Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN

DOSEN PENGAMPU:
Ns. DWI HAPPY ANGGIA SARI, S.Kep., M.Kep

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4
DHEA SEPTRI YENI (23366014)
DILLA HENDRIA(23366017)
ELVI ZAHRA(23366020)
FRIHARTINI TRIOZZA (23366027)
HALIMAH ADHA ANANDA (23366028)

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah


melimpahkan rahmat, hidayah, inayah, serta nikmat-nya yang tak terhingga
sehingga kita dapat menyelesaikan makalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kebutuhan dan Aktivitas”. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah bersedia membantu
kami, diantaranya; dosen pengampu mata kuliah pemenuhan kebutuhan dasar
manusia yang membimbing dan mengarahkan kami sehingga tugas ini dapat
terselesaikan, orang tua kami maupun orang-orang yang ikut serta membantu dan
mendukung kami dalam menyelesaikan tugas ini, baik dalam dukungan moril
maupun materi yang telah diberikan kepada kami.

Kami sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak kekurangan. Maka dari itu, kami mengharapkan
kritik dan saran dari semua pihak atas hasil makalah ini. Dan semoga hasil
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kita semua. Aamiin.

Padang, 28 November 2023

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I .......................................................................................................................1

PENDAHULUAN ...................................................................................................1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2
D. Manfaat ................................................................................................................... 2
BAB II .....................................................................................................................3

PEMBAHASAN .....................................................................................................3

A. Konsep Asuhan Keperawatan Kebutuhan Aktivitas dan Latihan ........................... 3


1. Pengertian Asuhan Keperawatan Kebutuhan Aktivitas dan Latihan .................. 3
2. Koordinasi Aktivitas Fisik .................................................................................. 4
3. Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik....................................................... 8
B. Konsep Mobilitas .................................................................................................... 8
1. Pengertian Mobilitas ........................................................................................... 8
2. Tujuan mobilitas ................................................................................................. 9
3. Jenis mobilitas ..................................................................................................... 9
4. Faktor yang memengaruhi mobilitas................................................................. 10
5. Rentang gerak dalam mobilitas ......................................................................... 11
C. Konsep Imobilitas ................................................................................................. 12
1. Pengertian Imobilitas ........................................................................................ 12
2. Jenis-jenis Imobilitas ........................................................................................ 12
3. Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas ..................................................... 12
D. Postur tubuh .......................................................................................................... 16
1. Pengertian postur tubuh .................................................................................... 16
2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Postur Tubuh............................................... 17
E. Kebutuhan mekanika tubuh dan ambulasi ............................................................ 18
1. Prinsip Mekanika Tubuh ................................................................................... 18
2. Pergerakan Dasar dalam Mekanika Tubuh ....................................................... 19
3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Mekanika Tubuh dan Ambulasi ................. 20

ii
4. Dampak Mekanika Tubuh dan Ambulasi ......................................................... 21
F. Tinjauan asuhan keperawatan ............................................................................... 22
1. Tinjauan asuhan keperawatan kebutuhan mobilitas .......................................... 22
2. Prosedur tindakan keperawatan pada gangguan kebutuhan aktivitas ............... 29
BAB III ..................................................................................................................32

PENGKAJIAN KASUS FORMAT HENDERSON ..........................................32

A. Pengkajian ............................................................................................................. 32
1. Identitas ............................................................................................................. 32
2. Status kesehatan ................................................................................................ 33
3. Pola Kebutuhan Dasar (Data Bio-Psiko-Sosio-Kultural-Spritual) .................... 34
4. Pengkajian Fisik ................................................................................................ 38
5. Analisa Data ...................................................................................................... 40
BAB IV ..................................................................................................................43

PENUTUP .............................................................................................................43

A. Kesimpulan ........................................................................................................... 43
B. Saran ..................................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................44

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aktivitas fisik dalam mekanika tubuh merupakan irama sirkadian pada
manusia. Setiap individu mempunyai irama atau pola tersendiri dalam
kehidupannya sehari-hari untuk melakukan pekerjaan, rekreasi, makan,
istirahat, dan lain-lain. Mekanika tubuh pada dasarnya adalah bagaimana
menggunakan tubuh secara efisien, terkoordinasi, dan aman, sehingga
menghasilkan gerakan yang baik dan memelihara keseimbangan selama
beraktivitas sehari-hari. Mekanika tubuh yang baik bukan hanya untuk
olahragawan, tetapi juga sangat penting bagi perawat sebagai profesional
pemberi asuhan (PPA) dan pasien itu sendiri.
Pergerakan mekanika tubuh merupakan istilah pengunaan yang efisien atas
tubuh sebagai sarana bergerak dalam aktivitas perawatan terhadap pasien.
Kondisi dimana kekurangan gerak maka mungkin saja akan menjadi sakit yang
dirasakan oleh tubuh, sebaliknya jika gerak benar maka kesehatan akan
meningkat sesuai dengan keinginan yang diharapkan.
Pemahaman terhadap mekanika tubuh penting bagi seorang perawat sebagai
profesional pemberi asuhan (PPA). Hal ini secara konkret memengaruhi
kondisi kesehatan kesehatannya. Mekanika tubuh yang benar diperlukan untuk
mendukung kesehatan dan mencegah kecacatan akibat pekerjaan apalagi
pekerjaan yang menuntut banyak melakukan gerak statis.
Mekanika tubuh merupakan suatu usaha untuk mengkoordinasikan sistem
muskuloskeletal dan sistem saraf dalam mempertahankan keseimbangan,
postur, dan kesejajaran tubuh selama mengangkat, membungkuk, bergerak,
dan melakukan aktivitas perawatan terhadap pasien yang dikelola.
Disusunnya makalah ini dilatar belakangi agar pembaca dapat memahami
asuhan keperawatan terhadap kebutuhan aktivasi dan latihan, sehingga para
perawat dapatmemberikan perawatan yang lebih bermartabat, bermanfaat dan
mampu menganalisis pengaruhnya dalam konteks perawatan, serta dapat

1
meningkatkan kualitas perawatan kesehatan secara keseluruhan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan Konsep asuhan keperawatan kebutuhan
aktivitas dan latihan?
2. Apakah yang dimaksud dengan konsep mobilitas?
3. Apakah yang dimaksud dengan konsep imobilitas?
4. Apakah yang dimakasud dengan postur tubuh manusia?
5. Apakah yang dimaksud dengan kebutuhan mekanika tubuh dan ambulasi?
6. Apakah yang dimaksud dengan tinjauan asuhan keperawatan kebutuhan
aktivasi dan latihan?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan yang ingin dicapai
dalam pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Konsep asuhan keperawatan kebutuhan aktivitas dan
latihan.
2. Untuk mengetahui konsep mobilitas.
3. Untuk mengetahui konsep imobilitas.
4. Untuk mengetahui postur tubuh manusia.
5. Untuk mengetahui kebutuhan mekanika tubuh dan ambulasi.
6. Untuk mengetahui tinjauan asuhan keperawatan kebutuhan aktivasi dan
latihan.
D. Manfaat

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Memenuhi tugas mata kuliah pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
2. Menjadi referensi bagi pembaca tentang topik bahasan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Asuhan Keperawatan Kebutuhan Aktivitas dan Latihan


1. Pengertian Asuhan Keperawatan Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda
kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti
berdiri, berjalan dan bekerja dengan beraktivitas tubuh akan menjadi sehat,
system pernapasan dan sirkulasi tubuh akan berfungsi dengan baik, dan
metablisme tubuh dapat optimal. Kemampuan aktivitas seseorang tidak
terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan muskuloskeletal Aktivitas
fisik yang kurang memadai dapat menyebabkan berbagai gangguan pada
system musculoskeletal seperti atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga
menyebabkan ketidakefektifan fungsi organ internal lainnya.
Latihan merupakan suatu gerakan tubuh secara aktif yang dibutuhkkan
untuk menjaga kinerja otot dan mempertahankan postur tubuh. Latihan
dapat memelihara pergerakan dan fungsi sendi sehingga kondisinya dapat
setara dengan kekuatan dan fleksibilitas otot. Selain itu, latihan fisik dapat
membuat fungsi gastrointestinal dapat bekerja lebih optimal dengan
meningkatkan selera makan orang tersebut dan melancarkan eliminasinya
karena apabila seseorang tidak dapat melakukan aktifitas fisik secara
adekuat maka hal tersebut dapat membuat otot abdomen menjadi lemah
sehinga fungsi eliminasinya kuang efektif.
Aktivitas sehari-hari (ADL) merupakan salah satu bentuk latihan aktif
pada seseorang termasuk didalamnya adalah makan/minum, mandi,
toileting, berpakaian, mobilisasi tempat tidur, berpindah dan
ambulasi/ROM. Pemenuhan terhadap ADL ini dapat meningkatkan harga
diri serta gambaran diri pada seseorang, selain itu ADL merupakan aktifitas
dasar yang dapat mencegah individu tersebut dari suatu penyakit sehingga
tindakan yang menyangkut pemenuhan dalam mendukung pemenuhan ADL

3
pada klien dengan intoleransi aktifitas harus diprioritaskan.
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan guna mempertahankan kesehatannya. Imobilitas atau imobilisasi
merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas
karena kondisi yang mengganggu pergerakan misalnya mengalami trauma
tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan
sebagainya.

2. Koordinasi Aktivitas Fisik


Koordinasi aktivitas fisik melibatkan fungsi sistem muskuloskeletal
dan sistem saraf (neuromuskuler).
a. Sistem muskuloskeletal
Komponen sistem muskuloskeletal melibatkan tulang, otot, tendon,
ligamen, kartilago, dan sendi (Asmadi, 2008).
1) Tulang

Tulang adalah jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel,
yaitu osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Fungsi tulang:
a) Sebagai penunjang jaringan tubuh yang membentuk otototot
tubuh.
b) Melindungi organ yanng lunak, seperti otak, jantung, paru-paru,

4
dan sebagainya.
c) Membantu pergerakan tubuh.
d) Menyimpan garam-garam mineral, seoperti kalsium.
e) Membantu proses hematopoiesis, yaitu proses pembentukan sel
darah merah di sumsum tulang
2) Otot

Otot secara umum berfungsi untuk kontraksi dan menghasilkan


gerakan-gerakan. Otot ada tiga macam, yaitu otot rangka, otot polos,
dan otot jantung. Otot rangka terdapat pada sistem skletal dan
merupakan otot yang paling berperan dalam aktivitas fisik. Otot
rangka berfungsi dalam membantu pengontrolan gerakan,
mempertahankan postur tubuh, dan menghasilkan panas.
3) Tendon

Tendon adalah sekumpulan jaringan fibrosa padat yang


merupakan perpanjangan dari pembungkus otot dan membentuk
ujung-ujung otot yang mengikatkannya pada tulang. Tendon ini
dibatasi oleh membran sinovial yang berfungsi untuk memberikan
pelicin agar pergerakan tendon menjadi mudah.

5
4) Ligamen

Ligamen adalah sekumpulan jaringan penyambung fibrosa yang


padat, lentur, dan kuat. Ligamen berfungsi menghubungkan ujung
persendian dan menjaga kestabilan.
5) Kartilago

Kartilago terdiri atas serat yang tertanam dalam suatu gel yang
kuat tetapi elastis dan tidak mempunyai pembuluh darah. Fungsi
kartilago antara lain:
a) Mengurangi gesekan dan berperan sebagai bantalan antar tulang
di persendian.
b) Membantu menopang berat badan saat tubuh melakukan
kegiatan seperti berlari, membungkuk, atau melakukan
peregangan.
c) Sebagai perekat tulang-tulang di tubuh.
d) Menjalankan fungsi sesuai organ yang dibentuknya. Contoh,
telinga yang seluruhnya terdiri dari kartilago berfungsi untuk
mendengar.

6
6) Sendi

Persendian memfasilitasi pergerakan dengan memungkinkan


terjadinya kelenturan. Ada tiga jenis sendi, yaitu sendi sinartroses
(sendi yang tidak bergerak, seperti batas tulang tengkorak), sendi
amfiartoses (sendi yang pergerakannya terbatas hanya satu gerakan,
seperti tulang vertebrae), dan sendi diartroses (sendi yang bebas
pergerakannya, seperti sendi bahu dan sendi leher).
b. Sistem persarafan

Menurut Mubarak, Indrawati, dan Susanto (2015), secara spesifik


sistem persarafan memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1) Saraf eferen (reseptor), berfungsi menerim rangsangan dari luar
kemudian meneruskannya ke susunan saraf pusat.
2) Sel saraf atau neuron, berfungsi membawa implus dari bagian tubuh
satu ke bagian tubuh lainnya.
3) Sistem saraf pusat (SPP), berfungsi memproses impuls dan
kemudian memberikan respon melalui saraf eferen.
4) Saraf eferen, berfungsi menerima respon dari SPP kemudian

7
meneruskannya ke otot rangka.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015), faktor yang memengaruhi
aktivitas fisik antara lain sebagai berikut:
a. Tingkat perkembangan tubuh Usia akan mempengaruhi tingkat
perkembangan neuromuskular dan tubuh secara proporsional, postur, dan
refleks akan berfungsi secara optimal sesuai dengan tingkat
perkembangan.
b. Kesehatan fisik Penyakit, cacat tubuh, dan imobilisasi akan
memengaruhi pergerakan tubuh. Banyak penyakit yang menimbulkan
keterbatasan aktivitas, baik karena efek penyakitnya maupun faktor
terapi pembatasan aktivitas.
c. Keadaan nutrisi Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan kelemahan pada
otot, sedangkan obesitas dapat menyebabkan pergerakan menjadi kurang
bebas.
d. Kelemahan neuromuskular dan skeletal Adanya postur abnormal seperti
skoliosis, lordosis, dan kifosis dapat berpengaruh terhadap pergerakan.
e. Pekerjaan Seseorang yang bekerja di kantor kurang melakukan aktivitas
bila dibandingkan dengan petani atau buruh.
B. Konsep Mobilitas
1. Pengertian Mobilitas
Mobilitas merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas dalam rangka mempertahankan kesehatannya (Hidayat & Uliyah,
2015). Mobilitas adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehat. Mobilitas diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri,
meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya
penyakit degeneratif, dan untuk aktualisasi diri. Lingkup mobilitas itu
sendiri mencakup exercise atau range of motion (ROM), ambulansi, dan
body mechanic (Kozier, 2000 dalam Mubarak, Indrawati, & Susanto, 2015).

8
2. Tujuan mobilitas
Tujuan mobilitas adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas rekreasi),
mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma), mempertahankan
konsep diri, dan mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non verbal.
Adapun tujuan dari mobilitas menurut Brunner dan Suddarth (2002) dalam
Mubarak, Indrawati, dan Susanto (2015) meliputi:
a. Mempertahankan fungsi tubuh dan mencegah kemunduran serta
mengembalikan rentang gerak aktivitas tertentu sehingga penderita dapat
kembali normal atau setidak-tidaknya dapat memenuhi kebutuhan sehari-
hari.
b. Memperlambat peredaran darah.
c. Membantu pernafasan menjadi lebih kuat.
d. Mempertahankan tonus otot, memelihara, dan meningkatkan pergerakan
dari persendian.
e. Memperlancar eliminasi alvi dan urine.
f. Melatih atau ambulasi.
3. Jenis mobilitas
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015), jenis mobilitas:
a. Mobilitas penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh, bebas tanpa pembatasan jelas yang dapat mempertahankan
untuk berinteraksi sosial dan menjalankan peran sehari-harinya.
Mobilitas penuh memberikan fungsi saraf motorik volunter dan sensori
yang dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang yang melakukan
mobilitas.
b. Mobilitas sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas atau tidak mampu bergerak secara bebas, hal
tersebut dapat dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik
pada area tubuh seseorang. Mobilitas sebagian ada dua jenis, yaitu:
1) Mobilitas sebagian temporer merupakan kemampuan individu untuk

9
bergerak dengan batasan bersifat sementara. Hal ini disebabkan
adanya trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, contohnya
ada dislokasi sendi dan tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya
terjadi hemiplegia karena stroke.
4. Faktor yang memengaruhi mobilitas
Menurut Mubarak, Indrawati, dan Susanto (2015), faktor yang
memengaruhi mobilitas meliputi :
a. Gaya hidup
Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-
nilai yang dianut, serta lingkungan tempat tinggal (masyarakat). Contoh
sederhananya adalah wanita jawa yang dituntut untuk berpenampilan
lemah dan lembut. Selain itu, tabu bagi mereka untuk melakukan
aktivitas yang berat.
b. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum, ketidakmampuan
ada dua macam, ketidakmampuan primer dan sekunder.
Ketidakmampuan primer disebabkan oleh penyakit atau trauma (misal:
paralisis akibat gangguan atau cedera pada medula spinalis). Sementara
ketidakmampuan sekunder terjadi akibat dampak dari ketidakmampuan
primer (misal: kelemahan otot dan tirah baring). Penyakit-penyakit
tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh terhadap mobilitas.
c. Tingkat energi
Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilitas. Dalam
hal ini, cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu
bervariasi. Di samping ini, ada kecenderungan seseorang untuk
menghindari stresor guna mempertahankan kesehatan fisik dan
psikologis.

10
d. Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
mobilitas. Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktivitas
dan mobilitas menurun sejalan dengan penuaan.
e. Sistem neuromuskular
Mobilitas sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskuler, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligamen, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada
dua tipe kontrak otot, yaitu isotorik dan isometrik. Peningkatan tekanan
otot pada kontraksi isotonik menyebabkan otot memendek sedangkan
peningkatan tekanan otot pada kontraksi isometrik tidak menyebabkan
otot memendek.
5. Rentang gerak dalam mobilitas
Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang
mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu
sagital, frontal, dan transversal. Menurut Carpenito (2000) dalam Mubarak,
Indrawati, dan Susanto (2015) terdapat tiga rentang gerak :
a. Rentang gerak pasif, berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif, berguna untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot
serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya
berbaring pasien menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional, berguna untuk memperkuat otot-otot dan
sendi dengan melakukan aktivitas yang diperlukan.

11
C. Konsep Imobilitas
1. Pengertian Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan yakni seseorang tidak
dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan
(aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat
disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.
2. Jenis-jenis Imobilitas
a. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik
dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan,
seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu
mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat
mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
b. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan
otak akibat suatu penyakit.
c. Imobilitas emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan
secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan
karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian
anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
d. Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat
memengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
3. Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas
Dampak dari imobilitas dalam tubuh dapat memengaruhi sistem tubuh,
seperti perubahan pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi
gastrointestinal, perubahan sistem pernapasan, perubahan kardiovaskular,
perubahan sistem muskuloskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi
(buang air besar dan kecil), dan perubahan perilaku.

12
a. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metobolisme secara
normal, mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan
metabolisme dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada menurunnya
basal metabolism rate (BMR) yang menyebabkan berkurangnya energi
untuk perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat memengaruhi gangguan
oksigenasi sel. Perubahan metabolisme imobilitas dapat mengakibatkan
proses anabolisme menurun dan katabolisme meningkat.
Keadaan ini dapat berisiko meningkatkan gangguan metabolisme.
Proses imobilitas dapat juga menyebabkan penurunan ekskresi urine dan
peningkatan nitrogen. Hal tersebut dapat ditemukan pada pasien yang
mengalami imobilitas pada hari kelima dan keenam. Beberapa dampak
perubahan metabolisme, di antaranya adalah pengurangan jumlah
metabolisme, atropi kelenjar dan katabolisme protein,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, demineralisasi tulang,
gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan gastrointestinal.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak
dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan
konsentrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu
kebutuhan cairan tubuh. Di samping itu, berkurangnya perpindahan
cairan dari intravaskular ke interstisial dapat menyebabkan edema
sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Imobilitas juga
dapat menyebabkan demineralisasi tulang akibat menurunnya aktivitas
otot, sedangkan meningkatnya demineralisasi tulang dapat
mengakibatkan reabsorbsi kalium.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya
pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat
makanan pada tingkat sel menurun, yaitu sel tidak lagi menerima
glukosa, asam amino, lemak, dan oksigen dalam jumlah yang cukup

13
untuk melaksanakan aktivitas metabolisme.
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal
ini disebabkan karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang
dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat
menyebabkan keluhan, seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung
yang dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan.
Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun,
dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme
terganggu. Terjadinya penurunan kadar hemoglobin dapat menyebabkan
penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga
mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena
tekanan yang meningkat oleh permukaan paru.
f. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas antara lain dapat
berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya
pembentukan trombus. Terjadinya hipotensi ortostatik dapat disebabkan
oleh menurunnya kemampuan saraf otonom.
Pada posisi yang tetap dan lama, refleks neurovaskular akan
menurun dan menyebabkan vasokonstriksi, kemudian darah terkumpul
pada vena bagian bawah sehingga aliran darah ke sistem sirkulasi pusat
terhambat. Meningkatnya kerja jantung dapat disebabkan karena
imobilitas dengan posisi horizontal. Dalam keadaan normal, darah yang
terkumpul pada ekstremitas bawah bergerak dan meningkatkan aliran
vena kembali ke jantung dan akhirnya jantung akan meningkatkan
kerjanya. Terjadinya trombus juga disebabkan oleh meningkatnya vena
statis yang merupakan hasil penurunan kontraksi muskular sehingga
meningkatkan arus balik vena.
g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal

14
Perubahan yang terjadi dalam sistem muskuloskeletal sebagai
dampak dari imobilitas adalah sebagai berikut.
1) Gangguan Muskular
Menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas dapat
menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung. Menurunnya
fungsi kapasitas otot ditandai dengan menurunnya stabilitas. Kondisi
berkurangnya massa otot dapat menyebabkan atropi pada otot.
Sebagai contoh, otot betis seseorang yang telah dirawat lebih dari
enam minggu ukurannya akan lebih kecil selain menunjukkan tanda
lemah atau lesu.
2) Gangguan Skeletal
Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan
skeletal, misalnya akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan
osteoporosis. Kontraktur merupakan kondisi yang abnormal dengan
kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang disebabkan atropi dan
memendeknya otot. Terjadinya kontraktur dapat menyebabkan sendi
dalam kedudukan yang tidak berfungsi. Osteoporosis terjadi karena
reabsorbsi tulang semakin besar, sehingga yang menyebabkan
jumlah kalsium ke dalam darah menurun dan jumlah kalsium yang
dikeluarkan melalui urine semakin besar.
h. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan
elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas dan
terjadinya iskemia serta nekrosis jaringan superfisial dengan adanya luka
dekubitus sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang
menurun ke jaringan.
i. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang
mungkin disebabkan oleh kurangnya asupan dan penurunan curah
jantung sehingga aliran darah renal dan urine berkurang.
j. Perubahan Perilaku

15
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya
rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan
siklus tidur, dan menurunnya koping mekanisme. Terjadinya perubahan
perilaku tersebut merupakan dampak imobilitas karena selama proses
imobilitas seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri,
kecemasan, dan lain-lain.
D. Postur tubuh
1. Pengertian postur tubuh
Postur tubuh (body alignment) merupakan susunan geometris dari
bagian-bagian tubuh yang berhubungan dengan bagian tubuh yang lain.
Bagian yang dipelajari dari postur tubuh adalah persendian, tendon,
ligamen, dan otot. Apabila keempat bagian tersebut digunakan dengan
benar dan terjadi keseimbangan, maka dapat menjadikan fungsi tubuh
maksimal, seperti dalam posisi duduk, berdiri, dan berbaring yang benar.
Postur tubuh yang baik dapat meningkatkan fungsi tangan dengan
baik, mengurangi jumlah energi yang digunakan, mempertahankan
keseimbangan, mengurangi kecelakaan, memperluas ekspansi paru, dan
meningkatkan sirkulasi, baik renal maupun gastrointestinal. Untuk
mendapatkan postur tubuh yang benar, terdapat beberapa prinsip yang
perlu diperhatikan, di antaranya sebagai berikut.
a. Keseimbangan dapat dipertahankan jika garis gravitasi (line of gravity-
garis imaginer vertikal) melewati pusat gravitasi (center of gravity-titik
yang berada di pertengahan garis tubuh) dan dasar tumpuan (base of
support-posisi menyangga atau menopang tubuh).
b. Jika dasar tumpuan lebih luas dan pusat gravitasi lebih rendah,
kestabilan dan keseimbangan akan lebih besar.
c. Jika garis gravitasi berada di luar pusat dasar tumpuan, energi akan
lebih banyak digunakan untuk mempertahankan keseimbangan. d.
Dasar tumpuan yang luas dan bagian-bagian dari postur tubuh yang
baik akan menghemat energi dan mencegah kelelahan otot.
d. Perubahan dalam posisi tubuh membantu mencegah ketidaknyamanan

16
otot.
e. Memperkuat otot yang lemah dapat membantu mencegah kekakuan
otot dan ligamen.
f. Posisi dan aktivitas yang bervariasi dapat membantu mempertahankan
otot serta mencegah kelelahan.
g. Pergantian antara masa aktivitas dan istirahat dapat mencegah
kelelahan.
h. Membagi keseimbangan antara aktivitas pada lengan dan kaki untuk
mencegah beban belakang.
i. Postur yang buruk dalam waktu yang lama dapat menimbulkan rasa
nyeri, kelelahan otot, dan kontraktur.

2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Postur Tubuh


Pembentukan postur tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya sebagai berikut.
a. Status Kesehatan
Perubahan status kesehatan dapat menimbulkan keadaan yang tidak
optimal pada organ atau bagian tubuh yang mengalami kelelahan atau
kelemahan sehingga dapat memengaruhi pembentukan postur. Hal ini
dapat dijumpai pada orang sakit yang banyak mengalami
ketidakseimbangan dalam pergerakan.
b. Nutrisi
Nutrisi merupakan bahan untuk menghasilkan energi yang
digunakan dalam membantu proses pengaturan keseimbangan organ,
otot, tendon, ligamen, dan persendian. Apabila status nutrisi kurang,
kebutuhan energi pada organ tersebut akan berkurang sehingga dapat
memengaruhi proses keseimbangan.
c. Emosi
Emosi dapat menyebabkan kurangnya kendali dalam menjaga
keseimbangan tubuh. Hal tersebut dapat memengaruhi proses koordinasi
pada otot, ligamen, sendi, dan tulang.

17
d. Gaya Hidup
Perilaku gaya hidup dapat membuat seseorang menjadi lebih baik
atau bahkan sebaliknya manjadi buruk. Seseorang yang memiliki gaya
hidup tidak sehat, misalnya selalu menggunakan alat bantu dalam
melakukan kegiatan sehari-hari, dapat mengalami ketergantungan
sehingga postur tubuh tidak berkembang dengan baik.
e. Perilaku dan nilai
Adanya perubahan perilaku dan nilai seseorang dapat memengaruhi
pembentukan postur. Sebagai contoh, perilaku dalam membuang sampah
di sembarang tempat dapat memengaruhi proses pembentukan postur
tubuh orang lain yang berupaya untuk selalu bersih dari sampah.
E. Kebutuhan mekanika tubuh dan ambulasi
Mekanika tubuh adalah usaha koordinasi dari muskuloskeletal dan sistem
saraf untuk mempertahankan keseimbangan yang tepat. Mekanika tubuh dan
ambulasi merupakan cara menggunakan tubuh secara efisien, yaitu tidak
banyak mengeluarkan tenaga, terkoordinasi, serta aman dalam menggerakkan
dan mempertahankan keseimbangan selama aktivitas. Penggunaan mekanika
tubuh secara benar dapat meningkatkan fungsi tubuh terhadap susunan
muskuloskeletal, mengurangi tenaga yang dikeluarkan, dan mengurangi
kelelahan. Kebutuhan bergerak sangat dibutuhkan karena pergerakan dapat
memenuhi kebutuhan dasar manusia dan melindungi diri dari kecelakaan
seperti jatuh.
1. Prinsip Mekanika Tubuh
Prinsip yang digunakan dalam mekanika tubuh adalah sebagai berikut.
a. Gravitasi
Merupakan prinsip pertama yang harus diperhatikan dalam
melakukan mekanika tubuh dengan benar, yaitu memandang gravitasi
sebagai sumbu dalam pergerakan tubuh. Terdapat tiga faktor yang perlu
diperhatikan dalam gravitasi yaitu sebagai berikut.
1) Pusat gravitasi (center of gravity), titik yang berada di pertengahan
tubuh.

18
2) Garis gravitasi (line of gravity), merupakan garis imaginer vertikal
melalui pusat gravitasi.
3) Dasar tumpuan (base of support), merupakan dasar tempat seseorang
dalam posisi istirahat untuk menopang/menahan tubuh.
b. Keseimbangan
Keseimbangan dalam penggunaan mekanika tubuh dicapai dengan
cara mempertahankan posisi garis gravitasi di antara pusat gravitasi dan
dasar tumpuan.
c. Berat
Dalam menggunakan mekanika tubuh yang sangat diperhatikan
adalah berat atau bobot benda yang akan diangkat karena berat benda
akan memengaruhi mekanika tubuh.
2. Pergerakan Dasar dalam Mekanika Tubuh
Mekanika tubuh dan ambulasi merupakan bagian dari kebutuhan
aktivitas manusia. Sebelum melakukan mekanika tubuh, terdapat beberapa
pergerakan dasar yang harus diperhatikan, di antaranya sebagai berikut.
a. Gerakan (ambulating)
Gerakan yang benar dapat membantu mempertahankan
keseimbangan tubuh. Sebagai contoh, keseimbangan pada saat orang
berdiri dan saat orang berjalan akan berbeda. Orang yang berdiri akan
lebih mudah stabil dibanding dengan orang yang berjalan, karena pada
posisi berjalan terjadi perpindahan dasar tumpuan dari sisi satu ke sisi
lain dan pusat gravitasi selalu berubah pada posisi kaki. Pada saat
berjalan terdapat dua fase, yaitu fase menahan berat dan fase mengayun,
yang akan menghasilkan gerakan halus dan berirama.
b. Menahan (squatting)
Dalam melakukan pergantian, posisi menahan selalu berubah.
Sebagai contoh, posisi orang yang duduk akan berbeda dengan orang
yang jongkok, dan tentunya juga berbeda dengan posisi membungkuk.
Gravitasi adalah hal yang perlu diperhatikan untuk memberikan posisi
yang tepat dalam menahan. Dalam menahan sangat diperlukan dasar

19
tumpuan yang tepat untuk mencegah kelainan tubuh dan memudahkan
gerakan yang akan dilakukan.
c. Menarik (pulling)
Menarik dengan benar akan memudahkan untuk memindahkan
benda. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menarik
benda, di antaranya ketinggian, letak benda (sebaiknya berada di depan
orang yang akan menarik), posisi kaki dan tubuh dalam menarik (seperti
condong ke depan dari panggul), sodorkan telapak tangan dan lengan atas
di bawah pusat gravitasi pasien, lengan atas dan siku diletakkan pada
permukaan tempat tidur, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki ditekuk,
lalu lakukan penarikan.
d. Mengangkat (lifting)
Mengangkat merupakan cara pergerakan daya tarik. Gunakan otot-
otot besar dari tumit, paha bagian atas, kaki bagian bawah, perut, dan
pinggul untuk mengurangi rasa sakit pada daerah tubuh bagian belakang.
e. Memutar (pivoting)
Memutar merupakan gerakan untuk memutar anggota tubuh dan
bertumpu pada tulang belakang. Gerakan memutar yang baik
memerhatikan ketiga unsur gravitasi dalam pergerakan agar tidak
memberi pengaruh buruk pada postur tubuh.
3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Mekanika Tubuh dan Ambulasi
a. Status Kesehatan
Perubahan status kesehatan dapat memengaruhi sistem
muskuloskeletal dan sistem saraf berupa penurunan koordinasi.
Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh penyakit, berkurangnya
kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, dan lain-lain.
b. Nutrisi
c. Salah satu fungsi nutrisi bagi tubuh adalah membantu proses
pertumbuhan tulang dan perbaikan sel. Kekurangan nutrisi bagi tubuh
dapat menyebabkan kelemahan otot dan memudahkan terjadinya
penyakit. Sebagai contoh, tubuh yang kekurangan kalsium akan lebih

20
mudah mengalami fraktur.
d. Emosi
Kondisi psikologis seseorang dapat memudahkan perubahan
perilaku yang dapat menurunkan kemampuan mekanika tubuh dan
ambulasi yang baik. Seseorang yang mengalami perasaan tidak aman,
tidak bersemangat, dan harga diri yang rendah, akan mudah mengalami
perubahan dalam mekanika tubuh dan ambulasi.
e. Situasi dan Kebiasaan
Situasi dan kebiasaan yang dilakukan seseorang, misalnya sering
mengangkat benda-benda berat, akan menyebabkan perubahan mekanika
tubuh dan ambulasi.
f. Gaya hidup
Perubahan pola hidup seseorang dapat menyebabkan stres dan
kemungkinan besar akan menimbulkan kecerobohan dalam beraktivitas,
sehingga dapat mengganggu koordinasi antara sistem muskuloskeletal
dan neurologi, yang akhirnya akan mengakibatkan perubahan mekanika
tubuh.
g. Pengetahuan
Pengetahuan yang baik terhadap penggunaan mekanika tubuh akan
mendorong seseorang untuk mempergunakannya dengan benar, sehingga
mengurangi tenaga yang dikeluarkan. Sebaliknya, pengetahuan yang
kurang memadai dalam penggunaan mekanika tubuh akan menjadikan
seseorang berisiko mengalami gangguan koordinasi sistem neurologi dan
muskuloskeletal.
4. Dampak Mekanika Tubuh dan Ambulasi
Penggunaan mekanika tubuh secara benar dapat mengurangi
pengeluaran energi secara berlebihan. Dampak yang dapat ditimbulkan dari
penggunaan mekanika tubuh yang salah adalah sebagai berikut :
a. Terjadi ketegangan sehingga memudahkan timbulnya kelelahan dan
gangguan dalam sistem muskuloskeletal.
b. Risiko terjadinya kecelakaan pada sistem muskuloskeletal. Seseorang

21
salah dalam berjongkok atau berdiri, maka akan memudahkan
terjadinya gangguan dalam struktur muskuloskeletal, misalnya kelainan
pada tulang vertebra.
F. Tinjauan asuhan keperawatan
1. Tinjauan asuhan keperawatan kebutuhan mobilitas
a. Pengkajian keperawatan
1) Menurut Hidayat & Uliyah (2015) pengkajian kebutuhan mobilitas :
Pengkajian riwayat pasien saat ini, meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan/gangguan mobilitas, seperti adanya
kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas, daerah terganggunya
mobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas.
2) Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan mobilitas, seperti adanya riwayat penyakit
sistem neurologis (cerebro vaskular acsident, trauma kepala,
peningkatan intrakranial, miastenia gravis, gullain barre, cedera
medula spinalis, dan lain-lain), riwayat sistem kardiovaskuler (infark
miokard, gagal jantung kongestif), riwayat penyakit sistem
muskuloskeletal (osteoporosis, fraktur, artritis), riwayat penyakit
sistem pernafasan (penyakit paru obstruksi menahun, pneumonia,
dan lain-lain), riwayat pemakaian obat-obatan (sedatif, hipotik,
depressan sistem saraf pusat, laksantif, dan lain-lain).
3) Pengkajian fungsi motorik dilakukan pada tangan kanan dan kiri,
kaki kanan dan kiri untuk dinilai ada tidaknya kelemahan dan
kekuatan.
4) Pengkajian terhadap kemampuan mobilitas, meliputi kemampuan
untuk miring secara sendiri, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah.
Untuk mengkaji kemampuan mobilitas maka ditentukan tingkatan
mobilitas atau aktivitas.

Tabel Tingkat Mobilitas


Sumber: Hidayah dan Uliyah (2015)

22
Tingkat mobilitas Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat sendiri secara penuh.
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat atau peralatan.
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang
lain.
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain,
dan alat.
Tingkat 4 Semua tergantung dan tidak dapat melakukan
atau berpartisipasi dalam perawatan.

5) Pengkajian rentang gerak

Tabel Pengkajian Rentang Gerak Sendi


Sumber: Hidayah dan Uliyah (2015)

Gerak sendi Derajat rentang


normal
Bahu
Aduksi: gerakan lengan ke lateral dari posisi 180
samping ke atas kepala, telapak tangan menghadap
ke posisi yang paling jauh.
Siku
Fleksi: angkat lengan bawah ke arah depan dan ke 150
arah atas menuju bahu.
Pergelangan tangan
1. Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke bagian dalam 80-90
lengan bawah.
2. Ekstensi: luruskan pergelangan tangan dari 80-90
posisi fleksi.
3. Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke arah 70-90
belakang sejauh mungkin.
4. Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu 0-20
jari ketika telapak tangan menghadap ke arah
atas.
5. Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke arah 30-50
kelingking, telapak tangan menghadap ke arah
atas.
Tangan dan kaki
1. Fleksi: buat kepalan tangan. 90
2. Ekstensi: luruskan jari. 90
3. Hiperekstensi: tekuk jari-jari ke belakang sejauh 30

23
mungkin.
4. Abduksi: kembangkan jari tangan. 20
5. Adduksi: rapatkan jari-jari dari posisi abduksi. 20

6) Pengkajian terhadap kekuatan otot untuk menentukan derajat


kekuatan otot.

Tabel Derajat Kekuatan Otot


Sumber: Hidayah & Uliyah (2015)

Skala Presentase
kekuatan normal Karakteristik
0 0 Parasilisis sempurna.
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
di palpasi atau dilihat.
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi,
dengan topangan.
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi.
4 75 Gerakan yang normal melawan gravitasi.
5 100 Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal.

7) Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan adanya gangguan


mobilitas antara lain perubahan perilaku, meningkatnya emosi,
perubahan dalam koping mekanisme, dan lain-lain.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan. Diagnosa keperawatan masalah mobilitas fisik adalah
gangguan mobilitas fisik (SDKI, 2017).
1) Definisi gangguan mobilitas fisik Keterbatasan dalam gerakan fisik
dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.

24
2) Penyebab gangguan mobilitas fisik
a) Kerusakan integritas struktur tulang.
b) Perubahan metabolisme.
c) Ketidakbugaran fisik.
d) Penurunan massa otot.
e) Penurunan kekuatan otot.
f) Keterlambatan perkembangan.
g) Kekakuan sendi.
h) Kontraktur.
i) Malnutrisi.
j) Gangguan muskuloskeletal.
k) Gangguan neuromuskular.
l) Indeks masa tubuh di atas persentil ke-75 sesuai usia.
m) Efek agen farmakologis.
n) Program pembatasan gerak.
o) Nyeri.
p) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik.
q) Kecemasan.
r) Gangguan kognitif.
s) Keengganan melakukan pergerakan.
t) Gangguan sensori persepsi.
3) Gejala dan tanda gangguan mobilitas fisik

Tabel Gejala Dan Tanda Gangguan Mobilitas Fisik


Sumber: SDKI, 2017

Gejala dan tanda mayor


Subjektif Objektif
1. Mengeluh sulit menggerakkan 1. Kekuatan otot menurun.
ekstremitas. 2. Rentang gerak (ROM) menurunn.
Gejala dan tanda minor
Subjektif Objektif
1. Nyeri saat bergerak. 1. Sendi kaku.

25
2. Enggan melakukan pergerakan. 2. Gerakan tidak terkoordinasi.
3. Merasa cemas saat bergerak. 3. Gerakan terbatas.
4. Fisik lemah.

4) Kondisi klinis terkait


a) Stroke.
b) Cedera medula spinalis.
c) Trauma.
d) Fraktur.
e) Osteoarthritis.
f) Ostemalasia.
g) Keganasan.
c. Intervensi keperawatan
Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), pada tahap perencanaan, ada
empat hal yang harus diperhatikan antara lain:
1) Menentukan prioritas masalah.
2) Menentukan tujuan.
3) Menentukan kriteria hasil.
4) Merumuskan intervensi dan aktivitas perawatan.

Tabel Intervensi Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik


Sumber: SIKI (2018)

Diagnosa Intervensi utama Intervensi pendukung


Gangguan mobilitas fisik Dukungan mobilisasi 1. Dukungan
berhubungan dengan Observasi: kepatuhan program
penurunan kekuatan 1. Identifikasi adanya pengobatan.
otot. nyeri atau keluhan 2. Dukungan
Tujuan: fisik lainnya. perawatan diri.
Setelah dilakukan 2. Identifikasi toleransi 3. Dukungan
asuhan keperawatan aktivitas fisik perawatan diri:
diharapkan mobilitas melakukan BAB/BAK.
fisik meningkat dengan pergerakan. 4. Dukungan
kriteria hasil: 3. Monitor frekuensi perawatan diri:
1. Pergerakan jantung dan tekanan berpakaian.
ekstremitas darah sebelum 5. Dukungan

26
meningkat. memulai mobilisasi. perawatan diri:
2. Kekuatan otot 4. Monitor kondisi makan/minum.
meningkat. umum selama 6. Dukungan
3. Rentang gerak melakukan perawatan diri:
(ROM) meningkat. mobilisasi. mandi.
4. Nyeri menurun. Terapeutik 7. Edukasi latihan
5. Kecemasan menurun. 1. Fasilitasi aktivitas fisik.
6. Kaku sendi menurun. mobilisasi dengan 8. Edukasi teknik
7. Gerakan tidak alat bantu (mis. ambulasi.
terkoordinasi pagar tempat 9. Edukasi teknik
menurun. tidur). transfer.
8. Gerakan terbatas 2. Fasilitasi 10. Konsultasi via
menurun. melakukan telepon.
9. Kelemahan fisik pergerakan, jika 11. Latihan otogenik.
menurun. perlu. 12. Manajemen energi.
Sumber: (SLKI, 3. Libatkan keluarga 13. Manajemen
2019) untuk membantu lingkungan.
pasien dalam 14. Menajemen mood.
meningkatkan 15. Mannajemen nutrisi.
pergerakan. 16. Manajemen nyeri.
Edukasi 17. Manajemen
1. Jelaskan tujuan medikasi.
dan prosedur 18. Manajemen program
mobilisasi. latihan.
2. Anjurkan 19. Manajemen sensasi
melakukan perifer.
mobilisasi dini. 20. Manajemen
3. Ajarkan neurologis.
mobilisasi 21. Pemberian obat.
sederhana yang 22. Pemberian obat
harus dilakukan intravena.
(mis. duduk di 23. Pembidaian.
tempat tidur, 24. Pencegahan jatuh.
duduk di sisi 25. Pencegahan luka
tempat tidur, tekan.
pindah dari 26. Pengaturan posisi.
tempat tidur ke 27. Pengekangan fisik.
kursi). 28. Perawatan kaki.
Dukungan Ambulasi 29. Perawatan sirkulasi.
Observasi: 30. Perawatan tirah
1. Identifikasi adanya baring.
nyeri atau keluhan 31. Perawatan traksi.
fisik lainnya. 32. Promosi berat
2. Identifikasi toleransi badan.
aktivitas fisik 33. Promosi kepatuhan
melakukan ambulasi. program latihan.

27
3. Monitor frekuensi 34. Teknik latihan
jantung dan tekanan penguatan otot.
darah sebelum 35. Teknik latihan
memulai ambulasi. penguatan sendi.
4. Monitor kondisi 36. Teknik aktivitas.
umum selama 37. Teknik pemijatan.
melakukan ambulasi. 38. Teknik relaksasi otot
Terapeutik progresif.
1. Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu (mis. tongkat,
kruk).
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu.
3. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam.
meningkatkan
ambulasi.
4. Ajarkan ambulasi
sederhana. yang
harus dilakukan.

d. Implementasi
Implementasi/tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri
dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah aktivitas perawat yang
didasarkan pada keputusan sendiri. Tindakan kolaborasi adalah tindakan
yang didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter (Tarwoto &
Wartonah, 2010). Implementasi keperawatan dapat disesuaikan dengan
rencana tindakan yang telah ditetapkan dalam Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI) meliputi tindakan observasi, terapeutik,
edukasi, dan kolaborasi. Bentuk implementasi keperawatan gangguan
mobilitas fisik:
1) Bentuk perawatan, pengkajian untuk mengidentifikasi masalah baru
atau mempertahankan masalah yang ada.
2) Pengajaran/pendidikan kesehatan pada pasien untuk membantu
menambah pengetahuan tentang kesehatan.
3) Konseling pasien untuk memutuskan kesehatan pasien.

28
4) Konsultasi atau berdiskusi dengan tenaa profesional kesehatan
lainnya sebagai bentuk perawatan holistik.
5) Membantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri.
e. Evaluasi
Langkah-langkah evaluasi pasien antara lain: membuat daftar tujuan
pasien, melakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu,
membandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien, dan
mendiskusikan dengan pasien mengenai tujuan dapat tercapai atau tidak
(Tarwoto & Wartonah, 2010). Evaluasi keperawatan terhadap pasien
dengan masalah gangguan mobilitas fisik mengacu pada capaian tujuan
yang telah ditetapkan berdasarkan Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI) meliputi apakah pasien mengalami peningkatan
terhadap kemampuan pergerakan ekstremitas, kekuatan otot, dan rentang
gerak (ROM) serta apakah pasien mengalami penurunan terhadap nyeri,
kecemasan, kaku sendi, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas,
dan kelemahan fisik.
2. Prosedur tindakan keperawatan pada gangguan kebutuhan aktivitas
a. Menerima pasien baru
Prosedur penerimaan pasien baru merupakan prosedur yang
mengatur penerimaan baru masuk di rumah sakit untuk dilakukan
perawatan, dengan bertujuan mengetahui keadaan pasien, dan melakukan
perawatan pasien.
b. Mentrasportasi pasien
Merupakan tindakan memindahkan pasien dari tempat tidur ke
branchard.
c. Memposisikan pasien fowler, semi fowler, lithotomi, dorsal recumbent,
SIM, trendelenbergg, supine, prone miring kanan dan kiri
1) Posisi fowler

29
Posisi Fowler
(Sumber: http://www.medtrng.com)
Merupakan posisi dengan setengah duduk atau duduk, dimana
bagian kepala tempat tidur lebih tinggi. Posisi ini dilakukan untuk
mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan
pasien.
2) Posisi sim

Gambar Posisi Sim


(Sumber: http://www.moondragon.org)
Merupakan posisi berbaring miring baik ke kanan atau ke kiri.
posisi ini dilakukan untuk memberi kenyamanan dan memberikan
obat melalui anus (supositoria).
3) Posisi trendelenburg

Posisi trendelenberg
(Sumber: http://www.medtrng.com)
Merupakan posisi dengan bagian kepala lebih rendah dari
bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran
darah ke otak.
4) Posisi dorsal recumbent

Posisi dorsal recumbent


(Sumber: http://www.sweethaven02.com)
Pada posisi ini pasien berbaring terlentang dengan kedua lutut

30
flexi (ditarik atau direnggangkan) diatas tempat tidur. Posisi ini
dilakukan untuk merawat dan memeriksa genetalia serta pada proses
persalinan.
5) Posisi lithotomi

Posisi lithotomi
(Sumber: http://www.moondragon.org)
Merupakan posisi terlentang dengan mengangkat kedua kaki
dan ditarik ke atas abdomen (bagian atas perut). Posisi ini dilakukan
untuk memeriksa genitalia pada proses persalinan, dan memasang
alat kontrasepsi.
6) Posisi genu pectoral (knee chest)

Posisi genu pectoral


(Sumber: http://www.health-information-fitness.com)
Merupakan posisi menungging dengan kedua kaki di tekuk dan
dada menempel pada bagian alas tempat tidur. Memudahkan
pemeriksaan daerah rektum, sigmoid, dan vagina.

31
BAB III
PENGKAJIAN KASUS FORMAT HENDERSON

Dalam bab ini terdapat sebuah laporan kasus asuhan keperawatan lansia pada
klien dengan gangguan sistem neurologi : pasca stroke di Panti Sosial Trena
Werdha (PSTW) Budi Mulia 2 Cengkareng. Proses pelaksanaan asuhan
keperawatan selama tiga hari dimulai pada tanggal 2-4 april 2018.
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Tn. M
Umur : 81 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Duda, cerai mati
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pensiunan karyawan swasta
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Jalan.Teluk.Gong Rt009/012
Tanggal masuk : 2 April 2018
Tanggal pengkajian : 4 April 2018
No. Register : 1014235
Diagnosa medis : Gangguan sistem neurologi : pasca stroke

b. Identitas penanggung jawab


Nama : Tn. T
Umur : 30 tahun
Hub. Dengan pasien : Anak kandung
Pekerjaan : PNS
Alamat : Teluk Gong

32
2. Status kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama
Kesehatan klien saat ini anggota gerak bagian kanan yang
tidak dapat digunakan dan tidak dapat digerakkan, tangan bagian
kanan lemah tidak bisa digunakan untuk kegiatan sehari-hari. Klien
mengatakan mengalami stroke ± 5 tahun ini. Ektermitas bawah klien
pada bagian kanan lemah bila berjalan sedikit diseret.
2) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Klien mengatakan apabila ingin mengangkat tangan kanan
harus dibantu dengan tangan kiri.
b. Status kesehatan masa lalu
1. Penyakit yang pernah dialami : Sebelum menderita stroke,
klien pernah menderita
penyakit rematik dan
hipertensi, setelah itu klien
menderita stroke sejak 5
tahun yang lalu
Pernah dirawat : Klien mengatakan sebelumnya
pernah dirawat di rumah sakit
Alergi : Klien mengatakan tidak ada
alergi makanan, cuaca,
maupun obat
2. Kebiasaan : klien saat muda selalu
merokok setiap hari dan hobi
mengkonsumsi kopi
3. Riwayar penyakit keluarga : Klien mengatakan istrinya
Ny.S terkena penyakit
hipertensi, dan orang tua klien
meninggal karena menderita
hipertensi.

33
4. Diagnosa medis dan therapy :
Diagnosa : Gangguan sistem Neurologi
pasca stroke
Therapy : Obat dan theraphy yang
didapatkan selama di Rs

3. Pola Kebutuhan Dasar (Data Bio-Psiko-Sosio-Kultural-Spritual)


a. Pola Bernafas/ Oksigenasi
Sebelum sakit :
Klien mengatakan tidak ada gangguan pernafasan
Saat sakit :
Klien mengatakan tidak ada gangguan pernafasan.
Pasien bernafas secara spontan, Pola nafas reguler, frekuensi nafas
18x/menit, tidak batuk dan tidak ada alergi.

b. Pola Nutrisi
Sebelum sakit:
Dalam panti, klien mengatakan makan 3x dalam sehari. Selalu
menghabiskan makanan yang di sediakan oleh petugas panti dan
selalu makan apapun makanan yang diberikan, namun klien kesulitan
untuk mengunyah karena banyak gigi yang sudah ompong, dan suka
minum kopi, dan makan selalu berantakan, karena anggota badan
yang lemah.
Saat sakit:
Klien mengatakan makan 3x dalam sehari, namun kesulitan
mengunyah karena banyak gigi yang sudah ompong, selalu
menghabiskan makanan yang di sediakan oleh perawat dan selalu
makan apapun makanan yang diberikan.

c. Pola Eliminasi
Sebelum sakit:

34
BAB : 1 kali saja, terkadang tidak sama sekali dalam sehari.
BAK : tidak menentu ± 7 x salam sehari, warna kuning jernih.
Saat sakit:
BAB : 1 kali saja, terkadang tidak sama sekali dalam sehari.
BAK : tidak menentu ± 5 x salam sehari, warna kuning jernih. Klien
mengatakan buang air kecil pada saat malam hari hanya 1-2 kali saja.

d. Pola Aktivitas dan Istirahat


Sebelum sakit :
Klien mengatakan mengalami stroke dari 5 tahun terakhir,
sebelumnya hobi dari klien adalah bermain bola dan bulu tangkis.
Saat sakit :
Klien mengatakan bisa melakukan aktivitas mandiri namun secara
pelan dan perlahan, aktivitasnya terhambat karena kelemahan dan
keterbatasan anggota gerak badan kanan. Klien tidak menggunakan
alat bantu, berjalan dengan perlahan dan berpegangan pada dinding,
jika kesusahan akan dibantu perawat.

e. Pola tidur
Sebelum sakit :
Klien mengatakan tidak ada gangguan tidur, klien tidur 7 jam sehari,
dan mengaku tidak pernag begadang.
Saat sakit :
klien tidur 7 jam selama sehari, namun klien terkadang sehabis makan
siang tidur 1-2 jam.

f. Pola Spiritual
Sebelum sakit :
Klien mengatakan beragama islam dan jarang beribadah. dan klien
jarang mengikuti kegiatan pengajian di Panti.
Saat sakit :

35
Klien mengatakan mulai sering beribadah dengan posisi duduk.

g. Pola Personal hygiene


Sebelum sakit :
Mandi : 1x sehari saat pagi hari, sore hari klien jarang mandi, saat
sabun masih ada di panti klien mandi menggunakan sabun, namun
sudah 2 hari air mati di panti sehingga klien jarang mandi. Rambut
pendek. Kuku jari tangan dan kuku jari kaki panjang, hitam dan kotor.
Saat sakit :
Klien mengatakan selama dirawat di RS, klien baru mandi 2x dibantu
oleh keluarganya, kuku jari dibantu dibersihkan oleh keluarganya.

h. Pola Rekreasi
Sebelum sakit :
Klien mengatakan kegiatan yang dilakukan klien sebelum tinggal di
panti biasanya jalan jalan. Hobi dari klien adalah bermain bola dan
bulu tangkis. Semenjak tinggal di panti klien selalu mengikuti jadwal
yang sudah di sediakan oleh petugas panti. Keadaan panti menurut
klien menyenangkan. Klien merasa senang di Panti.
Saat sakit :
Klien mengatakan selama di RS dia hanya di kamar, dan tidur.

i. Pola Produktifitas
Sebelum sakit :
Klien mengatakan kegiatan yang dilakukan klien sebelum tinggal di
panti biasanya jalan jalan., dan merupakn pensiunan karyawan,
Semenjak tinggal di panti klien selalu mengikuti jadwal yang sudah di
sediakan oleh petugas panti.
Saat sakit : Klien mengatakan selama di rawat tidak bekerja dan hanya
beraktivitas di kamar, dan tidur.
j. Pola Komunikasi

36
Sebelum sakit :
klien mengatakan menggunakan Bahasa indonesia untuk
berkomunikasi sehari-hari, dan memiliki teman curhat di panti.
Saat sakit :
klien mengatakan berkomunikasi dengan dokter, perawat, keluarga,
dan pasien lainnya.

k. Pola Berpakaian
Sebelum sakit :
klien mengatakn sehari-hari menggunakan pakaian longgar dan
seperti orang tua pada umumnya, dan bisa menggunakan sendiri tanpa
bantua orang lain.
Saat sakit:
klien mengatakan tidak mampu memasang baju sendiri karena
kesusahan karena kelemahan tangan kanannya, sehingga
membutuhkan bantuan anaknya untuk memasang baju.

l. Pola rasa nyaman


Sebelum sakit :
klien mengatakan tidak ada keluhan, klien merasa nyaman
Saat sakit :
klien mengatakan merasa tidak nyaman, aktivitasnya terhambat
karena kelemahan tangan kanannya.

m. Pola Aman
Sebelum sakit :
klien mengatakan tidak ada keluahan
Saat sakit :
klien mengatakan takut kalau suatu saat nanti dia lumpuh, dan tidak
bisa mengegerakkan semua anggota badannya.

37
4. Pengkajian Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada klien :
a. Keadaan umum :
Keadaan umum klien baik, kesadaran composmentis, mobilisasi
secara mandiri namun sangat perlahan-lahan.
b. tanda-tanda vital :
TD 130/80 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36,0 c, frekuensi nafas
18x/menit, TB 160 cm dan BB 55 kg.
c. Keadaan fisik
1) Sistem penglihatan posisi mata simetris, konjungtiva anemia tidak
ada benjolan, pupil isokor, fungsi penglihatan klien sedikit buram
namun masih jelas melihat dekat dan jauh, klien dapat
menyegerakan kedua bola mata ke bawah ke atas ke samping kiri
dan kanan.
2) Sistem pendengaran Normal, bentuk simetris, tidak ada lesi,
pendengaran sedikit melemah, tidak ada cairan yang keluar, tidak
ada peradangan.
3) Sistem pernafasan Nafas secara spontan, jalan nafas bersih, tidak
menggunakan otot bantu.
4) Sistem wicara Klien berbicara dengan jelas dan mudah dimengerti
dan dipahami. 94 f. Sistem kardiovaskular Denyut nadi kuat, nadi 80
x/menit, tekanan darah 130/80 mmHg, tidak dapat asistensi vena
jugularis, tidak ada edema, pengisian kapiler refiil < 2 detik. Irama
jantung teratur, gerakan dada simetris, tidak ada kelainan bunyi
jantung dan tidak ada nyeri dada, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, tidak ada pembesaran vena jugularis.
5) Sistem saraf pusat Kesadaran klien composmentis, GCS E:4 V:5
M:6, tidak ada peningkatan TIK, kelemahan pada bagian ekstremitas
kanan atas dan bawah.
6) Sistem pencernaan Tidak ada asistensi abdomen, teraba lembek,
bising usus 8 x/menit, gigi caries, tidak ada stomatitis.

38
7) Sistem muskuloskeletal Kesulitan pergerakan karena kelemahan
pada anggota gerak bagian kanan, berjalan harus dengan pelan –
pelan. Kekuatan otot

8) Sistem integumen Turgor kulit elastis, sakral hangat, bagian


ekstremitas tampak bekas luka berwarna terdapat hitam-hitam.
9) Pemeriksaan 12 saraf kranial :
a) Nervus I : penciuman normal, mampu mencium bau kopi,
minyak kayu putih dan balsem.
b) Nervus II : normal, mampu mencocokan pakaian sesuai dengan
yang seharusnya namun memerlukan bantuan saat memakainya.
95
c) Nervus III, IV, VI : tidak ada masalah penglihatan, masih dapat
menyebutkan angka yang diperagakan dengan jari tangan dalam
jarak dengan maupun jauh, dan dapat menyebutkan benda-
benda yang ditunjuk. Nervus V : tidak ada masalah, klien masih
mampu mengunyah.
d) Nervus VII : tidak ada masalah, area wajah klien masih normal
tidak ada kelainan.
e) Nervus VIII : tidak ada masalah, klien masih mampu
mendengar.
f) Nervus IX dan X : tidak ada masalah, masih mampu menelan
dengan baik dan mampu membuka mulut dengan lebar.
g) Nervus XI : tidak ada masalah
h) Nervus XII : pengecapan klien tidak ada masalah, masih mampu
merasakan rasa makanan.
d. Informasi penunjang
1) Diagnosa Medis : Gangguan Sistem Neurologis: Pasca stroke
2) Laboratorium : Tidak ada

39
3) Terapi Medis : Fisioterapi
5. Analisa Data
No. DATA INTERPRESTASI MASALAH
1. Data Subjektif : Hemiparise Pada Hambatan
ekstremitas kanan mobilitas
a. Klien mengatakan
tangan kanan tidak fisik
dapat digerakkan,
saat diangkat sakit.
b. Klien mengatakan
memiliki penyakit
stroke sejak ± 5
tahun.
c. Klien mengatakan
kesulitan berjalan
dan apabila berjalan
harus pelan-pelan
dan berpegangan.
d. Klien mengatakan
aktivitas dilakukan
secara mandiri
namun dengan sangat
perlahan.
e. Klien mengatakan
tangan kanan lemah
dan tidak bisa
digunakan.

Data objektif :

a. Keadaan umum baik,


composmentis.
b. Kesulitan berjalan,
saat berjalan
berpegangan pada
dinding.
c. Makan sedikit
Berantakan dan
kesulitan apabila
mengambil makan.
d. TD : 130/80 mmHg
S : 36,0 c
N : 80 x/menit
RR : 18 x/menit.

40
e. Mata simetris, sclera
anikterik.
f. Tangan kanan
pergerakan terbatas/
lemah.
g. Sulit untuk digerakan
pada tangan kanan,
dan kaki kanan
mengalami
kelemahan otot.
h. Kekuatan otot

2. Data subjektif : Gangguan Defisit


Muskuloskeletal perawatan
a. Klien mengatakan
kesulitan dalam kelemahan fisik diri
menggunting kuku
kaki dan kuku jari
tangan terutama jari
tangan kanan.
b. Klien mengatakan
tidak memiliki
gunting kuku.
c. Klien mengatakan
kaki gatal dan sulit
untuk digerakan.
d. Klien mengatakan
memiliki luka gatal
dikaki.
e. Klien mengatakan
apabila gatal digaruk.

Data objektif :

a. Klien memiliki
kelemahan pada
bagian kanan tangan
dan kaki.
b. Kuku tangan dan
kaki terlihat panjang
dan hitam.
c. Kesulitan untuk
makan, apabila
makan Berantakan.

41
d. Klien tampak
kesulitan apabila
memakai dan
melepas baju.
e. Klien BAK dan BAB
membersihkan
dengan tangan kanan.
f. Melakukan
hal/aktivitas hanya
menggunakan satu
tangan.
3. Data subjektif : Penurunan Resiko
kekuatan otot jatuh
a. Klien mengatakan
memiliki penyakit
stroke ± 5 tahun yang
lalu.
b. Klien mengatakan
kaki kanan lemah dan
terasa sulit untuk
dibawa berjalan.
c. Klien mengatakan
kesulitan berjalan dan
apabila berjalan harus
pelan-pelan dan
berpegangan.
Data objektif :
a. Klien terdapat
kelemahan
ekstremitas disebelah
kanan
b. Tonus otot melemah
pada ektermitas
disebelah kiri
c. Klien tampak
berjalan dengan
perlahan dan
terkadang
berpegangan.
d. Kekuatan otot
e. Klien tampak
berpegangan saat
berjalan pelan-pelan
f. Klien berjalan
menggunakan kaki
kiri dengan dominan.

42
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Latihan merupakan
suatu gerakan tubuh secara aktif yang dibutuhkkan untuk menjaga kinerja otot
dan mempertahankan postur tubuh.
2. Mobilitas merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
dalam rangka mempertahankan kesehatannya (Hidayat & Uliyah, 2015).
3. Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan yakni seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan
(aktivitas)
4. Postur tubuh (body alignment) merupakan susunan geometris dari bagian-
bagian tubuh yang berhubungan dengan bagian tubuh yang lain. Bagian yang
dipelajari dari postur tubuh adalah persendian, tendon, ligamen, dan otot.
5. Mekanika tubuh dan ambulasi merupakan cara menggunakan tubuh secara
efisien, yaitu tidak banyak mengeluarkan tenaga, terkoordinasi, serta aman
dalam menggerakkan dan mempertahankan keseimbangan selama aktivitas.
6. Tinjauan asuhan keperawatan dan prosedur keperawatan terhadap kebutuhan
mobilitas berfungsi memudahkan perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan.
B. Saran
Setelah membaca dan memahami makalah ini, diharapkan sebagai seorang
calon perawat, hendaknya dapat memahami kebutuhan aktivasi dan latihan dan
bagaimana tinjauan dan prosedur keperawatan pada kebutuhan aktivasi dan
latihan agar dapat mengarahkan tanggung jawab perawat yang mendasari
pelaksanaan praktik keperawatan nantinya.

43
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz Hidayat. 2021. Keperawatan Dasar 1; Untuk Pendidikan Ners.


Surabaya: Health Books Publishing.

Darmojo, Boedi. (2009). Geriatrik Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi ke-4.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Kowalak, Jennifer. P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Setiawan, Harry. 2023. Keperawatan Dasar. Makasar: Rizmedia Pustaka


Indonesia.

44

Anda mungkin juga menyukai