A. Identitas modul
1 Nama Penyusun : SRI SUBEKTI,S.Pd
2 Institusi : SMA Negeri 1 Kemusu
3 Tahun : 2022
4 Jenjang Sekolah : SMA Negeri 1 Kemusu
5 Kelas : X
6 Alokasi Waktu : 2 JP
Peserta didik sudah mengenal beberapa bahan kimia dalam
B Kompetensi awal :
kehidupan sehari hari
C Profil Pelajar Pancasila Bertakwa kepada Tuhan YME (Peserta didik memiliki rasa
a untuk tetap menjaga lingkungan dan memahami
keterhubungan ekosistem bumi)
E Target Peserta Didik Peserta didik regular / tipikal : umum, tidak ada kesulitan
a
dalam mencerna dan memahami materi ajar.
KOMPONEN INTI
A Tujuan pembelajaran : Peserta didik mampu menjelaskan konsep kimia dalam kehidupan
sehari-hari dan menerapkan konsep kimia serta menganalisis
suatu kasus yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan
Pertemuan :
Peserta didik dapat menjelaskan dengan bahasa sendiri
6
pengertian dan pentingnya kimia hijau dengan menganalisis
artikel pencemaran limbah nikel di Morowali, Sulawesi
Tengah
PEMBUKTIAN / VERIFIKASI
Peserta didik membuktikan hasil pekerjaannya dengan membaca
literatur dan mencocokan jawabannya.
PENARIKAN KESIMPULAN
Peserta didik melakukan refleksi, resume dan membuat kesimpulan
secara lengkap, komprehensif dan dibantu guru dari materi yang terkait
kimia hijau.
1. Guru dan peserta didik merangkum bersama
PENUTUP
F Pengayaan dan
remedial
1. Dari proses belajar hari ini, hal yang saya pahami adalah
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………..
2. Dari proses belajar hari ini, hal yang belum saya pahami adalah/saya ingin mengetahui lebih
dalam tentang
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………..
3. Dari proses belajar hari ini, hal yang akan saya lakukan dalam kehidupan sehari-hari
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………..
https://youtu.be/zBMW2Z-ZjcE
https://www.youtube.com/watc h?v=38phz7Wnitc
https://id-
id.facebook.com/jatamsulteng.official/videos/989548301622585/
LAMPIRAN 2
ASESMEN FORMATIF
Pengamat :
Jumlah Skor Kode
No Pernyataan Ya Tidak
Skor Nilai
Sikap
1 Mau menerima pendapat teman.
100
2 Memberikan solusi terhadap
100
permasalahan.
350 87,5 SB
3 Memaksakan pendapat sendiri
50
kepada anggota kelompok.
4 Marah saat diberi kritik. 100
LAMPIRAN 3
3. Kajian Wood Mackenzie 2020 memperkirakan, jumlah kendaraan listrik akan
mencapai 323 juta pada 2040 atau naik 35 kali lipat dari saat ini. Saat sama
teknologi baterai beralih ke teknologi yang memerlukan lebih banyak nikel.
Aktivitas
A) STIMULUS
Amatilah gambar tampilan tepian pantai kala ada tambang nikel.
WALHI region Sulawesi merilis laporan akhir tahun 2021 pada Senin (27/12/2021) yang
menyoroti dampak industri tambang nikel di empat provinsi yaitu Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Utara.
“Di Sulteng, pengolahan nikel dari kawasan industri Indonesia Morowali Industrial Park
(IMIP) berdampak pada pencemaran ekosistem laut akibat pembuangan limbah tailing
yaitu rusaknya terumbu karang dan berimbas terhadap kehidupan nelayan di pesisir. Ini
akibat dari sedimentasi yang terbawa air hujan mempengaruhi ekosistem mangrove yang
selama ini digunakan sebagai wilayah penangkaran kepiting sejak bertahun-tahun”,
tutupnya.
IMIP merupakan kawasan industri pengolahan nikel atau smelter yang dibangun oleh PT.
Sulawesi Mining Investment (SMI) yang merupakan perusahaan gabungan (joint venture)
dari salah satu perusahaan nikel terbesar yang beroperasi di Kecamatan Bahodopi,
Morowali, Sulteng yaitu PT. Bintang Delapan Mineral (BDM) dengan perusahaan BUMN
raksasa dari China yakni Dingxin Group dengan kepemilikan saham terbesar dimiliki oleh
Dingxin Group yaitu 55 % dan sisanya 45 % dimiliki oleh BDM.
Tahun 2013 infrastruktur pabrik pengolahan nikel PT. SMI mulai dibangun. Setelah
melewati tahap konstruksi cepat, kawasan industri IMIP seluas 2.0000 hektar mulai
beroperasi sejak 2015. Dan saat ini
Dampak lainnya adalah kerusakan hutan mangrove sehingga berimplikasi terhadap
kehilangan salah satu sumber mata pencaharian warga Desa Laroenai yang dulunya
memanfaatkan lokasi hutan mangrove tersebut sebagai tempat budidaya kepiting.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan gambar dan wacana mengenai Penambangan Nikel dan dampaknya bagi
lingkungan ., tuliskan beberapa pertanyaan yang akan dibahas bersama pada kolom di
bawah ini
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………
C. PENGUMPULAN DATA
Tuliskan jawaban pertanyaan yang telah dibuat pada kolomdi bawah ini
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………
……………………………………………………………………………………………
………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
D. PEMBAHASAN
……………………………………………………………………………………………
Tuliskan jawaban pertanyaan yang telah dibuat pada kolomdi bawah ini
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………
……………………………………………………………………………………………
………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………
Menyoal Pengembangan Baterai Nikel bagi Lingkungan Hidup dan Sosial
Awal November lalu, Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral meluncurkan
operasional Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) di tiga tempat: Kantor
PLN UP3 Cikokol, Alfamart Gandaria Kebayoran Baru dan Kantor Dirjen Ketenagalistrikan di
Kuningan, Jakarta Selatan.
Arifin mengatakan, SPBKLU ini dapat jadi solusi percepatan terbentuknya ekosistem kendaraan
bermotor listrik berbasis baterai.
“Kami berharap mekanisme SPBKLU ini dapat dikembangkan lebih luas lagi sesuai dengan
roadmap yang sudah direncanakan, hingga memberikan manfaat bagi masyarakat luas,” katanya.
Rida Mulyana, Dirjen Ketenagalistrikan KESDM, mengatakan, saat ini ada sembilan titik SPBKLU
di Jakarta, Tangerang dan Tangerang Selatan. Sesuai roadmap SPBKLU, kata Rida, pada 2025
ditargetkan tersedia 10.000 ribu SPBKLU dan 15.625 pada 2030.
Hal ini, katanya, merupakan komitmen KESDM dalam mendukung program percepatan
kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan sesuai Perpres No 55/2019.
Kajian Wood Mackenzie 2020 memperkirakan, jumlah kendaraan listrik akan mencapai 323 juta
pada 2040 atau naik 35 kali lipat dari saat ini. Saat sama teknologi baterai beralih ke teknologi
yang memerlukan lebih banyak nikel. Menurut International Energy Agency, pada 2019 terjual
65 kiloton nikel untuk baterai dan diprediksi meningkat hingga 925 kiloton pada 2025.
“Kebutuhan nikel tumbuh bersama pasar kendaraan listrik. Namun, rencana pemerintah untuk
mengembangkan industri kendaraan listrik tak lepas dari masalah lingkungan,” kata Pius Ginting,
Koordinator Perkumpulan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) dalam sebuah diskusi
daring baru-baru ini.
Pelabuhan perusahaan nikel. Tampak tongkang dengan nikel mentah. Foto: Eko Rusdianto/
Mongabay Indonesia
Indonesia, katanya, memiliki cadangan nikel terbesar di dunia mayoritas tersebar di Sulawesi
Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara. Nikel Indonesia, kata Pius, berjenis laterit yang
lebih sulit diolah jadi nikel baterai. Karena itu digunakan teknologi hidrometalurgi high pressure
acid leaching (HPAL) untuk memproduksi nikel baterai dari bijih laterit. HPAL menghasilkan
limbah olahan berbentuk lumpur (tailing).
Di Indonesia, ada tiga proyek HPAL dibangun di Morowali, Sulawesi Tengah dan Obi, Maluku
Utara. PT QMB dan PT Huayue, perusahaan asal Tiongkok akan beroperasi di Indonesia Morowali
Industrial Park (IMIP) pada 2021. Sementara PT Halmahera Persda Lygend milik Harita Group
dan Zhejiang Lygend beroperasi akhir tahun ini di Obi. Smelter HPAL juga akan dibangun di
Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) yang dicanangkan menjadi sentra produksi baterai
kendaraan listrik. Masalahnya, kata Pius, proyek HPAL di Morowali dan Obi ini hendak
membuang tailing ke laut dalam dengan alasan aktivitas seismik dan curah hujan tinggi. Sebanyak
25,6 juta ton tailing direncanakan buang ke laut Morowali oleh empat lini HPAL di kedalaman
250 meter. Keadaan ini akan jadi salah satu praktik pembuangan tailing terbesar di dunia.
Di Obi, tailing yang akan dibuang ke laut mencapai 6 juta ton pertahun pada kedalaman 230
meter. Pius menegaskan, aktivitas ini berbahaya. Kandungan logam dan sisa pengolahan dalam
tailing berpotensi masuk ke rantai makanan, terakumulasi dan mengancam manusia. Fungsi
ekosistem laut juga terancam, termasuk mangrove yang mampu menyimpan karbon 1.023 ton
CO2 per hektar.
Pembuangan tailing ke laut sudah dilarang di Kanada dan Amerika Serikat, serta ditentang oleh
51 negara termasuk Tiongkok.
Jumadil, memperlihatkan tali tempat bergantung rumput laut. Kini dia tidak lagi bertani rumput
laut karena lahan terkena pencemaran dari tambang nikel. Foto: Kamarudin/ Mongabay
Indonesia
Energi Batubara
Masalah lain yang jadi sorotan adalah listrik HPAL yang bersumber dari batubara. Di IMIP listrik
dipasok PLTU batubara dengan kapasitas mencapai 2.410 megawatt. Di Obi, bersamaan dengan
konstruksi HPAL, kapasitas PLTU akan ditingkatkan sampai 900 megawatt. IWIP juga akan
didukung PLTU 3×250 megawatt di akhir 2020. Kapasitas terpasang akan ditingkatkan bertahap
hingga 2000 megawatt dengan kebutuhan batubara 248.000 ton per hari atau 8,8 juta ton per
tahun dengan kandungan batubara berkalori 4.200 kkal perkg. Ini tergolong batubara kalori
rendah.
Lantas, apa alternatifnya? Pius mencontohkan, HPAL Taganito di Filipina yang punya
karakteristik geografis serupa, rawan gempa dan curah hujan tinggi, juga daerah badai tropis.
Dengan kapasitas produksi sedang, HPAL Taganito (36 kiloton pertahun) membuang tailing ke
dam sistem downstream, sistem dam yang diyakini paling kokoh. “Pembuangan tailing ke laut
dapat dibaca sebagai usaha perusahaan menekan ongkos operasi dan mengalihkan ongkos
dampak lingkungan pada masyarakat lokal,” katanya.
Untuk itu, katanya, dengan tak mengurangi dukungan terhadap kendaraan listrik namun mesti
merancang eksploitasi nikel terbatas dan memberikan prioritas pada kendaraan publik. Kalau
ekploitasi tidak terlalu masif, kata Pius, dampak lingkungan masih bisa dikelola.
Tekan Emisi?
Sisi lain, eksploitasi nikel juga menimbulkan dampak di lokasi tambang dan praktis memicu krisis
iklim. Menurut Ketua Advokasi Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng, Moh. Taufik, lebih
dari 200.000 hektar lahan tambang di Sulawesi Tengah memberi dampak pada masyarakat dan
daya dukung lingkungan hidup. Di wilayah hulu ada lahan masyarakat diterobos industri
tambang. Masyarakat protes karena proses pemberian izin tak melibatkan masyarakat. Dampak
lingkungan serius juga terjadi kala banjir melanda Kecamatan Bahodopi pada 2018.
“Tiga desa terendam banjir,” kata Taufik.
Banjir juga mengakibatkan warga desa kehilangan lahan pertanian, tiga korban jiwa dan
jembatan rusak sekitar Rp150 miliar.
Selain itu, katanya, laut Morowali juga terindikasi tercemar logam berat. Menurut nelayan, kata
Taufik, lumpur yang mencemari laut juga mengakibatkan karang rusak dan ikan hilang.
“Ini semua hanya untuk kebutuhan kendaraan listrik yang kita tau penikmatnya bukan mereka,”
katanya.
Danau Tiu di Morowali Utara, sekitar 600 hektar juga tercemar lumpur akibat aktivitas tambang
nikel yang berdampak pada mata pencaharian warga di tiga desa dan nelayan tradisional.
Eksploitasi nikel di wilayah pesisir Teluk Tomori di Kabupaten Morowali Utara juga
meninggalkan banyak lubang tambang yang tak direklamasi.
Tak hanya wilayah tangkap nelayan, aktivitas tambang nikel juga merusak sumber air bersih
warga setidaknya di dua wilayah di Morowali dan Morowali Utara. Masyarakat, kata Taufik, juga
mengeluhkan dampak debu karena lokasi pabrik smelter nikel berdampingan dengan
pemukiman masyarakat, pakai PLTU sebagai pembangkit listrik.
Taufik juga menyoroti pendapatan daerah yang ‘jauh panggang dari api’. Seperti dikutip dari
Kontan, Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djonggala mendesak perusahaan smelter
berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
Menurut Longki, pemda tak mendapat dana bagi hasil karena sesuai Peraturan Menteri Keuangan
No 13.2017 produk nickel pig iron (NPI) yang dihasilkan smelter tidak kena tarif.
“Agak absurd ketika pemerintah mengatakan industri kendaraan listrik dan baterai untuk
menekan emisi, tapi di wilayah eksploitasi nikel meninggalkan jejak buruk bagi warga, nelayan,
dan wilayah setempat,” kata Taufik.
Hal serupa terjadi di Halmahera Tengah, Maluku Utara. Indonesia Weda Bay Industrial Park
(IWIP) berencana membangun kawasan terintegrasi mulai dari penambangan nikel hingga
pengolahan baterai litium di atas lahan seluas sekitar 8.000 hektar yang semua merupakan lahan
pertanian.
Munadi Kilkolda, anggota DPRD Halmahera Tengah, penguasaan lahan untuk industri ini secara
paksa.
Selain kehilangan lahan pertanian, katanya, tambang di area ini juga menurunkan daya dukung
lingkungan hidup dan terancam risiko bencana skala besar.
Selain krisis air, secara sosial, masyarakat sekitar makin jauh dari kedaulatan pangan.
“Mulai makan, belanja sembako, air bersih semua dibawa dari luar. Semua belanja dari kota.”
Tak hanya itu, wilayah tangkap nelayan juga makin hilang karena ada area yang semula wilayah
pencarian nelayan beralih menjadi wilayah industri yang melarang nelayan menangkap ikan di
sekitar kawasan IWIP.
Kampung-kampung dan jalan masyarakat, setelah menjadi konsesi perusahaan, dipagar dan
akses masyarakat mencari kayu bakar seringkali terhambat.
Agnes Megawati, dari Departemen Media dan Komunikasi Eksternal PT IWIP mengatakan, saat
ini proyek Weda Bay masih fase pertama sebatas produksi ferro nickel.
Di pabrik smelter, kata Agnes, dilakukan pengolahan bijih nikel dengan menggunakan teknologi
blast furnace (RKEF) yang menghasilkan produk akhir berupa ferro nickel.
Limbahnya, kata Agnes, dapat diolah jadi bahan baku untuk pengecoran jalan. “Jadi belum sampai
di produksi bahan baku baterai listrik,” katanya.
Kemungkinan, katanya, di fase ketiga baru mulai untuk produksi baterai listrik. Bahan baku
baterai listrik itu adalah nickel sulfide , dengan pengolahan bijih nickel pakai teknologi HPAL.
Untuk penyerapan tenaga kerja, kata Agnes, saat ini sudah ada sekitar 8.000 tenaga kerja baik
dari lokal Maluku Utara maupun dari beberapa provinsi di Indonesia.
Begini tampilan tepian pantai kala ada tambang nikel. Foto: Jatam Sulteng/ Mongabay Indonesia
Desa Mandiodo, Kecamatan Molawe, Konawe Utara, dilihat dari pegunungan. Di lokasi itu
merupakan wilayah tambang, jika hujan datang air bercampur ore nikel merembes hingga ke
Pesisir Pantai Mandiodo. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia
Kemudian dampak yang lain dari aktivitas tambang nikel di Sulawesi Selatan adalah pencemaran
sungai dan laut. Potret pencemaran sungai dan laut tersebut terjadi di area tambang milik PT
Citra Lampia Mandiri. Penebangan hutan dan penambangan nikel telah membuat Sungai Laoili,
Pongkeru hingga Sungai Malili tercemar. Warnanya berubah menjadi coklat pekat, dan
berlumpur.
Terkait berbagai situasi tersebut, WALHI Region Sulawesi mengajukan sejumlah tuntutan ke
pemerintah, yaitu moratorium tambang nikel di Sulawesi, tinjau ulang izin-izin tambang Nikel di
Sulawesi, selamatkan hutan tropis Sulawesi dan selamatkan rakyat dan perempuan Sulawesi.