Anda di halaman 1dari 21

KALIMAT TUNGGAL

Kelompok VI :
1. Ikhsan Maulana (2202026)
2. Nabila Andrina Juniarti (2202034)
3. Rhegina Marlova Sari (2202036)

Dosen Pengampu : Aulia Ika Atika, M. Pd

PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERMESINAN KAPAL

POLITEKNIK TRANSPORTASI SUNGAI, DANAU DAN

PENYEBERANGAN PALEMBANG TAHUN

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini tentang “Kalimat Tunggal”. Makalah ini penulis buat untuk melengkapi tugas
kelompok mata kuliah Bahasa Indonesia.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu


dalam penyusunan makalah ini. Di samping itu, kami mengucapkan terimakasih
kepada Dosen Pengampu pelajaran Bahasa Indonesia, Ibu Aulia Ika Atika, M. Pd.

Penulis berharap makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kekeliruan. Oleh karena itu,
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya serta mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari berbagai pihak.

Poltektrans SDP Palembang, 18 Januari 2024

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................1
DAFTAR ISI...............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................3
1.1 Latar Belakang...............................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................5
2.1 Pengertian dan Unsur-Unsur Kalimat Tunggal..............................................5
2.2 Jenis-Jenis Kalimat Tunggal berdasarkan Pola Pembentukannya.................6
2.3 Perluasan Kalimat Tunggal..........................................................................12
BAB III PENUTUP...................................................................................................19
3.1 Kesimpulan......................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................20

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa adalah sarana berpikir baik untuk menyampaikan pesan kepada orang
lain maupun untuk menerima pesan dari orang lain. Pikiran yang disampaikan dalam
pembicaraan atau tulisan diungkapkan melalui rangkaian kata yang terpilih dan
tersusun menurut kaidah tertentu. Bahasa sebagai simbol yang bermakna terdiri atas
satuan- satuan tertentu yang secara fungsional saling berhubungan sebagai suatu
sistem. Satuan bentuk bahasa yang sudah kita kenal sebelum sampai pada tataran
kalimat adalah kata dan frasa . Kita perlu memahami terlebih dahulu struktur dasar
suatu kalimat untuk dapat berkalimat dengan baik

Kalimat merupakan satuan bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang dapat
berdiri sendiri, menyatakan makna yang lengkap, dan mengungkapkan pikiran yang
utuh, baik dengan cara lisan maupun tulisan. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan
dengan suara naik turun, dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi
akhir. Dalam wujud tulisan, berhuruf latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan
diakhiri dengan tanda titik (.) untuk menyatakan kalimat berita atau yang bersifat
informatif, tanda tanya (?) untuk menyatakan pertanyaan, dan tanda seru (!) untuk
menyatakan kalimat perintah.

Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis,


harus memiliki subjek (S) dan predikat (P) untuk menunjukkan bahwa kalimat
bukanlah semata-mata gabungan atau rangkaian kata yang tidak mempunyai
kesatuan bentuk. Lengkap dengan makna menunjukkan sebuah kalimat harus
mengandung pokok pikiran yang lengkap sebagai pengungkap maksud
penuturannya. Kalau tidak memiliki unsur subjek dan predikat, pernyataan itu
bukanlah kalimat. Deretan kata yang seperti itu hanya dapat disebut sebagai frasa.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas dan memberikan pemahaman
tentang kalimat tunggal sesuai dengan kaidah bahasa yang baik dan benar. Semoga

3
makalah ini dapat menjadi jawaban dan memberikan pemahaman terkait pertanyaan
yang dikaji.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang sudah dijabarkan diatas maka dapat diambil
beberapa masalah untuk dikaji, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana taruna dapat mengetahui pengertian dan unsur-unsur kalimat
tunggal?
2. Bagaimana taruna dapat membedakan jenis-jenis kalimat tunggal
berdasarkan pola pembentukannya?
3. Bagaimana taruna dapat mengetahui cara memperluas kalimat tunggal yang
baik dan benar?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Unsur-Unsur Kalimat Tunggal


Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa atau satu
konstituen, jadi insur inti kalimat tunggal adalah subjek dan predikat (Rusyana dan
Samsuri dalam Putrayasa, 2010: 26). Hal ini berarti bahwa konstituen untuk setiap
unsur kalimat, seperti subjek dan predikat merupakan satu kesatuan. Dalam kalimat
tunggal terdapat semua unsur wajib dan juga unsur manasuka, seperti keterangan
waktu, tempat, dan alat. Dengan demikian, kalimat tunggal tidak selalu dalam wujud
yang pendek tetapi juga dalam wujud yang panjang (Alwi, 2014:345). Contoh
kalimat tunggal yang terdiri atas unsur-unsur yang wajib ada (bagian inti) antara lain:
(a) Ayah bekerja. (b) Mereka Taruna Poltektrans. (c) Taruna mendiskusikan tugas
kelompok. Sedangkan contoh kalimat tunggal yang terdiri atas unsur inti manasuka
antara lain: (a) Ibunya mengirimkan uang itu kepada kami. (b) Buruh itu mengambil
bahan bangunan di gudang. (c) Dosen matematika kami akan dinas ke luar kota
besok pagi.

Kalimat terdiri atas unsur-unsur fungsional yang disebut S (Subjek), P


(Predikat), O (Objek), Pel.(Pelengkap), dan K (Keterangan). Kelima unsur kalimat
tersebut memang tidak selalu bersama-sama ada dalam kalimat. Kadang-kadang, satu
kalimat hanya terdiri atas S dan P, kadang-kadang terdiri atas S-P-O, terkadang S-P-
Pel-Ket, juga terkadang S-P-O-Ket, dan sebagainya. Perhatikan kalimat-kalimat
berikut.

a. Semua taruna datang.


S P
b. Anisa tinggal di Palembang.
S P Ket
c. Pamannya berjualan pulsa.

5
S P Pel.
d. Dia membuatkan temannya proposal kegiatan.
S P O Pel.
e. Panny mengirim uang kepada adiknya.
S P O Ket.

Pada hakikatnya, kalau dilihat dari unsur-unsurnya, kalimat-kalimat yang


panjang-panjang dalam bahasa Indonesia dapat dikembalikan kepada kalimat-kalimat
dasar yang sederhana. Kalimat-kalimat tunggal yang sederhana itu terdiri atas satu
subjek dan satu predikat. Sehubungan dengan itu, kalimat-kalimat yang panjang itu
dapat pula ditelusuri pola-pola pembentukannya. Pola-pola itulah yang dimaksud
dengan pola kalimat dasar.

2.2 Jenis-Jenis Kalimat Tunggal berdasarkan Pola Pembentukannya


Kalimat tunggal dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan pola
pembentukannya yaitu, kalimat berpredikat nominal, kalimat berpredikat verbal,
kalimat berpredikat adjektival, kalimat berpredikat numeral, dan kalimat berpredikat
frasa preposisional.

1. Kalimat Berpredikat Nominal


Dalam bahasa Indonesia, ada jenis kalimat yang predikatnya terdiri atas
nomina (termasuk Pronomina) atau frasa nominal. Dengan demikian, kedua nomina
atau frasa nominal yang sejajarkan dapat membentuk kalimat asalkan syarat untuk
subjek dan predikat terpenuhi. Syarat untuk kedua unsur itu penting karena tidak
dipenuhi, nomina tadi tidak akan membentuk kalimat. Perhatikan contoh berikut!
a. Buku cetakan Bandung itu....
b. Buku itu cetakan Bandung....
Urutan kata seperti pada nomor (a) membentuk satu frasa dan bukan berupa
kalimat karena cetakan Bandung itu merupakan pembatas bukan predikat.
Sebaliknya, urutan pada nomor (b) membentuk kalimat karena penanda batas frasa
itu memisahkan kalimat menjadi dua frasa nominal dengan cetakan bandung sebagai

6
predikat. Kalimat yang predikatnya nominal, kerap kali dinamakan kalimat
persamaan atau kalimat ekuatif. Kalimat ekuatif nominal, frasa nominal yang
pertama itu subjek, sedangkan yang kedua predikat. Akan tetapi, jika frasa nominal
pertama dibubuhi partikel-lah, frasa nominal pertama itu predikat, sedangkan frasa
nominal kedua menjadi subjek. Perhatikan contoh berikut!
a. 1) Dia guru saya.
2) Dialah guru saya.
b. 1) Orang itu pencurinya.
2) Orang itulah pencurinya.

Pada contoh (a1) dan (b1) subjek tiap-tiap contoh tersebut adalah dia dan
orang itu. pada contoh (a2) dan (b2) justru sebaliknya, dialah dan orang itulah tidak
lagi berfungsi sebagai subjek, tetapi sebagai predikat. Hal itu disebabkan oleh
kenyataan bahwa dalam struktur bahasa Indonesia, secara keseluruhan, partikel-lah
umumnya menandai predikat.

2. Kalimat Berpredikat Verbal


Kalimat tunggal berpredikat verba dalam bahasa Indonesia bervariasi. Akan
tetapi, kalimat tunggal yang berpredikat verbal hanya dibagi menjadi tiga macam,
yaitu: kalimat verba intransitif (taktransitif), kalimat verba ekatransitif, kalimat verba
dwitransitif. Kalimat berpredikat verba semitransitif yang objeknya hadir disebut
kalimat ekatransitif, dan yang objeknya tidak hadir disebut kalimat taktransitif
(intransitif). Di samping itu terdapat kalimat dengan verba pasif yang masing-masing
memengaruhi macam kalimat yang menggunakannya (Alwi 2014:345). Dengan
demikian, berdasarkan penggolongan verba, kalimat yang berpredikat verba pun ada
bermacam-macam. Berikut adalah pembahasan untuk tiap tipe-tipe kalimat.

A. Kalimat Taktransitif
Kalimat yang tidak berobjek dan tidak mempunyai pelengkap hanya
memiliki dua unsur wajib, yakni subjek dan predikat.Pada umumya, urutan katanya
adalah subjek-predikat.Kategori kata yang dapat mengisi fungsi predikat terbatas

7
pada verba taktransitif (intransitif). Seperti halnya dengan kalimat tunggal lain,
kalimat tunggal yang tidak berobjek dan tidak berperlengkap juga dapat diiringi oleh
unsur tak wajib, seperti keterangan tempat, waktu, cara, dan alat (Alwi, 2014:346).
Berikut adalah beberapa contoh kalimat verbal yang tidak berobjek dan tidak
berpelengkap dengan unsur takwajib diletakkan dalam tanda kurung. Contoh:
1) Bu Camat sedang berbelanja.
2) Pak Halim belum datang.
3) Mereka mendarat di tanah yang tidak sehat.
4) Dani berjalan dengan tongkat.
5) Kami biasanya berenang hari Minggu pagi.
6) Padinya menguning.

Berdasarkan contoh tersebut tampak pula bahwa verba yang berfungsi


sebagai predikat dalam tipe kalimat itu ada yang berawalan ber- ada pula yang
berawalan meng-. Dari segi sematisnya, verba tersebut ada yang bermakna berkaitan
erat dengan proses (seperti menguning) dan banyak pula yang bermakna inheren
perbuatan (seperti berbelanja, datang, dan mendarat). Karena predikat dalam
kalimat tidak berobjek dan tidak berpelengkap itu adalah verba taktransitif, kalimat
seperti itu dinamakan kalimat taktransitif.

B. Kalimat Ekatransitif
Kalimat yang berobjek dan tidak berpelengkap mempunyai tiga unsur wajib,
yakni subjek, predikat, dan objek. Predikat dalam kalimat ekatransitif adalah verba
yang digolongkan dalam kelompok verba ekatransitif. Karena itu, kalimat seperti itu
disebut pula kalimat ekatransitif (Alwi, 2014:348). Dari segi makna, semua verba
ekatransitif memiliki makna inheren perbuatan. Berikut ini adalah beberapa contoh
kalimat ekatransitif.
1) Pemerintah akan memasok semua kebutuhan lebaran.
2) Presiden merestui pembentukan panitia pemilihan umum.

8
Verba predikat pada tiap-tiap kalimat tersebut adalah akan memasok dan
merestui. Di sebelah kiri tiap-tiap verba itu berdiri subjeknya dan di sebelah kanan
objeknya. Dalam kalimat aktif urutan kata dalam kalimat ekatransitif adalah subjek,
predikat, dan objek.

C. Kalimat Dwitransitif
Verba transitif dalam bahasa Indonesia yang secara semantis
mengungkapkan hubungan tiga maujud. Dalam bentuk aktif, tiap-tiap maujud itu
merupakan subjek, objek, dan pelengkap. Verba itu dinamakan verba dwitransitif
(Alwi, 2014:249). Perhatikan kalimat berikut.
1) Ida sedang mencari pekerjaan.
2) Ida sedang mencarikan pekerjaan.
3) Ida sedang mencarikan adiknya pekerjaan.

Dari kalimat (1) kita ketahui bahwa yang memerlukan pekerjaan adalah Ida.
Dengan ditambahkannya sufiks-kan pada verba dalam kalimat (2), kita rasakan
adanya perbedaan makna, yaitu yang melakukan perbuatan “mencari” memang Ida,
tetapi pekerjaan itu bukan untuk dia sendiri, meskipun tidak disebut siapa orangnya.
Pada kalimat (3), orang itu secara eksplisit disebutkan , yakni adiknya. Pada kalimat
(3), kita lihat ada dua nomina yang terletak di belakang verba dalam predikat. kedua
nomina itu berfungsi sebagai objek dan pelengkap.

D. Kalimat Pasif
Pengertian aktif dan pasif dalam kalimat menyangkut beberapa hal: (1)
macam verba yang menjadi predikat, (2) subjek dan objek, dan (3) bentuk verba yang
dipakai. Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku/aktor,
sedangkan kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai penderita
(Cook dalam Putrayasa, 2010:33). Perhatikan kalimat berikut:
1) Pak Toha mengangkat seorang asisten baru.
2) Ibu Gubernur akan membuka pameran itu.
3) Kamu dan saya harus menyelesaikan tugas ini.

9
4) Saya sudah mencuci mobil itu.
5) Kamu mencium pipi anak itu.

Contoh diatas menunjukan verba yang terdapat dalam tiap kalimat adalah
verba transitif yang mengandung tiga unsur yakni subjek, predikat, objek. Verba
transitif yang dipakai adalah dalam betuk aktif (menggunakan prefiks meng-).
Pemasifan dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan dua cara: 1) menggunakan
verba berprefiks di- dan 2) menggunakan verba tanpa prefiks di-. Kaidah umum
untuk pembentukan kalimat pasif dari kalimat aktif dalam bahasa Indonesia adalah
sebagai berikut:

1) Pemasifan Cara Pertama


(a) Pertukarkanlah S dengan O (Paman mengangkat Pak Toha).
(b) Gantilah prefiks meng- dengan di- pada P (Pak Toha diangkat
Paman).
(c) Tambahkan kata oleh di muka unsur yang tadinya S (Paman
diangkat oleh Pak Toha).

2) Pemasifan Cara Kedua


(a) Pindahkan O ke awal kalimat (Mobil itu saya sudah mencuci).
(b) Tanggalkan prefiks meng- pada P (Mobil itu saya sudah cuci).
(c) Pindahkan S ketempat yang tepat sebelum verba (Mobil itu sudah
saya cuci).

3. Kalimat Berpredikat Adjektival


Predikat kalimat dalam bahasa Indonesia dapat pula berupa adjektiva atau frasa
adjektival seperti terlihat pada contoh berikut.
a) Ayahnya sakit.
b) Pernyataan orang itu benar.
c) Alasan para pengunjuk rasa agak aneh.

10
Pada ketiga contoh tersebut, tiap-tiap subjek kalimatnya adalah ayahnya,
pernyataan orang itu, dan para pengunjuk rasa, sedangkan predikatnya adalah sakit,
benar, dan agak aneh. Kalimat yang predikatnya adjektiva sering juga dinamakan
kalimat statif. Kalimat statif kadang-kadang memanfaatkan verba adalah untuk
memisahkan subjek dan predikatnya. Hal itu dilakukan apabila subjek, predikat, atau
kedua-duanya panjang. Perhatikan contoh berikut.

a) Pernyataan kedua gabungan koperasi itu adalah tidak benar.


b) Gerakan badannya pada tarian yang pertama adalah anggun dan
mempesona.

4. Kalimat Berpredikat Numeral


Selain macam-macam kalimat yang predikatnya berupa frasa verbal, adjektival,
dan nominal yang telah dibicarakan , ada pula kalimat dalam bahasa Indonesia yang
predikatnya berupa frasa numeral, seperti yang tampak contoh berikut.
a) (1) Anaknya banyak.
(2) Uangnya hanya sedikit.
b) (1) Istrinya dua orang.
(2) Lebar sungai itu lebih dari dua ratus meter.
Pada contoh tersebut tampak bahwa predikat yang berupa numeralia (kata
bilangan) tidak tentu (banyak dan sedikit) tidak dapat diikuti kata penggolong,
sedangkan predikat yang berupa numeralia tentu dapat diikuti penggolong, seperti
orang pada contoh (a2) dan wajib diikuti ukuran seperti meter contoh (b2).

5. Kalimat Berpredikat Frasa Preposisional


Predikat kalimat dalam bahasa Indonesia dapat pula berupa frasa
preposisional. perhatikan contoh berikut!
a) (1) Ibu sedang ke pasar.
(2) Mereka ke rumah kemarin.
b) (1) Ayah di dalam kamar.

11
(2) Anak itu sedang di sekolah.
Perlu dicatat, bahwa tidak semua preposisi dapat menjadi predikat kalimat.
Kalimat-kalimat berikut terasa janggal bila tidak disertai verba.
a) Ia dengan ibunya. (harusnya ditambah pergi)
b) Rumah makan sepanjang malam. (harusnya ditambah buka)
c) Pembicaraan mengenai reformasi. (harusnya ditambah membahas)
d) Buku itu kepada saya. (harusnya ditambah berikan)

2.3 Perluasan Kalimat Tunggal


Pada kenyataanya, suatu kalimat sering kali terdiri bukan hanya satu unsur
wajib saja, tetapi juga atas unsur tak wajib. Dan segi struktur, kehadiran unsur tak
wajib itu memperluas kalimat dan segi makna unsur tak wajib itu membuat informasi
yang terkandung dalam kalimat menjadi lebih lengkap. Perluasan kalimat tunggal itu
dapat dilakukan dengan penambahan (1) unsur keterangan, (2) unsur vokatif, dan (3)
konstruksi aposisi.

1. Keterangan
Pada umumnya kehadiran keterangan dalam kalimat tidak wajib sehingga
keterangan diperlakukan sebagai unsur tak wajib dalam arti bahwa tanpa keterangan
pun kalimat telah mempunyai makna mandiri. Perhatikan contoh berikut.
(a) Usul penelitian itu akan dikirimkan.
(b) Usul penelitian itu akan dikirimkan minggu depan.

Meskipun kalimat (a) hanya terdiri atas unsur wajib saja, dan segi makna
kalimat itu telah dapat memberikan makna. Pada kalimat (b) keterangan yang
ditambahkan bertalian dengan waktu pengiriman usul itu akan dilakukan, yakni
minggu depan agar maknanya lebih lengkap.

Jumlah keterangan yang dapat ditambahkan pada kalimat secara teoritis


tidak terbatas, namun dalam kenyataan orang akan menghindari jumlah yang
berlebihan. Terdapat sembilan macam keterangan, yakni keterangan (1) waktu, (2)
tempat, (3) tujuan, (4) cara, (5) penyerta, (6) alat, (7) pembandingan/kemiripan, (8)

12
sebab, dan (9) kesalingan. Kesembilan keterangan itu dapat berupa kata atau frasa,
sebagian dapat pula berupa klausa. Peluasan kalimat tunggal dengan penambahan
keterangan berikut terbatas pada penambahan keterangan yang berupa kata atau
frasa.

A. Keterangan Waktu
Keterangan waktu yang berbentuk kata tunggal mencakupi kata seperti
pernah, sering, selalu, kadang-kadang, biasanya, kemarin, sekarang,besok, lusa,
tadi, dan nanti. Keterangan waktu yangt dapat membentuk frasa nominal dapat
berupa pengulangan kata seperti pagi-pagi, malam-malam, siang-siang, dan sore-
sore atau macam gabungan yang lain seperti sebentar lagi, kemarin dulu, dan tidak
lama kemudian.
Contoh:
1) Pemerintah mengumumkan desentralisasi itu kemarin.
2) Dia biasanya dating ke kantor pagi-pagi.
3) Sebentar lagi kami sudah akan selesai dengan konsep itu.

Keterangan waktu yang membentuk frasa preposisional diawali preposisi


dan kemudian diikuti nomina tertentu. Preposisi yang dipakai, antara lain di, dari,
sampai, pada, sesudah, sebelum, ketika, sejak, buat, dan untuk. Frasa nominal yang
mengikutinya bukanlah sembarang frasa nominal, melainkan frasa nominal yang
memiliki ciri waktu. Seperti pukul, tanggal, tahun, minggu, zaman, hari, bulan,
masa, senin, kamis, januari, malam, permulaan, akhir pertunjukan, subuh, dan natal.
Sebaliknya, frasa nominal yang tidak memiliki ciri waktu seperti itu, misalnya
jembatan, tidak akan dapat dipakai sebagai keterangan waktu.

Contoh:

1) Jatah ini harus dipakai untuk bulan depan.


2) Semua hadirin berdiri pada akhir pertunjukan itu.
3) Para penumpang turun pada akhir jembatan itu.

13
Frasa pada akhir jembatan itu pada kalimat (3) bukanlah keterangan waktu
karena frasa nominal akhir jembatan tidak memiliki ciri waktu seperti akhir
pertunjukan pada kalimat (2).

B. Keterangan Tempat
Keterangan tempat adalah keterangan yang menunjukkan tempat terjadinya
peristiwa. Keterangan tempat hanya dapat diisi frasa preposisional. Preposisi yang
dipakai, antara lain, di, ke, dari, sampai, pada, atas, bawah, dalam, dan belakang.
Sesudah preposisi itu terdapat kata yang mempunyai ciri tempat di sini, di sana, di
situ, dari sana, dari sini, ke mana, dari situ, dan sebagainya..
Contoh:
1) Kita meletakkan batu pertama di sana.
2) Kami berangkat dari rumah pukul enam.
3) Dokumen diklat itu ada di bawah sekali.

C. Keterangan Tujuan
Keterangan tujuan adalah keterangan yang menyatakan arah,jurusan,atau
maksud perbuatan atau kejadian. Wujud keterangan tujuan selalu dalam bentuk frasa
preposisional dan preposisi yang dipakai adalah demi, bagi, guna, untuk, dan buat.
Yang dapat diikuti oleh frasa nominal seperti contoh dibawah yaitu:
1) Dia bersedia berkorban demi kepentingan negara.
2) Marilah kita mengheningkan cipta bagi pahlawan yang telah gugur.
3) Guna kerjasama yang baik kita memerlukan pengendalian diri.

D. Keterangan Cara
Keterangan cara adalah keterangan yang menyatakan jalannya suatu
peristiwa berlangsung. Keterangan cara dapat berupa kata tunggal atau frasa
preposisional. Kata tunggal yang menyatakan cara (sebagian menyatakan kekerapan)
adalah seenaknya, semaumu, secepatnya, sepenuhnya, dan sebaliknya.
Contoh:

14
1) kamu boleh mengambil kue semaumu.
2) Kami percaya soal itu sepenuhnya kepada anda.

Frasa preposisional yang menyatakan cara biasanya terdiri atas preposisi


dengan, secara, atau tanpa, dan objektiva (frasa objektival) atau nomina (frasa
nominal) sebagai komplemen. Jika komplemen preposisi berupa bentuk ulang
objektiva, maka preposisi yang mendahuluinya dapat di lepaskan.

Contoh:

1) (a) Kereta itu meninggalkan stasiun dengan pelan-pelan.


(b) Kereta itu meninggalkan stasiun pelan-pelan.
2) (a) Beri tahu kepada adikmu secara baik-baik.
(b) Beri tahu kepada adikmu baik-baik.

Jika komplemen preposisi adalah nomina, preposisi dengan, secara atau


tanpa dapat dipakai meskipun tidak selamanya dipertukarkan.

Contoh:

1) Marilah kita selesaikan sengketa itu secara jantan.


2) Dengan keseriusan kamu akan mencapai tujuanmu.

Keterangan cara juga dapat dibentuk dengan menambahkan se- dan –nya
atau se-mungkin pada bentuk ulang kata tertentu.

Contoh:

1) Taruna belajar sekeras-kerasnya.


2) Bentuklah anggota sebanyak mungkin.

Bentuk keterangan cara berwujud pengulangan kata tertentu dan diikuti oleh
kata tertentu. Bisa juga berupa partikel se- yang diikuti oleh kata tertentu.

Contoh:

1) Dia terang-terangan menolak ajakan damai kami.

15
2) Mereka mundur selangkah.

E. Keterangan Penyerta.
Keterangan penyerta keterangan yang menyatakan ada tidaknya orang yang
menyertai orang lain dalam melakukan suatu perbuatan. Keterangan ini dibentuk
dengan menggabungkan preposisi dengan, tanpa, atau bersama dengan kata atau
frasa tertentu. Kata atau frasa yang berdiri dibelakang preposisi harus berupa wujud
yang bernyawa atau dianggap bernyawa.
Contoh:
1) Pak Anwar berangkat ke mekkah tanpa istrinya.
2) Pasukan itu menyerbu kota bersama rakyat.
F. Keterangan Alat.
Keterangan alat adalah keterangan yang menyatakan ada tidaknya alat yang
dipakai untuk melakukan suatu perbuatan. Alatnya tidak harus dalam bentuk benda
konkret. Keterangan selalu berwujud frasa preposisional dengan memakai preposisi
dengan atau tanpa.
Contoh:
1) Taruna pergi izin bermalam dengan angkot.
2) Kita akan gagal tanpa bantuan mereka.

Karena keterangan didahului preposisi dengan, sedangkan preposisi itu juga


untuk keterangan penyerta atau keterangan cara, sehingga terdapat bentuk paralel.

Contoh:

1) Saya bekerja dengan orang besar.


2) Saya bekerja dengan kemauan besar.
3) Saya bekerja dengan kapak besar.

Wujud luarnya sama akan tetapi macam nomina yang berdiri dibelakang
preposisi nampak pada kalimat (1) orang adalah wujud bernyawa sehingga
menyatakan penyerta. Sebaliknya, dengan kemauan besar pada kalimat (2) adalah

16
keterangan cara dan dengan kapak besar pada kalimat (3) adalah keterangan alat.
Kalimat (2) dan (3) bukan menyatakan penyerta.

G. Keterangan Perbandingan
Keterangan perbandingan (atau kemiripan) adalah keterangan yang
menyatakan kesetaraan atau kemiripan antara suatu keadaan, kejadian, atau
perbuatan dengan keadaan, kejadian, atau perbuatan yang lain. Bentuk frasa dengan
preposisi laksana, seperti, atau sebagai.
Contoh:
1) Tekadnya untuk merantau teguh laksana gunung karang.
2) Apakah selamanya kita akan hidup sebagai objek sejarah?
3) Berpikirlah seperti orang dewasa.
H. Keterangan Sebab.
Keterangan sebab adalah keterangan yang menyatakan sebab atau alasan
terjadinya suatu keadaan, kejadian, atau perbuatan. Wujudnya selalu frasa dengan
preposisi karena, sebab, atau akibat.
Contoh:
1) Banyak pemimpin dunia jatuh karena wanita.
2) Sebab kelakuan anaknya, keluarga itu di jauhi para tetangganya.
3) Gaji terasa kurang terus akibat inflansi.

I. Keterangan Kesalingan
Keterangan kesalingan adalah keterangan yang menyatakan bahwa suatu
perbuatan dilakukan secara berbalasan. Wujudnya yakni satu sama lain atau saling
umumnya diletakan di sebelah kiri verba atau dibagian akhir kalimat.
Contoh:
1) Kedua delegasi itu akan merundingkan pemulihan hubungan diplomatik
satu sama lain.
2) Ketua dan sekretaris organisasi itu saling memberi satu sama lain.

17
2. Vokatif
Nomina vokatif adalah unsur tambahan dalam ujaran berupa nomina atau frasa
nominal yang menyatakan orang-orang itu siapa. Unsur vokatif itu bersifat manasuka
dan letaknya dapat diawal, tengah, atau diakhir kalimat.
Contoh:
a) Dek, tolong belikan rokok.
b) Apa laporan itu sudah dibaca, Pak?

Fungsi utama nomina vokatif adalah minta perhatian orang yang


disapa,terutama jika ada pendengar lain. Nomina vokatif dapat berupa:

a) Nama orang dengan dengan atau tanpa gelar atau sapaan seperti Ali, Pak
Raden, Bu Haji, dll.
b) Istilah kekerabatan seperti Ayah, Bapak, Ibu, adik, Abang,dll.
c) Ungkapan kasih sayang seperti sayang dan manis.
d) Ungkapan penanda profesi dengan atau tanpa sapaan seperti Tuan, Dokter,
Pak Guru, Pak Hakim, dll.

3. Aposisi
Kalimat tunggal dapat pula diperluas dengan cara menambahkan unsur tertentu
yang beraposisi dengan salah satu unsur kalimat (biasanya unsur nominal) yang ada.
Dua unsur kalimat disebut beraposisi jika kedua unsur itu sederajat mempunyai
acuan yang sama atau paling tidak salah satu mencakupi acuan unsur yang lainnya.
Contoh:
a) Ir. soekarno, presiden Indonesia pertama, adalah tokoh pendiri gerakan
non-blok.
Bentuk Ir. Soekarno dan presiden Indonesia pertama masing-masing
merupakan frasa nominal dan keduanya mengacu kepada orang yang sama.
Dengan kata lain Ir. Soekarno dan presiden Indonesia pertama pada kalimat (a)
itu beraposisi dan merupakan jenis aposisi penuh.

b) (1) Alasannya sukar diterima.

18
(2) Bahwa anaknya sakit keras sukar diterima.
Bentuk (b2) tidak sama maknanya dengan (b1) karena bentuk bahwa
anaknya sakit keras dan menyatakan “alasan” tetapi “kenyataaan”. Jenis
konstruksi aposisi demikian disebut aposisi sebagian.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa atau satu
konstituen, jadi insur inti kalimat tunggal adalah subjek dan predikat (Rusyana dan
Samsuri dalam Putrayasa, 2010: 26). Hal ini berarti bahwa konstituen untuk setiap
unsur kalimat, seperti subjek dan predikat merupakan satu kesatuan. Kalimat tunggal
dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan pola pembentukannya yaitu, kalimat
berpredikat nominal, kalimat berpredikat verbal, kalimat berpredikat adjektival,
kalimat berpredikat numeral, dan kalimat berpredikat frasa preposisional.

Suatu kalimat sering kali terdiri bukan hanya satu unsur wajib saja, tetapi juga
atas unsur tak wajib. Dari segi struktur, kehadiran unsur tak wajib itu memperluas
kalimat dan segi makna unsur tak wajib itu membuat informasi yang terkandung
dalam kalimat menjadi lebih lengkap. Perluasan kalimat tunggal itu dapat dilakukan
dengan penambahan (1) unsur keterangan, (2) unsur vokatif, dan (3) konstruksi
aposisi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Al-Faruq, Abdul Aziz. 2017. Makalah tentang Kalimat Tunggal Bahasa Indonesia.
http://abdulazizalfaruq.blogspot.com/2017/04/makalah-tentang-kalimat-tunggal-
bahasa.html. Diakses pada tanggal 18 Januari 2024.

Ferdiansyah, Asep. 2018. Kajian Kalimat Tunggal dan Majemuk Bahasa Indonesia.
https://asepferdiansyah71.blogspot.com/search?q=kalimat+tunggal. Diakses pada
tanggal 18 Januari 2024.

Yulianto, Iqbal. 2008. Perluasan Kalimat Tunggal.


https://iqbalyulianto.blogspot.com/2008/12/perluasan-kalimat-tunggal.html. Diakses
pada tanggal 20 Januari 2024.

20

Anda mungkin juga menyukai