan kelihatan lusuh, aku
mengambil dompet itu dan melihat isi
uangnya,hanya ada uang Rp 20.000,00 dan
sebuah KTP dengan wajah pemiliknya, [
pemiliknya kere, mending balikin deh…]
pikirku yang sedang melihat isi dompetnya.
“WILDAN SUPROMO” tertulis di di daftar
nama kartu tersebut, dan wajah seorang pria
berumur 32 tahun tertera di umurnya, “gimana
ya cara balikinnya ya? , mana di sini rame lagi
“. Benakku yang merasa dompet ini tidak
dapat dijual juga, pada akhirnya setelah
berpikir keras, aku memutuskan untuk
melaporkannya kepada polisi, menganggap itu
sebagai amal, aku memberikan data diriku,
setelahnya aku kembali untuk berjualan sate
hingga tengah malam, tidak banyak pembeli
hari ini sehingga aku memutuskan untuk
pulang dan mengambil rehat.
Esoknya aku terbangun dengan segar dan
bugar untuk suatu alasan, aku mandi dan
berbenah sesuai dengan rutinitas sehari-
hariku, aku berangkat ke tempat kerjaku
dengan sebuah perasaan akan sesuatu yang
baik akan terjadi hari ini, hingga aku teringat
akan bosku Hendro yang meneleponku
semenjak kemarin. Segera ku tarik gasku
dengan kecepatan penuh untuk segera
mungkin sampai, sesampainya disana aku
memarkirkan motor dan segera masuk ke
dalam supermarket, salah satu kolegaku
mengatakan aku dipanggil ke kantor manajer,
“KEMANA AJA KAMU, HAH? ADI!? “.
Ucap bosku Hendro dengan wajah marah dan
nada geram. “KAMU KIRA TEMPAT INI
PUNYA BAPAKMU IYA? KALAU KAMU
GA MAU KERJA DISINI LAGI BERHENTI
AJA SANA!!. Saat itu, sesuatu seperti terlepas
dari dalam diriku bagaikan balon yang
meledak , “YAUDA SAYA BERHENTI,
PUAS KAU HAH!. LEMBUR GA
DIBAYAR, SHIFT ORANG SAYA YANG
COVER TERUS SAYA DIMARAHIN
GITU?, SAAT INI JUGA SAYA BERHENTI!.
Spontanku di puncak amarah membuatku
kehilangan kendali diri dan mengatakan
perasaanku yang sebenarnya, aku keluar dari
kantor manajer dengan membanting pintu, aku
naik ke motorku dan pergi sejauh-jauhnya dari
supermarket tersebut.
Aku berhenti dan singgah di sebuah warung
makan, kuparkir motorku duduk dan memesan
es teh manis untuk menjernihkan pikiranku,
aku membuka handphone ku dan melihat
waktu yang menunjukkan jam 11 pagi, tidak
lama kemudian minumanku datang,
KRIING... nada dering handphoneku menyala
menunjukkan nomor tidak dikenal menelepon
nomorku, aku memutuskan untuk
mengabaikannya, hingga tiba-tiba aku
mendapatkan satu pesan masuk lewat
whatsapp, “Selamat pagi mas apakah ini mas
Adi? ”. Berasal dari nomor tidak dikenal yang
meneleponku tadi, “saya Wildan mas’’.
chatnya dia, “Wildan?, siapa yak? “ benakku
merasa pernah mendengar nama tersebut,
hingga aku teringat tentang dompet yang
kemarin, “oh iya mas, saya Adi”. Jawabku
membalas chatnya, “dompetnya udah ketemu
ya mas?,tanyaku untuk berbasa-basi. Ucapku
bersyukur karena dompetnya telah kembali ke
pemiliknya, Tiba-tiba seorang pria dengan
jaket hitam memanggilku dari belakang,
“permisi, mas Adi ya?”. Dia berbicara pelan
untuk tidak menggangu pelanggan lain,
“tolong ikut saya untuk bertemu dengan pak
Wildan, beliau menunggu anda”. Aku terkejut
dan bingung harus berbuat apa, namun saat itu
aku mempunyai perasaan bahwa ini
merupakan sesuatu yang baik untuk diriku
sendiri, sebab itu aku menerima ajakannya dan
naik ke sebuah sedan hitam bersamanya.
Selama perjalanan aku tidak berbicara sepatah
kata pun karena masih berusaha mencerna
kejadian ini , hingga akhirnya sampailah aku
di depan sebuah hotel mewah, “wah orang
kaya nih…”. pikirku aku di pandu menuju
bagian kafetaria dan duduk menunggu, 5
menit kemudian datanglah seorang pria tua,
wajahnya penuh keriput, namun matanya
penuh dengan kehidupan ,berpakaian rapi
menghampiri tempat dudukku. “Perkenalkan,
saya Wildan Supromo, pemilik dompet yang
bapak temukan, saya ingin menunjukkan rasa
Terima kasih saya karena dompet ini
merupakan barang berharga satu-satunya
peninggalan almarhum bapak saya”. Ucapnya
penuh dengan rasa terima kasih, handphone ku
bergetar, aku membukanya dan muncul
sebuah notifikasi masuk “Rp1.000.000.000,00
Telah di transfer kepada akun anda”. Mataku
membelalak dan jantungku berdetak kencang,
perasaan campur aduk antara keinginan dan
rasa bingung, “itu sedikit rasa terimakasih
saya kepada kamu”. Ucap pria itu kepadaku
menjelaskan apa maksud dari uang sebanyak
ini, “bukannya tidak bersyukur mbah, cuman
saya ga enak dapet uang segini banyak, saya
juga gatau mau dipakai untuk apa uang-uang
ini semua juga”. “sudah kami ambil saja yang
itu, saya sudah mencari sedikit tentang kamu,
kamu lebih membutuhkannya”. Pria itu
memaksa, “tapi mbah.. “. Jawabku sedikit
sungkan sebelum dipotong olehnya, “hush,
udahlah uang itu urusan kecil kalau
dibandingkan apa yang telah kamu lakukan”.
Pria itu beranjak dari tempat duduknya ,
“kalau begitu sampai jumpa ya, nak Adi, saya
masih ada banyak pekerjaan“. Ucapnya
berpamitan sebelum menghilang dan keluar
dari kafetaria hotel.
Aku yang masih merasa ini semua tidak nyata
kembali mengecek saldoku kembali, dan
berpikir apakah aku harus memakai uang ini?.
Aku berpikir keras dan memutuskan untuk
kembali ke rumah, tapi aku teringat motorku
yang tertinggal di warung makan tadi, aku
mencari ojek, mengambil motorku dan pulang
ke rumah, waktu telah menunjukkan jam 6
sore, langit berwarna jingga dan aku yang
sedang berpikir keras, Tiba-tiba ada yang
mengetuk pintu depanku, aku membuka pintu
dan melihat para penagih utang berkumpul,
“UDAH DAPAT UANGNYA? HAH, ADI!? “.
Kata pemimpin mereka, yang badannya paling
besar dan mengancamku tempo hari, aku
memutuskan untuk menggunakan uang 1
miliar yang tadi ku dapat untuk membayar
hutang, aku meminta rekening mereka, dan
mentrasfer mereka uangnya. Awalnya mereka
tidak percaya, namun setelah menerima
telepon akhirnya mereka berencana pergi tapi
sebelum itu ,pemimpin mereka mendaratkan
satu pukulan ke arah perutku, “MAKANYA,
LEBIH CEPET KEK, JADI KAN TIDAK
PERLU SEPERTI INI, HAHAHA”. Tawanya
meremehkanku, pada akhirnya dia bersama
gerombolannya pergi meninggalkan rumahku,
aku yang merasa dipermalukan dan ingin
muntah, segera mengunci pintu. Aku
mengunci gerbang depan dan pintu kayu
sambil memegangi perutku yang sakit, aku
masuk ke dalam dan duduk di ruang tamu
dengan bernapas lega, walau dengan perut
yang sakit, karena salah satu masalah hidup
terbesarku sudah hilang, jam di handphoneku
menunjukkan pukul 7 malam, uang yang tadi
ku dapatkan masih tersisa 500 juta, namun
perutku masih sakit setelah di pukul orang
tadi, aku memutuskan berbaring di kamar dan
terlelap dalam tidur yang pulas, aku mengutuk
mereka.
Aku terbangun di ruang tamu, sedang duduk
di sofa ruang tamu dengan seorang pria
berbaju lusuh dia duduk di sofa yang lebih
kecil di samping kiriku, dia berkata
“Kekayaan yang kau butuhkan, kekayaan lah
yang kau dapatkan”. Mulutku seolah terkunci
tidak dapat mengatakan apapun, aku hanya
mengangguk, “apa hal yang paling kamu
inginkan di dunia ini? “. Pertanyaan yang
dilontarkan pernah kudengar namun pikiranku
kalang kabut rasanya, tidak dapat merangkai
kata-kata, namun ada satu kalimat yang keluar
dari mulutku secara spontan, “Kekuatan,
Kalau saya punya kekuatan saya tidak akan
diremehkan!”. Kata-kata itu kuucapkan seolah
sangat yakin, pria itu hanya tersenyum lesu,
sambil berbisik namun samar-samar
terdengar, “kelihatan juga akhirnya kamu”.
Semuanya meredup, melemah, dan menjadi
gulita.
Aku terbangun dengan rasa sakit dari atas
kepala hingga telapak kaki, aku merasakan
adanya panggilan alam di dalam perutku,
segeralah aku dengan tergesa-gesa menuju ke
kamar mandi, rasanya amat menyiksa,
badanku berkeringat hebat, kepala ku terasa
berputar, dan rasanya seluruh isi perutku
kekuar semua, aku berjuang di kamar mandi
selama 30 menit, hingga akhirnya seluruh
badanku lemas, dan aku jatuh tersungkur di
depan ruang tamu dan pingsan disana.
KRINGGG..... Alarm handphone di kantong
ku berbunyi menunjukkan waktu jam 8 pagi,
badanku sudah tidak sakit lagi, walaupun
dengan kepala yang masih terasa sedikit
berputar, aku mengambil handuk untuk mandi
dan membersihkan diri, selama mandi ada
sesuatu yang terasa aneh, rasanya bagian perut
dan dadaku terasa lebih keras dari biasanya
dan tanganku terasa lebih besar, aku
menyelesaikan mandiku dan segera mengecek
cermin yang ada dikamarku, aku terkejut
setengah mati, melihat badanku yang berubah
dari kurus dan kering menjadi six pack dengan
dada bidang, dan otot tricep dan bicep yang
terbentuk sempurna. Namun sesuatu terasa
aneh, wajahku tidak mirip sama sekali dengan
sebelumnya, rasanya aku pernah melihatnya
entah dimana, saat aku melihat ke kaca, namun
aku memilih untuk mengabaikannya, dan
memilih untuk mencoba badanku yang baru.
Aku merasakan perasaan bersemangat seolah-
olah ada energi besar yang mengalir kepadaku,
aku akhirnya berganti baju dan pergi ke luar
rumah, aku memutuskan untuk jogging dari
rumahku menuju ke sebuah taman kota yang
berjarak 10 kilometer, selama di perjalanan
tubuhku rasanya sangat ringan dan penuh
dengan tenaga seolah-olah kembali ke zaman
ku remaja disaat aku bugar dan segar,
sesampainya di taman itu aku membeli air dan
duduk-duduk di sana, nafasku teratur dan aku
tidak merasa lelah sama sekali, aku teringat
tentang jualanku yang akan habis, aku pergi ke
pasar untuk membeli bahan-bahan, saat
sampai di pasar, supplier bahan-bahanku
terlihat keheranan terhadap perubahan badan
ku tapi tidak berbicara apapun tentang
wajahku ,aku mengelak dengan alasan aku
berolahraga selama ini, dan bertanya padanya
apakah adayang berbeda dengan wajahku, dia
menjawab tidak ada yang berbeda, pada
akhirnya kami berbincang sebentar dan aku
membeli bahan jualan seperti biasa. Hingga
suatu suara memanggilku, “WOI ADI, DISINI
KAU RUPANYA “. Suara seorang pria
memanggilku dari belakang, buku kudukku
berdiri, itu adalah suara si pria penagih hutang
waktu itu, dia berjalan ke arah ku, “PAS KALI
KAU ADA DISINI, BAGI DUIT KAU SIKIT,
AKU LAGI KEPEPET INI”. Kata dia dengan
entengnya, “Kan udah lunas, hutang saya”.
Kataku untuk menghindari dipalak di depan
umum, “HAISH.. Itu kan hutangnya, belum
dengan bunganya, Sudah kau pinjamkan saja
dulu uangmu”. Nadanya meremehkanku dan
mengira aku akan meminjamkan uang,” Ngga
bang saya sudah bayar sesuai dengan kontrak
yang berlaku ya, sudah termasuk bunganya
juga”. Jawabku, Wajahnya memerah dan
“BUGGHH...” Dia memukul wajahku, hingga
hidungku mimisan, biasanya aku akan
menangis dan menyerahkan uangnya, tapi kali
ini sesuatu dalam diriku, entah adrenalin atau
kebencian, aku meninju wajahnya dengan
sebuah uppercut menuju rahangnya,
Pukulanku menghasilkan suara “KRAKK”
yang membuatnya pingsan tidak sadarkan diri
dan beberapa giginya tercabut dari mulutnya,
aku merasakan kuasa yang terasa amat sangat
yang saat aku melihatnya tersungkur ke tanah,
aku yang baru menyadari perbuatanku
meminta tolong kepada beberapa orang di
pasar untuk membawa pria itu ke klinik dekat
situ. Orang-orang menyuruhku untuk segera
pulang karena pria itu memang terkenal
sebagai preman yang meresahkan warga dan
berterima kasih kepadaku karena telah
memberikan pelajaran untuknya, aku pulang
dengan rasa khawatir akan pembalasan dari
pria tersebut dan komplotannya.
Akhirnya aku sampai di rumah, berganti baju
dan mempersiapkan bahan, mulai dari
memotong daging, menusuk daging,
mempersiapkan arang, dan lainnya setelah itu,
aku keluar untuk mempersiapkan gerobak, aku
mendorong gerobak menuju ke jalanan sekitar
Malioboro, aku berencana untuk berjualan
hingga pagi. Semuanya berjalan seperti biasa
hingga tiba-tiba panggilan alam
memanggilku, aku mencari tempat untuk
segera mengurusnya, aku masuk ke sebuah bar
untuk meminjam toiletnya, aku memarkirkan
gerobakku di depan dan menyelesaikan
urusanku, hingga ku mendengar sebuah
melodi mengalun indah, aku keluar dari kamar
mandi dan melihat seorang pria tampan di
panggung bar tersebut, banyak orang
mengelilinginya baik pria dan wanita bersorak
melihatnya, jauh di dalam hatiku, sesuatu
bergejolak di dalam diriku antara rasa kagum,
iri, dan ingin menjadi seperti dia, baru pertama
kali ini aku merasa seperti ini terhadap orang
lain, seperti semakin lama, seperti ada orang
lain di dalam diriku, dan dia semakin lama
semakin mendominasi. Aku kembali
mendorong gerobak hingga jam 2 pagi, dan
pergi pulang. Dalam letihku aku berpikir,
“Perlu kah aku untuk masih bekerja? “.
Pikirku dalam perjalanan pulang, karena uang
500 juta seharusnya cukup untuk diriku hidup
dengan lebih layak selama bebebapa tahun,
aku bisa bermalasan-malasan setiap hari,
pikirku. akhirnya aku sampai di rumah dengan
badan penuh keringat dan sebuah perasaan
yang baru dan asing bagiku, aku memutuskan
untuk tidur dan beristirahat untuk
menjernihkan pikiranku, danmungkin dapat
menghilangkan perasaan ini.
Aku Kembali bermimpi,kali ini dengan sadar
aku duduk di samping pria lusuh itu,dan kali
ini sebuah pertanyaan muncul dari mulutku
dengan sadar, “siapa kamu?”. Pria itu hanya
tersenyum dan balik bertanya “apa yang
paling kamu inginkan di dunia
ini?”.pertanyaan yang sama dari mimpi
sebelumnya, kali ini aku tidak menjawab dan
sesuatu berkata dari telingaku, “BANGUN”,
namun pria itu bertanya padaku untuk kedua
kali nya “apa yang paling kamu inginkan di
dunia ini?” . instingku mengatakan untuk tetap
diam, dan pria itu bertanya untuk ketiga
kalinya “apa yang paling kamu inginkan di
dunia ini?’’. Aku tidak menjawab tapi, secara
mengejutan mulutku menjawab “saya ingin
terkenal, kalau terkenal saya akan disukai
orang”. Itu bukan aku yang menjawab sama
sekali, sesuatu terasa sangat aneh. Rasanya
jantungku berdetak dengan cepat seperti
merasakan adanya bahaya dari luar, tiba-tiba
pria lusuh itu berkata, “kekuatan yang kau
inginkan,kekuatan yang ku berikan, namun,
apakah aku bilang itu gratis?. Seketika
semuanya meredup dan gelap gulita, aku
terbangun dengan mata di tutup dan tangan
terikat,aku panik dan berusaha melepaskan
diri, tiba-tiba ‘KLUK’’, suara pintu terbuka
dan “BYUURRR…’ aku di lempar ke dalam
air, air itu asin dan aku tidak bisa bernafas,
rasanya dingin dan sangat menyakitkan,
hidupku berkilas balik di depan mataku, mulai
dari aku bayi hingga dewasa hingga beberapa
jam yang lalu, aku melihat diri ku terbangun
dengan senyuman, saat melihat ke cermin
yang muncul bukanlah bayanganku,
melainkan bayangan pria itu, dia memakai
baju rapih yang ku simpan untuk acara,dia
pergi ke pasar,memalak dan menyakiti orang-
orang yang lewat dengan menggunakan
tubuhku, dia mengamuk tanpa henti dengan
mengucapkan kata-kata kasar dan berhenti
begitu selesai di pukuli,dia terjatuh sebentar
kemudian melarikan diri, terus menerus begitu
hingga malam,dia masuk ke sebuah kelab
malam dan mengajak berkelahi orang disana
hingga dia pingsan dengan kepala berdarah
akibat di pukul dengan besi untuk beberapa
jam, sebelum akhirmya dibawa menuju ke
mobil untuk diikat, dan akhirnya dibuang ke
laut, aku Kembali terbangun dari kilas balik
kehidupanku, dan menyadari tempat dasar laut
yang sunyi dan gelap hanya menunggu ajal,
aku bertanya kepada diriku sendiri, dimana
semuanya menjadi salah? Setelah
menanyakan itu ratusan, jutaan, dan ribuan
kali, aku masih tidak dapat menemukan
jawabannnya.

--------TAMAT------

Anda mungkin juga menyukai