Anda di halaman 1dari 102

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI HALAMAN

SAMBUTAN

BAB I Model Manajemen Aset dalam Perspektif O & M 1


Pembangkitan

BAB II Manajemen Perecanaan Kerja & Kontrol 4


2.1. Siklus Manajemen WPC 7
2.2. Kegiatan Rapat Rutin O & M 18
2.3. Manajemen Patrol 22
2.4. Indikator Proses pada Manajemen WPC 23
2.5. Penggunaan Maximo pada WPC 24

BAB III Manajemen Reliability


3.1. Elemen Kunci Proses Pendekatan Terhadap 27
Manajemen Reliability
3.2. Menyusun Hierarchi Plant Pembangkit 27
3.3. Pemeliharaan Berbasis Reliability 32

BAB IV Manajemen Suplai Chain 34


4.1. Perencanaan Inventory 35
4.2. Manajemen Gudang 45
4.3. Manajemen Pengadaan 45
4.4. Key Indikator Proses Manajemen Suplai Chain 47
BAB V Manajemen Overhaul 48
5.1 Optimalisasi Manajemen Overhaul 48
5.2 Proses Manajemen Overhaul 51
5.3 Pelaksanaan Overhaul oleh Unit Bisnis Jasa 55
Pemeliharaan

BAB VI Manajemen Efisiensi 56


6.1 Proses Pemodelan dan Simulasi pada Manajemen 57
Efisiensi
6.2 Manajemen Effisiensi Berbasis Green Power Plant 60

Sistim Manajemen Aset Pembangkit ii

BAB VII Manajemen Operasi 62


7.1 Sub pilar Manajemen Operasi 62
7.2 Sub pilar Manajemen Produksi 63

BAB VIII Sistem Manajemen lain yang terintegrasi 67

8.1 Live Cycle Manajemen Aset 67


8.2 Manajemen Strategi dan Program 67
8.3 Manajemen Human & Org. Capital 69
8.4 Manajemen Safety Health & Environment 69
8.5 Manajemen Risiko 70
8.6 Manajemen Sistem Informasi 72
8.7 Manajemen Kinerja 73
Daftar Lampiran
1. Operating Coat ( OC )
2. Process Throughput / Avaibility (PT ) & Safety
3. Nilai Operational Critically Ranking (OCR) & Asset Failur Probability
Factor (AFPF)

Sistim Manajemen Aset Pembangkit ii


SAMBUTAN
DIREKTUR UTAMA

Dalam rangka mendukung laju pertumbuhan Perusahaan yang


diharapkan semakin cepat dan kompetitif dan mendukung pencapaian
visi dan misi perusahaan serta Menindaklanjuti Keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham PT Indonesia Power pada tanggal 28 Januari 2009
tentang RKAP tahun 2009, yang didalamnya telah ditetapkan antara
lain agar Perusahaan fokus pada kegiatan operasi dan pemeliharaan,
dengan sasaran Keunggulan Operasional ( Operational Excellent ),
manajemen PT. Indonesia Power telah mencanangkan Implementasi
Manajemen Aset Pembangkit sebagai salah satu aspek strategis yang
harus dikembangkan untuk mencapai sasaran tersebut.
Bahwa kinerja PT.Indonesia Power sangat ditentukan oleh
kemampuannya dalam mengelola aset yang dimiliki. Untuk itu sangat
penting bagi PT.Indonesia Power untuk dapat mngimplementasikan
sistem Manajemen Aset Pembangkit yang mengacu kepada best
practice perusahaan pembangkit kelas dunia.

Didasarkan pada pemahaman tersebut, maka manajemen PT. Indonesia


Power memandang perlu diaturnya suatu arahan dan kebijakan
Implementasi Sistem Manajemen Aset Pembangkit, sehingga
pembangunan dan implementasinya dapat selaras dengan Sasaran dan
Tujuan Perusahaan, serta dapat membawa PT. Indonesia Power
menjadi perusahaan kelas dunia dan mencapai leading practice
implementasi Sistem Manajemen Aset di tahun 2014.

Arahan dan kebijakan Implementasi Sistem Manajemen Aset


Pembangkit diatur dan dituangkan pada Keputusan Direksi No.
57.K/010/IP/2010 , yang secara garis besar mengatur hal-hal antara lain
:
™ Pembangunan dan Implementasi Sistem Manajemen Aset
Pembangkit harus mampu meningkatkan efisiensi dan efektifitas
serta memberikan nilai tambah pada proses bisnis utama, yaitu
operasi dan pemeliharaan pembangkit.

iii
™ Pembangunan dan Implementasi Sistem Manajemen Aset
Pembangkit harus selaras dengan tujuan dan sasaran
perusahaan serta sistem manajemen lainnya sehingga mampu
membawa PT Indonesia Power sebagai perusahaan leading
practice dalam penerapan Sistem Manajemen Aset Pembangkit
pada akhir 2014, kondisi dimana PT Indonesia Power termasuk
10 besar perusahaan pembangkit terbaik kelas dunia

Diharapkan agar dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya seluruh


jajaran perusahaan berpedoman pada Sistem Manajemen Aset Pembangkit
ini, sehingga semua sumber-daya secara efektif dan efisien dikerahkan
untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Amien.

Jakarta, 31 Mei 2010


Direktur Utama
DJOKO HASTOWO

iv
BAB I MODEL MANAJEMEN ASET DALAM PERSPEKTIF O&M
PEMBANGKITAN

PT. Indonesia Power (IP) telah melakukan berbagai upaya implementasi


Manajemen Aset untuk mengoptimalkan kinerjanya. Berbagai upaya telah
dilakukan namum masih bersifat parsial dan belum terintegrasi dengan
baik. Untuk itu sangat perlu dibuat model implementasi Manajemen Aset,
model yang dipilih sebagai model acuan dalam implementasi Manajemen
Aset di IP yang dapat dipakai sebagai pegangan dalam implementasi
Manajemen Aset Pembangkit yang mengacu kepada best practice
perusahaan pembangkit kelas dunia.
Model implementasi Manajemen Aset di IP adalah model sebagaimana
terdapat dalam Gambar 1.1. yang dapat mencakup semua proses dan
mekanisme tata kelola pembangkit baik proses utama operasi dan
pemeliharaan pembangkit maupun proses pendukung lainnya yang
diintegrasikan dan selaraskan dengan proses utama sehingga menjadi
satu kesatuan atau gambaran yang utuh .

Gambar 1.1. Model Manajemen Aset dalam Perspektif O&M


Pembangkitan

Manajemen Strategi dan Program. Nampak dari gambar 1.1. tersebut


diatas bahwa sasaran implementasi Manajemen Aset bukanlah semata

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 1


ditujukan untuk mengelola aset, namun lebih jauh merupakan upaya
peningkatan total kinerja perusahaan, baik kinerja keuangan maupun
kinerja operasi. Penetapan Sasaran, strategi dan program dari
manajemen merupakan penjabaran Rencana jangka Panjang
Perusahaan (RJPP), Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP)
serta Kontrak Kinerja.

Pilar utama proses operasional pembangkit yaitu :


1. Manajemen Perencanaan Kerja & Kontrol
2. Manajemen Reliability
3. Manajemen Suplai Chain
4. Manajemen Overhaul
5. Manajemen Efisiensi
6. Manajemen Operasi
Ke-enam pilar tersebut diatas merupakan proses utama proses
operasional pembangkit dalam meningkatkan kesiapan pembangkit,
keandalan dan efisiensi pembangkit serta effektifitas proses, maksudnya
meningkatkan koordinasi antar bidang dengan melakukan praktek terbaik
dalam bidang operasi dan pemeliharaan.

Secara kolaboratif mengintegrasikan Manajemen Aset Pembangkit


dengan semua program yang telah dan sedang berjalan selaras dengan
sistem manajemen lainnya yaitu :
1. Manajemen Human Capital & Org
2. Manajemen Safety Health & Environment
3. Manajemen Risiko
4. Manajemen Sistem Informasi
5. Manajemen Kinerja

Sistem Manajemen tersebut diatas memiliki keterkaitan yang sangat kuat


dengan implementasi masing-masing pilar proses operasi dan
pemeliharaan.

Manajemen Human Capital & Organisasi . Sistem ini merupakan


pondasi dari tegaknya keenam pilar utama tersebut diatas, karena
permasalahan pada organisasi, budaya dan perilaku merupakan faktor
yang penting dimana anggota perusahaan bisa menjadikan tantangan
yang besar untuk mendapatkan keseluruhan potensi dan juga
merupakan kunci sukses dari seluruh implementasi proses bisnis
perusahaan yang dijamin oleh kesiapan seluruh anggota perusahaan

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 2


baik secara individu maupun organisasional untuk mempraktekkan
perilaku organisasi/perusahaan yang sudah ditetapkan

Manajemen Safety Health & Enviroment (SHE). Sistem ini merupakan


landasan bagi pilar utama proses Operasi dan Pemeliharaan, karena
proses yang telah ditetapkan perusahaan , harus dijalankan sesuai dengan
prosedur kerja tertulis yang ditetapkan berdasarkan standard-standard
international, pada Sistem Manajemen Terpadu , yaitu
• Sistem Manajemen Mutu
• Sistem Manajemen Lingkungan , dan
• Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja
• Serta mengimplementasikan Publicy Availfication Specification
( PAS ) – PAS 551:2008.
Tidak terbatas pada pengembangan dokumentasi namum juga
pengembangan sistem , agar dicapai kaidah pengelolaan aset yang
terkendali, optimal dan memenuhi kaidah world class.

Manajemen Risiko, Dalam Manajemen Aset berhubungan erat dengan


risiko – risiko yang melekat pada proses pengelolaan aset utama
Perusahaan yang mencakup pengindentifikasian dan pengelolaan risiko
(Identifikasi Risiko , Risk Register, analisa, evaluasi, mitigasi, dan
kontrol ) dari penyebab utama kegagalan pencapaian sasaran
Perusahaan.

Manajemen Sistem Informasi , Pengelolaan aset informasi


difungsikan untuk mengelola database dan proses bisnis
sehingga teknologi informasi dapat memberikan informasi yang
tepat, pada format/akurasi yang tepat dan pada waktu yang tepat,
dan seorang pengguna informasi dapat memahami kondisi yang
ada, menganalisanya, menetapkan pendekatan strategi dan
akhirnya mengambil keputusan atas tindakan selanjutnya.

Manajemen Kinerja. Merupakan proses penetapan dan


penyesuaian key performance indicator (KPI) secara berjenjang
dari level strategi sampai dengan level operasional untuk
mencapai target KPI yang telah direncanakan. Indikator dari
jalannya setiap proses pada suatu sistem manajemen
diproyeksikan pada indikator kinerja pada penanggung jawab atas
jalannya proses itu, sedemikian pada jenjang proses yang lebih

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 3


tinggi, bukan hanya anggota perusahaan namum juga kelompok
(organisasi) sampai pada kinerja perusahaan.

BAB II

MANAJEMEN PERENCANAAN KERJA DAN KONTROL


[ WORK PLANNING & CONTROL (WPC)]

MAKSUD & TUJUAN WPC


• Manajemen WPC adalah serangkaian proses yang meliputi
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan
evaluasi kegiatan pemeliharaan agar dicapai hasil kerja yang
optimal
• Perencanaan kerja adalah sebuah proses dari analisa detail
yang menentukan dan menjelaskan pekerjaan yang akan
dilakukan, urutan tasknya, metode yang digunakan,
kebutuhan sumber daya (termasuk skill, jumlah kru,
manhours, parts, material, special tools, dan peralatan, serta
perkiraan biaya total) ; Perencanaan kerja juga mencakup
identifikasi keselamatan kerja, Kewaspadaan, ijin yang
diperlukan, pihak yang terkait, dokumen referensi (seperti
drawing dan wiring diagram) ; Pengukuran kerja ( penentuan
durasi pekerjaan & estimasi tenaga kerja) dan aktifasi
kebutuhan pengadaan merupakan bagian dari proses
perencanaan kerja
• Pengendalian kerja menjadi bagian yang menyatu dari setiap
proses pada manajemen WPC ini. Dengan demikian tidak ada
pemisahan prosedur pengendalian kerja yang di buat; Juga
prosedur penegendalian kerja mengikuti prosedur yang
diberlakukan.
• Deskripsi Proses ini menggambarkan aktitivitas utama yang
terdapat dalam proses Manajemen WPC berada di Unit Bisnis
Pembangkitan dilingkungan PT Indonesia Power
• Tujuan utama dari WPC untuk mengarahkan dan
mengoptimasi aktivitas operasi, pemeliharaan dan enjiniring
pembangkitan agar supaya perbaikan reliability, efisiensi dan

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 4


availability dapat dicapai dan selalu dipantau biaya
operasinya.
• Sasaran utama proses ini adalah:
a. Availability (EAF)
b. Keandalan aset (EFOR dan SdOF)
c. Effisien (Biaya Operasi dan Pemeliharaan)
d. Ramah Lingkungan (Baku Mutu)
e. Best Practice Maintenance (diukur dengan Key
Performance
Indicator dan Business Process Maturity)
• Fungsi Perencanaan dan Pengendalian Kerja dalam
Engineering Improvement adalah mengelola adanya
perubahan untuk memastikan:
a. Perubahan tersebut terkontrol
b. Sistim selalu diperbaharui bila diperlukan
c. Dokumentasi selalu diperbaharui bila diperlukan

RUANG LINGKUP WPC


• Menjalankan kegiatan Siklus Manajemen WPC (Work
Management Cycle) : Proses bisnis yang menjelaskan setiap
aspek dari fungsi perencanaan & pengendalian pekerjaan
pemeliharaan, yang terdiri dari identifikasi pekerjaan, validasi,
perencanaan & penjadwalan, Alokasi Harian, Eksekusi
(pelaksanaan), feedback, analisa, closing out dan termasuk
juga pemecahan masalah serta pengawasan kinerja.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 5


Gambar 2.1. Siklus Manajemen WPC

Termasuk didalam proses ini, adalah kegiatan yang


mencakup :
• Membuat instruksi kerja yang telah ditetapkan
• Mengatur sumber-daya yang menjalankan setiap tugas.
• Melakukan penjadualan berdasarkan prioritas, kepentingan
operasi dan ketersediaan sumber-daya.
• Memastikan seluruh feedback telah didokumentasikan
• Analisa pekerjaan, anatara lain : biaya / manpower, komposisi
WO Backlog, produktivitas dan downtime.
• Menyatakan pekerjaan telah SELESAI.

• Kegiatan rapat rutin O&M (Daily, weekly, Monthly)


• Mengkoordinasikan seluruh kegiatan dengan semua pihak
terkait, antara lain : operasi, safety, anggota pemeliharaan
dan pihak pendukung lainnya dalam ijin kerja.
• Menetapkan kebiasaan/budaya kerja yang sesuai dengan
proses bisnis Manajemen WPC dalam rangka mendukung
kebutuhan pemeliharaan di Unit bisnis Pembangkitan PT
Indonesia Power secara keseluruhan, kemudian
melaksanakan proses manajemen WPC dengan berdasarkan

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 6


pada prinsip-prinsip tersebut dengan ekspektasi dan tanggung
jawab yang jelas untuk kesuksesan unit.

• Kegiatan manajemen Patrol


Termasuk didalamnya melakukan patrol check, memonitor dan
mengevaluasi pelaksanaan pekerjaan, untuk menuju efektivitas
proses manajemen WPC

• Indikator Proses pada Manajemen WPC


Key performance indicator (KPI), merupakan kegiatan
pengukuran terhadap indikator kunci keberhasilan proses WPC.

TANGGUNG JAWAB
• Semua hal yang tercakup dalam Manajemen WPC ini harus
diikuti oleh seluruh pihak, yang terdiri dari: General Manajer,
Deputi General Manager Unit, Manajer Bidang Pemeliharaan,
Manajer Bidang Operasi, Supervisor Rendal Har, Spv
Pemeliharaan, Teknisi Pemeliharaan, Operator dan Enjinering
yang bekerja di Unit Bisnis dilingkungan PT IP.
• Manajer Bidang Pemeliharaan memiliki tanggung jawab
secara keseluruhan di dalam proses ini serta untuk mereview
dan memperbaharui instruksi ini.

2.1. SIKLUS MANAJEMEN WPC


• Prinsip-prinsip memandu proses Manajemen WPC, yang
efektif adalah sebagai berikut:

¾ K3 .Menjamin safety dengan menyediakan identifikasi,


pemilihan, perencanaan, koordinasi, dan pelaksanaan
pekerjaan yang tepat waktu yang dibutuhkan untuk
memaksimalkan availability dan reliability dari equipment
dan system di unit pembangkit.
¾ Meningkatkan kinerja safety

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 7


¾ RISIKO Mengelola risiko yang berkaitan dengan
pelaksanaan kerja.
¾ Identifikasi dampak pekerjaan terhadap unit dan
kelompok kerja dan
memproteksi unit dari keadaan transient yang tidak
diantisipasi karena pelaksanaan kerja.
¾ Memaksimalkan efisiensi dan efektivitas staff unit dan
material.
¾ Meningkatkan kinerja equipment dan sistem.
¾ Meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya
melalui penggunaan sumber daya secara efisien.
¾ Mengintegrasikan semua organisasi yang terlibat dalam
proses,
memberikan penjelasan mengenai proses, kontribusi
terhadap proses, serta pertanggungjawaban dan
komitmen terhadap proses.
¾ Menyediakan metodologi untuk pendekatan bertingkat
pada perencanaan dan penjadwalan.
¾ Menyediakan metodologi yang sesuai dalam
memprioritaskan pekerjaan untuk menjamin pekerjaan
dapat selesai tepat waktu.
• Kegiatan Pemeliharaan mencakup :
• Non Tactical Maintenance yaitu pemeliharaan yang tidak
terencana yang mencakup Emergency Maintenance dan
Corrective Maintenance.
• Tactical Maintenance yaitu pemeliharaan yang terencana
yang mencakup Preventive Maintenance, Proactive
Maintenance, Predictive Maintenance dan Run to Failure.

• Pemeliharaan Emergency . Suatu pemeliharaan yang harus


segera dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan atau
akibat lain yang lebih serius. Kasus emergency terjadi di mana
Unit Pembangkit mengalami Force Outage sehingga
penanganan kerusakan atau kelainan pada Pemeliharaan
Emergency harus dilakukan segera pada prioritas tinggi.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 8


Perbedaan utama Pemeliharaan Emergency dengan
pemeliharaan Korektif terletak pada tingginya dampak
terhadap operasional Unit maupun Lingkungan dan
keselamatan kerja atau instalasi (Safety), dimana
pemeliharaan Korektif dilakukan saat Unit Pembangkit sedang
beroperasi, sedangkan Pemeliharaan Emergency dilakukan
karena Unit mengalami Force Outage dan dituntut segera
beroperasi kembali atau berpotensi mengakibatkan Unit Trip.

• Pemeliharaan Korektif (CM) o Pemeliharaan Korektif adalah


kegiatan pemeliharaan atau perbaikan peralatan yang tidak
terjadwal atau suatu pemeliharaan yang dilakukan untuk
mengembalikan (termasuk memperbaiki dan adjusment)
peralatan yang tidak bekerja atau berfungsi sebagaimana
mestinya.
Pemeliharaan Korektif dapat dilakukan saat peralatan
sedang beroperasi maupun stand-by ataupun peralatan
sedang tidak beroperasi.
• Pemeliharaan Proaktif o Suatu kegiatan pemeliharaan yang
dilakukan untuk mengatasi akar penyebab kegagalan suatu
peralatan, dengan melakukan tindakan berupa modifikasi atau
penggantian peralatan yang bersifat untuk mengembalikan
atau menambah kemampuan dan keandalan peralatan atau
unit pembangkit.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 9


o Dengan demikian pelaksanaan pekerjaan ini bisa
bersifat menambah asset dan bisa juga hanya
menyempurnakan kinerja peralatan atau unit
pembangkit. Kegiatan ini juga merupakan tindak lanjut
dari problem solving yang direkomendasikan oleh
Bidang
Enjiniring.
o Pemeliharaan Proaktif juga disebut Pemeliharaan
overhaul karena merupakan Pemeliharaan outage
terencana.
o Pada kondisi tertentu, maka kegiatan pemeliharaan
yang bersifat Proactive harus disetujui oleh Kantor
Pusat.
• Pemeliharaan Prediktif (PdM) o Pemeliharaan yang
dilakukan dengan melakukan kegiatan
Pemantauan kondisi dan diagnosa gejala kerusakan
suatu peralatan serta melakukan kajian Failure Analysis
secara dini sehingga tindakan pemeliharaan selanjutnya
dapat dilakukan tepat sebelum terjadinya
kerusakan/kegagalan.
o Pelaksanaan Pemeliharaan Predictive dilakukan tanpa
harus melakukan shutdown unit pembangkit, namun
dimungkinkan bila hanya membutuhkan shutdown
peralatan.
o Dengan demikian, pekerjaan Pemeliharaan Predictive
dalam pelaksanaanya merupakan kegiatan monitoring
secara berkala atas dasar interval waktu, interval
operasi atau kriteria tertentu lainnya yang ditetapkan
lebih dulu.
o Tindak lanjut terencana dari kegiatan Pemeliharaan
Predictive seperti perbaikan atau penggantian part dari
suatu peralatan, apabila sampai melakukan kegiatan
bongkar pasang atau overhaul peralatan, maka tidak
termasuk dalam cakupan Pemeliharaan Predictive,
melainkan termasuk kegiatan Pemeliharaan Korektif
atau Overhaul.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 10


• Pemeliharaan Preventive (PM) o Pemeliharaan yang
dilakukan atas dasar interval waktu tertentu (hari, minggu,
bulan, jam operasi atau kali operasi) yang telah ditetapkan
lebih dulu atau kriteria tertentu lainnya serta dimaksudkan
untuk mengurangi kemungkinan dari suatu item peralatan
mengalami kondisi yang tak diinginkan.
o Namun demikian, ruang lingkup pekerjaan
Pemeliharaan Preventive tidak termasuk bongkar
pasang peralatan atau overhaul peralatan (termasuk
penggantian spare part utama), karena kegiatan
tersebut sudah termasuk kategori pemeliharaan
Overhaul.
o Dengan demikian, temuan-temuan kerusakan serta
penanganan tindak lanjutnya tidak lagi termasuk
Pemeliharaan Preventive, namun sudah masuk pada
kriteria Pemeliharaan Korektif, Overhaul atau Proactive.
Pelaksanaan Preventive Maintenance dilakukan tanpa
harus melakukan shutdown unit pembangkit, namun
dimungkinkan bila hanya membutuhkan shutdown
peralatan.
• Pemeliharaan Run to Failure (RtF) o Kegiatan pemeliharaan
Run to Failure diberlakukan pada peralatan yang tidak kritikal,
sehingga peralatan tersebut dibiarkan mengalami kerusakan.
Setelah itu dilakukan penggantian dengan peralatan baru.
o Peralatan yang dapat diterapkan Jenis pemeliharaan
Run To Failure harus memenuhi seluruh criteria,
sebagai berikut :
– Tidak kritikal
– Ada redundant
– Effort yang dibutuhkan untuk melakukan
pemeliharaan lebih berat, jika dibandingkan Run to
Failure (Biaya penggantian dan perbaikan)
– Kerusakan tidak berdampak terhadap Availability,
Produksi dan Efisiensi Unit
– Daftar peralatan yang masuk ke dalam Run to
Failure ditetapkan berdasarkan kesepakatan
dengan Kantor Pusat.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 11


• Work Order (WO)
Adalah perintah kerja yang dipakai untuk mengendalikan
sumber daya yang digunakan organisasi.
• Type Prioritas Work Order
WO di ranking sesuai dengan probalita dan konsekuensi
pekerjaan jika pekerjaan tersebut tidak dilakukan. Peringkat
prioritas mempertimbangkan safety, availibility dan output
produk.

Prioritas terhadap WO adalah, sebagai berikut :

Breakdowns, Kasus emergency terjadi di mana Unit


Pembangkit mengalami Force Outage sehingga
penanganan kerusakan atau kelainan pada
Pemeliharaan Emergency harus dilakukan segera
pada prioritas tinggi.

Urgent , adalah pekerjaan yang dapat direncanakan,


dijadwalkan dan diselesaikan dalam waktu 7 hari
kedepan (Daily Planning).

Normal, adalah pekerjaan yang dapat direncanakan di


atas 7 hari – range 1 bulan.
• Pelaksanaan pekerjaan tanpa WO
Pekerjaan yang tidak membutuhkan WO adalah:
• FLM – First Line Maintenance
• Kurang dari 2 man-hours

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 12


• Menggunakan material consumable saja
• Tidak mengakibatkan unit trip

• Pekerjaaan Validasi
Berikut gambaran pekerjaan Validasi untuk memproses
pemeliharaan Tak Terencana /fault , sebagai berikut :

Gambar 2.3. : Pekerjaan Validasi

• Perencanaan Pemeliharaan
Perencanaan pemeliharaan dalam manajemen WPC , hanya
membahas aktivitas utama dalam perencanaan 3 Bulanan,
Mingguan dan Harian.
• Berikut kerangka kerja perencanaan
pemeliharaan :

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 13


Gambar 2.4. Kerangka Kerja perencanaan pemeliharaan pada
Manajemen WPC

• Rencana 3 bulanan dengan aktivitas utama:


o Review rencana tahunan
o Penjadwalan outage untuk overhaul dan
project besar lain yang akan dilakukan
dalam perioda 3 bulanan.
• Rencana mingguan dengan aktivitas utama:
o Menjadwalkan pekerjaan pemeliharaan, diluar
overhaul, untuk minggu berikutnya.
• Rencana harian dengan aktivitas utama:
o Mereview dan mengidentifikasi Work Order yang
perlu segera ditindak lanjuti
o Membahas Service Request yang terbit setiap hari
untuk dilakukan Planning and Schedulling
• Proses perencanaan pemeliharaan akan
mengidentifikasi dan memasukkan semua
pekerjaan yang dibutuhkan oleh rencana
pemeliharaan, menjadwalkan outages,

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 14


mengidentifikasi sumber daya, peralatan, dan
spesialis yang diperlukan termasuk pembiayaan
akan tetapi tidak terbatas pada :
• Material umum
• Suku cadang
• Identifikasi peralatan kritis dan strategis
• Layanan dari subkontraktor dan penyedia layanan
• Personil pemeliharaan
• Jadwal dan kerja shift
• Transportasi
• Pengujian
• Modifikasi Pembangkit
• Rencana 3 Bulanan
ƒ Maksud utama dari Rencana 3 bulanan adalah
untuk merencanakan dan menjadwalkan Outage
untuk Overhaul dan project besar lain yang akan
dilakukan dalam perioda 3 bulanan.
ƒ Rencana 3 bulanan harus direview setiap bulan,
pada akhir
bulan.
JFMAMJJASOND

Plan of the Quarter Meeting


These move on
“Plan of the Quarter” Window to be reviewed with a month -
1st month
1. Approve Plans & Schedules for in Window from month to
nd
month.
2. Review & refine scope,/ priorities & Specific 2Materials
month in
forWindow
3. Confirm Outages & Projects for “Plan of the Quarter” window & Start
rd
prepare scope, priorities & Specific Materials
monthfor
in3Window

 Penyusunan rencana 3 bulanan ini melibatkan :


o GM/ Deputi GM o
Manajer Bidang
Pemeliharaan o Manajer
Bidang Operasi o Supervisor
bidang Pemeliharaan o
Supervisor bidang

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 15


Operasi o Supervisor bidang
Enjinering o Supervisor
bidang Enjinering
• Rencana Mingguan o Tujuan dari “Plan of the
Week” (Rencana mingguan) adalah untuk
menyiapkan jadwal pekerjaan, diluar planned
outage, untuk setiap jenis pemeliharaan untuk
minggu berikutnya.
o Kegiatan Plan of the week dilakukan pada
hari tertentu, satu minggu sebelum
pelaksanaan pekerjaan.
o Menjadwalkan seluruh pekerjaan
pemeliharaan dengan prioritas Normal yang
dapat dikerjakan setelah 7 hari di depan dan
tidak tergolong planned outage.
o Penyusunan rencana mingguan ini
melibatkan :
– Manajer Bidang Pemeliharaan
– Manajer Bidang Operasi
– Supervisor bidang Pemeliharaan
– Supervisor bidang Operasi
– Supervisor bidang Enjinering
• Rencana Harian o Tujuan dari “Plan of the Day”
adalah me review dan mengidentifikasi Work
Order yang perlu segera ditindak
lanjuti. Serta membahas Service Request (SR) yang
terbit setiap hari untuk dilakukan Planning and
Schedulling
o Fungsi dan Agenda Meeting Harian,
sebagai berikut :

Rendal Operasi menyampaikan
kondisi unit terakhir – Membahas
Backlog Emergency Maintenance
(dalam
48 jam harus sudah selesai).

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 16


– Tidak untuk mendiskusikan SR yang
terbit terbaru secara mendalam, tapi
untuk mengalokasikan grup
pelaksana pekerjaan (workgroup)
dimana dibutuhkan tindakan
pemeliharaan.
– Untuk menentukan prioritas tindakan
pemeliharaan dengan criteria :
Urgent dan Normal.
– Menentukan tanggal
selesainya pekerjaan
pemeliharaan.
– Review pekerjaan Urgent yang
backlog
– Review pekerjaan Urgent yang
hampir backlog

o Penyusunan rencana harian ini melibatkan :


– Manajer Bidang Pemeliharaan
– Manajer Bidang Operasi
– Supervisor bidang Pemeliharaan
– Supervisor bidang Operasi
– Supervisor bidang Enjinering

• Pekerjaan Penjadualan ( Weekly Scheduling )


Dalam membuat Weekly Schedulling 4 hal yang harus
dilakukan :
• Peng-alokasi-an waktu untuk WO, Perkiraan
workhour
• Penyotiran backlog
• Prnsip – prinsip scheduling
• Penjadualan rapat-rapat O & M

o Tehnik Penyortiran didasarkan pada :


• Prioritas
• Estimasi Jam kerja
• Tactical didepan Pemeliharaan korektif ,
• System

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 17


o Prinsip – prinsip Penjadualan :
• Rencana untuk kebutuhan skill level paling rendah

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 18


• Jadual dan semua prioritas adalah

penting, sehingga
akan kesulitan
menentukan
pekerjaan mana yang harus didahulukan.

• Jadual dari perkiraan ketersediaan skill yang paling


tinggi : Prioritas, apakah ada pekerjaan yang sama
dikerjakan ditempat lain, ditempat lain tersebut dipilih
mana yang proactive dan mana yang reactive, kerjakan
yang proactive.
• Jadual untuk setiap ketersediaan jam kerja : Dalam
satu minggu tdk breakdown, berarti sudah matang
penjadwalannya tapi sayangnya dia hanya
mengalokasikan 80% dari beban teknisi sehingga
menjadi tidak maksimal
(tidak dapat mengerjakan semua jadwal pekerjaan PM)
• Supervisor menangani pekerjaan hari itu.
• Pengukuran performancePenerimaan Penjadualan

Pekerjaan Eksekusi
 Penerimaan Hasil Pekerjaan Pemeliharaan
Proses penerimaan ini meliputi penerimaan pekerjaan Non Tactical
(Corrective – Emergency Maintenance) dan Tactical
(Project/Modifikasi, Preventife Maintenance, Predictive
Maintenance dan Run to Failure). Prosedur ini dilakukan
ketika suatu kegiatan pemeliharaan telah selesai dilakukan
oleh bagian pelaksana pekerjaan.
Personil yang melakukan proses penerimaan adalah :
• Supervisor bidang operasi
• Supervisor Enjinering
• Manajer bidang pemeliharaan
Sistim Manajemen Aset Pembangkit 16

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 20



WO Feedback
Feedback harus ada dan terus dilakukan agar ada improvement.
Apabila feedback tidak dilakukan maka proses tetap tidak ada
perubahan. WPC Survival hanya agar selamat saja, dan yang
diinginkan adalah WPC Optimising, maka kunci utama WO
Feedback ini adalah tingkat kepedulian
Sebelum menutup WO , harus mereview feedback dan mengambil
tindakan yang tepat. Beberapa aspek yang pendekatan, antara lain :

• Actual Resources :
- Man hours
- Material
• Reliability Analysis :
- Failure mode
- Failure cause
- Component
- Maintenance Action
• Work Analysis
Pekerjaan Analysis meliputi, aspek-aspek tersebut dibawah ini
dan dilakukan sebelum pekerjaan dinyatakan selesai, antara lain
:
™ Maintenance Mix (dalam biaya/man power)
™ Komposisi WO Backlog

™ Produktivitas (wrench time)
™ Downtime untuk Top 10% MPI
Work Close Out
Pekerjaan dinyatakan SELESAI.
Work Oder Closed Out adalah memasukkan seluruh informasi
pemeliharaan yang telah dilakukan ke dalam CMMS.
Work Close Out dilakukan oleh fungsi Planner
Planner melakukan verifikasi untuk approval Supervisor
Eksekutor pada feedback Job Card (hard copy)
Post Maintenance Test adalah kegiatan untuk
menjamin kualitas pemeliharaan termasuk performance
test, prosedur kualitas standar dan tindakan
pemeliharaan lainnya.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 17

Tiap Job Card dikeluarkan pagi hari dan dikembalikan pada


sore hari

• Dokumentasi Pemeliharaan
Merupakan kegiatan untuk mendokumentasikan
kegiatan pemeliharaan yang telah selesai dengan tujuan
mempermudah menelusuri histori peralatan. Kegiatan ini
meliputi Work Order Closed Out, Post Maintenance Test
dan Maintenance Report.
Maintenance Report adalah kegiatan pelaporan hasil
pelaksanaan pemeliharaan beserta rekomendasi yang
harus ditindak lanjuti untuk meningkatkan kehandalan
peralatan, secara berkala Maintenance Report
disampaikan kepada Kantor Pusat.

2.2. Kegiatan rapat rutin O&M (Daily, weekly, Monthly)


Persiapan rapat O& M
 Persiapan - Daily Meeting
RENVAL HAR :
• Daftar WO EM 24 Jam terakhir.
• Daftar ILS 24 jam terakhir.
• Daftar WO Weekly Planning (Mingu ini & minggu
depan) – WO Outage & Normal
• Jadwal Outage minggu ini dan minggu depan SPV.
HAR :

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 22


• Daftar WO Urgent yang backlog sampai hari
kemarin & Daftar WO Urgent yang kemungkinan
backlog hari ini.
• Daftar Human Resources yang tersedia minggu ini &
minggu depan.
RENDAL OP :
• Catatan – catatan mengenai evaluasi operasi
(trend). SPV. OP :
• Catatan – catatan kejadian dalam > 24 Jam terakhir.
™ Persiapan - Weekly Meeting
RENVAL HAR :
• Draft pekerjaan PO atau Project 3 bulan
mendatang
• Daftar Kesiapan Material, Tools dll untuk PO atau
Project 2 bulan mendatang.
• Final Draft pekerjaan PO atau Project 1 bulan
mendatang.
• Catatan Rekomendasi-rekomendasi.
• List WO Outage yang bisa ditunda utk dikerjakan
saat PO atau Project.
RENVAL OP :
• Catatan – catatan mengenai evaluasi operasi
(trend).

™ Persiapan - Monthly Meeting


RENVAL HAR :
• Draft distribusi Resources PM, PdM & CR utk 52
minggu ke depan.
• Draft Budget (Maintenance & Capital)
• List kebutuhan Material yang memiliki Lead Time
> 3 Bulan. RENVAL OP :
• Draft Budget Kimia – Operasi (If needed)

™ Persiapan Yearly Meeting


(Mei – Minggu ke 3 – Selasa –
3 Jam) RENVAL HAR &
RENDAL OP :
• Draft 5 yearly Planning Updated
• List Rencana Schedule PO & Major
modification

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 24


• List kebutuhan Resources
• List Material & Service yang dibutuhkan dan
memiliki Lead Time > 1 Tahun.

DM HAR, DM OP & MANAGER :


• Draft 5 yearly Planning Updated
• List Rencana Schedule PO & Major
modification
• List Material & Service yang dibutuhkan dan
memiliki Lead Time > 1 Tahun. Pengaturan

jadual kerja.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 25


Tabel 2.1. Aktivitas Rendal Pemeliharaan
Keterangan :

[1] PERSIAPAN HAR:


a) Verifikasi SR yg terbit s/d. hari ini
b) Verifikasi SDM
c) Distribusi WO PM hari ini

[2] PERSIAPAN OPERASI


a) Daftar SR terbit 24 Jam terakhir
b) Status kondisi unit

Senam pagi Bersama

[3] MORNING MEETING


a) Informasi kondisi unit terakhir
b) Pembahasan emergency WO (dalam 48 jam harus
sudah selesai)
c) Penentuan urgensi SR dan kelanjutannya (menjadi
WO
atau tidak)
d) Penentuan jadwal penyelesaian WO
e) Review WO urgent yang backlog / hampir backlog
f) Info Singkat WO PM

[4] Daily Planning & Scheduling


a) Task for Work Order, Tahapan pek., est. Durasi
b) Labour/ Tenaga Kerja, Material , Tools
c) Safety Plan

[5] Weekly Meeting Bidang (masing-masing bidang)

[6] WEEKLY SCHEDULING *)


a) Generate PM (4 minggu ke depan)
b) Informasi schedule (W+1 s/d W+4) by email

[7] WEEKLY PLANNING & SCHEDULING *)


a) Penyampaian weekly schedule (Senin  Jumat Minggu
Berikutnya)

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 26


b) Locking weekly schedule (Senin  Jumat) (pengisian
schedule start/finish di MAXIMO) c) Pembahasan WO Backlog
d) Ijin Operasi

[8] PENUTUPAN :
a) Verifikasi feedback dari item 9
b) Review dan Closing WO hari ini
c) Persiapan WO next day

[9] Work Execution (09.00 – sd selesai)


a) Distribusi WO
b) Safety Briefing (APD, dll)
c) Kelengkapan tooll
d) Pengujian setelah pekerjaan bersama operator
e) Dokumentasi feedback
• Task actual
• Material
• Durasi
• Labor

[A] Monthly Meeting


P2K3 & Lingkungan (Minggu Pertama setiap bulan)

[B] Forum Logistik (Minggu pertama dan ketiga setiap


bulan)

[C] Forum Engineering (Minggu kedua dan keempat setiap


bulan

2.3. Manajemen Patrol

Tujuan dari Manajemen patrol adalah :

1. Mengkomunikasikan standar kinerja yang diharapkan sesuai


Unit Bisnis Pembangkitan (Generation Plan)
2. Melakukan pengamatan langsung terhadap aktivitas karyawan
di lapangan serta untuk mendapatkan feedback secara
langsung
3. Memberikan motivasi dan contoh kepada supervisor dan
karyawan lapangan untuk menjalankan tugas dan
tanggungjawabnya serta menanamkan trust

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 27


4. Memastikan setiap individu melakukan perbaikan secara
berkesinambungan (continuous improvement)
5. Menjaga lingkungan kerja yang bersih, rapi, aman, dan
menunjang keberhasilan pelaksanaan pekerjaan
6. memberikan penghargaan kepada karyawan dengan
menciptakan suasana bangga terhadap karyawan tersebut
7. Menuju Zero (maintenance, accident, defect, failure,
breackdown)

Penerapan Manajemen patrol

Persiapan :

• Peserta : General Manager, Deputy General Manager


• Menetapkan sasaran sesuai dengan isu aktual
• Memilih area
• Mempersiapkan APD (Alat Pelindung Diri)
• Mengetahui penanggungjawab sasaran
• Menyiapkan sarana yang diperlukan (alat tulis, tools
sederhana)
• Menyiapkan data operasi dan data lain yang dibutuhkan
• Membuka catatan penting sebelumnya

Pelaksanaannya :

• Menginventori masalah-masalah yang ada di lokasi yang


dikunjungi
• Memberi contoh penerapan safety
• Memberi contoh penerapan housekeeping
• Memastikan staf bekerja sesuai prosedur
• Menjaga lingkungan sesuai prosedur
• Memberi motivasi
• Membuat catatan-catatan kecil yang diperlukan
• Memberi penjelasan hasil-hasil walk around kepada staf
• Membuat catatan hasil walk around
• Memberi arahan tentang pelaksanaan kegiatan
• Memeriksa house keeping
• Memberi penjelasan standar kinerja yang diharapakan (KPI
Generation Plan)

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 28


Akhir Pelaksanaan :

• Meminta masukan apa yang dibutuhkan


• Membuat agenda lebih lanjut

2.4 Indikator Proses pada Manajemen WPC


• Mengikuti siklus manajemen WPC ini dengan menghasilkan
KPI dan report yang baik, bukan untuk mencari punishment
tapi untuk mencari peluang improvement
• Merupakan kegiatan pengukuran terhadap Indikator kunci
keberhasilan proses Work Planning and Control. Key
performance indicator yang tercakup dalam WP&C minimal
meliputi:
o Maintenance Mix (berdasarkan manhour
dan biaya pemeliharaan)
o Maintenance Cost (biaya pemeliharaan
per kWh) o Rasio WO Backlog

• Proses Pengukuran Maturity digunakan untuk mengukur


efektifitas proses Work Planning and Control secara internal
untuk improvement Unit Bisnis Pembangkitan.
• KPI ada dua macam untuk memastikan continuous
improvement --> Leaging (apa yang kita kerjakan 2-3 tahun
yang lalu) dan Leading indicator digunakan untuk
mensupport leaging indicator
• Gambaran Indikator Proses, sebagai berikut

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 29


Sistim Manajemen Aset Pembangkit 30
™ Standard Search di MAXIMO o PM
dengan due date pada triwulan ke-
lima untuk direncanakan o PM
dengan due date pada minggu ke-
lima untuk diterbitkan WO o SR
status WAPPR o WO status
WAPPR dan prioritas Urgent o WO
status WAPPR dan prioritas
Normal o WO status APPR dan
WSCHD
™ Standard Report di MAXIMO o PM
untuk Top 10% Critical Equipment
o Perbandingan SR yang status CLOSED (menjadi WO)
dan
RESOLVED (diselesaikan melalui SR saja) tiap bulan o
Perbandingan manhour plan dengan actual dalam man hour
tiap bulan
o Perbandingan material plan dengan actual dalam harga
tiap bulan
o WO Rework o Schedule compliance o
Komposisi WO Backlog o Wrench time

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 31


BAB III MANAJEMEN RELIABILITY

Maksud & Tujuan


• Manajemen Reliability merupakan kegiatan untuk menjamin tidak
terjadinya kegagalan pada seluruh peralatan saat dioperasikan,
tidak mengalami derating, dengan biaya optimum, dengan
meminimalkan atau menghilangkan kegagalan & penyebabnya,
serta melakukan optimasi.
• Dua faktor utama yang menentukan ketersediaan (availability) unit
pembangkit adalah reliability (keandalan) dan maintainability
(kemampurawatan).
• Kesiapan dan keandalan unit pembangkit merupakan lagging
indicator pencapaian kinerja operasi unit pembangkit, dan
ketersediaan ini harus diupayakan secara maksimal sesuai batas
desain.
• Manajemen Reliability meliputi kegiatan pemeliharaan bebasis
reliability (PM, PdM dan Overhaul), Perbaikan berkelanjutan
(Continuous Improvement) serta proses - proses pendekatan
(Baseline, SERP, FMEA, RCA) terhadap pelaksanaaan kegiatan
pemeliharaan. (Gambar 3.1).

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 32


Gambar 3.1. : Siklus Manajemen Reliability
Diawali dengan melakukan asessment keseluruhan peralatan
(baseline) dan prioritisasi peralatan/System Equipment Reliability
Prioritization (SERP). Hasil dari kedua proses tersebut digunakan
sebagai acuan untuk menentukan prioritas peralatan yang
membutuhkan kajian Failure Mode Effect Analysis (FMEA) dan Root
Cause Analysis (RCA).
Action plan/ Failure Defense Task (FDT) yang mencakup task, frekuensi
& rekomendasi adalah output dari kajian tersebut.
Ruang Lingkup
Elemen kunci proses pendekatan terhadap Manajemen
Reliability
™ Pendaftaran Aset
™ Penentuan equipmen kritis dengan System Equipment
Reliability Prioritization (SERP)
™ Baseline (Assessment) equipment audit
™ Failure Mode Effect Analysis (FMEA)
™ Root Cause Analysis (RCA)

Pemeliharaan bebasis Reliability [Failure Defense Task (FDT)]


™ Pemeliharaan Preventive
™ Pemeliharaan bebasis kondisi /PdM

Perbaikan Kontinu

3.1. Elemen kunci proses pendekatan terhadap Manajemen


Reliability
 Pendaftaran Aset dan Lokasi
Mengumpulkan data seluruh peralatan dan part pembangkit dan
menyusunnya dengan menggunakan variasi dari hirarki sembilan
lapis yaitu :
1. Enterprise: korporat
2. Facility/plant: entitas yang ditentukan secara geografis
3. Unit/platform: unit produksi
4. Sistem: sekumpulan aset fisik dengan fungsi tertentu
5. Subsistem: suatu sistem yang merupakan bagian dari
sistem lainnya

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 33


6. Kumpulan peralatan: sebuah assembly dengan fungsi
tertentu
7. Komponen peralatan
8. Assembly
9. Part
Penyusunan hirarki aset ini dapat disesuaikan dengan kondisi
masing-masing pembangkit dan beberapa level dapat dihilangkan
apabila diperlukan.

3.2. Menyusun Hierarchy Plant Pembangkit


 Pendaftaran Aset
Pendaftaran aset disesuaikan dengan jenis pembangkit
yaitu:
PLTA/D/P/U/GU/G, dengan hirarki sebagai berikut:
1. PLTA / PLTD / PLTP / PLTU / PLTGU / PLTG
2. Sistem: sekumpulan aset fisik dengan fungsi tertentu
3. Subsistem: suatu sistem yang merupakan bagian dari
sistem lainnya
4. Kumpulan peralatan: sebuah assembly dengan fungsi
tertentu
5. Komponen peralatan: sebuah assembly dengan fungsi
tertentu
Penyusunan hirarki aset ini dapat disesuaikan dengan kondisi
masing-masing pembangkit dan beberapa level dapat dihilangkan
apabila diperlukan

 Pendaftaran Lokasi
Pendaftaran lokasi dilakukan mengikuti hirarki lokasi yang dibuat,
yang dimulai dari fungsi pembangkitan sebagai berikut:
1. Fungsi Pembangkit
2. PLTA/D/P/U/GU/G
3. Lokasi
4. Mesin
5. Sistem

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 34


6. Subsistem
7. Kumpulan peralatan

™ System Equipment Reliability Prioritization (SERP) o SERP


(System Equipment Reliability Prioritization) merupakan metode
untuk meranking tingkat keandalan sistem peralatan.
o Hasil dari proses SERP adalah Maintenance Priority Index
(MPI) berupa ranking peralatan berdasarkan kriteria tertentu
yang mencerminkan tingkat kekritisan.
o Hasil MPI dan hasil dari mapping equipment (pemetaan
peralatan) merupakan proses identifikasi awal yang
memberikan gambaran terhadap peralatan-peralatan kritis
yang harus segera mendapatkan penanganan dan
ditingkatkan keandalannya.
o Proses SERP dilakukan dengan langkah langkah sebagai
berikut:
ƒ Menentukan atau membagi Unit Pembangkit ke dalam
sistem, dimana dalam satu sistem merupakan kumpulan
dari beberapa peralatan/ equipment.
ƒ Menentukan dampak kerusakan & tingkat keandalan
sistem peralatan berupa system criticality ranking
(SCR) & operational criticality ranking (OCR)

Formula SCR , sebagai berikut: dimana :


OC:Operational Cost dengan
pembobotan 0.3,

SCR= (0.3 OC2 +0.5 PT2 +0.2 SF2 )^1/2 PT:Process pembobotan
0.5,Throughput dengan

SF: Safety dengan pembobotan 0.2


Keterangan:
• Nilai OC 1-10 dengan criteria ditentukan sesuai dengan kondisi UBP masing-
masing.
• Nilai PT dan SF terlampir pada lampiran

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 35


ƒ Nilai OCR didapat dengan melihat besarnya dampak
kerusakan pada system / sub system peralatan terhadap
unit pembangkit. (table nilai
untuk OCR ada pada lampiran)

ƒ Mengkombinasikan Operational Criticality dengan System


Criticality dimana peralatan tersebut berada, yang akan
menghasilkan sebuah ranking dari satu peralatan
berdasarkan tingkat kekritisannya terhadap operasi unit,
yang disebut Asset Criticality Ranking (ACR).

ACR = SCR x OCR

ƒ Menentukan Asset Failure Probability Factor (AFPF).


ƒ AFPF menunjukkan tingkat kehandalan suatu peralatan
dengan
parameter yang diukur berupa frekwensi kerusakan dari
peralatan tersebut dalam periode satu tahun terakhir.
Nilai AFPF bernilai 1-10 dengan kriteria ditentukan
sesuai dengan kondisi UBP masingmasing.
ƒ Nilai MPI didapat dengan mengkombinasikan nilai ACR
dan nilai AFPF

MPI = ACR x AFPF

Baseline (Assessment) Equipment audit

Program Baseline (Assessment) Equipment audit merupakan


pemetaan terhadap kesiapan & performance peralatan yang ada
di unit pembangkit, sehingga diketahui kondisi peralatan secara
nyata, dengan langkah - langkah sebagai berikut:
o Melakukan pengambilan data melalui predictive tool
technology untuk semua peralatan, berupa data-data
vibrasi, thermograpy, oil analysis, dan lain-lain.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 36


o Mengumpulkan data Performance Test / Commisioning
Test dan Operasi, berupa gangguan kerusakan, alarm,
trip, derating, laporan hasil modeling/simulasi dan
kondisi resource (fuel, oil,water).
o Mengumpulkan data - data pemeliharaan berupa
histori peralatan,job card feedback, laporan quality
control.
o Menentukan levelisasi tingkat kesehatan peralatan
berdasarkan hasil referensi seperti pada ketiga item
diatas.
o Melakukan workshop koordinasi (engineering, operasi
dan pemeliharaan) untuk membuat program-program
recovery untuk peralatan yang masuk kategori Merah
dan Kuning.
o Didalam rencana pemeliharaan unit pembangkit
dilakukan pendekatan secara teknik untuk mencapai
tingkat keandalan operasional yang maksimum
(maximum operasional reliability) dengan melakukan
Reliability Basis Optimization (RBO)

™ Failure Mode Effect Analysis (FMEA) o Nilai MPI yang lebih


tinggi menunjukkan bahwa sistem peralatan tersebut mempunyai
risiko kegagalan dan dampak yang lebih besar terhadap
operasional unit pembangkit, sehingga menjadi prioritas utama
untuk segera diidentifikasi modus kerusakan dan diformulasikan
langkah pencegahannya.
o FMEA atau Failure Mode and Effect Analysis adalah sebuah
metoda untuk mengenali modus kerusakan dan pengaruh
kerusakan terhadap fungsi peralatan atau asset.
o Hasil dari FMEA berupa langkah‐langkah pencegahan (failure
defense task) yang pada akhirnya akan didapatkan tindakan yang
paling optimal.
o Langkah-langkah dalam proses FMEA adalah sebagai berikut:
ƒ Menentukan sistem peralatan atau sub sistem peralatan
yang menjadi prioritas. Contoh: water treatment plant
system.
ƒ Mendefinisikan peralatan peralatan atau komponen
peralatan yang

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 37


ada didalam sistem peralatan atau sub-sistem peralatan
tersebut. Contoh: water treatment plant system terdiri dari
pompa injeksi kimia, tangki bahan kimia, pompa air, tangki
penampung air, instalasi perpipaan, dan sebagainya.
ƒ Menentukan fungsi dari masing masing peralatan pada
system atau sub sistem peralatan tersebut. Contoh:
peralatan pompa injeksi kimia adalah bagian dari water
treatment plant system yang mempunyai fungsi
melakukan injeksi kimia, tangki bahan kimia mempunyai
fungsi sebagai penampung bahan kimia, dan seterusnya.
ƒ Mendefinisikan modus-modus kegagalan untuk semua
peralatan. Contoh: pompa injeksi kimia mempunyai
modus kegagalan berupa flow injeksi kurang, diafraghma
pompa sering pecah,casing pompa retak, dan
seterusnya.
ƒ Menjelaskan dampak dari modus kegagalan. Contoh:
Flow injeksi kimia yang rendah akan berdampak pada
kegagalan memproduksi air murni sesuai dengan
kualitasyang diinginkan, diafraghma pompa yang pecah
menyebabkan kegagalan untuk memproduksi air murni,
dan seterusnya.
ƒ Mengidentifikasi berbagai potensi penyebab dari modus
kegagalan. Contoh: Untuk modus kegagalan flow injeksi
kimia rendah dapat disebabkan karena oil filter strainer
yang tersumbat, packing bocor, dan lain sebagainya.
ƒ Menentukan action plan (FDT) maupun rekomendasi
untuk semua
potensi penyebab kegagalan. Contoh: Langkah awal
untuk mengatasi oil filter yang tersumbat dilakukan
action plan berupa pengecekan terhadap kontaminan
(wear particle), pengecekan filter, pengecekan kualitas
oli, dan seterusnya.
ƒ Sedangkan jika penyebab kegagalan sudah terdefinisi
dengan pasti,
maka dibuat rekomendasi untuk mengatasi kegagalan
tersebut. Contoh: oil filter tersumbat yang disebabkan
karena desain mesh-nya yang terlalu rapat dibuat
rekomendasi berupa perubahan desain filter.
o Bilamana terjadi kerusakan peralatan (10 % MPI) dan
atau berulang maka dilakukan kegiatan Root Cause
Analysis (RCA) untuk mencari akar permasalahan
kerusakan tersebut.
o Contoh pelaksanaan FMEA terlampir pada lampiran

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 38


 Workpackage review
Setelah task ditutup maka dilakukan review terhadap work plan
yang telah dibuat apakah antara rencana dan realiasi terjadi
penyimpangan (job Plan, craft, tool dan sebagainya).

 Analisa
Analisa diperlukan untuk continius improvement reliability
manjemen, yaitu:
• Mereview PM, CM, Work Week Meeting dan CBM yang
ada
• Hasil review workpackage
• Root Cause Analysis o RCA (Root Cause Analysis)
merupakan proses investigasi untuk dapat mengetahui
penyebab utama dari suatu modus kegagalan (penyebab
masih belum jelas). RCA dilakukan karena beberapa
FMEA mempunyai modus kegagalan yang penyebabnya
belum diketahui.
o Investigasi dilakukan dengan mengumpulkan data di
lapangan, data desain, pengalaman dan teori penunjang.
o Selanjutnya dari data dan teori tersebut akan digunakan
sebagai bahan analisa untuk mendapatkan suatu
kesimpulan mengenai Gambar 3.2 Contoh work plan
penyebab utama dari kegagalan yang pada akhirnya akan
didapatkan suatu rekomendasi yang tepat.
o Metode yang digunakan dapat menggunakan metode fish
bone diagram, fault tree analysis dan metode yang lain.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 39


3.3. Pemeliharaan berbasis Reliability
Sesuai dengan maksud Manajemen Reliability yaitu kegiatan untuk
menjamin tidak terjadinya kegagalan pada seluruh peralatan atau
Failure Defense Task (FDT), maka Pemeliharaan bebasis
Reliability meliputi :
Pemeliharaan Preventive
Pemeliharaan yang bebasis kondisi atau disebut
Pemeliharaan Prediktif
Pemeliharaan Overhaul atau Pemeliharaan Proaktive

Sedangkan, Action Plan Manajemen Reliability antara lain :

™ Melakukan update MPI


™ Mengkaji kegagalan peralatan (FMEA) secara
kontiniu
™ Menyempurnakan task dan frekuensi program
pemeliharaan Preventive, Pemeliharaan bebasis
kondisi (PdM) dan Pemeliharaan Overhaul

3.4. Proses perbaikan berkelanjutan


Proses pengembangan dan peningkatan berkelanjutan terhadap
proses dan prosedur kegiatan pemeliharaan.
o Action plan dan rekomendasi yang dihasilkan dari FMEA yang
berupa FDT diberikan ke Bidang Perencanaan dan
Pengendalian Pemeliharaan (RENVAL HAR) untuk
direncanakan selanjutnya akan dijadwalkan waktu eksekusinya
oleh eksekutor (HAR).
o Melakukan evaluasi atau pengukuran efektifitas hasil
rekomendasi.
o Rekomendasi yang dihasilkan (perubahan ruang lingkup/
penjadwalan CBM, preventive maintenance, modifikasi dan lain-
lain) dilakukan evaluasi dan diukur tingkat efektifitasnya secara
berkesinambungan sebagai proses dari suatu continuous
improvement.
o Apabila kegagalan masih juga terjadi pada peralatan yang
sudah dilindungi oleh FDT maka harus dilakukan RCA untuk
kemudian perbaikan FMEA dan FDT o Proses perbaikan
berkelanjutan (continuous improvement) tersebut akan

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 40


membentuk suatu baseline baru terhadap kondisi aktual unit
pembangkit.

BAB IV

MANAJEMEN SUPLAI CHAIN

Maksud & Tujuan

• Manajemen Suplai Chain terdiri dari tiga komponen


manajemen utama, yaitu proses manajemen Inventory,
manajemen gudang, dan manajemen Prokuremen. Ketiga
proses pengelolaan tersebut harus terintegrasi dalam “proses
payung dengan tujuan untuk meningkatkan nilai setiap rantai
suplai, seperti pada gambar 4.1. dibawah ini

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 41


Gambar 4.1. Integrasi proses pada manajemen Suplai
Chain

• Secara keseluruhan tujuan Manajemen Suplai Chain adalah


untuk mencapai empat tepat yaitu tepat kuantitas, tepat
kualitas, tepat waktu dan tepat harga
.

RUANG LINGKUP

Ruang Lingkup Manajemen Suplai Chain meliputi :


a. Manajemen Inventori
b. Manajemen Pengadaan
c. Manajemen Gudang
d. Indikator proses Manajemen Suplai Chain

4.1. Manajemen Inventory.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 42


• Manajemen Inventory meliputi pengendalian persediaan dan
usulan pengadaan Barang dan Jasa.
• Pengendalian persediaan yakni memaksimumkan tingkat
ketersediaan (service level) material dan meminimumkan nilai
persediaan.
• Dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektifitas
manajemen Inventory maka diperlukan adanya penyeragaman
pengelolaan material persediaan dalam bentuk kebijakan
pengendalian persediaan / inventory control dan pengadaan
untuk menetapkan kriteria material, setting ROP/ROQ, service
level material, perputaran material, strategi pengendalian
persediaan dan pengadaan
• Dengan klasifikasi/kriteria material dan seting ROP/ROQ
secara tepat maka akan dicapai titik seimbang dalam
pengelolaan persediaan yakni nilai persediaan yang
seminimum mungkin dan service level yang setinggi mungkin.

4.1.1. KATALOG MATERIAL

™ Manajemen material, diawali dengan pengelolaan katalog


material. Katalog
material berfungsi identifikasi material , pengelompokan
material sehingga memudahkan dalam menemukan material
yang diperlukan serta menginformasikan
perlakuan/pengendalian terhadap material persediaan
tersebut. Pengelolaan katalog material dimaksud adalah
dukungan & pemeliharaannya serta membuang &
memperbaharuinya, sehingga efektif dan efisien dalam
mencapai sasaran.

™ Di katalog ini disimpan klasifikasi teknis , atributnya dan


spesifikasi teknis
dari seluruh material persediaan serta mengelompokkan
material persediaan sesuai dengan kriteria yang sejenis ,
Kriteria ABC, berdasarkan kriteria kekritisan (Criticality) level
ABC, ketersediaan (Avaibility) level ABC, nilai pemakaian
(Usage) level ABC, sehingga dapat memberikan perlakuan/

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 43


pengendalian yang berbeda sesuai dengan kriteria stok
material.

™ Klasifikasi teknis o Clasification menunjukkan pemisahan


katagori barang dalam Hierarchy Aset (sebagaimana pada Bab
III.1). Dalam satu Kelompok akan terdiri dari lebih dari satu
Classification Barang, pada classification dibuatkan Deskripsi
material dan Kode.

™ Attribute o Merupakan uraian rincian data teknis yang


disandang oleh barang yang bersangkutan, sehingga setiap
jenis barang indek data atau attribute barang tidak sama.
Untuk keperluan uraian attribute barang tersebut disiapkan
kolom isian attribute barang yang disiapkan untuk setiap
Kelompok barang, kolom uraian untuk attribute disiapkan
sebanyak mungkin untuk diisi dengan data yang disandang
barang barang tersebut.

™ Spesifikasi o Merupakan informasi tentang spesifikasi dari


identitas material. spesifikasi merupakan ciri-ciri identitas
paling detail dari material yang membedakan satu sama lain,
yang menyangkut ukuran atau dimensi barang, kwalitas, atau
petunjuk lain yang ada pada material tersebut. Pada level ini
kemungkinan masih merupakan spesifikasi dari suatu
assembly yang masih merupakan rakitan dari susunan bagian-
bagian
( part ) yang lebih kecil.

™ Kriteria Kekritisan (criticality)


o Kekritisan, adalah tingkat pengaruhnya terhadap unit,
apakah apabila tidak tersedia pembangkit akan
mengalami trip, derating atau tidak berpengaruh.
o Analisa ABC ini terkait pada analisa dan penetapan
tingkat kekritisan asset pada Reliability
Management/SERP.

¾ Level A : Sangat kritis


Stock item material yang dapat menyebabkan plant
stop, kehilangan produksi (misalnya hanya satu alat

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 44


adalah barangbarang yang melekat pada aset
dengan Nilai Top MPI 33%.yang digunakan untuk
memproduksi kapasitas 100%). Barang-barang yang
masuk kategori level A

¾ Level B : Kritis
Stok item material yang dapat menyebabkan unit
derating, atau mengancam unit untuk derating.
Ketidak tersediaan material menyebabkan
tertundanya perbaikan sehingga tidak dapat
beroperasi secara optimal. Barang-barang yang
masuk kategori level B adalah barang-barang yang
melekat pada aset dengan Nilai Middle MPI 33%.

¾ Level C : Kurang Kritis


Stok item material yang tidak berdampak langsung
bagi operasi, (misalnya consumable item; stationery;
stok yang ditahan vendor). Barang-barang yang
masuk kategori level C adalah barang-barang yang
melekat pada aset dengan Nilai Bottom MPI 33%.

o Penentuan kriteria kekritisan (criticality) adalah


wewenang dan tanggung jawab user (Bidang
Perencanaan & Pengendalian Operasi
/ Pemeliharaan, Bidang Engineering atau sesuai
kebijakan)

™ Kriteria Ketersediaan (availability) o Ketersediaan adalah lead


time yang dibutuhkan barang tersebut. Lead time yang
dimaksud adalah waktu yang dibutuhkan mulai proses
pengadaan sampai dengan barang terpasang di pembangkit

 Level A : Long Lead Time


Stok item material dimana proses pengadaannya
memerlukan waktu total lead time :
- Di atas 240 (dua ratus empat puluh) hari
kalender untuk unit pembangkitan termal,
UBP: Semarang, Suralaya,
Priok, Grati, Kamojang dan Bali

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 45


- Di atas 150 (seratus lima puluh) hari kalender
untuk unit
pembangkitan hidro, UBP : Saguling dan Mrica

 Level B : Medium Lead Time


Stok item material dimana proses pengadaannya
memerlukan waktu total lead time :
- 60 s/d 240 (enam puluh s/d dua ratus empat
puluh) hari kalender untuk unit pembangkitan
termal, UBP: Semarang, Suralaya, Priok,
Grati, Kamojang dan Bali
- 45 s/d 150 (empat puluh lima s/d seratus lima
puluh) hari kalender untuk unit pembangkitan
hidro, UBP : Saguling dan Mrica

 Level C : Short Lead Time


Stok item material dimana proses pengadaannya
memerlukan waktu total lead time :
- Kurang dari 60 (enam puluh) hari kalender
untuk unit
pembangkitan termal, UBP: Semarang,
Suralaya, Priok, Grati, Kamojang dan Bali
- Kurang dari 45 (empat puluh lima) hari
kalender untuk
unit pembangkitan hidro, UBP : Saguling dan
Mrica

o Penentuan kriteria ketersediaan (availability) adalah


wewenang dan tanggung jawab Bidang Pengadaan dan
Inventory Control

™ Usage Value (Nilai pemakaian material per periode)


Usage Value adalah tingkat penggunaan barang yang dinilai
dari total nilai frekuensi penggunaan (jumlah x harga) o Usage
Value menggunakan ABC Analysis pada Aplikasi Maximo,
dengan berdasar pada kaidah Pareto.
- Level A : 80 %
- Level B : 15 %
- Level C : 5 %

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 46


o Analisa ABC ini digunakan untuk mengetahui nilai
pemakaian dari setiap kelompok item barang sehingga
dapat diketahui bagaimana cara melakukan kontrolnya
(manual / otomatis).

o Penentuan usage level dalam kriteria stock item


material sebagaimana table di atas dilakukan secara
otomatis oleh Aplikasi Maximo dalam modul ABC level
berdasarkan riwayat pemakaian satu periode
sebelumnya

o Setiap item material memungkinkan terjadinya


perubahan usage level pada setiap periodenya,
sehingga akan berubah juga kriteria stock item
materialnya

4.1.2. Setting Re Order Point (ROP) & Re Order Quantity (ROQ).

Gambar 4.2. ROP & ROQ

Keterangan :
Lead Time
¾ Internal Lead Time

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 47


Purchase lead time : waktu yang diperlukan purchasing untuk
memproses pengadaan dari Purchase Request (Rencana
Pembelian Barang) menjadi Purchase Order (PO)
¾ Receiving and inspection lead time : waktu yang diperlukan
bagian penerimaan
dalam memeriksa dan menerima material
™ External Lead Time
Waktu yang diperlukan supplier (pemasok) untuk mensuplai
material sesuai dengan purchase order yang diterima.
™ Total Lead Time
Waktu total yang dipakai sebagai pedoman dalam pertimbangan
pengadaan material diambil dari PR disetujui sampai material
datang di gudang.

™ Dari gambar 4.2. tersebut diatas menunjukkan bahwa setting


ROP (Re Order Point) dan ROQ (Re Order Quantity) terhadap
stok item material dapat memberikan manfaat yang besar
terhadap pengelolaan persediaan dan dapat memberikan
kontribusi yang positif terhadap kegiatan pemeliharaan
pembangkit.

™ Dengan setting ROP/ROQ secara tepat maka akan dicapai titik


seimbang dalam pengelolaan persediaan yakni nilai persediaan
yang seminimum mungkin dan service level yang setinggi
mungkin.

¾ Untuk membantu Inventory Controller dalam


memutuskan nilai ROP & ROQ,
dapat menggunakan model-model persediaan dalam best
practice di dunia, seperti Tingkat Persediaan Minimum dan
Maksimum, Model Persediaan Deterministik, dan lain - lain
dihitung dari kebutuhan dan kondisi yang unik di masing-masing
Unit.

4.1.3. Asesmen Persediaan

™ Service Level Material

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 48


Service level (tingkat ketersediaan) material adalah
perbandingan antara total item permintaan material yang
dapat dipenuhi terhadap total item permintaan material.

Service Level Material = Total item Permintaan Material terpenuhi x


100%
Total item Permintaan Material

Catatan : Permintaan material dikatakan dipenuhi apabila


permintaan
user dapat dilayani petugas gudang tepat pada
saat tanggal diperlukan.

™ Perputaran material
Perputaran material adalah perbandingan antara
pemakaian material terhadap saldo rata-rata dalam
periode tertentu.

Pemakaian Material
Perputaran Material = Saldo rata-rata x 100%

Keterangan :
- Pemakaian material : total biaya pemakaian material
gudang pada periode tertentu
- Saldo rata-rata : saldo awal ditambah saldo akhir
dibagi 2

4.1.4. Optimasi Stock Gudang

 Model Persediaan Minimum dan Maksimum , sebagai


Contoh Model Perhitungan ROP & ROQ
¾ Data-data dasar yang diperlukan untuk
mengendalikan persediaan adalah :
- Kecepatan pemakaian tiap-tiap barang
- Lead time

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 49


¾ Berdasarkan 2 (dua) data di atas maka dapat
ditetapkan :
a) Tingkat persediaan maksimum, tergantung
kepada lead time, dapat ditetapkan misalnya
6 - 12 bulan

Jumlah Persediaan Tingkat persediaan Kecepatan


Maksimum = Maksimum X Pemakaian

b) ROP = ⎛⎜⎜⎝ 30Lead Hari Time

Kerja × Kecepatan Pemakaian⎞⎟⎟⎠× 2

c) Safety stock, dapat ditetapkan


misalnya sebanyak jumlah barang
yang terpakai habis (kecepatan
pemakaian barang) dalam waktu lead
time

Lead Time
Safety Stock = ×Kecepatan
Pemakaian
30 Hari Kerja

d) ROQ = Jumlah Persediaan Maksimum -


Safety Stock

 Model Persediaan, Model yang menganggap bahwa


semua variable telah diketahui dengan pasti.
¾ Asumsi yang digunakan dalam model ini
adalah sebagai berikut
:

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 50


o Hanya satu item barang yang diperhitungkan
o Permintaan deterministik dan tetap, artinya
kebutuhan/permintaan setiap periode
diketahui (tertentu), relatif tetap dan terus-
menerus
o Tenggang waku pengadaan sama dengan 0
(nol), artinya barang yang dipesan
diasumsikan dapat segera tersedia atau
tingkat produksi barang yang dipesan
berlimpah (tak hingga)
o Lead time atau waktu menunggu kedatangan
barang diketahui bersifat konstan
o Pengadaan sekaligus, yakni setiap
pemesanan diterima dalam sekali pengiriman
dan langsung dapat digunakan.
Penerimaan barang yang dipesan bersifat
instan o Tidak ada pemesanan karena
kehabisan persediaan
(backorder) o Struktur biaya tidak
berubah, di mana harga per unit barang
adalah tetap dan biaya pemesanan serta
penyimpanan adalah tetap
o Kapasitas gudang dan modal cukup untuk
menampung dan
membeli pesanan
o Tidak ada quantity discount
o Biaya variable hanya terdiri atas biaya
pengadaan (setup cost) dan biaya
penyimpanan per item (holding cost)
o Stock out harus dihindari dengan menjaga
kedatangan barang/bahan yang tepat waktu

¾ Maka :

a) EOQ= 2×A×D
h

b) Jumlah Pemesan Per Tahun = A EOQ

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 51


c) ROP =
×L
A
Jumlah Hari Efektif Setahun

Keterangan ;

EOQ Economic Order Quantity, dalam hal ini (pcs)


dapat dianggap sebagai ROQ
ROP Reorder Point (pcs)
A Volume kebutuhan dalam setahun (pcs)
D Biaya pengadaan (Rp) h Biaya penyimpanan
(Rp)
L Lead Time (Rp)

4.1.5. Kriteria Stock Item Material

™ Bentuk kebijakan pengendalian persediaan meliputi


ketetapkan kriteria material, seting ROP/ROQ, service
level material, perputaran material, strategi
pengendalian persediaan , sebagai berikut :

Service Turn Over


Kriteri Strategi pengendalian persediaan
Level (Tahunan
a yang direkomendasikan
(%) )
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
AAA 99,99 0-1
manual
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
AAB 99,99 0-1
manual
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
AAC 95 - 98 3-5
manual
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
ABA 97 1-2
manual
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
ABB 97 2-3
manual
ABC 95 3-4 Menentukan nilai ROP/ROQ secara

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 52


manual
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
ACA 90 3-5
manual
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
ACB 93 3-4
manual
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
ACC 95 4-6
manual
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
BAA 93 0-1
otomatis
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
BAB 95 1-2
otomatis
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
BAC 95 4-6
otomatis
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
BBA 90 4-6
otomatis
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
BBB 85 4-6
otomatis
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
BBC 88 6-8
otomatis
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
BCA 83 6-9
otomatis
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
BCB 85 6-9
otomatis
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
BCC 88 6-9
otomatis
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
CAA 65 >5
otomatis
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
CAB 65 >5
otomatis
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
CAC 65 >5
otomatis
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
CBA 65 >5
otomatis
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
CBB 65 >5
otomatis
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
CBC 65 >5
otomatis
CCA 65 >5 Menentukan nilai ROP/ROQ secara

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 53


otomatis
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
CCB 65 >5
otomatis
Menentukan nilai ROP/ROQ secara
CCC 65 >5
otomatis

Tabel 4.1. Kriteria Stock Item Material

™ Tidak semua item material yang masuk dalam kriteria


stock item material sebagaimana tabel di atas dapat
dilakukan stock di gudang, tetapi harus memperhatikan
hal-hal dibawah ini dengan syarat ketersediaan
material tetap terjamin :
- Jenis kebutuhan (rutin atau non rutin)
- Expire date (batas akhir pakai) suatu material
- Prosedur penyimpanan dan penanganan material (area,
pengaruh lingkungan, dan lain-lain)

4.2. Manajamen Gudang


™ Tujuan pengelolaan ini adalah untuk mengatur
penyimpanan material
yang diperlukan untuk mengoperasikan dan memelihara
pembangkit secara efektif.
.
™ Bagian Gudang bertugas menerima kedatangan
material, memeriksa
dokumen yang menyertai, mengelola dan mengatur
material yang disimpan dalam gudang untuk
memastikan bahwa segala material yang akan
dibutuhkan untuk keperluan operasional dan
pemeliharaan dapat diperoleh secara tepat waktu,
tepat mutu dan spesifikasi, dan tepat jumlah

™ Setelah Pemeriksaan Barang/material disahkan, yang


berarti bahwa
material tersebut telah diterima, maka petugas
gudang menandatangani penerimaan pada surat

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 54


pengantar barang atau surat jalan. Untuk keperluan
pembukuan penerimaan material tersebut

4.3. Manajemen Pengadaan


™ Proses Pengadaan Barang dan Jasa dimaksudkan
agar proses pengadaan barang dan jasa dapat
berlangsung lebih cepat, transparan, kompetitif, efisien,
efektif, adil dan bertanggung jawab, sehingga diperoleh
barang dan jasa dengan kualitas yang baik dan harga
yang paling menguntungkan bagi perusahaan sesuai
prinsip-prinsip Good Corporate Governance.

™ Pengadaan di lingkungan Perusahaan dilakukan


berdasar pada RKAP/ RPP/B dan berdasarkan
permintaan yang diajukan oleh user, kemudian
diproses oleh suatu panitia Pengadaan Barang & Jasa
(Tim Pengadaan)

™ Manajemen Supplier
¾ Pengelolaan Supplier sangat
penting dilakukan untuk
mempermudah proses pengadaan yang akan
datang. Database supplier maupun vendor
yang dapat dikembangkan akan dapat
membantu dalam menilai kinerja semua
supplier yang pernah memasok material di
plant untuk menjadi pertimbangan dalam
melakukan kerjasama yang akan datang.

¾ Seleksi atau Evaluasi Supplier


– Perusahaan : Ukuran, kekuatan
keuangan, laba,fasilitas penelitian, lokasi,
manajemen dsb
– Pelayanan : Pengiriman tepat waktu,
kondisi barang kiriman, penanganan
keluhan, bantuan teknis, bantuan darurat,
patokan harga dsb
– Produk : Mutu, harga, kemasan,
keseragaman, garansi

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 55


– Karyawan Penjualan : Pengetahuan,
pertemuan terencana, helpfullness,
informasi, mempercepat delivery,
memahami kebutuhan dsb.

™ Kontrak paying

¾ Adalah perjanjian/ kesepakatan harga dan


perkiraan kebutuhan dalam waktu 1 (satu)
tahun atau lebih antara Kantor Pusat dengan
Penyedia.
¾ Untuk mengoptimalkan inventory turn over,
inventory level dan service level, Asset
Operator dapat menerapkan kontrak payung/
kontrak jangka panjang untuk beberapa
material.

4.4. Key Indikator Proses Manajemen Suplai Chain

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 56


BAB V MANAJEMEN OVERHAUL

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 57


Maksud dan Tujuan
• Manajemen Overhaul adalah metode tata kelola pembangkit
yang mengatur dan mengoptimalkan seluruh proses pada
saat overhaul secara komprehensif mulai dari proses
perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pengendalian,
monitoring, evaluasi dan penyusunan rencana tindak lanjut
untuk proses perbaikan overhaul selanjutnya sehingga
terjadi proses perbaikan secara berkelanjutan.
• Manajemen overhaul dimaksudkan untuk mengoptimalkan
pekerjaan yang dilakukan pada masa tersebut sehingga
dapat berjalan dengan efektif dan efisien (cepat dan
berkualitas), meningkatkan interval overhaul, dan
mengurangi durasi overhaul.
• Parameter utama dari keberhasilan pelaksanaan suatu
overhaul adalah peningkatan kinerja mesin, penurunan
biaya operasi dan biaya overhaul, efisiensi sumber daya,
peningkatan interval overhaul dan penurunan durasi
overhaul.

Ruang lingkup
• Optimalisasi overhaul meliputi optimalisasi proses, interval
dan durasi overhaul.
• Proses sinergi dan berkesinambungan didalam manajemen
Overhaul meliputi kegiatan perencanaan, persiapan,
pelaksanaan, pengendalian, monitoring, evaluasi dan
rencana tindak lanjut.
• Pelaksanaan overhaul oleh Unit Bisnis Pemeliharaan (UBH)

5.1. Optimalisasi Manajemen Overhaul


Manajemen overhaul melakukan optimalisasi antara kegiatan
pemeliharaan dan biaya yang dibutuhkan dengan
mempertimbangkan faktor reliability dan risiko (sesuai dengan
gambar 5.1) sehingga diharapkan overhaul dapat
memprioritaskan pada proses mitigasi risiko-risiko yang
terbesar dengan biaya yang minimum.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukan optimalisasi
adalah sebagai berikut:

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 58


5.1.1. Optimalisasi proses overhaul terhadap proses-proses di
setiap tahapan overhaul yaitu perencanaan, pelaksanaan
overhaul dan overhaul closeout yang bertujuan untuk:
• Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan
sumber daya.
• Meminimalkan biaya overhaul.
• Menekan kemungkinan penggunaan anggaran yang
melebihi batas dan pelaksanaan overhaul yang
melebihi durasi dan interval yang ditetapkan.

Gambar 5.1 Optimalisasi Overhaul

Proses pendekatan yang dilakukan adalah:


• Menentukan struktur organisasi overhaul dengan
menentukan manajer overhaul, anggota, kontraktor-
kontraktor utama beserta tugas dan tanggung
jawabnya, menetapkan daftar proyek yang akan
dilaksanakan dan menentukan strategi pengadaan
barang dan jasa dari kontraktor dan supplier utama.
• Menentukan ekspektasi manajemen dari
pelaksanaan overhaul ini yang meliputi target dan
ukuran keberhasilan overhaul dan setiap proses
didalamnya, proses komunikasi, proyek-proyek

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 59


penting, pengontrolan biaya, durasi dan interval
overhaul.
• Menerapkan Manajemen Proyek dalam proses
perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi dan
rencana tindak lanjut overhaul
• Mengelola pelaksanaan atau eksekusi overhaul
untuk memastikan kesesuaian ruang lingkup, jadwal,
penggunaan sumber daya, dll. antara perencanaan
dan aktual.
• Mengelola perubahan ruang lingkup pekerjaan
overhaul akibat dari temuan-temuan pada saat
overhaul.
• Mendokumentasikan pelaksanaan overhaul,
menganalisa dan melakukan proses perbaikan
secara berkelanjutan dengan memberikan rencana
tindak lanjut overhaul selanjutnya.
5.1.2. Optimalisasi interval overhaul untuk memperpanjang
waktu interval overhaul dengan proses identifikasi dan
mitigasi risiko berdasarkan data-data hasil pemeliharaan
(PM, PdM dan CM), asesmen kondisi peralatan, proyek
enjinering, data-data tentang major repair, dokumentasi
overhaul sebelumnya dan target kinerja operasi saat ini
dan masa mendatang.

Proses pendekatan optimalisasi interval overhaul:


• Menerapkan teknik pemeliharaan proaktif dan
prediktif yang difokuskan pada peralatan utama dan
mempunyai tingkat ktrikalitas yang tinggi dan
mengukur tingkat keseuaian dan maturitas
implementasinya.
• Mengukur tingkat kesehatan/kondisi peralatan-
peralatan dengan menggunakan skala dan kriteria
umur, desain dan kondisi pengoperasian.
• Mengidentifikasi dan mengelola tingkat risiko
kehandalan pembangkit dengan mengacu pada
target perusahaan.
• Mengidentifikasi periode-periode yang berisiko pada
sistem ketenagalistrikan dan menetapkan

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 60


perencanaan strategi untuk mengelola risiko pada
periode tersebut.
5.1.3. Optimalisasi durasi overhaul untuk memprioritaskan
pekerjaan overhaul terhadap peralatan-peralatan kritikal
dengan tingkat risiko paling tinggi dan Mean Time
Between Failure (MTBF) yang paling besar dengan biaya
yang minimum.
Proses pendekatan yang dilakukan adalah:
• Plant Reliability Optimization (PRO) dengan langkah-
langkah utama berikut:
o Mengidentifikasi dan menganalisa kegiatan-
kegiatan pemeliharaan yang dibutuhkan untuk
menghindari terjadinya kegagalan dengan
program Risk Based Optimization (RBO). Proses
dimulai dengan System and Equipment and
Reliability Priorotization (SERP) untuk
menentukan tingkat kritikalitas dan tingkat
keterawatan (Maintenance Priority Index) suatu
peralatan dan dilanjutkan dengan penyusunan
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan
kemudian Failure Defense Task (FDT) disusun
berdasarkan FMEA tersebut.
o Pelaksanaan kegiatan pemeliharaan dengan
menggunakan Work Planning and Control
(WPC) yang meliputi kegiatan perencanaan,
penjadualan dan monitoring pelaksanaan
kegiatan pemeliharaan (work order).
o Proses perbaikan berkelanjutan untuk terus
mengevaluasi tingkat keseuaian jadwal
pelaksanaan dan maturitas implementasi FDT
dan melakukan root cause analysis (RCA).
• Implementasi manajemen risiko terhadap peralatan
dengan menggunakan metode Risk Evaluation and
Prioritization (REaP) dengan cara
mengidentifikasi dan menyusun profil risiko
peralatan-peralatan kritikal dan melaksanakan
proses prioritisasi langkah-langkah mitigasi risiko
tersebut. Proses ini bertujuan untuk menentukan
durasi overhaul yang dapat melakukan mitigasi risiko
paling maksimum dengan biaya minimum dan

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 61


mengoptimalkan kegiatan overhaul dengan
memprioritaskan pekerjaan overhaul terhadap
peralatan-peralatan kritikal dengan tingkat risiko dan
Mean Time Between Failure (MTBF) paling tinggi.

5.2 Proses Manajemen Overhaul


Kegiatan-kegiatan dalam Manajemen Overhaul terbagi dalam 3
tahapan utama yaitu perencanaan, pelaksanaan dan closeout
yang mencakup kegiatan dan proses berikut ini:
1. Penentuan lingkup pemeliharaan
2. Penjadwalan
3. Pembuatan work package
4. Penetapan kebutuhan sumber daya (SDM, material
dan tools)
5. Penetapan kesiapan sarana
6. Penetapan standar kualitas dan sasaran hasil
pekerjaan
7. Penetapan anggaran dan biaya
8. Penentuan metode/ standar prosedur komunikasi
9. Pelaksanaan overhaul
10. Asesmen kondisi pembangkit setelah overhaul
11. Evaluasi dan rencana tindak lanjut
12. Pelaporan hasil overhaul

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 62


Gambar 5.2 Proses Manajemen Overhaul

¾ Tahapan Perencanaan (pre-planning dan planning) Overhaul


• Menyusun dan menetapkan jadual kegiatan Manajemen
Overhaul berdasarkan jadual pemeliharaan tahunan
(Overhaul) Unit Pembangkit.
• Mengadakan kegiatan meeting perencanaan overhaul
dengan peserta: Deputy
Manajer/ Manajer Bidang Pemeliharaan, Operasi, Logistik,
Renval Operasi, Renval Pemeliharaan, Enjinering dan
Manajemen Aset, untuk persiapan pelaksanaan overhaul,
dengan tahapan sebagai berikut:
1. Ekspektasi pelaksanaan overhaul (T-18)
Meeting perencanaan 18 bulan sebelum overhaul (T-
18)
Menetapkan struktur organisasi overhaul, manajer
overhaul dan anggota beserta tugas dan tanggung
jawab, mengidentifikasi kontraktor dan supplier utama,
menetapkan ukuran keberhasilan overhaul, ruang
lingkup, daftar kebutuhan dan strategi pengadaan spare
parts spesifik, proyek, rehabilitasi dan jasa (untuk
delivery time 12 s/d 18 bulan) dan pemetaan resiko T-
18.
2. Perencanaan awal overhaul (T-12)
Meeting perencanaan 12 bulan sebelum overhaul (T-
12)

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 63


Review progress T-18, menetapkan jadwal pelaksanaan
overhaul, ruang lingkup dan memonitor kebutuhan
spare parts spesifik, proyek, rehabilitasi dan jasa (untuk
delivery time 6 s/d 12 bulan) dan pemetaan resiko T-12.
3. Workshop perencanaan overhaul (T-8)
Workshop koordinasi dan perencanaan overhaul secara
korporat 8 bulan sebelum overhaul (T-8).
Review progress T-18 dan T-12, menetapkan draft
perencanaan masingmasing proyek, ruang lingkup dan
memonitor kebutuhan spare parts spesifik, proyek,
rehabilitasi, mengidentifikasi risiko dan menetapkan
strategi mitigasi risiko tiap kegiatan
4. Koordinasi perencanaan overhaul (T-6)
Meeting Perencanaan 6 bulan sebelum overhaul (T-6)
Review progress T-12, menetapkan ruang lingkup dan
memonitor kebutuhan spare parts spesifik, project,
rehabilitasi dan jasa (untuk delivery time 3 s/d 6 bulan),
penyusunan jadwal overhaul yang terintegrasi dan
detail perencanaan WO.

5. Penguncian ruang lingkup overhaul (T-4)


Meeting perencanaan 4 bulan sebelum overhaul (T-4)
Review progress T-6, penguncian ruang lingkup overhaul,
memonitor kebutuhan spare parts umum dan jasa
(delivery time 1 s/d 4 bulan). Selain itu juga dilakukan
penetapan detail ruang lingkup OH, tim OH, tools dan
sarana serta perkiraan kebutuhan tenaga kerja.
6. Workshop persiapan final (T-1)
Kick-off meeting persiapan 1 bulan sebelum overhaul (T-1)
Review yang melibatkan semua pihak mengenai progress
T-4, detail ruang lingkup OH,tim OH, tools dan sarana,
spare part dan jasa, finalisasi jadwal overhaul yang
terintegrasi dan detail perencanaan WO.
7. Meeting perencanaan 1 minggu sebelum overhaul
Melakukan review ruang lingkup overhaul, kesiapan tim,
tools, sarana, spare parts, consumable material, jasa.
Pembahasan difokuskan juga pada mekanisme

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 64


koordinasi dan komunikasi selama pelaksanaan
overhaul dan memasukkan data perencanaan WO pada
weekly planning and schedulling.
¾ Tahapan Pelaksanaan Overhaul
• Melakukan meeting harian untuk memonitor
kesesuaian jadwal, mengukur produktivitas pegawai
dan kontraktor, WO closeout dan mengelola
perubahan ruang lingkup kegiatan overhaul
• Detail kegiatan masing-masing tahapan pada
pelaksanaan overhaul adalah:
1. Melakukan performance test sebelum overhaul
paling lambat 2 minggu sebelum unit shutdown
sesuai dengan ruang lingkup kegiatan
performance test yang telah dibuat (SOP).
2. Awal shutdown unit: melakukan persiapan/
pengambilan material (spare part, material
consumable, tools dan sarana), persiapan pretest
peralatan, melakukan isolasi peralatan dan
pengamanan area serta briefing K3.
3. Periode disassembly: melakukan persiapan
kelengkapan kerja (instruksi kerja, data clearance,
material, tools, kompetensi dan man hours),
menetapkan skope tambahan tindak lanjut hasil
temuan saat disassembly, melakukan koordinasi
dengan semua pihak agar pekerjaan disassembly
berjalan dengan baik (tepat waktu, tepat kualitas
dan aman) dan melakukan pemetaan resiko
kegiatan periode disassembly.
4. Periode inspeksi: melakukan pemeriksaan kondisi
peralatan (visual, pengukuran, kalibrasi, dll),
mempersiapkan standar inspeksi (referensi
standard/ manufacture), penetapan ruang lingkup
tambahan hasil temuan pada saat inspeksi
peralatan dan pemetaan resiko kegiatan periode
inspeksi.
5. Periode assembly: melakukan persiapan
kelengkapan kerja (instruksi kerja, data clearance,
material, tools, kompetensi dan man hours),
melakukan koordinasi dengan semua koordinator
bidang agar pekerjaan assembly berjalan dengan

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 65


baik (tepat waktu, tepat kualitas dan aman) dan
pemetaan resiko kegiatan periode assembly. 
Tahapan Overhaul Closeout
• Melakukan konfirmasi kepastian kesiapan instruksi
kerja untuk pengujian (peralatan, sub-sistem dan
sistem), menetapkan standard pengujian dan
melakukan pengujian / test (individual test dan
interlock test) dan pemetaan resiko kegiatan periode
pengujian.
• Periode start-up dan sinkron: mempersiapkan
standard SOP/ IK untuk start-up dan sinkron serta
melakukan koordinasi dengan semua koordinator
(bidang overhaul, tim start-up dan tim QC) agar
kegiatan startup dan sinkron berjalan sesuai target
dan pemetaan resiko kegiatan periode start-up dan
sinkron.
• Mempresentasikan hasil pekerjaan overhaul
(rencana & realisasi alokasi waktu dan ruang lingkup
overhaul, hasil performance test, kendala kendala,
evaluasi dan rekomendasi).
• Mempresentasikan hasil evaluasi pekerjaan overhaul
dan menetapkan rencana tindak lanjut hasil evaluasi
dan rekomendasi pelaksanaan overhaul untuk
overhaul periode berikutnya termasuk juga kendala-
kendala dalam pelaksanaannya (human asset,
knowledge asset dan physical asset) sebagai bagian
dari program continuous improvement.
• Menyusun laporan hasil pelaksanaan overhaul dan
executive summary hasil pelaksanaan overhaul yang
berisi evaluasi dan rekomendasi hasil dari laporan
pelaksanaan kegiatan overhaul.

5.3. Pelaksanaan Overhaul oleh Unit Bisnis Jasa Pemeliharaan


(UBJH)
Tiga sasaran perusahaan yang tertuang Rencana Jangka
Panjang Perusahaan (RJPP) untuk mempertahankan kapasitas
dan kinerja jangka panjang sebagai pijakan untuk pertumbuhan
ke depan adalah mewujudkan operational excellenence,
menurunkan biaya produksi dan ekspansi bisnis dan aset.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 66


Peran UBH untuk mencapai ketiga sasaran tersebut sangat
penting. Dalam hal ini, kemampuan, kematangan dan
keterlibatan UBH dalam setiap tahapan proses Manajemen
Overhaul yaitu tahapan perencanaan, pelaksanaan dan
closeout sangat menentukan keberhasilan overhaul ini dan
sekaligus keberhasilan perusahaan dalam mencapai service
excellence.
UBH mengkoordinasi proses perbaikan berkelanjutan dan
optimalisasi overhaul (proses, interval dan durasi) sehingga
pelaksanaan overhaul dapat optimal dan mampu melakukan
mitigasi risiko paling maksimum dengan biaya pemeliharaan
paling minimum. Mitigasi risiko paling optimum memastikan
peralatan beroperasi dengan biaya operasi yang minimum
sehingga dapat menurunkan total biaya produksi.
Seiring dengan waktu, kemampuan UBH dalam melakukan
Manajemen Overhaul diharapkan akan bertambah matang dan
mampu menambah daya jualnya sehingga perusahaan dapat
melakukan pengembangan jasa pemeliharaan baik kedalam
maupun keluar negeri.

BAB VI

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 67


MANAJEMEN EFISIENSI

MAKSUD & TUJUAN


• Optimalisasi pencapaian efisiensi pembangkit-pembangkit
PT IP sehingga didapatkan penghematan biaya produksi
tenaga listrik.
• Menciptakan struktur dan pola kerja perusahaan yang
efisien, efektif dan dinamis.
• Menciptakan etos kerja SDM yang efisien dan efektif dalam
gerak langkah keseharian, termasuk membangun motivasi
dan inovasi.
• Mengukur tingkat keberhasilan manajemen efisiensi dari
semua aspek.
• Dampak pengoperasian dari suatu Unit Pembangkit harus
diminimalisasi dengan meningkatkan efisiensi.
• Setiap kegiatan Manajemen Efisiensi harus melakukan
suatu upaya dengan kajian Enjinering yang dapat
dipertanggungjawabkan secara teknis dan ekonomis. Untuk
memastikan proses-proses menuju perbaikan dan
meningkatkan produktifitas berjalan sesuai rencana maka
setiap tahapan agar dimonitor dan dikendalikan secara
konsisten dan berkelanjutan, seperti gambar dibawah ini :

Gambar 6.1 : Diagram Proses Manajemen Efisiensi

• Kegiatan Manajemen Efisiensi dapat dilakukan dengan


Manajemen Risiko dan HSE (Health, Safety and
Environment)

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 68


• Manajemen Efisiensi merupakan kegiatan untuk mengelola
unit pembangkit dengan melakukan perencanaan,
implementasi program dan evaluasi secara
berkesinambungan sehingga dicapainya efisiensi unit yang
optimal.

RUANG LINGKUP
• Pemodelan menuju performance Unit yang optimal
• Manajemen Effisiensi dengan Berbasis Green Power Plant

6.1. PROSES PEMODELAN DAN SIMULASI PADA MANAJEMEN


EFFISIENSI
Mengelola unit pembangkit dengan melakukan perencanaan
implementasi program dan evaluasi secara berkesinambungan
sehingga dicapai efisiensi unit yang optimal dengan
menerapkan penggunaan tools yang memadai untuk modeling
dan simulasi.
Pemodelan menuju performance yang optimal :

Gambar 6.2 : Pemodelan dan Simulasi Manajemen Efisiensi

o Baseline
Untuk menjamin unit beroperasi secara efisien dibutuhkan
identifikasi setiap peralatan, analisa, simulasi dan optimasi
peralatan peralatan agar bekerja pada titik optimumnya.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 69


o Data Collection (Pengumpulan Data)
Data collection merupakan tahapan awal dari proses
simulasi yaitu pengumpulan data performace yang
dibutuhkan sebagai input.
Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
ƒ Melakukan pendataan semua parameter
operasional pembangkit untuk
peralatan yang baru terpasang (saat commissioning)
maupun kondisi actual. Parameter operasional
tersebut seperti pressure, temperature dan flowrate.
ƒ Memasukkan parameter tersebut kedalam
inputan software effisiensi.

Dalam tahapan ini juga diperlukan data yang berkaitan


dengan unjuk kerja pembangkit baik itu dari dokumen
desain maupun dokumen operasional dikumpulkan
sebagai bahan masukan.
ƒ Dokumen histori Operasi, kerusakan dan
Pemeliharaan pembangkit
ƒ Modifikasi peralatan pembangkit o Heat
Balance Model
Heat Balance Model merupakan proses pembuatan model
berdasar data-data operasional saat peralatan yang baru
terpasang (commissioning). Modeling dan simulasi
pembangkit dilakukan dalam dua tahapan. Tahap pertama
adalah modeling dan simulasi unjuk kerja thermodynamic
pembangkit baik secara desain maupun aktual. Tahap
kedua adalah modeling dan simulasi keandalan
pembangkit, baik menurut desain maupun kondisi operasi
aktual saat ini.
o Performance Model dan Simulasi
Performance model merupakan proses pembuatan model
berdasarkan kondisi aktual. Modeling dan simulasi unjuk
kerja thermodynamic pembangkit akan dilakukan dengan
menggunakan software efisiensi.
Performance Simulation merupakan proses simulasi
(perhitungan) untuk performance model.
Kegiatan yang termasuk dalam modeling dan simulasi
unjuk kerja pembangkit ini adalah :

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 70


a. Kesetimbangan energi dari Boiler dan BOP
• Perhitungan teoritis Thermodinamika dari Boiler dan
BOP untuk beberapa titik operasi
• Simulasi Unjuk Kerja Boiler dan BOP
b. Efisiensi thermal Boiler
• Perhitungan dan prediksi Efisiensi Thermal Boiler
c. Peralatan Pembakaran
• Perhitungan Stoichiometric dan adiabatic temperatur
pembakaran
• Penentuan Spesifikasi dan karakteristik sistem
pemabakaran
d. Flue gas Treatment dan Sistem kontrol polusi
• Perhitungan Stoichiometric gas buang dan evaluasi
pengaruh gas buang terhadap efisiensi Boiler
maupun terhadap Baku Mutu Lingkungan
e. Prediksi Unjuk Kerja Boiler
* Evaluasi analistis Unjuk Kerja Boiler menurut desain.
Data ini akan divalidasi dengan Unjuk kerja aktual
(Efisiensi dan Steam Output).

o Heat Balance Simulation


Heat balance simulation merupakan proses simulasi
(perhitungan) untuk heat balance model
Simulasi dengan menggunakan Software Efisiensi dapat
memberikan gambaran besarnya efisiensi suatu peralatan
maupun suatu unit pembangkit dengan memberikan gambaran
berupa:
o Unjuk kerja dari peralatan maupun unit pembangkit
yang sedang di analisa.
o Efek dari perubahan desain yang sedang diusulkan
atau program improvement yang direncanakan.
o Prosedur Implementasi Program Manajemen
Efisiensi o Implementasi kegiatan Manajemen
Efisiensi di dalam unit pembangkitan pada intinya
adalah sebagai berikut: Melakukan pemodelan
untuk mengetahui performance dari unit
pembangkit dengan bantuan software software

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 71


Efisiensi. Kegiatan ini dilakukan setiap bulan.
Melakukan validasi hasil running software Efisiensi
dengan melakukan performance test unit
pembangkit, pengambilan data, serta melakukan
perhitungan manual untuk mendapatkan effisiensi
unit berdasar standar acuan dari ASME PTC
4.1dan 4.6 (tentang perhitungan boiler efficiency,
heat rate dan SFC dan Turbin efficiency
management)
o Keterangan: Prosedur performance test mengacu
pada dokumen SOP tentang performance test
procedure.
Kegiatan ini dilakukan setiap bulan.
o Melakukan evaluasi unjuk kerja berdasar hasil
pemodelan software Efisiensi dan performance
test.

o Performance Optimization
Performance Optimization merupakan proses Komparasi
perbedaan (gap) hasil pemodelan untuk peralatan saat
komisioning dan kondisi actual. Analisa permasalahan jika
terjadi penurunan unjuk kerja yang signifikan, maka
dilakukan perbaikan-perbaikan sbb :
1. Komparasi perbedaan hasil pemodelan untuk
peralatan saat komisioning dan kondisi aktual.
2. Analisa permasalahan jika terjadi penurunan unjuk
kerja yang signifikan
3. Pembuatan rekomendasi yang disertai dengan Cost
and Benefit Analysis
4. Monitoring hasil rekomendasi

o Continual Improvement
1) Merupakan kegiatan lanjutan setelah selesainya
rangkaian proses manajemen efisiensi yang
menindaklanjuti masukan dan rekomendasi yang
didapat.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 72


2) Tindaklanjut tersebut meliputi hasil keluaran simulasi
dan model, performance monitoring dan perubahan
pengaturan Operasi.
3) Operator Action yaitu Operator bertanggung jawab
dalam operasi unit yang efisien meliputi:
• Operator bertanggung jawab untuk
meminimalkan “controllable” losses (PS)
• Operator membuat keputusan-keputusan yang
menghasilkan dampak besar pada heat rate
(Efisiensi) dan mengambil tindakan dengan cepat
untuk meningkatkan efisiensinya.

6.2. Manajemen Efisiensi dengan Berbasis Green Power Plant


Pembangkit listrik tenaga bahan bakar/energi (fosil fuel,
steam dan air) adalah pembangkit listrik yang
mengkonversi (membakar) bahan bakar fosil (batubara,
gas alam, atau minyak bumi), steam (panas bumi) dan air
untuk memproduksi energi listrik (kWh).
Green Power Plant merupakan suatu proses kegiatan unit
pembangkit dengan melaksanakan perencanaan,
implementasi program dan evaluasi secara
berkesinambungan sehingga dicapainya efisiensi unit yang
optimal serta memperhatikan Keselamatan, Kesehatan
Kerja (K3) dan berwawasan lingkungan (Green).

a. Resources / Energy & Resources


Resources atau Sumber daya adalah segala sesuatu yang
dibutuhkan dalam proses pengoperasian & Pemeliharaan
Sumber daya ini yaitu:bahan-bakar/energi (batubara, fuel oil,
natural gas, panas bumi dan air) serta sumber daya
pendukung lainnya.

b. 3 R (Reuse, Reduce dan Recycle)


Dalam memperlakukan lwaste/imbah, baik limbah B3 maupun
non B3, kita hendaknya berpegang pada 3R. yaitu ::

1. Reuse adalah penggunaan kembali limbah dengan tujuan


yang sama, tanpa melalui proses tambahan secara kimia,

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 73


fisika, biologi, dan/atau secara termal
2. Reduce adalah memperkecil dampak cemaran pada
lingkungan. Pada pelaksanaanya bahwa bila ternyata
limbah tersebut tidak bisa untuk di Reuse, Recycle, maka
harus di Reduce. Reduce limbah haruslah dilakukan secara
sinergi diantara pihak yang terkait.
3. Recycle
Recycle adalah mendaur ulang komponen-komponen yang
bermanfaat melalui proses tambahan secara kimia, fisika,
biologi, dan/atau secara termal yang menghasilkan produk
yang sama ataupun produk yang berbeda,
Waste / limbah dari produksi listrik dapat berupa limbah padat,
limbah gas (emisi) limbah cair maupun limbah B3. Operator
pembangkit / Kimia dan Lingkungan bertugas mengelola serta
memantau waste / limbah ini agar sesuai peraturan / baku mutu
lingkungan yang berlaku.
Proses 3R yang akan dilakukan harus mengacu kepada standar
operasi maupun peraturan lingkungan yang berlaku.

c. Waste
Waste adalah bahan buangan / limbah dari hasil proses
operasi dan maintenance serta kegiatan penunjang lainnya
(administrasi dll).

BAB VII

MANAJEMEN OPERASI

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 74


Maksud dan Tujuan
• Manajemen operasi merupakan suatu kegiatan yang
menjamin agar unit pembangkit dapat beroperasi secara
kontinyu sesuai dengan target dan kontrak yang telah
disepakati.
• Kegiatan tersebut meliputi proses perencanaan produksi,
pengoperasian, penjadwalan overhaul, mengendalikan,
serta mengevaluasi agar pembangkit beroperasi secara
aman, andal, efisien, serta mentaati ketentuan lingkungan
dan keselamatan sesuai dengan regulasi yang berlaku
sesuai dengan Gambar 7.1.
Ruang lingkup
Ruang lingkup Manajemen Operasi yaitu:
1. Sub pilar Manajemen Operasi
2. Sub pilar Manajemen Produksi

Gambar 7.1 Siklus Manajemen Operasi

7.1 Sub Pilar Manajemen Operasi


• Kewenangan / kompetensi Personil
Memastikan setiap personil/operator memiliki sertifikat yang
sah dan masih berlaku seperti:
¾ Semua operator wajib mempunyai "Sertifikat
Kompetensi” yang dikeluarkan
oleh lembaga yang berwenang.
¾ Semua analis kimia laboratorium wajib mempunyai
"Sertifikat Kimia Laboratorium"

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 75


¾ Semua operator alat berat dan angkat-angkut wajib
mempunyai "Sertifikat Operator Alat Angkat dan
Angkut"
• Mengoperasikan unit pembangkit berdasarkan kebutuhan
sistem dan kesiapan unit.
¾ Mengoperasikan unit pembangkit untuk kondisi normal,
seperti tertuang dalam dokumen prosedur operasi
normal untuk start-up unit, shut- down unit, start-stop
peralatan, pengaturan beban unit dan pembangkit
stand-by
¾ Mengoperasikan unit saat keadaan tidak normal,
seperti tertuang dalam dokumen prosedur situasi tidak
normal operasi, yang disebabkan adanya gangguan
jaringan transmisi, gangguan pada kualitas bahan
bakar/ air / bahan kimia, tingkat polusi melebihi
ambang batas, pembatasan sistem pembangkit ,
adanya gangguan/ kerusakan peralatan dan kondisi
cuaca / alam.
¾ Mengoperasikan unit saat kondisi darurat atau
emergency, seperti tertuang dalam dokumen prosedur
kondisi tanggap darurat, yang disebabkan adanya
bencana alam, huru-hara, kebakaran / ledakan,
pencemaran bahan berbahaya, bocoran uap dan air
dan black out.
• Pengujian dan pengaturan jam kerja operasi peralatan
¾ Melakukan change over peralatan sesuai jadwal
¾ Melakukan routine test peralatan sesuai jadwal
(mingguan, dua mingguan
dan bulanan)
¾ Melakukan pengujian/ performance test sebelum dan
sesudah perbaikan/ overhaul
• First Line Maintenance
¾ Melakukan patrol check dan house keeping operasi
minimal 3 kali per shift.
¾ Melakukan tindakan first line maintenance (menambah
oli/ minyak,
pengencangan baut-baut, pembersihan filter,
pembersihan peralatan, dan lain-lain)
¾ Melakukan pengamanan dan penanganan awal jika
terjadi gangguan sesuai

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 76


dengan prosedur penanganan gangguan.
¾ Melaporkan, memonitor dan mengendalikan
gangguan.
¾ Evaluasi dan laporan gangguan

7.2 Sub Pilar Manajemen Produksi


• Perencanaan Produksi
¾ Perencanaan produksi diterapkan sesuai dengan
kebutuhan Single Buyer
(PT PLN), dan tergantung pada permintaan beban dari PLN P3B
untuk
menjamin keselamatan dan stabilitas sistem
interkoneksi, keperluan pemeliharaan dan perkiraan
dispatching listrik.
¾ Hasil dari proses perencanaan produksi adalah
penerapan produksi jangka panjang, tahunan ,
bulanan, mingguan dan harian.
¾ Membuat rencana produksi jangka panjang untuk
periode lima tahunan
dan tahunan yang perencanaannya mengacu pada
histori kejadian kritis masa lalu, rencana produksi,
aturan PLN, estimasi unjuk kerja pembangkit,
kebutuhan investasi serta jadwal pemeliharaan
(preventive / overhaul).
¾ Hasil yang diperoleh pada rencana produksi tahunan,
dirinci menjadi rencana produksi bulanan, mingguan
dan harian. Termasuk dalam hal ini adalah membuat
rencana daya mampu mingguan dan bulanan yang
disesuaikan dengan kondisi unit (stock batubara/BBM,
rencana perbaikan, histori peralatan dan lain - lain).
• Manajemen Bahan Bakar
¾ Rencana kebutuhan bahan bakar pertahun
dirinci/dihitung menjadi rencana kebutuhan bahan
bakar bulanan.
¾ Perhitungan berdasarkan pada rencana alokasi energi
sesuai kesepakatan
dengan Pusat Pengatur Beban (PLN P3B), pemakaian
rata-rata harian, dan ketentuan stock minimum bahan
bakar.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 77


¾ Mengusulkan kebutuhan bahan bakar hasil
perhitungan dan jadwal delivery bahan bakar yang
telah disesuaikan dengan kebutuhan unit pembangkit.
¾ Mengawal proses penerimaan bahan bakar, koordinasi
dengan pemasok
dan perusahaan bongkar muat dan surveyor
independen sesuai dengan prosedur penerimaan
bahan bakar.
¾ Membuat laporan ketidaksesuaian kondisi bahan bakar
pada saat proses pemasokan bahan bakar.
¾ Pengukuran persediaan dan pemakaian bahan bakar
dilakukan secara periodik sesuai dengan prosedur.
¾ Untuk kondisi hydro / manajemen air / PLTA dilakukan
perencanaan dan
optimasi serta koordinasi pengendalian kondisi waduk
untuk mencapai tingkat optimum manajemen air
PLTA sesuai dengan ketentuan prosedur yang telah
ditetapkan.
¾ Untuk PLTP, supaya dilakukan koordinasi dengan
pemasok uap mengenai rencana produksi dan
pemeliharaan, sebagai persiapan bagi pemasok untuk
menentukan jumlah uap yang akan dipasok.
¾ Pembuatan rencana kebutuhan bahan kimia,
pemeriksaan kualitas,
penanganan dan penyimpanan bahan kimia diatur
sesuai prosedur.
• Produksi Listrik
¾ Untuk menjaga agar rencana operasi harian,
mingguan dan bulanan dengan Pusat Pengatur Beban
(PLN P3B) dapat tercapai sesuai kontrak ketersediaan
listrik, maka dalam melaksanakan tugasnya operator
senantiasa berpedoman pada Standard Operation
Procedure (SOP) / Instruksi Kerja Pengoperasian dan
persyaratan lainnya yang berlaku.
¾ Supervisor Operasi melakukan komunikasi secara real
time dengan PLN P3B untuk menginformasikan
kondisi beban / daya yang dibangkitkan agar sesuai
dengan kebutuhan atau permintaan.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 78


• Produk Sampingan
¾ Produk sampingan dari produksi listrik antara lain
adalah abu, emisi dan air
limbah. Operator pembangkit / kimia bertugas
menangani produk sampingan ini sesuai peraturan /
standar lingkungan hidup yang berlaku.
¾ Penanganan produk sampingan tersebut dan
pembuangannya merupakan proses operasi yang
spesifik dan dilaksanakan sesuai peraturan / standar
lingkungan hidup yang berlaku.

• Komunikasi dan Pelaporan ke PT PLN P3B dan Kantor Pusat


IP
¾ Melaporkan rencana daya mampu mingguan dan
bulanan kepada PLN P3B dan Kantor Pusat PT IP.
¾ Melakukan komunikasi secara real time dengan PLN
P3B untuk informasi
kondisi beban/daya yang dibangkitkan agar sesuai
dengan permintaan (sesuai dengan prosedur kontrak
niaga).
¾ Melakukan pelaporan jika terjadi gangguan unit.
¾ Membuat laporan pengusahaan bulanan yang
mencakup rencana produksi
listrik, rencana alokasi pengiriman energi, realisasi
produksi dan penjualan energi, energi pemakaian
sendiri, susut trafo, kWh terjual, factor-faktor operasi,
pemakaian dan penerimaan bahan bakar serta biaya
operasi.
¾ Memberikan informasi laporan pengusahaan bulanan
tersebut ke Kantor Pusat PT IP.
¾ Membuat berita acara transaksi energi antara unit
pembangkit dan PLN P3B.

• Optimasi dan Evaluasi Kinerja Operasi dan Produksi


¾ Melakukan pengukuran/ metering, pencatatan dan
pelaporan energi listrik untuk memantau kinerja
pembangkit dan pembuatan neraca energi listrik
bulanan.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 79


¾ Pengelolaan database operasi dan produksi.
¾ Membandingkan dan mengevaluasi kinerja unit yang
telah dicapai dengan target yang telah disepakati.
¾ Membandingkan dan mengevaluasi konsumsi spesifik
unit pembangkit aktual (batubara/BBM, bahan kimia, air)
dengan target yang telah disetujui.
¾ Berdasarkan perhitungan kinerja dan realisasi kinerja
pembangkit dilakukan analisa penyimpangan setiap
harinya terhadap kegiatan produksi sebelumnya. Usulan
tindakan perbaikan untuk mengurangi penyimpangan
dan menekan biaya operasi dianalisa pada rapat O&M
setiap harinya. Tindakan perbaikan akan diusulkan
pada kegiatan produksi dan pengoperasian harian.
¾ Melakukan review/ update Standard Operation
Procedure (SOP) dan
mengeluarkan rekomendasi untuk menjaga keandalan
dan efisiensi, berdasarkan kondisi terakhir unit
pembangkit (kajian evaluasi gangguan, histori
peralatan, rencana pemeliharaan, rencana produksi,
kondisi bahan bakar dan lain-lain)
¾ Evaluasi terhadap proses dan hasil samping produksi
harus selalu dilaksanakan agar memenuhi standar /
peraturan lingkungan yang berlaku.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 80


BAB VIII SISTEM MANAJEMEN LAIN YANG
TERINTEGRASI

8.1 Life Cycle Manajemen Aset

Manajemen Aset pembangkit adalah membangun,


menggerakkan awal, mengevaluasi dan menjamin
implementasi manajemen aset pembangkit pada
perusahaan sesuai dengan gambar 8.1.

Gambar 8.1 Life Cycle Manajemen Aset

Untuk menghidupkan siklus ini mebutuhkan dukungan dari sistem


manajemen lainnya, yaitu:

1. Manajemen Strategi dan Program


2. Manajemen Human Capital & Org
3. Manajemen Safety Health & Environment
4. Manajemen Risiko

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 81


5. Manajemen Sistem Informasi
6. Manajemen Kinerja

8.2 Manajemen Strategi dan Program


Sasaran implementasi Manajemen Aset adalah operational
excellence. Penetapan Sasaran, strategi dan program dari
manajemen merupakan penjabaran Rencana jangka Panjang
Perusahaan (RJPP), Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
(RKAP) serta Kontrak Kinerja yang digambarkan pada gambar 8.2

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 82


Gambar 8.2 Metode Pencapaian Operational Excellences

8.3 Manajemen Human & Organisasi


Sistem Manajemen Human & Organisasi merupakan kunci
sukses dari implementasi manajemen aset perusahaan karena
kesiapan seluruh anggota perusahaan baik secara individu

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 83


maupun organisasional. Dengan terwujudnya job desk untuk
setiap anggota perusahaan dan struktur organisasi yang
selaras dengan manajemen aset.
Sebagai contoh penyelarasan job desk untuk melaksanakan
continuos improvement diperlukan rincian kegiatan sperti pada
gambar 8.3
Untuk penyelarasan organiasi diperlukan anggota perushaan
yang berfungsi sebagai system owner, executor, seperti pada
gambar 8.4

Gambar 8.3 Manajemen Human & Organisasi

8.4 Manajemen Safety, Health, & Environment.

Sistem ini harus dijalankan sesuai dengan prosedur kerja


tertulis yang ditetapkan berdasarkan standard-standard
international, pada Sistem Manajemen Terpadu , yaitu
:
• Sistem Manajemen Mutu : ISO 9001: 2000
• Sistem Manajemen Lingkungan: ISO 14001 : 2004
• Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan
Kerja:OHSAS 18001:2007

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 84


• Serta mengimplementasikan Publicy Availfication
Specification (PAS ) – PAS 55:2008.
Tidak terbatas pada pengembangan dokumentasi namum
juga pengembangan sistem , agar dicapai kaidah
pengelolaan aset yang terkendali, optimal dan memenuhi
kaidah world class.

8.5. Manajemen Risiko


Dalam Manajemen Aset berhubungan erat dengan risiko –
risiko yang melekat pada proses pengelolaan aset utama
Perusahaan yang mencakup pengindentifikasian dan
pengelolaan risiko dari penyebab utama kegagalan
pencapaian sasaran Perusahaan.
pengindentifikasian dan pengelolaan risiko meliputi:

™ Identifikasi risiko
Identifikasi risiko dengan: What can happen?, Where,
When, Why dan How it can happen?. Langkah ini
dilakukan untuk mengidentifikasi risiko yang akan
dikelola. Identifikasi seharusnya termasuk apakah
risiko tersebut di bawah kendali organisasi atau tidak.
Identifikasi risiko memuat daftar sumber risiko dan
peristiwa yang berdampak pada pencapaian tiap
sasaran. Dampak tersebut bisa menghambat,
mengurangi, menunda atau meningkatkan pencapaian
sasaran. Adapun teknik identifikasi dapat berupa
checklist, pengalaman, catatan, flow chart,
brainstorming, analisis sistem dan teknik enjiniring.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 85


Gambar 8.6. Metrik Risiko

™ Analisa risiko
Analisa risiko adalah berbicara tentang pengembangan
dan pemahaman terhadap risiko, Analisa risiko dibuat
dengan mempertimbangkan sumber risiko, akibat
positif dan negatif, serta kemungkinan akibat itu terjadi.
Faktor yang mempengaruhi akibat dan kemungkinan
harus diidentifikasi. Risiko dianalisa dengan cara
mengkombinasikan akibat dan kemungkinan. Sesuai
dengan gambar 8.6. Pada sebagian besar keadaan,
pengendalian yang ada saat ini (existing control) perlu
mendapatkan perhatian.

ƒ Evaluasi existing control


Identifikasi proses yang ada, peralatan atau
praktek yang dijalankan untuk menurunkan
risiko negatif atau menaikkan risiko positif dan
menilai kekuatan dan kelemahannya.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 86


ƒ Akibat dan kemungkinan
Suatu peristiwa mungkin mempunyai banyak
akibat dan dapat berpengaruh pada sasaran
yang berbeda. Akibat dan kemungkinan dapat
diestimasi melalui analisa statistik dan
perhitungan. Bila tidak ada data, maka estimasi
secara subyektif dapat dilakukan.

™ Evaluasi risiko
Maksud dari evaluasi risiko adalah untuk membuat
keputusan berdasar pada hasil analisa risiko tentang
perlunya perlakuan dan prioritas perlakuan terhadap
risiko. Dalam beberapa keadaan, evaluasi risiko
dipakai untuk analisis yang lebih jauh.

™ Perlakuan terhadap risiko


Perlakuan terhadap risiko meliputi identifikasi opsi-opsi
untuk memperlakukan risiko, menilai opsi tersebut,
persiapan dan implementasi rencana perlakuannya.
Beberapa opsi tersebut antara lain:
ƒ Menghindari risiko dengan tidak memulai atau
melanjutkan aktivitas yang memungkinkan timbulnya
risiko.
ƒ Mengurangi kemungkinan terjadinya peristiwa.
ƒ Mengurangi akibat.
ƒ Memindahkan risiko ke pihak lain.
ƒ Menahan risiko
Setelah risiko dikurangi atau ditransfer, mungkin masih
ada risiko sisa yang ditahan, maka harus ada
perencanaan untuk mengelola akibat dari risiko
tersebut.

™ Pemantauan dan Pengendalian perlakuan risiko


Diperlukan untuk memonitor keefektifan setiap langkah
proses manajemen risiko. Memeriksa kembali proses
yang sedang berjalan sangat penting untuk menjamin
rencana manajemen tetap relevan.

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 87


8.6. Manajemen Sistem Informasi

Manajemen Sistem infrmasi tersebut bertujuan untuk


meningkatkan efisiensi dan memberikan nilai tambah pada
proses bisnis utama yaitu operasi dan pemeliharaan
pembangkit. Sistem Manajemen Aset dibangun dari
interaksi dan korelasi tiga komponen utama, yaitu process
(bisnis proses), technology (teknologi) dan people
(pelaku), sesuai dengan gambar 8.4

Gambar 8.4 Interaksi dan Korelasi tiga


komponen utama.

Nilai tambah dan meningkatkan efisiensi pada bisnis bila ketiga


komponen tadi berinteraksi secara optimal, antara lain dalam
aspek :

a. Permodelan bisnis dan alur kerja terdefinisi dengan baik


dan disusun sesuai strategi bisnis yang ditetapkan.
b. Teknologi , seperti komputer, jaringan, aplikasi dan internet
yang diterapkan sesuai dan mendukung permodelan dan
arus kerja, sehingga nilai tambah, percepatan dan efisiensi
dapat benar-benar tercapai
c. Pelaku mempunyai keterampilan, pemahaman dan
kemauan untuk secara konsisten memanfaatkan Sistem
Manajemen Aset yang ada, sekaligus secara
berkesinambungan memberikan umpan balik dan inovasi
lanjut, sehingga tercipta budaya informasi yang mendorong
kinerja perusahaan secara menyeluruh .

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 88


8.7. Manajemen Kinerja

Merupakan proses penetapan dan penyesuaian key


performance indicator (KPI) , indikator lagging dan Leading
secara berjenjang dari level strategi sampai dengan level
operasional untuk mencapai target KPI yang telah
direncanakan. Indikator dari jalannya setiap proses pada
suatu sistem manajemen, sebagai contoh indikator proses
pada Manajemen WPC gambar 2.1. , diproyeksikan pada
indikator kinerja pada penanggung jawab atas jalannya
proses itu, sedemikian pada jenjang proses yang lebih
tinggi, bukan hanya anggota perusahaan namum juga
kelompok (organisasi) sampai pada kinerja perusahaan,
yang dapat diilustrasikan pada gambar 8.5.Indikator lagging
dan Leading

GM

LAGGING
KONTRAK
INDICATOR
KINERJA
MB
RKAP LAGGING
LEADING
INDICATOR
INDICATOR
SPS

LEADING LAGGING
INDICATOR INDICATOR

LEADING
INDICATOR

Gambar 8.5 Indikator lagging dan Leading

Sistim Manajemen Aset Pembangkit 89


Lampiran 1

Operating Cost (OC)

Biaya Pemeliharaan / Perbaikan Sistem (Material & Tenaga),


besaran nilainya ditentukan oleh masing-masing UBP, sedang
factor nilainya sebagai berikut :

10 – Biaya Penggantian / Perbaikan Sistem

9 - Biaya Penggantian / Perbaikan Sistem

8 - Penggantian / Perbaikan Sistem

7 - Penggantian / Perbaikan Sistem

6 - Penggantian / Perbaikan Sistem

5 - Penggantian / Perbaikan Sistem

4 - Penggantian / Perbaikan Sistem

3 - Penggantian / Perbaikan Sistem

2 - Penggantian / Perbaikan Sistem

1 - Penggantian / Perbaikan Sistem

Sistem Manajemen aset Pembangkit Page i


Lampiran 2

PROCESS THROUGHPUT/AVAILABILITY (PT)

Dampak dari hilangnya fungsi atau rentang waktu recovery start


up dari sistem

10 - Shut down block / Menunda start up selama (waktu yang


dibutuhkan untuk perbaikan / time to restore) 2 minggu atau lebih

8 - Unit trip (Gas atau Steam turbine) / Menunda start up


selama 1 minggu

6 - Per unit de-rating > 50% atau berpotensi untuk unit trip / Menunda
start up selama
2
hari
4 - Per unit de-rating < 50% atau berpotensi rendah untuk unit trip /
Menunda start up
selama 1 shift

2 - Tidak berpengaruh terhadap produksi / Menunda start up


selama 1 jam

SAFETY (SF)

Besarnya potensi bahaya terhadap keselamatan pekerja


pada area sistem
10 - SAFETY CRITICAL.
Personel yang bekerja di area ini mempunyai kemungkinan tinggi
untuk berada pada situasi berbahaya dan dapat berakibat kematian
atau cidera berat atau cacat
pada personel.

8 - SAFETY ESSENTIAL.

Sistem Manajemen aset Pembangkit Page


ii
Personel yang bekerja di area ini mempunyai kemungkinan untuk
berada pada situasi berbahaya dan dapat berakibat kematian atau
cidera berat atau cacat permanen pada personel.

6 - SAFETY IMPORTANT.
Personel yang bekerja di area ini mempunyai kemungkinan untuk
berada pada situasi berbahaya dan dapat berakibat cidera pada
personel.

4 - SAFETY SECONDARY.
Personel yang bekerja di area ini mempunyai kemungkinan kecil
untuk berada pada situasi berbahaya dan dapat berakibat cidera
ringan pada personel.

2 - SAFETY NON-ESSENTIAL RWCS.


Kerusakan sistem tidak berpengaruh terhadap safety.

Lampiran 3

Nilai OCR (Operational Critically Ranking)


Akibat kegagalan equipment terhadap fungsi system

10 – Kegagalan fungsi system induk dengan segera / tidak ada


back up

8 - Kegagalan fungsi system induk dalam 1 jam/redundancy 50


%

6 - Kegagalan fungsi system induk dalam 1 shift/redundancy


100 %

4 - Fungsi system induk berkurang/ redundancy 100 %

2– Kecil atau tidak ada akibat terhadap fungsi system induk/– Kecil atau
tidak ada akibat terhadap fungsi system induk

Sistem Manajemen aset Pembangkit Page


iii
ASSET FAILURE PROBABILITY FACTOR (AFPF)

Faktor kemungkinan terjadinya (frekuensi) kerusakan pada aset

10 - Sangat sering (tiap 2 minggu atau sebulan)

8 - Sering (tiap 3 bulan)

6 - Cukup sering (tiap tahun)

4 - Jarang (tiap 2 tahun)

2 - Hampir tidak pernah

Sistem Manajemen aset Pembangkit Page


iv

Anda mungkin juga menyukai