menusuk hingga ke tulang, namun aku yang mengipasi sate bercucuran keringat hingga basah bajuku. Aku, Adi berumur 28 tahun hidup sebatang kara, hari demi hari ku lalui dengan susah payah demi menghidupi diriku sendiri, siang hari aku bekerja sebagai karyawan supermarket malamnya aku berjualan sebagai tukang sate keliling di jalan-jalan sekitar Malioboro, dimana banyak wisatawan dan pelancong berlalu lalang untuk berlibur, menikmati hidup dan berpora ria sepuasnya, Berlawanan dengan hidupku, aku merasa iri dengan mereka, hidupku keras dan banyaknya tagihan dan sebuah utang yang menuntutku setiap hari, tidak memberiku kesempatan untuk bermanja-manja.
Waktu di handphoneku menunjukkan pukul 2
dini hari langit masih gelap dan puji Tuhan daganganku laku hingga hampir habis, aku memutuskan untuk pulang dan beristirahat, dalam perjalanan pulang menuju tempat tinggalku aku bertemu dengan seorang pria pengemis lusuh yang terlihat sekarat meringkuk di pojok jalanan Dibawah tiang lampu berwarna kuning, Karena kasihan bercampur dengan sedikit rasa jijik karena melihatnya ku parkir gerobakku di dekatnya dan membakarkan seporsi sate untuknya, selama aku membakar sate dia tidak berbicara sepatah katapun, ku berikan sate yang masih hangat padanya “ini buat kamu, kalau nggak mau ya sudah”, kuletakkan piring sate hangat di sebelahnya dan berkemas untuk pergi pulang, “makasih ya mas” pria lusuh itu mengambil satenya dan memakannya dengan lahap. Aku memulai percakapan dengannya “kok tidur diluar bang? “. Dengan nada lesu dia menjawab “ saya sedang dalam pencarian”. “Pencarian?”.Tanyaku dengan nada penasaran. “hehehe”.pria lusuh itu terkekeh sambil melihat ke arahku, dia berbalik menghadap ke arah depan dan menanggalkan sesuatu dari lehernya, sebuah kalung dengan bentuk bintang dengan setiap ujungnya menghadap arah mata angin dan memiliki lingkaran di bagian luarnya berwarna perak dan emas pada bintangnya. Pria itu berkata dengan wajah memelas “ini saya ada sedikit, buat bayar satenya”. Sambil menyodorkan kalung itu padaku, “enggak usah mas, gausah bayar, saya ikhlas”.[Rasanya tidak pantas juga meminta kepada yang tidak mampu] pikirku ,dengan gestur menolak pemberian pria tersebut. Kemudian Pria tersebut melempar kalung itu kearah ku, secara refleks aku menangkapnya. Aku ingin memberikan kembali kalung itu, tetapi pria yang berada disampingku itu telah menghilang, seolah tidak pernah ada dan menyatu dengan hembusan angin malam kota Yogyakarta yang sepi dan gemerlap.
Bingung dan terkejut serta keringat dingin,
aku bergegas mengambil piring sate yang tergeletak ditanah, kubuang kertas dan daun pembungkus satenya dan kutaruh kalungnya di atas piring bekas tadi lalu menaruh piringnya di gerobak ku. Aku berlari sekencang mungkin menuju jalan raya yang ramai orang, setelah merasa lebih tenang aku menarik nafas panjang dan mulai berusaha untuk mencerna kejadian tadi. Kubuka handphone ku telah menunjukkan jam setengah 3,”mau nolong malah tekor, nggak lagi dah”. Ucapku dalam hati, aku yang sudah lelah dan letih memutuskan untuk pulang dan beristirahat. Dalam perjalanan pulang hatiku terasa tidak tenang, merasa hal aneh yang terjadi tadi terus menghantuiku membuatku berpikir hal yang tidak-tidak. Sesampainya di rumah peninggalan orang tuaku, mereka telah tiada dan rumah ini adalah satu-satunya warisan mereka yang tersisa . Ku parkir gerobak untuk berjualan disamping motor supra bututku di garasi rumah, rumahku tidak begitu besar dan tidak begitu kecil, rumah sedang dengan 3 kamar tidur dan 1 kamar mandi menjadi tempat tinggalku seorang diri. Ku kunci pagar rumah dan masuk ke dalam melewati pintu kayu berwarna hijau dan bergegas mengambil handuk untuk pergi mandi, sesudahnya aku selesai aku pergi ke kamarku untuk merebahkan diri di kasur matras, ku pejamkan mata ku yang sudah kantuk dan tertidur pulas...
KRIIIIINGGGG..... bunyi alarm handphone
ku berbunyi menandakan hari lain aku harus bekerja, menunjukkan pukul setengah 9 pagi. Aku buru-buru berdiri mengambil handuk, dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka, setelah selesai kuambil kunci motor dan bergegas pergi tidak lupa untuk mengunci rumah dan pagar, aku melaju dengan cepat menembus ramainya mobil-mobil pada pagi hari. Pada akhirnya aku sampai setelah 20 menit perjalanan menuju tempat kerjaku, sebuah supermarket di daerah pinggiran kota, ku ganti bajuku menjadi seragam kuning merah dan biru dan mulai membantu pekerja lainnya mulai dari menyusun barang, menjaga kasir, mengatur stok barang, dan banyak lainnya kujalani demi uang Rp100.000,00 di akhir hari, waktu menunjukkan jam setengah 6 sore, Tiba-tiba handphoneku bergetar, sebuah nomor yang tidak ingin kujawab tertera di layar sentuh handphone ku, kubiarkan hingga nomor itu selesai memanggil dan segera ku matikan handphoneku. Ingin sekali aku cepat pulang untuk beristirahat sejenak sebelum hendak pergi berjualan malam ini lagi. ”ADI? “.panggil manajerku, hendro dia dikenal oleh teman-temanku sebagai seorang bajingan yang mengatasnamakan kebersamaan demi membuat kami lembur tanpa dibayar lebih. “Adi, kamu bisa gak hari ini pulang lebih lama? “. Kata-kata itu membuatku bergedik seketika, karena aku tahu itu bukanlah pertanyaan, melainkan sebuah perintah yang akan terpaksa kulakasanakan demi atas nama “kebersamaan”. “Maaf pak saya ada urusan dirumah”. Dengan nada sehalus mungkin untuk tidak menyinggung harga dirinya, “soalnya ini... si Sarah berhenti, ga kuat katanya lemah dia”. Sarah adalah karyawan paling rajin di tempat ini, dia seorang yang kuat dan teguh, demi menghidupi keluarganya, tidak mungkin dia akan berhenti hanya karena lelah. “Jadi kamu yang gantiin ya? Ga sepenting itu toh urusanmu”. Tanya dia dengan nada ketus, aku berusaha untuk keluar dari situasi ini namun, sia-sia pada akhirnya aku terpaksa mengambil shift malamnya sarah dan tidak berjualan pada malam itu, handphone ku menunjukkan jam 9 malam. Diriku yang belum beristirahat semenjak tadi pagi merasa kelelahan yang sangat besar, untungnya shift malam hanya sampai jam 12 malam. ”kalau udah pulang jangan lupa kunci ya”. Ucap pak Hendro telah memakai jaket dan bersiap untuk pulang,dengan senyum pahit sebisanya yang kubuat untuk formalitas aku menjawab. “Iya pak, Hati-hati. “manajer kok pulang duluan” kataku didalam hati dengan perasaan kesal, walau tidak sendiri aku menjalani shift malamku bersama dengan seorang karyawan baru yang belum berpengalaman, dan itu membuatku semakin kesal, pada akhirnya shift malam selesai dan aku bisa pulang, ku pacu motorku memotong jalan-jalan malam secepat mungkin. Sesampainya aku di depan rumahku, sudah ada mobil hitam dengan lampu menyala dan seorang pria dengan pakaian serba hitam menunggu di depan pagar rumah. Segera ku putar balikkan motorku berencana pergi sejauh-jauhnya, tetapi sudah ada mobil hitam lainnya berhenti di belakangku, 5 orang turun dari mobil itu dan pria yang menunggu di depan pagar ku menuju ke arahku, fisiknya besar dan menggunakan jaket hitam dan beberapa orang lainnya turun dari mobil mengikutinya dari belakang, membuatku bergidik ketakutan. “WOI ADI, BERANI KALI KAU TIDAK JAWAB TELPONKU YA! MAU MATI KAU?”. Teriak dia dengan nada kasar dan mengancam. “ampun bang, saya bakal bayar besok“. Dia menarik baju kausku dan berteriak di depan wajahku, ”HALAH BESOK JUGA BAKAL BILANG GITU LAGI!”. bentak dia dengan nada kasar. “iya bang besok bakal ada kok duitnya”.ucapku untuk menyelamatkan diri dari situasi ini. YAUDAH LAH, KUKASIH KAU 3 HARI KALAU SAMPAI TIDAK BAYAR ITU 500 JUTA, HABIS KAU!, PAHAM!?. Bentaknya dengan nada mengancam dan wajah yang menunjukkan ekspresi marah . “I..I..Iya bang”. Jawabku dengan nada gemetar dan penuh ketakutan. Dia pun pergi bersama dengan orang- orangnya menjauh dari kediamanku, aku membuka gembok dan memarkirkan motorku yang nampaknya penyok karena di tendang oleh salah satu anak buahnya para preman itu, mereka datang ke sini untuk menagih hutang milik pamanku, yang telah hilang selama 2 tahun terakhir entah kemana, Membuat hidupku makin sulit dan menderita setiap harinya. belum sempat aku berganti baju, Tiba-tiba seluruh rumah menjadi gelap gulita, aku bergegas mengecek meteran listrik, dan kulihat tertulis angka 0 digital pada meterannya, aku segera melakukan pengisian seharga Rp500.000,00 dan segera setelah itu listrik kembali menyala dan semua berjalan lancar, aku kembali ke dalam dan duduk di ruang tamu, mengecek handphone ku dan melihat saldo bank ku yang hanya tersisa Rp50.000,00. “Hadeh... Gimana nih? Cukup ga ya buat bayar kasbon?”. Benakku yang telah letih dengan semua masalah ini, aku memutuskan untuk pergi tidur untuk melupakan masalah ini sejenak... Malam yang sama, dibawah lampu jalan yang sama, terparkir gerobak sateku di depan kami berdua, pria dengan pakaian lusuh itu menengok ke sebelah kanannya dan menatap diriku dengan sangat dalam seolah-olah melihat ke dalam jiwaku, dia bertanya dengan nada pelan namun terasa pasti,“apa hal yang paling kamu inginkan di dunia ini“. Aku tidak menjawab, dia bertanya kembali dengan nada yang sama “apa hal yang paling kamu inginkan di dunia ini? “. Dengan spontan aku menjawab, “saya ingin kaya ,kalau kaya saya pasti bahagia”. Jawaban yang tidak kusadari keluar begitu saja dari mulutku bagaikan meludah, pria lusuh itu tersenyum padaku, senyumnya terlihat ramah dan tulus tapi sesuatu terasa sangat janggal, hingga semuanya menghitam, meredup, dan menghilang.... Aku terbangun dengan keringat dingin dan hati yang berdegup, bagaikan habis tenggelam di dalam air yang dangkal. Aku mengecek jam di handphoneku menujukkan jam setengah 10 pagi, dan 2 panggilan tidak terjawab tertera di layarku dari Hendro manajerku, aku memutuskan untuk mengabaikan panggilan yang dan tidak pergi bekerja di supermarket hari ini, dan memilih untuk berjualan sate selama sehari penuh, aku beranjak dari kasur matrasku untuk berbenah rumah sebentar, selesai berbenah aku mandi dan berganti baju untuk pergi berjualan sate. keluar dari rumah sambil membawa bahan-bahan untuk berjualan, aku menarik gerobak yang terpakir, sampai aku melihat sebuah kalung diatas piring merah dan kembali teringat akan kejadian dua hari lalu, aku mengambil kalung itu untuk melihatnya, kalung itu sedikit berbeda dari terakhir kali aku menerimanya, sisi kanan dari kalung itu hilang dan menyisakan hanya 3 sisi ujung bintangnya, yaitu sisi atas, sisi bawah, dan sisi kiri. Aku berusaha mengingat-ingat bentuknya sekeras mungkin hingga mengernyitkan dahi, namun sia-sia aku tidak ingat bentuk aslinya. Pada akhirnya aku memutuskan untuk pergi berjualan saja dan menyimpan kalung itu di kantong celanaku. Siang hari yang terik seolah membakar kulitku, aku telah berkeliling di sekitar daerah perkantoran selama 2 jam lebih dan belum menemukan satupun pelanggan, “bentar lagi harusnya jam makan siang”. Benakku, karena harusnya saat jam makan siang akan menjadi ramai oleh pekerja yang ingin makan. Aku memutuskan untuk menempatkan gerobak dan kursi di sebuah trotoar depan gedung kantor, aku mengatur bangku dan membuka terpal di atas gerobak untuk berteduh dari teriknya matahari, 15 menit kemudian, satu persatu orang yang ingin rehat sejenak dari kesibukan korporat yang tidak ada habisnya. Orang- orang mulai datang ke gerobakku untuk membeli makan, berbagai orang datang dan pergi seperti angin yang lalu, dan aku melayani mereka sebagaimana semestinya seorang pedagang makanan. Menit demi menit berlalu, Orang-orang datang dan pergi untuk makan dan rehat sejenak, hingga setelah itu menjadi semakin sepi seiring waktu istirahat yang menipis. “HAH...” Aku menghela nafas untuk menenangkan diri, ”Puji tuhan hari ini rame, lumayan lah..”. Ucapku bersyukur, Aku mengelap keningku yang basah dengan keringat. Aku duduk di salah satu kursi plastik berwarna merah, aku melihat ke tanah dan melihat sebuah dompet kulit berwarna hitam, tidak bermerek dan kelihatan lusuh, aku mengambil dompet itu dan melihat isi uangnya,hanya ada uang Rp 20.000,00 dan sebuah KTP dengan wajah pemiliknya, [ pemiliknya kere, mending balikin deh…] pikirku yang sedang melihat isi dompetnya. “WILDAN SUPROMO” tertulis di di daftar nama kartu tersebut, dan wajah seorang pria berumur 32 tahun tertera di umurnya, “gimana ya cara balikinnya ya? , mana di sini rame lagi “. Benakku yang merasa dompet ini tidak dapat dijual juga, pada akhirnya setelah berpikir keras, aku memutuskan untuk melaporkannya kepada polisi, menganggap itu sebagai amal, aku memberikan data diriku, setelahnya aku kembali untuk berjualan sate hingga tengah malam, tidak banyak pembeli hari ini sehingga aku memutuskan untuk pulang dan mengambil rehat. Esoknya aku terbangun dengan segar dan bugar untuk suatu alasan, aku mandi dan berbenah sesuai dengan rutinitas sehari- hariku, aku berangkat ke tempat kerjaku dengan sebuah perasaan akan sesuatu yang baik akan terjadi hari ini, hingga aku teringat akan bosku Hendro yang meneleponku semenjak kemarin. Segera ku tarik gasku dengan kecepatan penuh untuk segera mungkin sampai, sesampainya disana aku memarkirkan motor dan segera masuk ke dalam supermarket, salah satu kolegaku mengatakan aku dipanggil ke kantor manajer, “KEMANA AJA KAMU, HAH? ADI!? “. Ucap bosku Hendro dengan wajah marah dan nada geram. “KAMU KIRA TEMPAT INI PUNYA BAPAKMU IYA? KALAU KAMU GA MAU KERJA DISINI LAGI BERHENTI AJA SANA!!. Saat itu, sesuatu seperti terlepas dari dalam diriku bagaikan balon yang meledak , “YAUDA SAYA BERHENTI, PUAS KAU HAH!. LEMBUR GA DIBAYAR, SHIFT ORANG SAYA YANG COVER TERUS SAYA DIMARAHIN GITU?, SAAT INI JUGA SAYA BERHENTI!. Spontanku di puncak amarah membuatku kehilangan kendali diri dan mengatakan perasaanku yang sebenarnya, aku keluar dari kantor manajer dengan membanting pintu, aku naik ke motorku dan pergi sejauh-jauhnya dari supermarket tersebut. Aku berhenti dan singgah di sebuah warung makan, kuparkir motorku duduk dan memesan es teh manis untuk menjernihkan pikiranku, aku membuka handphone ku dan melihat waktu yang menunjukkan jam 11 pagi, tidak lama kemudian minumanku datang, KRIING... nada dering handphoneku menyala menunjukkan nomor tidak dikenal menelepon nomorku, aku memutuskan untuk mengabaikannya, hingga tiba-tiba aku mendapatkan satu pesan masuk lewat whatsapp, “Selamat pagi mas apakah ini mas Adi? ”. Berasal dari nomor tidak dikenal yang meneleponku tadi, “saya Wildan mas’’. chatnya dia, “Wildan?, siapa yak? “ benakku merasa pernah mendengar nama tersebut, hingga aku teringat tentang dompet yang kemarin, “oh iya mas, saya Adi”. Jawabku membalas chatnya, “dompetnya udah ketemu ya mas?,tanyaku untuk berbasa-basi. Ucapku bersyukur karena dompetnya telah kembali ke pemiliknya, Tiba-tiba seorang pria dengan jaket hitam memanggilku dari belakang, “permisi, mas Adi ya?”. Dia berbicara pelan untuk tidak menggangu pelanggan lain, “tolong ikut saya untuk bertemu dengan pak Wildan, beliau menunggu anda”. Aku terkejut dan bingung harus berbuat apa, namun saat itu aku mempunyai perasaan bahwa ini merupakan sesuatu yang baik untuk diriku sendiri, sebab itu aku menerima ajakannya dan naik ke sebuah sedan hitam bersamanya. Selama perjalanan aku tidak berbicara sepatah kata pun karena masih berusaha mencerna kejadian ini , hingga akhirnya sampailah aku di depan sebuah hotel mewah, “wah orang kaya nih…”. pikirku aku di pandu menuju bagian kafetaria dan duduk menunggu, 5 menit kemudian datanglah seorang pria tua, wajahnya penuh keriput, namun matanya penuh dengan kehidupan ,berpakaian rapi menghampiri tempat dudukku. “Perkenalkan, saya Wildan Supromo, pemilik dompet yang bapak temukan, saya ingin menunjukkan rasa Terima kasih saya karena dompet ini merupakan barang berharga satu-satunya peninggalan almarhum bapak saya”. Ucapnya penuh dengan rasa terima kasih, handphone ku bergetar, aku membukanya dan muncul sebuah notifikasi masuk “Rp1.000.000.000,00 Telah di transfer kepada akun anda”. Mataku membelalak dan jantungku berdetak kencang, perasaan campur aduk antara keinginan dan rasa bingung, “itu sedikit rasa terimakasih saya kepada kamu”. Ucap pria itu kepadaku menjelaskan apa maksud dari uang sebanyak ini, “bukannya tidak bersyukur mbah, cuman saya ga enak dapet uang segini banyak, saya juga gatau mau dipakai untuk apa uang-uang ini semua juga”. “sudah kami ambil saja yang itu, saya sudah mencari sedikit tentang kamu, kamu lebih membutuhkannya”. Pria itu memaksa, “tapi mbah.. “. Jawabku sedikit sungkan sebelum dipotong olehnya, “hush, udahlah uang itu urusan kecil kalau dibandingkan apa yang telah kamu lakukan”. Pria itu beranjak dari tempat duduknya , “kalau begitu sampai jumpa ya, nak Adi, saya masih ada banyak pekerjaan“. Ucapnya berpamitan sebelum menghilang dan keluar dari kafetaria hotel. Aku yang masih merasa ini semua tidak nyata kembali mengecek saldoku kembali, dan berpikir apakah aku harus memakai uang ini?. Aku berpikir keras dan memutuskan untuk kembali ke rumah, tapi aku teringat motorku yang tertinggal di warung makan tadi, aku mencari ojek, mengambil motorku dan pulang ke rumah, waktu telah menunjukkan jam 6 sore, langit berwarna jingga dan aku yang sedang berpikir keras, Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu depanku, aku membuka pintu dan melihat para penagih utang berkumpul, “UDAH DAPAT UANGNYA? HAH, ADI!? “. Kata pemimpin mereka, yang badannya paling besar dan mengancamku tempo hari, aku memutuskan untuk menggunakan uang 1 miliar yang tadi ku dapat untuk membayar hutang, aku meminta rekening mereka, dan mentrasfer mereka uangnya. Awalnya mereka tidak percaya, namun setelah menerima telepon akhirnya mereka berencana pergi tapi sebelum itu ,pemimpin mereka mendaratkan satu pukulan ke arah perutku, “MAKANYA, LEBIH CEPET KEK, JADI KAN TIDAK PERLU SEPERTI INI, HAHAHA”. Tawanya meremehkanku, pada akhirnya dia bersama gerombolannya pergi meninggalkan rumahku, aku yang merasa dipermalukan dan ingin muntah, segera mengunci pintu. Aku mengunci gerbang depan dan pintu kayu sambil memegangi perutku yang sakit, aku masuk ke dalam dan duduk di ruang tamu dengan bernapas lega, walau dengan perut yang sakit, karena salah satu masalah hidup terbesarku sudah hilang, jam di handphoneku menunjukkan pukul 7 malam, uang yang tadi ku dapatkan masih tersisa 500 juta, namun perutku masih sakit setelah di pukul orang tadi, aku memutuskan berbaring di kamar dan terlelap dalam tidur yang pulas, aku mengutuk mereka. Aku terbangun di ruang tamu, sedang duduk di sofa ruang tamu dengan seorang pria berbaju lusuh dia duduk di sofa yang lebih kecil di samping kiriku, dia berkata “Kekayaan yang kau butuhkan, kekayaan lah yang kau dapatkan”. Mulutku seolah terkunci tidak dapat mengatakan apapun, aku hanya mengangguk, “apa hal yang paling kamu inginkan di dunia ini? “. Pertanyaan yang dilontarkan pernah kudengar namun pikiranku kalang kabut rasanya, tidak dapat merangkai kata-kata, namun ada satu kalimat yang keluar dari mulutku secara spontan, “Kekuatan, Kalau saya punya kekuatan saya tidak akan diremehkan!”. Kata-kata itu kuucapkan seolah sangat yakin, pria itu hanya tersenyum lesu, sambil berbisik namun samar-samar terdengar, “kelihatan juga akhirnya kamu”. Semuanya meredup, melemah, dan menjadi gulita. Aku terbangun dengan rasa sakit dari atas kepala hingga telapak kaki, aku merasakan adanya panggilan alam di dalam perutku, segeralah aku dengan tergesa-gesa menuju ke kamar mandi, rasanya amat menyiksa, badanku berkeringat hebat, kepala ku terasa berputar, dan rasanya seluruh isi perutku kekuar semua, aku berjuang di kamar mandi selama 30 menit, hingga akhirnya seluruh badanku lemas, dan aku jatuh tersungkur di depan ruang tamu dan pingsan disana. KRINGGG..... Alarm handphone di kantong ku berbunyi menunjukkan waktu jam 8 pagi, badanku sudah tidak sakit lagi, walaupun dengan kepala yang masih terasa sedikit berputar, aku mengambil handuk untuk mandi dan membersihkan diri, selama mandi ada sesuatu yang terasa aneh, rasanya bagian perut dan dadaku terasa lebih keras dari biasanya dan tanganku terasa lebih besar, aku menyelesaikan mandiku dan segera mengecek cermin yang ada dikamarku, aku terkejut setengah mati, melihat badanku yang berubah dari kurus dan kering menjadi six pack dengan dada bidang, dan otot tricep dan bicep yang terbentuk sempurna. Namun sesuatu terasa aneh, wajahku tidak mirip sama sekali dengan sebelumnya, rasanya aku pernah melihatnya entah dimana, saat aku melihat ke kaca, namun aku memilih untuk mengabaikannya, dan memilih untuk mencoba badanku yang baru. Aku merasakan perasaan bersemangat seolah- olah ada energi besar yang mengalir kepadaku, aku akhirnya berganti baju dan pergi ke luar rumah, aku memutuskan untuk jogging dari rumahku menuju ke sebuah taman kota yang berjarak 10 kilometer, selama di perjalanan tubuhku rasanya sangat ringan dan penuh dengan tenaga seolah-olah kembali ke zaman ku remaja disaat aku bugar dan segar, sesampainya di taman itu aku membeli air dan duduk-duduk di sana, nafasku teratur dan aku tidak merasa lelah sama sekali, aku teringat tentang jualanku yang akan habis, aku pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan, saat sampai di pasar, supplier bahan-bahanku terlihat keheranan terhadap perubahan badan ku tapi tidak berbicara apapun tentang wajahku ,aku mengelak dengan alasan aku berolahraga selama ini, dan bertanya padanya apakah adayang berbeda dengan wajahku, dia menjawab tidak ada yang berbeda, pada akhirnya kami berbincang sebentar dan aku membeli bahan jualan seperti biasa. Hingga suatu suara memanggilku, “WOI ADI, DISINI KAU RUPANYA “. Suara seorang pria memanggilku dari belakang, buku kudukku berdiri, itu adalah suara si pria penagih hutang waktu itu, dia berjalan ke arah ku, “PAS KALI KAU ADA DISINI, BAGI DUIT KAU SIKIT, AKU LAGI KEPEPET INI”. Kata dia dengan entengnya, “Kan udah lunas, hutang saya”. Kataku untuk menghindari dipalak di depan umum, “HAISH.. Itu kan hutangnya, belum dengan bunganya, Sudah kau pinjamkan saja dulu uangmu”. Nadanya meremehkanku dan mengira aku akan meminjamkan uang,” Ngga bang saya sudah bayar sesuai dengan kontrak yang berlaku ya, sudah termasuk bunganya juga”. Jawabku, Wajahnya memerah dan “BUGGHH...” Dia memukul wajahku, hingga hidungku mimisan, biasanya aku akan menangis dan menyerahkan uangnya, tapi kali ini sesuatu dalam diriku, entah adrenalin atau kebencian, aku meninju wajahnya dengan sebuah uppercut menuju rahangnya, Pukulanku menghasilkan suara “KRAKK” yang membuatnya pingsan tidak sadarkan diri dan beberapa giginya tercabut dari mulutnya, aku merasakan kuasa yang terasa amat sangat yang saat aku melihatnya tersungkur ke tanah, aku yang baru menyadari perbuatanku meminta tolong kepada beberapa orang di pasar untuk membawa pria itu ke klinik dekat situ. Orang-orang menyuruhku untuk segera pulang karena pria itu memang terkenal sebagai preman yang meresahkan warga dan berterima kasih kepadaku karena telah memberikan pelajaran untuknya, aku pulang dengan rasa khawatir akan pembalasan dari pria tersebut dan komplotannya. Akhirnya aku sampai di rumah, berganti baju dan mempersiapkan bahan, mulai dari memotong daging, menusuk daging, mempersiapkan arang, dan lainnya setelah itu, aku keluar untuk mempersiapkan gerobak, aku mendorong gerobak menuju ke jalanan sekitar Malioboro, aku berencana untuk berjualan hingga pagi. Semuanya berjalan seperti biasa hingga tiba-tiba panggilan alam memanggilku, aku mencari tempat untuk segera mengurusnya, aku masuk ke sebuah bar untuk meminjam toiletnya, aku memarkirkan gerobakku di depan dan menyelesaikan urusanku, hingga ku mendengar sebuah melodi mengalun indah, aku keluar dari kamar mandi dan melihat seorang pria tampan di panggung bar tersebut, banyak orang mengelilinginya baik pria dan wanita bersorak melihatnya, jauh di dalam hatiku, sesuatu bergejolak di dalam diriku antara rasa kagum, iri, dan ingin menjadi seperti dia, baru pertama kali ini aku merasa seperti ini terhadap orang lain, seperti semakin lama, seperti ada orang lain di dalam diriku, dan dia semakin lama semakin mendominasi. Aku kembali mendorong gerobak hingga jam 2 pagi, dan pergi pulang. Dalam letihku aku berpikir, “Perlu kah aku untuk masih bekerja? “. Pikirku dalam perjalanan pulang, karena uang 500 juta seharusnya cukup untuk diriku hidup dengan lebih layak selama bebebapa tahun, aku bisa bermalasan-malasan setiap hari, pikirku. akhirnya aku sampai di rumah dengan badan penuh keringat dan sebuah perasaan yang baru dan asing bagiku, aku memutuskan untuk tidur dan beristirahat untuk menjernihkan pikiranku, danmungkin dapat menghilangkan perasaan ini. Aku Kembali bermimpi,kali ini dengan sadar aku duduk di samping pria lusuh itu,dan kali ini sebuah pertanyaan muncul dari mulutku dengan sadar, “siapa kamu?”. Pria itu hanya tersenyum dan balik bertanya “apa yang paling kamu inginkan di dunia ini?”.pertanyaan yang sama dari mimpi sebelumnya, kali ini aku tidak menjawab dan sesuatu berkata dari telingaku, “BANGUN”, namun pria itu bertanya padaku untuk kedua kali nya “apa yang paling kamu inginkan di dunia ini?” . instingku mengatakan untuk tetap diam, dan pria itu bertanya untuk ketiga kalinya “apa yang paling kamu inginkan di dunia ini?’’. Aku tidak menjawab tapi, secara mengejutan mulutku menjawab “saya ingin terkenal, kalau terkenal saya akan disukai orang”. Itu bukan aku yang menjawab sama sekali, sesuatu terasa sangat aneh. Rasanya jantungku berdetak dengan cepat seperti merasakan adanya bahaya dari luar, tiba-tiba pria lusuh itu berkata, “kekuatan yang kau inginkan,kekuatan yang ku berikan, namun, apakah aku bilang itu gratis?. Seketika semuanya meredup dan gelap gulita, aku terbangun dengan mata di tutup dan tangan terikat,aku panik dan berusaha melepaskan diri, tiba-tiba ‘KLUK’’, suara pintu terbuka dan “BYUURRR…’ aku di lempar ke dalam air, air itu asin dan aku tidak bisa bernafas, rasanya dingin dan sangat menyakitkan, hidupku berkilas balik di depan mataku, mulai dari aku bayi hingga dewasa hingga beberapa jam yang lalu, aku melihat diri ku terbangun dengan senyuman, saat melihat ke cermin yang muncul bukanlah bayanganku, melainkan bayangan pria itu, dia memakai baju rapih yang ku simpan untuk acara,dia pergi ke pasar,memalak dan menyakiti orang- orang yang lewat dengan menggunakan tubuhku, dia mengamuk tanpa henti dengan mengucapkan kata-kata kasar dan berhenti begitu selesai di pukuli,dia terjatuh sebentar kemudian melarikan diri, terus menerus begitu hingga malam,dia masuk ke sebuah kelab malam dan mengajak berkelahi orang disana hingga dia pingsan dengan kepala berdarah akibat di pukul dengan besi untuk beberapa jam, sebelum akhirmya dibawa menuju ke mobil untuk diikat, dan akhirnya dibuang ke laut, aku Kembali terbangun dari kilas balik kehidupanku, dan menyadari tempat dasar laut yang sunyi dan gelap hanya menunggu ajal, aku bertanya kepada diriku sendiri, dimana semuanya menjadi salah? Setelah menanyakan itu ratusan, jutaan, dan ribuan kali, aku masih tidak dapat menemukan jawabannnya.