PEMBAHASANA
1
Dr. Wood Gray, Garis Besar Sejarah Amerika (Yogyakarta: Bentang, 2014), hal: 73
2
Dr. Wood Gray, Garis Besar Sejarah Amerika (Yogyakarta: Bentang, 2014), hal: 73
3
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:97
4
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:97
5
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:97
6
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:100
7
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:100
Pertikaian sudah terjadi sejak 1613 antara para kolonis Prancis dengan Inggris
yang berujung pada terjadinya peperangan perebutan koloni anatara Prancis dan Inggris
yang sesungguhnya merupakan rivalitas kedua Negara tersebut dalam memperebutkan
dominasi sebagai Negara paling kuat di Eropa. Antara 1689-1697 terjadi “Perang Raja
William” merupakan perang perebutan koloni antara kedua Negara tersebut di Amerika
yang sesungguhnya bagian dari Perang Palatin antara Inggris dan Perancis di Eropa.
Selain itu, kedua Negara itu saling berperang seperti tampak dalam Perang Anne (1702-
1713) sebagai perang pendamping Perang Perebutan Tahta Spanyol. Demikian juga
kedua Negara itu terlibat dalam Perang Raja George (1744-1748) mengiringi Perang
Perebutan Tahta Austria.8 Meskipun Inggris mendapatkan keuntungan-keuntungan
tertentu dalam perang-perang tersebut namun sebenarnya umum tidak ada pemenang
yang tegas di dalam pertempuran-pertempuran tersebut, dan posisi koloni Prancis di
8
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:101
9
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:102
10
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:102
11
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:104
12
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:104
13
Wahjudi Djaja, Sejarah Eropa dari Eropa Kuno hingga Eropa Modern, (Ombak, 2012), hal:171
14
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:105
15
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:105
16
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:107
17
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:107
Kita kenal akan tahun itu, yakni berakhirnya Perang Tujuh Tahun. Inggris dapat
menguasai sekalian tanah jajahan Prancis di India dan Amerika Utara. Kolonis bangsa
Inggris di Amerika itu tak merasa dirinya terancam lagi oleh Prancis dari belakang
dan tak ada perlunya mereka memberi hati pada inggris, sebab sekarang tak perlu lagi
mengharapkan sokongan militer dari tanah asal itu. Tetapi tanah koloni yang
diperoleh Inggris dari Prancis letaknya menelilingi daerah koloni lama itu. Inggris
tiba-tiba merasa bertanggung jawab atas nasib bangsa Indian, yang didesak oleh
kolonis ke daerah barat itu. Tetapi ada udang dibalik batu; inggris ingin menguasai
perdagangan kulit pelsa yang menguntungkan itu. Masih banyak hal-hal lain, yang
menggelisahkan para kolonis itu. Misalnya berbagai aturan yang diadakan inggris
dengan tujuan mendesak perkembangan perdagangan dan perusahaan didaerah koloni
demi kepentingan tanah Inggris dan banyak pula aturan yang tujuannya supaya para
kolonis itu menyumbang sebagian dari kemakmurannya kepada tanah Inggris.
Menurut undang-undang Tetes tahun 1733 18 tanah koloni harus membayar cukai atas
tetes, yang didatangkan dari Hindia-Barat. Currencyact tahun 1751 menentukan
bahwa hutang para kolonis kepada Inggris tak boleh dibayar dengan uang kertas.
Karena tanah koloni itu tidak menghasilkan logam mulia, maka import dari Inggris
terpaksa dibayar dengan export ke tanah Inggris. Lama Amerika berhubungan pada
18
Noer Toegiman, Aera Eropa, (Bandung, Jakarta, Amsterdam: Ganaco.N.V, 1956), hal: 127
19
Noer Toegiman, Aera Eropa, (Bandung, Jakarta, Amsterdam: Ganaco.N.V, 1956), hal: 127
20
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012), hal:104
21
Dr. Wood Gray, Garis Besar Sejarah Amerika (Yogyakarta: Bentang, 2014), hal: 61
Gambar 3
Peristiwa The Boston Tea Party
Pada 1773, Inggris Raya memberikan isu yang sempurna bagi Adams dan
para sekutunya. Persekutuan Hindia Timur yang berkuasa mendapati dirinya berada
dalam krisis finansial, dan memohon pada pemerintah Inggris yang kemudian
memberinya monopoli atas semua teh yang diekspor ke koloni. Pemerintah juga
mengizinkan Persekutuan Hindia Timur untuk menyediakan kebutuhan pengecer
secara langsung, melangkahi tengkulak kolonial. Pada saat itu, kebanyakan teh yang
dikonsumsi di Amerika diimpor secara tidak sah dan bebas cukai. Dengan menjual
teh melalui agennya sendiri dengan harga lebih murah, Persekutuan Hindia Timur
membuat penyelundupan menjadi sesuatu yang tidak menguntungkan dan
mengancam akan melenyapkan pedagang kolonial yang mandiri. 22
Tergugah tidak hanya karena kerugian dari perdagangan teh tetapi juga karena
praktik monopoli itu, para pedagang bergabung dengan kelompok radikal yang terus
memperjuangkan kemerdekaan. Di pelabuhan pusat dan dalam Pantai Atlantik, agen
dari Persekutuan Hindia Timur dipaksa untuk mengundurkan diri. Kiriman the yang
baru datang entah dikembalikan atau digudangkan. Namun agen menentang warga
22
Dr. Wood Gray, Garis Besar Sejarah Amerika (Yogyakarta: Bentang, 2014), hal: 63
23
Dr. Wood Gray, Garis Besar Sejarah Amerika (Yogyakarta: Bentang, 2014), hal: 64
24
Dr. Wood Gray, Garis Besar Sejarah Amerika (Yogyakarta: Bentang, 2014), hal: 64
25
Noer Toegiman, Aera Eropa, (Bandung, Jakarta, Amsterdam: Ganaco.N.V, 1956)
Inggris menolak tuntutan warga koloni. Adanya The Boston Tea Party dan
tuntutan tanah koloni dianggap sebagai tanda dimulainya suatu pemberontakan.
Pemerintah Inggris segera memperbesar jumlah pasukannya di Amerika. Sejak saat itulah
kaum koloni Amerika yakin bahwa jalan damai untuk menuntut hakhaknya sebagai orang
Inggris tidak mungkin dapat tercapai. Bahkan, mereka terancam akan dimusnahkan
segalanya sehingga mereka bertekad untuk mempertahankan kebebasannya. Kaum koloni
Amerika kemudian mengangkat Goeroge Washington, seorang yang berjasa kepada
Inggris dalam Perang Laut Tujuh Tahun untuk menghadapi Inggris.
Pada mulanya perang ini hanya bersifat menentang kekerasan pemerintah Inggris
terhadap kaum koloni dan belum mempunyai tujuan untuk mencapai kemerdekaan. Akan
tetapi, tujuan perang menjadi jelas setelah terbitnya buku Common Sense (1776) karya
Thomas Paine. Tulisan ini berisikan paham kemerdekaan yang kemudian menyadarkan
kaum koloni untuk mengubah tujuan perjuangannya dari menentang kekerasan menjadi
perjuangan mencapai kemerdekaan.
Dalam Kongres Kontinental II tahun 1775 di Philadelphia, para wakil dari ketiga
belas koloni sepakat untuk memerdekakan diri. Akhirnya pada tanggal 4 Juli 1776
dicanangkan Declaration of Independence sebagai alasan untuk memisahkan diri dari
26
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:109
27
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:110
28
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:110
29
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:112
30
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:114
31
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal:114
Gambar 6
Patung Liberty32
32
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak: 2012) , hal:116
Gambar 7
Samuel Adams
Pemimpin kelompok radikal yang paling efektif adalah Samuel Adams dari
Massachusetts, yang bekerja keras tanpa lelah demi satu tujuan akhir: kemerdekaan.
Adams ingin membebaskan orang-orang dari kekaguman mereka terhadap sosok
sosial dan politik yang lebih berkuasa, menyadarkan mereka akan kekuatan dan
33
IG. Krisnaldi, Sejarah Amerika serikat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) , hal: 116
34
Foster Genevieve, Dunia George Washington (Bandung: W. VAN HOEVE ,1954), hal:147
Gambar 8
Thomas Paine
Thomas Paine merupakan teoris politik radikal dan penulis yang datang dari
Inggris pada 1774, mempublikasikan risalah 50 halaman berjudul Common Sense
(Akal Sehat) yang terjual 100.000 kopi dalam tiga bulan. Paine menyerang gagasan
tentang monarki berdasarkan warisan, dan menyatakan satu orang jujur lebih berarti
bagi masyarakat daripada “seluruh pen jahat bermahkota yang pernah hidup.” Ia
memaparkan alternatifnya— terus menyerah pada raja tiran dan pemerintahan usang,
atau bebas dan bahagia sebagai republik yang merdeka dan mandiri. Karena beredar
di seluruh koloni, Common Sense membantu pengambilan keputusan untuk merdeka.
Gambar 9
Thomas Jefferson
Gambar 10
George Washington
George Washington pada awalnya adalah Letnan Kolonel daerah Virginia. Pada
tahun 1776 Revolusi Kemerdekaan Amerika pecah dan Kongres Kontinental
mengeluarkan Deklarasi Kemerdekaan dan memisahkan diri dari Kerajaan Inggris.
Kepemimpinan George Washington berkontribusi banyak dalam keberhasilan daerah-
daerah jajahan di Amerika memperjuangkan kemerdekaannya. Pada tahun 1783
Inggris mengakui kemerdekaan Amerika Serikat, George Washington keluar dari
tentara. Empat tahun kemudian pada 1787 ia menjadi Ketua Konvensi Konstitusional.
Pada tahun 1789 setelah Konstitusi disahkan, ia dipilih dengan suara bulat menjadi
Presiden Amerika yang pertama.
Gambar 11
Benjamin Franklin
35
Alexis de Tocqueville, Revolusi Demokrasi Dan Masyarakat (Yayasan Obor Indonesia, 2006), hal: 83
36
Alexis de Tocqueville, Revolusi Demokrasi Dan Masyarakat (Yayasan Obor Indonesia, 2006), hal: 107
37
Alexis de Tocqueville, Revolusi Demokrasi Dan Masyarakat (Yayasan Obor Indonesia, 2006), hal: 137
PENUTUP
A. Kesimpulan
Revolusi Amerika adalah perubahan secara cepat dan mendasar yang berpengaruh
terhadap masyarakat yang luas dalam segala sector kehidupan. Revolusi Amerika
merupakan buah kemenangan peperangan antara para kolonis (ketiga belas koloni)
terhadap colonial Inggris.
Revolusi Amerika bukan suatu pemberontakan kaum proletariat, namun revolusi
ini dipimpin oleh kaum ningrat Whig yang mencari kebebasan dari tekanan-tekanan
politik dan ekonomis yang dipaksa oleh pemerintah kerajaan Inggris. Revolusi Amerika
menyesuaikan diri dengan pola yang di anut Maxisme, namun revolusi ini mengerahkan
segenap tenaga patriotic dari segenap kelas dan golongan-golongan ekonomis.
Presiden Amerika Serikat yang kedua, John Adam (1735-1826), menyatakan
bahwa Revolusi Amerika sudah dimulai sebelum perang meletus. Revolusinya terdapat
didalam pikiran dan rakyat Amerika. Prinsip serta semangat yang membawa rakyat
Amerika untuk memberontak sehingga harus ditelusuri kembali sampai 200 tahun yang
lampau atau dicari didalam sejarah Negara ini semenjak berdirinya perkebunan yang
pertama di Amerika. Dengan demikian, untuk mengetahui latar belakang Revolusi
Amerika harus ditelusuri sejak London Company berhasil mendirikan pos dagang yang
pertama di Jamestown pada 1607.
London Company dengan berbekal the royal charter yang diperoleh dari aja
Inggris pergi ke Benua Amerika dan tiba di benua ini mendirikan pos dagang yang
pertama di Jamestown pada 1607. Di tempat ini selanjutnya kongsi dagang ini bisa
melakukan control terhadap kinerja gubernur koloni melalui penempatan wakil-wakil
penduduk koloni di dalam dewan legislatif. Hal semacam ini juga digunakan Plymouth
Company yang berbekal pada the royal charter dari Raja Inggris mendirikan dan
c. Samuel Adams
d. Thomas Paine
e. Thomas Jefferson
f. George Washington
g. Benjamin Franklin
Dampak Revolusi Amerika
a. Dampak Revolusi Amerika dapat dirasakan oleh Amerika sendiri maupun dunia.
Terutama di bidang Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya.
b. Dampak Revolusi Bagi Indonesia
Alexis de Tocqueville. 2005. Revolusi Demokrasi Dan Masyarakat, Yayasan Obor Indonesia
Djaja, W , & Pratama, A. 2012. Sejarah Eropa dari Eropa Kuno hingga Eropa Modern,
Yogyakarta: Ombak