DASAR TEORI
2.1.2. Paratrike
Paratrike adalah gabungan paramotor dan paratrike yang dirancang untuk
memenuhi kebutuhan penerbang yang mengalami cidera fisik serta sudah
6
7
tidak mampu lagi menggunakan paramotor (foot launch). Paratrike tidak jauh
berbeda dengan paramotor perbedaannya hanya pada rangka. Paratrike dirancang
untuk penerbang yang kurang mampu menggunakan paramotor (foot launch) hal
ini, disebabkan oleh fisik dari seorang penerbang yang kurang mampu
menggendong paramotor. Paratrike dirancangnya untuk memenuhi kebutuhan
pernerbang yang kurang mampu menggunakan paramotor. Seperti terlihat pada
gambar 2.2. di bawah ini.
1. Mengenali kebutuhan/tujuan
Pertama adalah membuat pernyataan yang lengkap dari masalah perancangan,
menunjukkan kebutuhan/tujuan, maksud/usulan dari mesin yang dirancang.
15
2. Mekanisme
Pilih mekanisme atau kelompok mekanisme yang mungkin.
3. Analisis gaya
Tentukan gaya aksi pada setiap bagian mesin dan energi yang ditransmisikan
pada setiap bagian mesin.
4. Pemilihan material
Pilih material yang paling sesuai untuk setiap bagian dari mesin.
5. Tentukan bentuk dan ukuran bagian mesin dengan mempertimbangkan gaya aksi
pada elemen mesin dan tegangan yang diijinkan untuk material yang digunakan.
6. Modifikasi
Merubah/memodifikasi ukuran berdasarkan pengalaman produksi yang lalu.
Pertimbangan ini biasanya untuk menghemat biaya produksi.
7. Detail
Menggambar secara detail setiap komponen dan perakitan mesin dengan
spesifikasi lengkap untuk proses produksi.
8. Produksi
Komponen bagian mesin seperti tercantum dalam gambar detail diproduksi di
workshop.
Diagram alir untuk prosedur umum perancangan mesin dapat dilihat pada Gambar
2.14 di bawah ini.
16
Pengenalan kebutuhan
Sintesis (mekanisme)
Analisa gaya
Pemelihan bahan
Modifikasi
Gambar detail
Produksi
Kode adalah koleksi sistematis dari hukum yang ada pada suatu negara atau
aturan-aturan yang berhubungan dengan subyek yang diberikan.
Peraturan pemerintah adalah peraturan-peraturan yang berkembang sebagai
hasil perundang-undangan untuk mengontrol beberapa area kegiatan. Contoh
perarturan pemerintah Amerika adalah:
1. Sheet Metal.ipt
Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk part atau komponen berjenis
metal seperti benda-benda yang terbuat dari plat besi yang ditekuk-tekuk.
2. Standard.dwg
Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk gambar kerja.
3. Standard.iam
Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk gambar assembly yang terdiri
atas beberapa part atau komponen.
4. Standard.idw
Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk gambar kerja atau 2D.
5. Standard.ipn
Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk animasi urutan perakitan dari
gambar assembly yang telah dirakit. Kita dapat memanfaatkannya untuk membuat
gambar Explode View.
6. Standard.ipt
Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk part atau komponen secara
umum tanpa spesifikasi khusus seperti dalam pembuatan part pada Sheet Metal.
7. Weldment.iam
Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk assembly yang memiliki tool
untuk teknik pengelasan.
19
δ
m
P d P
n
(a)
m
𝛿 P
n
(b)
P P
Tegangan Dua gaya P menghasilkan beban tarik sepanjang axis balok, menghasilkan
tegangan normal tarik ζ sebesar :
(2.1)
ζ=
Keterangan :
α = Luas penampang
P = Gaya
ζ = Tegangan normal
2.7.2. Regangan
Regangan merupakan perubahan bentuk per satuan panjang pada suatu
batang. Semua bagian bahan yang mengalami gaya-gaya luar, dan selanjutnya
tegangan internal akan mengalami perubahan bentuk (regangan). Misalnya di
sepanjang batang yang mengalami suatu beban tarik aksial maka akan meregang
atau bertambah panjang, sementara suatu kolom yang menopang suatu beban aksial
akan tertekan atau menjadi pendek. Perubahan bentuk total (total deformation) yang
dihasilkan suatu batang dinyatakan dengan huruf Yunani δ (delta). Jika panjang
batang adalah L, regangan (perubahan bentuk per satuan panjang) dinyatakan
dengan huruf Yunani ε (epsilon), maka:
ε=δ/L (2.2)
Keterangan :
= E /ε ε= /E (2.3)
Keterangan :
= Tegangan normal.
ε = Regangan normal.
E = Modulus elastis.
η
(2.4)
Keterangan :
η = Tegangan geser torsi pada permukaan luar poros atau Tegangan
geser maksimum.
r = Radius poros,
T = Momen puntir atau torsi,
J = Momen inersia polar,
C = Modulus kekakuan untuk material poros,
l = Panjang poros,
= Sudut puntir dalam radian sepanjang l.
(2.5)
T η
= atau T= η (2.6)
r r
24
(2.7)
= = d d = d
T= η d = ηd (2.8)
d
Untuk poros berlubang dengan diameter luar d dan diameter dalam d , maka momen
o i
d
= [(d ) (di ) dan r = (2.9)
(d ) (di )
T=η [(d ) (di ) ] = η [ ] (2.10)
d d
di
= η (d ) ( ) dimana k =
d
3. Kekuatan poros berarti torsi maksimum yang ditransmisikan oleh poros. Jadi
desain sebuah poros digunakan untuk kekuatan. persamaan diatas Daya yang
ditransmisikan oleh poros (dalam watt) adalah:
P = (Watt) (2.11)
Keterangan:
T = Torsi yang ditransmisikan dalam N-m, dan
ω = Kecepatan sudut dalam rad/s.
25
2.8. Gandar
Menurut Sularso dan Suga, (1997), poros merupakan salah satu bagian
terpenting dari setiap elemen mesin, hampir semua mesin meneruskan tenaga
bersama-sama dengan putaran. Peranan utama dalam transmisi seperti itu dipegang
oleh poros.
Gandar merupakan poros roda yang tidak memindahkan gaya, bahkan gandar
terkadang tidak boleh ikut berputar. Gandar hanya mendapat beban lentur, kecuali
jika digerakkan oleh penggerak mula. terkadang juga mengalami beban puntir.
Seperti terlihat pada gambar 2.18 di bawah ini.
1. Kekakuan poros.
Meskipun sebuah poros mempunyai kekakuan yang cukup tetapi jika lenturan
atau defleksi puntirannya terlalu besar akan mengakibatkan ketidak-telitian (pada
mesin perkakas) atau getaran dan suara (misalnya pada turbin dan kotak roda
gigi). Karena itu, disamping kekuatan poros, kekakuannya juga harus
diperhatikan dan disesuaikan dengan macam mesin yang akan dilayani poros
tersebut.
26
2. Puntiran kritis
Bila putaran suatu mesin dinaikan, maka pada suatu harga putaran tertentu
terdapat getaran yang luar biasa besarnya, putaran ini disebut putaran kritis. Hal
ini dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik, dll., dan dapat
mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian lainnya. Jika mungkin,
poros harus direncanakan sedemikian rupa hingga putaran kerjanya lebih rendah
dari putaran kritisnya.
3. Korosi
Bahan-bahan tahan korosi (termasuk plastik) harus dipilih untuk poros propeller
dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. demikian pula untuk
poros-poros yang terancam kavitasi, dan poros-poros mesin yang sering berhenti
lama. Sampai batas-batas tertentu dapat pula dilakukan perlindungan terhadap
korosi.
4. Bahan poros
Poros-poros yang dipakai untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat
umumnya dibuat dari baja paduan dengan pengerasan kulit (permukaan) yang
sangat tahan terhadap keausan. Beberapa diantaranya adalah baja chrom nikel,
baja chrom nikel molibden, baja chrom, dan lain-lain.
Nama–nama dan lambang-lambang dari bahan menurut standart beberapa negara
serta serta persamaannya dengan JIS (Standart Jepang) untuk poros diberikan dalam
lampiran tabel standart baja.
yang sejajar dengan sumbu benda tetap, tidak mengalami perubahan, ini disebut
sebagai bidang netral seperti terlihat pada gambar 2.19. di bawah ini.
Pergeseran (shear) adalah keadaan dimana dua buah benda yang saling
bertumpukan bergeser akibat arah gaya yang berlawanan. Salah satu contoh pada
frame paratrike yang akan dirancang dan menerima gaya pergeseran (shear)
adalah pada titik center of gravity dan letak tumpuan lainnya. Bending atau
kombinasi semua tegangan dan regangan adalah keadaan dimana sebuah benda
mengalami tegangan dan regangan secara bersamaan. pada struktur pesawat
paralayang model paratrike banyak struktur yang mengalami bending. sehingga
akan berlakunya persamaan di bawah ini:
Persamaan umum tegangan lentur, adalah :
ζ
= = (2.12)
y R
Keterangan :
I = Inersia pada sumbu benda (Ixx atau Iyy).
y = Jarak dari bidang netral ke permukaan luar benda.
E = Modulus elastisitas / Young.
R = Radius kelengkungan benda.
28
Besar harga tegangan pada gandar dapat dicari menggunakan persamaan seperti
tertulis di bawah ini :
(2.13.a)
=
( )
= (2.13.b)
Keterangan :
= Tegangan geser yang dijinkan (N/mm2)
F = Gaya (N)
= Safety faktor
= Kekuatan tarik (N/mm2)
29
Tabel 2.1. Faktor koreksi untuk momen puntir, (Sularso dan Suga, 1997)
Pembebanan Faktor koreksi
Sedangkan untuk momen lentur, faktor koreksi (Km) sesuai dengan tabel 2.2.
Tabel 2.2. Faktor koresi untuk momen lentur, (Sularso dan Suga, 1997)
Pembebanan Faktor koreksi
Diameter poros dapat dihitung dengan menggunakan persamaan, (Sularso dan Suga,
1997)
ds = * +1/3 (2.14)
keterangan :
ds = Diameter Poros (mm)
30
Sedangkan untuk menghitung Besar tegangan yang terjadi pada bahan yang
digunakan untuk poros, dapat dipakai teori tegangan geser maksimum (ηmax) harus
lebih kecil dari tegangan geser yang dijinkan (ηa) (Sularso dan Suga, 1997).
ηmax = *( ) √( ) ( )+ η (2.15)
Keterangan :
ds = Diameter poros (mm)
Km = Faktor koreksi momen lentur
= Momen lentur maksimal (N.mm)
Kt = Faktor koreksi momen puntir
T = Torsi (N.mm)
total
= (2.16)
Keterangan :
= Momen lentur
F = Beban
(2.17)
Keterangan :
= Momen tahanan
= Momen lentur
= Tegangan lentur
d=√
b
(2.18)
.
keterangan:
d = Diameter minimum
b = Momen tahanan
Persamaan untuk mencari harga tegangan lentur dapat adalah sebagai berikut:
b
(2.19)
b
Keterangan :
= Tegangan lentur
b = Momen lentur
32
b = momen tahan
Proses menghitung momen pada tumpuan roda karena beban statis dapat
digunakan persamaan sebagai berikut:
Harga momen tumpuan roda gaya vertikal dapat dicari dengan menggunakan
persamaan 2.21 seperti tertulis di bawah ini.
M2 = αv M1 (2.21)
Keterangan :
M2 = Momen tumpuan roda gaya vertikal
Harga αv dapat dilihat pada tabel di lampiran 2
M1 = Momen tumpuan roda karena beban statis.
Keterangan :
P = Beban horizontal
Harga dapat dilihat pada tabel lampiran 2
W = Beban statis satu gandar.
Q0 = P (h/j) (2.23)
Keterangan :
Q0 = Beban pada bantalan
h = Tinggi titik berat
j = Jarak roda
P = Beban horizontal.
Ro = P (h + r) / g (2.24)
Keterangan :
Ro = Beban horizontal
P = Beban horizontal
h = Tinggi titik berat
r = Jarak roda
g = Jarak telapak roda
Persamaan 2.25 dapat digunakan untuk mencari harga momen lentur pada naf
tumpuan roda sebelah dalam, seperti di bawah ini:
34
M3 = Pr + Qo ( + l) – Ro [ (j-g) / 2] (2.25)
Keterangan:
M3 = Momen lentur pada naf tumpuan roda sebelah dalam
Qo = Beban pada bantalan
Ro = Beban horizontal
J = Jari-jari roda
g = Jarak telapak roda
2.9. Bantalan
Menurut Sularso dan Suga, (1997), bantalan adalah elemen mesin yang
menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat
berlangsung secara halus, aman, dan panjang umurnya. Bantalan harus cukup kokoh
untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika
bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh sistem akan menurun
atau tidak berfungsi secara mestinya. Jadi, bantalan dalam permesinan dapat
disamakan perannya dengan pondasi pada gedung. Bantalan dapat diklarifikasikan
sebagai berikut :
1. Atas dasar gerakan bantalan terhadap poros.
a. Bantalan luncur
Pada bantalan luncur ini terjadi gesekan luncur antara poros roda dan bantalan
karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantara
lapisan pelumas. Seperti terlihat pada gambar 2.9.(a).
b. Bantalan gelinding
Gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan yang diam melalui
elemen gelinding seperti bola (peluru), rol atau rol jarum, dan rol bulat.
Seperti terlihat pada gambar 2.20.(b).
35
Gambar 2.20. (a) Bantalan luncur, (b) Bantalan gelinding, (Sularso dan Suga, 1997).
a. Beban Ekivalen
p=( r) (Y (2.26)
Keterangan:
P = Beban radial ekivalen
X = Faktor Radial
Y = Faktor aksial
Fr = Beban radial
Fɑ = Beban aksial
Faktor V sama dengan 1 untuk pembebanan pada cicin yang berputar, dan 1,2 untuk
pembebanan pada cincin luar yang berputar. Harga-harga X dan Y terdapat dalam
lampiran 1.
b. Factor Kecepatan
Factor kecepatan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
.
=( )1/3 (2.27)
n
Keterangan :
= Faktor Kecepatan
n = Putaran poros (rpm)
c. Faktor Umur
Persamaan yang dipakai untuk menghitung faktor umur adalah :
c (2.28)
p
37
Keterangan:
= Faktor umur
= Faktor Kecepatan
d. Umur Nominal
Umur nominal bantalan dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
e. Keandalan Umur
Keandalan umur dapat diketahui menggunakan persamaan dibawah ini :
Ln = ɑ1 ɑ2 ɑ3 Lh (2.30)
Keterangan :
Ln = Kendala Umur (jam)
Tabel 2.3. dapat digunakan untuk menentukan faktor kendala pada bantalan,
seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
90 L10 1,00
95 L5 0,62
96 L4 0,53
97 L3 0,44
98 L2 0,33
99 L1 0,21
(a) Single transverse fillet weld (b) double transverse fillet weld
Gambar 2.22. Skema dan dimensi bagian sambungan las, (Zainuri, 2010).
Keterangan :
t = Tebal leher (BD).
s = Ukuran las = Tebal plat,
l = Panjang las,
40
o
t=s sin45 = 0,707 s (2.31)
Proses menentukan ukuran las minimum dapat melihat harga pada tabel 2.4
ukuran las bisa saja lebih besar dari pada ketebalan plat tetapi, dapat juga lebih
kecil.
3-5 3
6-8 5
10-16 6
18-24 10
14
26-55
20
Over 58
Apabila ζ adalah tegangan tarik yang diijinkan untuk las logam, dan kekuatan
t
tarik sambungan untuk las fillet tunggal (single fillet weld) maka:
P = 0,707 s l ζ (2.33.a)
t
41
Persamaan untuk menghitung kekuatan tarik sambungan las fillet ganda (double
fillet weld) adalah sebagai berikut:
Gambar 2.23. Las fillet melingkar yang dikenai torsi, (Zainuri, 2010).
Keterangan :
d = Diameter batang,
r = Radius batang,
T = Torsi yang bekerja pada batang,
s = Uuran las,
t = Tebal leher,
J = Momen inersia polar dari bagian las
3
= t d /4
Ty T d .T
ηma = = =
t d t d
T η
dimana :* = r
+
Tegangan geser terjadi pada bidang horisontal sepanjang las fillet, untuk
o
tegangan geser maksimum terjadi pada leher las dengan sudut 45 dari bidang
horizontal untuk persamaan tegangan geser meksimum dapat dilihat pada persamaan
2.34 di bawah ini.
o
Panjang leher, t = s.sin 45 = 0,707.s
T
ηma = ( 2.34)
sin s d
Keterangan :
d = Diameter batang,
M = Momen banding pada batang,
s = Ukuran las,
t = Tebal leher,
2
Z = Section modulus dari bagian las = t d /4
Tegangan lentur terjadi pada bidang horisontal sepanjang las fillet, dan
o
tegangan lentur maksimum terjadi pada leher las dengan sudut 45 dari bidang
horizontal, maka panjang leher adalah:
o
t=s sin 45 = 0,707.s (2.35)
.
ζb(ma = = (2.36)
sin s d s d
ζb
ζt(ma = √( ) (2.37)
Keterangan :
44
ζ = Tegangan lentur,
b
η = Tegangan geser
Keterangan:
l = Panjang las
s = Ukuran las
t = Tebal leher
P = Gaya
e = Jarak
Persamaan untuk menghitung tegangan geser pada las adalah sebagai berikut:
(2.39)
t l
=
sin s l s l (2.40)
= =
. (untuk kedua sisi las)
M = P.e (2.41)
(2.42)
Keterangan :
P = Beban eksentris,
e = Eksentrisitas yaitu yaitu jarak tegak lurus antara garis aksi beban
dan pusat gravitasi (G) dari fillet.
l = Panjang las,
s = Ukuran las,
t = Tebal leher.
Dua gaya P dan P adalah didahului pada pusat gravitasi G dari sistem las.
1 2
sebesar P x e yang memutar sambungan terhadap pusat gravitasi dari sistem las.
Akibat momen puntir menimbulkan tegangan geser sekunder. Untuk mengetahui
tegangan geser utama adalah sama dengan persamaan 2.39.
Ketika tegangan geser akibat momen puntir (T = P.e) pada beberapa bagian
adalah seimbang untuk jarak radial dari G, maka tegangan akibat P.e pada titik A
adalah seimbang dengan AG (r ) dan arahnya memutar ke kanan terhadap AG. Dapat
2
ditulis:
η η
= = konstan (2.43.a)
r
η
η = r (2.43.b)
r
η adalah tegangan geser pada jarak maksimum (r dan η adalah tegangan geser pada
2 2
jarak r.
Sebuah bagian kecil dari las yang mempunyai luas dA pada jarak r dari G. Gaya
geser pada bagian kecil ini adalah η. dA dan momen puntir dari gaya geser terhadap
G adalah:
η
dT = η d r=r d r
persamaan untuk menghitung momen puntir total seluruh luas las adalah sebagai
berikut:
∫ ∫
( ∫ )
Keterangan:
J = Momen inersia polar dari luas leher terhadap G.
48
Tegangan geser akibat momen puntir yaitu tegangan geser sekunder adalah:
(2.44)
Menentukan resultan tegangan, tegangan geser utama dan sekunder adalah kombinasi
secara vektor. Resultan tegangan geser pada A,
√( ) ( ) (
(2.45)
Keterangan :
= sudut antara η dan η , dan
1 2
cos = r /r
1 2
Momen inersia polar pada luas leher (A) terhadap pusat gravitasi yang diperoleh
dengan teorema sumbu sejajar yaitu:
[ ]
l l (double fillet weld) (2.46)
= [ ]= ( )
Keterangan :
A = Luas leher = t l = 0,707 s l,
l = Panjang las,
x = Jarak tegak lurus antara dua sumbu sejajar.
Pada sambungan las fillet sejajar dan sambungan las fillet (T) yang dibebani
secara eksentris satu arah atau lebih akan menimbulkan momen inersia. Hal ini
dipengaruhi oleh gaya yang bekerja pada suatu bidang. Maka dari itu akan berlakunya
49
Tabel 2.5. Momen inersia polar dan section modulus dari las, ( Zainuri, 2010).
50
pitch =
jumlah puncak ulir per unit panjang ulir
Gambar 2.29. (a), Through bolts, (b), Tap bolt, (c), Stud, (Zainuri, 2010).
2. Tap bolts.
Pada tap bolt ulir dimasukkan ke lubang tap pada salah satu bagiannya
dikencangkan tanpa mur. Seperti terlihat pada gambar 2.18 b. diatas.
3. Stud.
Stud pada ujungnya cenderung berulir semua. Salah satu ujung ulir
dimasukkan ke lubang tap kemudian dikencangkan sementara ujung yang
lain ditutup dengan mur. Seperti pada gambar 2.18.c. diatas.
Gambar 2.30. Beban eksentris yang sejajar dengan sumbu baut, (Zainuri 2010).
Keterangan :
w = Beban baut per unit jarak terhadap pengaruh balik bracket
W dan W = Beban setiap baut pada jarak L dan L dari sisi tepi.
1 2 1 2
W =w L (2.47)
1 1
Dan besar momen gaya terhadap sisi tepi adalah sebagai berikut:
=2 w L L =w (L )2 (2.48.a)
. 1 1 1
W =w L (2.49.b)
2 2
2
Dan besar momen gaya terhadap sisi tepi = w L L =w (L )
. 2 2 2
Total momen gaya pada baut terhadap sisi tepi adalah sebagai berikut:
2 2
2w (L ) + 2 w (L ) ( 2.50)
. 1 . 2
55
Besar momen akibat beban W terhadap sisi tepi adalah sebagai berikut:
W L (2.51)
= ( ) ( )
=
[( t ) ( ) ]
(2.52)
[( ) ( ) ]
Beban tarik total pada baut yang terbebani paling besar adalah:
W =W +W (2.53)
t t1 t2
Jika d adalah diameter core (minor dari baut dan ζ adalah tegangan tarik untuk
c t
2
W =4 (d ) ζ (2.54)
t c t
Gambar 2.31. Beban eksentris yang tegak lurus terhadap sumbu baut, (Zainuri, 2010)
Dalam kasus ini, baut menerima beban geser utama yang sama pada seluruh baut.
Sehingga beban geser utama pada setiap baut adalah:
W = W/n, (2.55)
s
Keterangan :
n = Jumlah baut.
Beban tarik maksimum pada baut 3 dan 4 adalah seperti pada persamaan (2.52)
[( ) ( ) ]
Ketika baut dikenai geser yang sama dengan beban tarik, kemudian beban
ekuivalen dapat ditentukan dengan hubungan berikut:
Beban tarik ekuivalen adalah:
[ √( ) ( ) ] (2.55)
[√( ) ( ) ] (2.56)
57
d d
( ) (2.57)
Keterangan :
d2 = Diameter tengah
d3 = Diameter terkecil
Harga-harga ulir standar metris dapat dilihat pada tabel 2.7. di bawah ini.
Tabel 2.6.a. Ukuran standar ulir metris kasar (JIS B 0205), (Sularso dan Suga 1997).
Baut Mur
Diameter Diameter
Gang Diameter Luas tegangan Diameter
nominal tengah Diameter
(P) terkecil tarik terkecil
(d = D) (d1 = D2) mata bor
(d3) (As1 (mm^2)) (d1)
Tabel 2.6.b. Ukuran standar ulir metris kasar (JIS B 0205), (Sularso dan Suga, 1997).
Ulir dalam
Ulir (1)
Jarak Tinggi Diameter Diameter Diameter
bagi Kaitan luar efektif dalam
p H1 D D2 D1
Ulir luar
1 2 3
Diameter Diameter Diameter
luar d efektif d2 inti d1
M 0,25 0,075 0,041 0,250 0,201 0,169
M 0,3 0,08 0,043 0,300 0,248 0,213
M 0,35 0,09 0,049 0,350 0,292 0,253
M 0,4 0,1 0,054 0,400 0,335 0,292
M 0,45 0,1 0,054 0,450 0,385 0,342
M 0,5 0,125 0,068 0,500 0,419 0,365
M 0,55 0,125 0,068 0,550 0,469 0,415
M 0,6 0,15 0,081 0,600 0,503 0,438
M 0,7 0,175 0,095 0,700 0,586 0,511
M 0,8 0,2 0,108 0,800 0,670 0,583
M 0,9 0,225 0,122 0,900 0,754 0,656
M1 0,25 0,135 1,000 0,838 0,729
M 1,2 0,25 0,135 1,200 1,038 0,929
M 1,4 0,3 0,162 1,400 1,205 1,075
M 1,7 0,35 0,189 1,700 1,473 1,321
M2 0,4 0,217 2,000 1,740 1,567
M 2,3 0,4 0,217 2,300 2,040 1,867
M 2,6 0,45 0,244 2,600 2,308 2,113
M 3 x 0,5 0,5 0,271 3,000 2,675 2,459
0,6 0,325 3,000 2,610 2,350
M 3,5 0,6 0,325 3,500 3,110 2,850
M 4 x 0,7 0,7 0,379 4,000 3,515 3,242
0,75 0,406 4,000 3,513 3,188
M 4,5 0,75 0,406 4,500 4,013 3,688
M 5 x 0,8 0,8 0,433 5,000 4,480 4,134
0,9 0,487 5,000 4,415 4,026
0,9 0,487 5,500 4,915 4,526
60
Tabel 2.7. Bilangan kekuatan baut, sekrup mesin dan mur, (Sularso dan Suga 1997).
Bilangan kekuatan 3,6 4,6 4,8 5,6 5,8 6,6 6,8 6,9 8,8 10,9 12,9 14,9
Baut / Kekuatan Minimun 34 40 50 60 80 100 120 140
sekrup tarik
mesin ζB Maksimu 49 55 70 80 100 120 140 160
2
(JIS B (kg/mm ) m
1051) Batas Minimum 20 24 32 30 40 36 48 54 64 90 108 126
mulur
ζƴ
(kg/mm2)
Mur Bilangan kekuatan 4 5 6 8 10 12 14
(JIS B
Tegangan beban yang 40 50 60 80 100 120 140
1052)
2
dijamin (kg/mm )
(a) Baut tembus, untuk menjepit dua bagian melalui lubang tembus, dimana jepitan
diketatkan dengan sebuah mur. Seperti telihat Pada gambar 2.32.(a).
61
(b) Baut tap, untuk menjepit dua bagian, dimana jepitan diketatkan dengan ulir yang
ditapkan pada salah satu bagian. Seperti telihat Pada gambar 2.32.(b).
(c) Baut tanam, merupakan baut tanpa kepala dan diberi ulir pada kedua ujungnya.
Untuk dapat menjepit dua bagian, baut ditanam pada salah satu bagian yang
mempunyai lubang berulir, dan jepitan diketatkan dengan sebuah mur. Seperti
telihat pada gambar 2.32.(c).
Keterangan gambar:
(a) Putus karena tarikan (c) Tergeser
(b) Putus karena puntiran (d) Ulir lumur (dol)
Dalam menentukan ukuran mur dan baut, berbagai faktor harus diperhatikan
seperti sifat gaya yang bekerja pada baut, syarat kerja, kekuatan bahan, kelas
ketelitian, dll.
ζt = = (2.58)
( )
63
Dimana ѡ (kg adalah beban tarik aksial pada baut, ζt adalah tegangan tarik
yang terjadi di bagian yang berulir pada diameter inti d1 (mm). Pada sekrup atau baut
yang mempunyai diameter luar d 3 (mm), umumnya besar diameter inti d1 ≈ 0,8 d,
sehingga (d1/d)2 ≈ 0,64. Jika ζa (kg/mm2) adalah tegangan yang diizinkan, maka
ζt = (2.59)
( )( )
d √ atau d √ (2.60)
ζa .
Harga ζa tergantung pada macam bahan, yaitu SS, SC, atau SF. Jika difinis
tinggi, faktor keamanan dapat diambil sebesar 6-8, dan jika difinis biasa, besarnya
antara 8-10. Untuk baja liat yang mempunyai kadar karbon 0,2-0,3 (%), tegangan
yang diizinkan ζa umumnya adalah sebesar 6 (kg/mm2) Jika difinis tinggi, dan 4,8
(kg/mm2) jika difinis biasa.
Dalam hal mur, jika tinggi profil yang bekerja menahan gaya adalah h (mm),
seperti dalam gambar 2.34, jumlah lilitan ulir adalah z, diameter efektif ulir luar d2,
dan gaya tarik pada baut ѡ (kg), maka besarnya tekanan kontak pada permukaan ulir
q (kg/mm2) adalah
q= (2.61)
d h
64
qa adalah tekanan kontak yang diizinkan, dan besarnya tergantung pada kelas
ketelitian dan kekerasan permukaan ulir seperti diberikan dalam Tabel 2.9, jika
persyaratan dalam persamaan 2.62 tersebut dipenuhi, maka ulir tidak akan menjadi
lumur atau dol. Ulir yang baik mempunyai harga h paling sedikit 75 (%) dari
kedalaman ulir penuh, ulir biasa mempunyai h sekitar 50 (%) dari kedalaman
penuhnya.
Jumlah ulir z dan tinggi mur H (mm) dapat dihitung dari persamaan berikut ini:
(2.62)
( d h qa )
(2.63)
tebal akar ulir luar. Besar tegangan geser ini, ηb (kg/mm2) adalah
65
ηb = (2.65)
d k p
Jika tebal akar ulir pada mur dinayatakn dengan j p, maka tegangan gesernya
adalah sebagai berikut:
(2.66)
Besar harga-harga tekanan permukaan yang dijinkan pada ulir dapat dilihat
pada tabel 2.8 dibawah ini.
Tabel 2.8. Tekanan permukaan yang diizinkan pada ulir, (Sularso dan Suga, 1997).
Bahan Tekanan permukaan yang diizinkan
qa (kg/mm2)
Ulir luar Ulir dalam Untuk pengikat Untuk penggerak
Berikut ini adalah skema geseran yang terjadi pada ulir mur dan baut, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.35 di bawah ini.
Keterangan gambar :
(1) Ulir luar
(2) Ulir dalam
Menurut Sularso dan Suga, (1997), bila beban yang bekerja pada baut
merupakan gabungan antara gaya tarik aksial dan momen puntir, maka sangat perlu
untuk menentukan cara memperhitungkan pengaruh puntiran tersebut. Jika gaya
aksial dinyatakan dengan W (kg), maka harus ditambahkan W|3 pada gaya aksial
tersebut sebagai pengaruh tambahan dari momen puntir. Cara ini merupakan
perhitungan kasar, dan dipakai bila perhitungan yang lebih teliti dianggap tidak
diperlukan.
Bila terdapat gaya geser murni W (kg), tegangan geser yang terjadi masih
dapat diterima selama tidak melebihi harga yang diizinkan. Jadi (W / ( d2) ηa1
untuk satu penampang yang mendapat beban geser. Seperti telah diuraikan dimuka,
tegangan geser yang diizinkan diambil sebesar ηa = (0,5 – ,7 ζ a1 di mana ζa adalah
tegangan tarik yang diizinkan. Perlu diperhatikan bahwa beban geser harus ditahan
oleh bagian badan baut yang tidak berulir, sehingga gaya geser yang ada dibagi oleh
luas penampang yang berdiameter d.
Baut yang mendapat beban tumbukan dapat putus karena adanya konsentrasi
tegangan pada bagian akar profil ulir. Dengan demikian diameter inti baut harus
diambil cukup besar untuk mempertinggi faktor keamanannya. Baut khusus untuk
menahan tumbukan biasanya dibuat panjang, dan bagian yang tidak berulir dibuat
dengan diameter lebih kecil dari pada diameter intinya, atau diberi lubang pada
sumbunya sepanjang bagian yang tak berulir, seperti dalam Gambar 2.36. dibawah
ini.
68
Gambar 2.36. Baut untuk beban tumbukan, (Sularso, dan Suga, 1997).
Panjang l dari baut tap atau baut tanam yang disekrupkan kedalam lubang ulir,
tergantung pada bahan lubang ulir tersebut sebagai berikut : untuk baja atau perunggu
l = d, untuk besi cor l = 1,3 d, untuk logam lunak l = (1,8-2,0) d. Kedalaman lubang
harus sama dengan l ditambah 2-10 (mm).
Menurut Sularso dan Suga, (1997), permukaan dimana kepala baut atau mur
akan duduk, harus dapat menahan tekanan permukaan sebagai akibat dari gaya aksial
baut. Untuk menghitung besarnya tekanan ini, dianggap bahwa luas bagian kepala
baut atau mur yang akan menahan gaya adalah lingkaran yang diameter luarnya sama
dengan jarak dua sisi sejajar dari segi enam B (mm), dan diameter dalamnya sama
dengan diameter-diameter luar baut d (mm). Jika beban aksial baut adalah W (kg),
maka besarnya tekanan permukaan dudukan adalah
(2.67)
( )( )
harga qa adalah tekanan permukaan yang diizinkan seperti dalam tabel 2.9.
Menurut Sularso dan Suga, (1997), baut atau mur dapat menjadi kendor atau
lepas karena getaran, Untuk mengatasi hal ini perlu dipakai penjamin. Di bawah ini
diberikan beberapa contoh yang umum dipakai.
69
1) Cincin penjamin dapat dilihat pada gambar 2.37 yang berbentuk cincin
pegas, cincin bergigi luar, cincin cekam, dan cincin berlidah.
2) Mur penjamin seperti terlihat pada gambar 2.38 menggunakan dua buah
mur, yang bentuknya dapat bermacam-macam. Dalam hal Gambar 2.38.
(a), mur A akan mencegah mur B menjadi kendor.
3) Pena penjamin, sekrup mesin, atau sekrup penetap seperti terlihat pada
gambar 2.39.
4) Macam-macam penjamin lain dapat dilihat pada gambar 2.40 seperti
dengan cincin nilon yang disisipkan pada ujung mur untuk memperbesar
gesekan dengan baut, menipiskan dan membelah ujung mur yang
berfungsi sebagai penjepit baut, dll.
Keterangan gambar :
Berikut ini adalah gambar mur penjamin yang terdiri dari baut dan dua buah
mur untuk pengunci mur supaya tidak kendor bila terjadi getaran ataupun hentakan
secara tiba-tiba maupun berulang-ulang. Seperti terlihat pada gambar 2.38 dibawah
ini.
70
Adapun bentuk mur pengunci lainnya yaitu seperti yang terlihat pada gambar
2.39 dibawah ini. bentuk penguci mur sangat banyak variasinya antara lain yaitu
dengan menggunakan klip snapring, ring pegas, pena atau kawat serta dilakukannya
pengeleman pada daerah ulir mur.
Gambar 2.39. Cara menjamin dengan pena atau sekrup, (Sularso dan Suga, 1997).
Keterangan gambar:
Penjamin mur dengan menggunakan cicin nilon dapat dilihat pada gambar
2.40 dibawah ini. Cicin nilon berfungsi sebagi pengerat ulir pada baut dan berfungsi
sebagi Peredam getaran pada mur yang melekat dengan baut.
Gambar 2.40. Cara lain untuk menjamin, (Sularso dan Suga, 1997).
( 2.68)
72
Dari persamaan 2.68 diatas, gambar skets dua buah plat yang dijepit oleh mur
dan baut dengan arah gaya yang berlawanan pada dilihat pada gambar 2.40 dibawah
ini.
Gambar 2.41. Dua buah plat dijepit dengan munggunakan mur dan baut,
(Sularso dan Suga, 1997).
Tan (2.69)
Jika Eb (kg/mm2) menyatakan modulus elastisitas baut, l (mm) panjang ekivalen baut,
Ak (mm2) diameter inti baut, lp (mm) tebal plat, dan H (mm) tinggi mur, maka:
73
(2.70)
= p H tambahan (2.71)
Persamaan untuk baut dengan bagian yang tak berulir sepanjang l1 dan yang
berulir l2 seperti dalam gambar 2.42, adalah sebagai berikut:
( ) (2.72)
( ) ( ) (2.73)
Konstanta pegas dari plat, sangat sulit dihitung karena luasnya, kecuali untuk
bentuk-bentuk tertentu. Dalam hal ini, beberapa rumus telah diajukan untuk menaksir
gaya jepit seperti terlihat pada gambar 2.42 dan 2.43 di bawah ini.
Gambar 2.42. Silinder dan ulir dari sebuah baut, (Sularso dan Suga, 1997).
74
Dari gambar diatas maka dapat digambarkan gaya jepit serta perpanjangan
pada baut dan penipisan pada plat atau bagian yang diasir dan mempengaruhi mur
dan baut adalah sebagai berikut.
Gaya jepit
Gambar 2.43. Gaya jepit serta perpanjangan pada baut dan penipisan pada plat atau
bagian yang diasir, (Sularso dan Suga, 1997).
Luas bagian plat yang terpengaruh oleh jepitan baut. Di sini hanya akan
dipakai rumus Fritsche sebagai berikut :
[( ) ] (2.74)
Keterangan:
B = Jarak antara dua sisi segi enam yang sejajar (dari mur atau kepala baut,
(mm)
D = Diameter lubang baut, (mm)
75
Dengan demikian maka konstanta pegas dari plat dapat ditulis sebagai berikut:
*( ) + (2.75)
Menurut Sularso dan Suga, (1997), jika kemudian ada gaya luar yang
mencoba saling memisahkan kedua plat tersebut dalam arah sumbu baut, maka gaya
aksial pada baut akan bertambah sehingga lebih besar dari Po. Misalkan gaya pemisah
tersebut besarnya P (kg) dan bekerja pada bagian penampang plat seperti dalam
gambar 2.44 Maka, bagian yang diarsir dengan garis mendatar adalah luas (1 – n) lp,
akan mengalami penambahan kompresi, seperti terlihat pada gambar 2.44 berikut ini:
Gambar 2.44. Pengaruh titik kerja gaya luar, (Sularso dan Suga, 1997).
76
Bagian penampang yang diarsir dengan garis tegak, yaitu luas n lp, akan mengalami
pengurangan kompresi, akibatnya plat akan cenderung untuk kembali ke tebal
semula. Harga n pada umumnya diambil sebesar 1, 3/4, atau1/2. Suatu gaya dari luar
(P), bagian Pb mengakibatkan perpanjangan baut sebesar λ b1 dan penipisan plat
sebesar λ p1, sedangkan bahwa modulus elastisitas baut Eb sama dengan modulus
elastisitas plat Ep Maka persamaan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut
adalah sebagai berikut:
b b k p p
p= λ , pc = λ =
lb ( -n)
=
-n
(2.76)
b p
b b( -n) -n
λ= λb λp = = b { } (2.77)
b b p
(2.78)
(2.79)
( )( )
(2.80)
(2.81)
b b λb b
= = = p⁄ -n
(2.82)
b p (λb b (λb b) n( )
b p
Gambar 2.45. Hubungan antara gaya yang bekerja pada ulir dan resultan
teperpanjangan dan penipisan (perpendekan), (Sularso dan Suga,
1997).
ϕ=n (2.83)
L= =( (2.84)
)
Dalam tabel 2.10 diberikan harga-harga L tersebut. Notasi 10K, 12K, 6G, dan
8G dalam tabel tersebut berhubungan dengan sistim pembagian kekuatan ulir atau
kekuatan bahan menurut standar DIN. Sifat-sifat mekanisnya diberikan dalam tabel
2.9.
Setiap distribusi gaya jepit harus dikoreksi dengan menggunakan faktor
pengetatan a dari tabel 2.11 sebagai berikut :
Po = aL (1 - ϕ) P (2.85)
Dengan mempergunakan harga batas mulur ζr (kg/mm2) dalam tabel 7.8, perlu
diperiksa apakah P max memenuhi persamaan berikut :
ζam = = · (2.87)
Besarnya harga amplitude tidak boleh melebihi batas kelelahan ulir luar menurut
tabel 2.9.
Tekanan dudukan kepala baut atau mur dapat dihitung menggunakan persamaan
berikut ini:
=( (2.88)
)( – )
79
Dalam hal ini perlu diperiksa apakah harga tersebut tidak melebihi harga yang
ada dalam tabel 2.12.
Jika diberikan beban dinamis dan statis aksial, beban statis dan dinamis radial
atau lintang, atau gaya jepit awal, maka untuk menaksir diameter nimonal baut yang
sesuai (sebagai taksiran pertama), dapat dipergunakan tabel 2.14.
Tabel 2.9. Sifat mekanis baja skrup, (Sularso dan Suga 1997).
Bilangan
kekuatan 4A 4D 4P 4S 5D 5S 6D 6S 6G 8G 10K 12K
DIN
20 21 21 32 28 40 36 48 54 64 90 108
30 25 - 14 22 10 18 8 12 12 8 8
Percobaan
kekerasan
Beban statis
10 k l Permukaan kontak kasar
12 k d
Geseran, atau gabungan antara tarikan, lenturan, putiran dan
geseran
Permukaan kontak halus
Permukaan kontak kasar
10 17 30 50 0
M4 M10 M4 M10 M18 M4 M10 M18 M4 M10 M18
- - - - - - - - - - - semua
M8 M30 M8 M16 M30 M8 M16 M30 M8 M16 M30
Baut 1 3 5 3,5
pendek 2 2
4
25
3
Baut 4
sedang 5
6
Baut 7
panjang 8 1,2
9
10
Baut
sangat 11 1,3 1,4 1,3 1,6 1,6 1,3 2,5 1,4
panjang
μ 7μ μ 0
Beban dinamis `
Tarikan
Beban
statis
1,25 kunci
Tabel 2.12. Batasan tekanan dudukan dari bahan, (Sularso dan Suga, 1997).
Bahan Batas tekanan dudukan Psa (kg/mm2)
GKAISi6Cu4 30
Tabel 2.13. Pemilihan diameter nominal sementara, (Sularso dan Suga, 1997).
Gaya luar dai 1 baut Gaya jepit Diameter nominal ulir
Beban Beban
Beban statis
dinamis statis atau
searah sumbu P0 (kg) 6G 8G 10G 12G
searah dinamis
ulir P
sumbu ulir P lintang Q
Besar harga-harga baut stanless stell A2-70 dapat dilihat pada tabel 2.14
mechanical properties for a1, a2 dan a4 austenitic stainlss stell bolt, screw, studs and
Tabel 2.14. Mechanical Properties For A1, A2 Dan A4 Austenitic Stainlss Stell Bolt,
Screw, Studs And Nuts (BE EN ISO 3506 Part 1&2).
Bold, screws and studs (part 1) Nuts
(part 2)
Tensile 0.2 % proof
Property Diameter Elongation
strenght stress
class range A (mm)
( ) ( )
50 M 500 210 0.6d 500
70 M 700 450 0.4d 700
80 M 800 600 0.3d 800
Sedangkan untuk tabel komposisi baut dan mur stainless stell A2-70 dapat
dilihat pada tabel 2.15 di bawah ini.
3. Flatspring (cantilever,simplysupportedbeam).
4. Flat wound spring (motor spring, volute, constant force spring).
Pegas ‘helical compression’ dapat memiliki bentuk yang sangat
bervariasi. Gambar 2.46 menunjukkan beberapa bentuk pegas helix tekan.
Bentuk yang standar memiliki diameter coil, pitch, dan spring rate yang
konstan. Picth dapat dibuat bervariasi sehingga spring rate-nya juga bervariasi.
Penampang kawat umumnya bulat, tetapi juga ada yang berpenampang segi
empat. Pegas konis biasanya memiliki spring rate yang non-linear, meningkat
jika defleksi bertambah besar. Hal ini disebabkan bagian diameter coil yang
kecil memiliki tahanan yang lebih besar terhadap defleksi, dan coil yang lebih
besar akan terdefleksi lebih dulu. Kelebihan pegas konis adalah dalam hal tinggi
pegas, dimana tingginya dapat dibuat hanya sebesar diameter kawat. Seperti
terlihat pada gambar 2.46. di bawah ini.
LS= n’ d (2.89)
Keterangan :
n’ = Jumlah koil lilitan
d = Diameter kawat
Dalam permasalahan ini, jarak antara dua kumparan yang berdekatan diambil 1
mm.
3. Indek pegas (C)
Didefinisikan sebagai rasio perbandingan antara diameter pegas dengan
diameter kawat, maka persamaan matematikanya adalah :
D
Indek pegas (C) = ( 2.91)
d
90
Keterangan :
D = diameter lilitan / pegas
k= (2.92)
ζ
Keterangan :
W = Beban
δ = Defleksi dari pegas
5. Pitch (p)
Didefinisikan sebagai jarak aksial antara kumparan yang berdekatan pada daerah
yang tidak terkompresi, persamaan matematikanya adalah :
anjang bebas
Pitch (p) = ( 2.93)
- S
itch of the coil ( ) = d (2.99)
n
D
T= (2.100.a)
Jika diameter kawat adalah d (mm), maka besarnya momen puntir kawat yang
berkorelasi dengan tegangan geser akibat torsi η1 (kg/mm2) adalah:
Torsi = η d ( 2.100.b)
Sehingga:
η = (2.101.a)
-
( 2.101.b)
92
Keterangan:
D = Mean diameter of spring coil
d = Diameter of the spring wire
n = Number of active coil
G = Modulus of rigidity for the spring material
W = Axial load on the spring
Τ = M x mum u
C = Spring index = D/d
P = Pitch of the coils
δ = Deflection of the spring, as a result of an axial load W
η=η η
=
η=
8 D 8 D d
= ( )
D d d D
8 D 8 D
= ( )= s
d d
Keterangan :
D = Diameter pegas rata-rata
d = Diameter of the spring wire
n = Jumlah lilitan aktif
G = Modulus kekakuan
W = Beban aksial
C = Spring index = D/d
η = Tegangan geser
K = Faktor ah’l
(2.103)
( 2.104)
√ (2.105)
Keterangan :
d = Diameter minimum kawat pegas (mm)
= aktor teganga ahl’
= Beban (N)
94
Berikut ini adalah persamaan yang digunakan untuk mencari harga diameter pegas:
D=Cxd (2.106)
Keterangan:
D = Diameter pegas (mm)
C = Konstanta pegas.
d = Diameter kawat pegas (mm).
δ = Hf - Hs (2.107)
Keterangan:
δ = Lendutan awal (mm).
Hf Panjang pegas awal (mm).
Hs Panjang mampat pegas (mm).
Hs = Ht - (2.108)
Keterangan:
= Lendutan awal (mm).
H Panjang pegas awal (mm).
Hs Lendutan efektif (mm).
95
Keterangan:
Hc = Tinggi mampat pegas (mm).
Indeks pegas.
d = Diameter kawat pegas (mm).
∑ = , (2.110)