PENDAHULUAN
Dalam kritik normatif ini, kritikus mempunyai pemahaman yang diyakini dan
kemudian menjadikan norma sebagai tolak ukur, karena kritik normatif merupakan
salah satu cara mengkritisi berdasarkan prinsip tertentu yang diyakini menjadi suatu
pola atau standar, dengan input dan output berupa penilaian kualitatif maupun
kuantitatif.
Hakikat kritik normatif adalah adanya keyakinan (conviction) bahwa di lingkungan
dunia manapun, bangunan dan wilayah perkotaan selalu dibangun melalui suatu
model, pola, standard atau sandaran sebagai sebuah prinsip.
1. METODE DOKTRIN
Doktrin sebagai dasar dalam pengambilan keputusan desain arsitektur yang
berangkat dari keterpesonaan dalam sejarah arsitektur.
Sejarah arsitektur dapat meliputi : Nilai estetika, etika, ideologi dan seluruh aspek
budaya yang melekat dalam pandangan masyarakat.
Melalui sejarah, kita mengenal :
Form Follow Function – Function Follow Form
Form Follow Culture – Form Follow World View
Less is More – Less is Bore
Buildings should be what they wants to be
Ornament is Crime – Ornament makes a sense of place, genius loci or extence
of architecture.
Doktrin bersifat tunggal dalam titik pandangnya dan biasanya mengacu pada
satu ‘ISME’ yang dianggap paling baik.
Dapat menjadi guideline tunggal sehingga terlepas dari pemahaman yang samar
dalam arsitektur
Dapat memberi arah yang lebih jelas dalam pengambilan keputusan
Dapat memberikan daya yang kuat dalam menginterpretasi ruang
Dengan doktrin perancang merasa bergerak dalam nilai moralitas yang benar
Memberikan kepastian dalam arsitektur yang ambigu
Memperkaya penafsiran
Kerugian Metode Kritik Doktrinal
2. METODE TIPIKAL
Kritik Tipikal/Kritik Tipical (Typical Criticism) adalah sebuah metode kritik yang
termasuk pada kritik Kritik Normatif (Normative Criticism). Kritik Tipikal yaitu metode
kritik dengan membandingkan obyek yang dianalisis dengan bangunan sejenis
lainnya, dalam hal ini bangunan publik.
Studi tipe bangunan saat ini telah menjadi pusat perhatian para sejarawan
arsitektur. Hal ini dapat dipahami karena desain akan menjadi lebih mudah
dengan mendasarkannya pada type yang telah standard, bukan pada innovative
originals (keaslian inovasi).
Studi tipe bangunan lebih didasarkan pada kualitas, utilitas dan ekonomi dalam
lingkungan yang telah terstandarisasi dan kesemuanya dapat terangkum dalam
satu typologi
Metode Tipikal, yaitu suatu pendekatan yang mempunyai uraian urutan secara
tersusun. Contoh. Bangunan sekolah, tipe yang ada ialah seperti ruang kelas,
ruang guru,ruang kepala sekolah, ruang kesenian, lab, perpustakaan, kantin,
gudang, toilet.
METODE TERUKUR
Kesuksesan bangunan dipandang dari segi standardisasi ukurannya secara teknis :
a) Stabilitas Struktur
Daya tahan terhadap beban struktur
Daya tahan terhadap benturan
Daya dukung terhadap beban yang melekat terhadap bahan
Ketepatan instalasi elemen-elemen yang di luar sistem
b) Ketahanan Permukaan Secara Fisik
Ketahanan permukaan
Daya tahan terhadap gores dan coretan
Daya serap dan penyempurnaan air
c) Kepuasan Penampilan dan Pemeliharaan
Kebersihan dan ketahanan terhadap noda
Timbunan debu
Bangunan tidak saja bertujuan untuk menghasilkan lingkungan yang dapat
berfungsi dengan baik tetapi juga lebih kepada dampak bangunan terhadap
individu dan Kognisi mental yang diterima oleh setiap orang terhadap kualitas
bentuk fisik bangunan. Behaviour Follow Form
Lozar (1974), Measurement Techniques Towards a Measurement Technology in
Carson, Daniel,(ed) “Man- Environment Interaction-5” Environmental Design
Research Association, menganjurkan sistem klasifikasi ragam elemen perilaku
dalam tiga kategori yang relevan untuk dapat memandang kritik sebagai respon
yang dituju :
1. Persepsi Visual Lingkungan Fisik
Menunjuk pada persepsi visual aspek-aspek bentuk bangunan. Bahwa bentuk-
bentuk visual tertentu akan berimplikasi pada kategori-kategori penggunaan tertentu.
2. Sikap umum terhadap aspek lingkungan fisik
Hal ini mengarah pada persetujuan atau penolakan rasa seseorang terhadap
berbagai ragam objek atau situasi.
Hal ini dapat dipandang sebagai dasar untuk mengevaluasi variasi penerimaan
atau penolakan lingkungan lain terhadap keberadaan bangunan yang baru.
3. Perilaku yang secara jelas dapat diobservasi secara langsung dari perilaku manusia.
Dalam skala luas definisi ini berdampak pada terbentuknya pola-pola tertentu
(pattern) seperti : Pola pergerakan, jalur-jalur sirkulasi, kelompok-kelompok
sosial dsb.
Dalam skala kecil menunjuk pada faktor-faktor manusia terhadap keberadaan
furniture, mesin atau penutup permukaan.
Teknik pengukuran dalam evaluasi perilaku melalui survey instrumen-instrumen
tentang sikap, mekanisme simulasi, teknik interview, observasi instrumen,
observasi langsung, observasi rangsangan sensor.
4. METODE SISTEMIK
Kritik Sistemik menggantungkan pada hanya satu prinsip akan mudah
diserang sebagai : menyederhanakan (simplistic), tidak mencukupi (inadequate)
atau kadaluarsa (out of dated ). Alternatifnya adalah bahwa ada jalinan prinsip
dan faktor yang dapat dibangun sebagai satu system untuk dapat menegaskan
rona bangunan dan kota.
METODE KRITIK
1. Stabilitas Struktur
Daya tahan terhadap beban struktur
Daya tahan terhadap benturan
Daya dukung terhadap beban yang melekat terhadap bahan
Ketepatan instalasi elemen-elemen yang di luar sistem
2. Ketahanan Permukaan Secara Fisik
Ketahanan permukaan
Daya tahan terhadap gores dan coretan
Daya serap dan penyempurnaan air
3. Kepuasan Penampilan dan Pemeliharaan
Kebersihan dan ketahanan terhadap noda
Timbunan debu
Bangunan tidak saja bertujuan untuk menghasilkan lingkungan yang dapat
berfungsi dengan baik tetapi juga lebih kepada dampak bangunan terhadap
individu dan Kognisi mental yang diterima oleh setiap orang terhadap kualitas
bentuk fisik bangunan. Behaviour Follow Form
Lozar (1974), Measurement Techniques Towards a Measurement Technology in
Carson, Daniel,(ed) “Man- Environment Interaction-5” Environmental Design
Research Association, menganjurkan sistem klasifikasi ragam elemen perilaku
dalam tiga kategori yang relevan untuk dapat memandang kritik sebagai respon
yang dituju :
PEMBAHASAN
PROJECT DATA
Project Name :Green School
Developer : PT. Bambu Bambu
Location : Banjar Piakan, Sibang Kaja, Abiansemal, Badung,Bali, Indonesia, 80352.
Architecture Consultant : PT. Bambu Bambu
Principal Architect : Aldo Landwehr
Main Contractor : PT. Bambu Bambu
Building Area : ±4500 m2
Site Area : ±4.55 HA
Design Phase : June 2007-May 2008
Construction Phase : July 2007-August 2008
Launching : September 1st, 2008
Sementara itu di level tertinggi dari kawasan, terdapat sebuah lapangan besar,
sarana olahraga out door sekolah dan sebuah gymnasium. Terdapat pula sebuah
bangunan dengan tiga level: Heart of School (HOS). Ini adalah bangunan utama
sekolah yang berfungsi sebagai tempat administrasi, ruang guru, ruang kepala
sekolah, serta ruang-ruang penunjang lain seperti galeri seni kriya anak, ruang
komputer dan lainnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode terukur, dapat
disimpulkan bahwa bangunan Green School A Bamboo Campus merupakan
bangunan yang direncanakan dan dirancang secara mendetail. Perencanaan
konsep bangunan, penggunaan bahan material untuk struktur, interior, bahkan
estetika yang sangat detail dan bersahabat dengan lingkungan, memberikan
dampak dan kesan yang baik dan nyaman di dalam penggunaan tiap ruang dan
area di dalam kawasannya. Peletakkan ruang-ruang, fasilitas, dan desain bentuk
bangunan yang menerapkan pola dan struktur Biomorfik , mengikuti kontur lahan,
dan memanfaatkan lingkungan semaksimalnya namun tidak merusak atau
menghilangkan keaslian yang telah ada membuat Green School sebagai kawasan
yang meminimalkan dampak negatif bagi alam dan memaksimalkan fungsi
lingkungan, namun modern dan kaya akan teknologi.