Anda di halaman 1dari 9

Pengertian Fabel dan Legenda Beserta Ciri & Contohnya

Siapa yang suka baca cerita fiksi, cuungg! Cerita fiksi apa nih, yang lagi kamu baca sekarang?
Kalau aku, sekarang lagi baca novel fiksi berjudul “The Midnight Library” karya Matt Haig.
Ceritanya tentang sebuah perpustakaan berisi berbagai buku yang memungkinkan tokoh
utamanya, Nora Seed, untuk menjalani kehidupannya dengan cara yang berbeda-beda. Jadi,
Nora bisa undo every decision she regrets dan menjalani the should’ve been(s) in her life
seandainya ia membuat keputusan yang berbeda ketika menjalani hidup. Seru kali, ya, kalau
beneran ada perpustakaan seperti itu?

Nah, tahu nggak sih, ternyata cerita fiksi itu terdiri atas beberapa macam, lho! Di antaranya
yang telah ada sejak dahulu kala yaitu cerita fabel dan legenda. Tapi, cerita “The Midnight
Library” tadi bukan termasuk fabel atau legenda, ya! Cerita ini tergolong fiksi modern karena
berkisah tentang kehidupan masa kini dengan tokoh manusia.

Nah, kalau fabel dan legenda, ceritanya berbeda nih, dengan cerita fiksi pada umumnya. Fabel
berkisah tentang kehidupan hewan yang bersifat dan berperilaku layaknya manusia.
Sedangkan legenda berkisah tentang kehidupan manusia yang hidup pada zaman dahulu kala
dan memiliki kekuatan gaib tertentu atau berkaitan dengan peristiwa magis tertentu yang
dianggap nyata dan benar-benar pernah terjadi. Hmm, menarik juga ya! Yuk, kita bahas lebih
jauh mengenai fabel dan legenda!

Pengertian Fabel

Fabel berasal dari bahasa Latin, yaitu “Fabula” yang artinya cerita. Fabel adalah cerita fiksi
dengan tokoh berupa hewan yang berperilaku dan berwatak selayaknya manusia, seperti dapat
berbicara, berpikir, hingga berpakaian. Fabel umumnya mengandung berbagai pesan moral
yang dapat dipetik oleh pembaca dan dijadikan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari.

Fabel mulai berkembang pada abad pertengahan dan telah digunakan sejak saat itu sebagai
salah satu sarana untuk mengajarkan berbagai nilai moral kepada manusia, utamanya anak-
anak. Salah satu koleksi fabel dibuat pada akhir abad ke-12 oleh Marine de France. Contoh
fabel lainnya yang terkenal yaitu cerita “Tiga Babi Kecil” atau dalam bahasa Inggris berjudul
“The Three Little Pigs” yang dibuat pada akhir abad ke-18, tetapi diduga berusia lebih tua dari
itu. Saat ini pun, cerita fabel juga terus berkembang menjadi berbagai macam bentuk, seperti
buku cerita, series, dan film kartun.

Ciri-Ciri Fabel

Fabel memiliki 6 ciri yang membedakan dengan karya fiksi lainnya, yaitu:

Tokoh dalam cerita berupa binatang yang berperilaku dan berwatak seperti manusia.
Cerita fabel menunjukkan kejadian sebab-akibat.
Alur cerita fabel umumnya lebih sederhana namun sarat akan pesan moral.
Konflik dalam cerita umumnya diambil dari kehidupan manusia sehari-hari.
Menggunakan latar tempat di alam, seperti di hutan, sungai, kebun, kolam, sawah, dan lain-
lain.
Biasanya berbentuk teks narasi dengan adanya dialog antar tokoh berupa kalimat langsung.
Dialog antar tokoh menggunakan bahasa tidak baku atau bahasa sehari-hari.
Contoh Fabel
Berikut adalah beberapa contoh cerita fabel dengan berbagai pesan moral yang bisa kamu
petik:

1. Contoh Fabel tentang Semut dan Merpati

Persahabatan Semut dan Merpati

Suatu hari, seekor merpati melihat ada seekor semut yang terjatuh ke sungai. Semut itu
berjuang sangat keras untuk berenang supaya tidak tenggelam. Melihat hal itu, Merpati tak
hanya diam saja. Ia segera memetik sehelai daun di atas pohon dan dijatuhkannya ke atas
sungai dekat dengan posisi semut yang hampir tenggelam.

“Semut, cepat berenang dan naiklah ke atas daun ini!” teriak Merpati.

Semut lantas berenang menuju daun dan naik di atasnya. Semut akhirnya selamat dan tidak
tenggelam di sungai.

“Terima kasih, Merpati! Kau telah menyelamatkan nyawaku!” ujar Semut.

“Sama-sama, Semut!” ujar Merpati.

Sejak saat itu, Semut dan Merpati pun menjadi sahabat.

Beberapa hari berikutnya, Semut yang sedang berjalan melihat sahabatnya, Si Merpati, sedang
terbang dan hinggap di atas ranting pohon. Tiba-tiba, datang seorang pemburu yang langsung
mengarahkan senapannya kepada Merpati. Semut yang ingin menyelamatkan Merpati,
langsung menggigit kaki Si Pemburu. Pemburu tersebut kesakitan dan senapannya pun
menembak melesat jauh dari Merpati. Merpati yang terkejut langsung terbang dan melihat
sahabatnya Semut yang sedang menggigit kaki Pemburu. Merpati pun selamat dari bidikan
pemburu.

Kemudian, Merpati berucap, “Terima kasih ya, Semut! Kau telah menyelamatkan nyawaku!”

Semut pun menjawab, “Terima kasih kembali, Merpati!”

Pesan Moral: Berbuat baiklah kepada sesama dan biasakan sikap tolong-menolong antar
sesama. Perbuatan yang baik pasti akan mendapat balasan yang baik pula.
2. Contoh Fabel tentang Kelinci dan Kura-Kura

Lomba Lari Kelinci dan Kura-Kura

Dahulu kala, hiduplah seekor kelinci. Kelinci bisa berlari dengan sangat cepat. Ia bangga
dengan keahliannya itu. Suatu hari, Kelinci melihat Kura-Kura yang berjalan sangat lambat.
Melihat betapa lambatnya Kura-Kura berjalan, Kelinci pun menertawakan Kura-Kura dan
berkata, “Kamu berjalan sangat lambat ya, Kura-Kura! Hahaha..”

Mendengar hal itu, Kura-Kura pun menimpali, “Rupanya kamu sangat bangga dengan
kecepatanmu, ya, Kelinci. Bagaimana kalau kita berlomba dan kita lihat siapa yang sebenarnya
bisa lari lebih cepat?”
“Lomba lari? Denganmu? Tentu saja aku yang akan menang!” ujar Kelinci dengan
sombongnya.

Keesokan harinya, Kelinci dan Kura-Kura pun berlomba. Seluruh hewan di hutan turut
berkumpul untuk menonton perlombaan itu.

Perlombaan pun dimulai. Seperti dugaan, Kelinci langsung berlari sangat cepat, meninggalkan
Kura-Kura yang berjalan lambat di belakang. Meskipun tertinggal jauh, Kura-Kura tetap
berusaha untuk berlari.

Setelah beberapa saat, Kelinci berbalik untuk melihat di mana Kura-Kura berada. Ternyata,
Kura-Kura berjalan sangat lambat dan berada jauh di belakangnya.

“Kura-Kura akan butuh waktu sangat lama untuk mendekatiku,” pikir Kelinci. Kelinci pun
memutuskan untuk istirahat sejenak di bawah pohon. Teduhnya pohon yang rindang membuat
Kelinci jadi mengantuk. Akhirnya, Kelinci pun tertidur di bawah pohon tersebut.

Beberapa saat kemudian, Kura-Kura berhasil sampai di titik di mana Kelinci tertidur pulas di
bawah pohon. Melihat Kelinci yang tertidur pulas, Kura-Kura berusaha berlari tanpa
menimbulkan suara agar Kelinci tidak terbangun. Perlahan tapi pasti, Kura-Kura pun berhasil
melewati Kelinci yang tetap tertidur pulas.

Saat Kelinci akhirnya terbangun, ia kaget melihat Kura-Kura sudah sangat dekat dengan garis
finish. Kelinci pun segera bangkit dan berlari dengan kencang.

Namun, usaha Kelinci ternyata sia-sia. Kura-Kura yang sudah lebih dekat dengan garis finish
akhirnya berhasil memenangkan perlombaan. Kelinci sangat kecewa. Seluruh hewan di hutan
pun mengakui bahwa pemenang lomba lari tersebut adalah Kura-Kura yang tetap berusaha
dengan gigih sampai garis akhir.

Pesan Moral: Kita tidak boleh sombong dan meremehkan orang lain hanya karena kita memiliki
kemampuan yang lebih baik dari mereka karena pada akhirnya, usaha keras dan kegigihan lah
yang mampu membawa kita menuju kesuksesan.

3. Contoh Fabel tentang Rubah dan Gagak

Rubah dan Gagak

Suatu hari, di dalam hutan, ada seekor rubah yang melihat seekor gagak sedang terbang
dengan sepotong daging di paruhnya. Sang Gagak lantas bertengger di dahan pohon. Rubah
yang sejak pagi belum makan, ingin sekali mendapatkan daging tersebut. Ia pun berjalan
hingga ke bawah pohon yang dihinggapi Gagak tadi.

“Selamat siang, Nyonya Gagak yang cantik,” serunya. “Betapa mempesonanya penampilanmu
hari ini. Matamu tampak cerah, paruhmu bersih dan bulumu berkilau.”

Mendengar pujian itu, Gagak menoleh ke bawah. Senang sekali ia mendapati Rubah sedang
mengaguminya di sana. Melihat reaksi Gagak, Rubah melanjutkan rencananya. Ia memuji
Gagak lebih jauh lagi.
“Melihat penampilanmu yang luar biasa, aku yakin suaramu pasti melebihi suara burung lain di
hutan ini. Biarkanlah aku mendengar satu lagu darimu, Nyonya Gagak. Tentu akan terdengar
sangat merdu!” ujar Rubah.

Merasa tersanjung, Gagak mengangkat kepalanya dan bersiap membuka suara. Ia lupa, ada
daging di paruhnya. Potongan daging yang jatuh ke tanah segera diambil oleh rubah,
sementara Gagak terus saja bernyanyi.

Ketika ia selesai bernyanyi dan Rubah sudah jauh pergi, Gagak baru menyadari apa yang telah
terjadi. Ia menyesal, sudah lengah hanya karena dipuji.

Pesan Moral: Kita perlu untuk bersikap waspada dan tidak lengah, karena bisa saja ada pihak
yang ingin mengambil keuntungan atau mencelakai diri kita.

Nah, sekarang kita lanjut yuk, ke pembahasan tentang legenda. Let’s gooo~

Pengertian Legenda

Legenda berasal dari bahasa Latin, yaitu “Legere” yang artinya cerita rakyat. Legenda adalah
cerita rakyat yang ada dalam kehidupan masyarakat dan umumnya dikaitkan dengan suatu
peristiwa sejarah tertentu. Peristiwa dalam cerita rakyat tersebut bisa melahirkan asal usul
suatu tempat, nama daerah, atau hal-hal yang berkaitan dengan alam dan lingkungan sekitar.

Legenda biasanya menceritakan tentang tokoh, peristiwa, atau tempat tertentu yang berisi
campuran antara fakta historis (sejarah) dengan mitos. Hal inilah yang membuat cerita legenda
sering dianggap “sejarah” kolektif dan dipercayai memang menceritakan peristiwa nyata yang
benar-benar pernah terjadi pada zaman dahulu.
Ciri-Ciri Legenda

Legenda memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut:

Tokoh dalam cerita memiliki kesaktian tertentu


Terdapat unsur keajaiban dalam cerita
Dihubungkan dengan hal-hal gaib
Terdapat unsur sejarah dan ceritanya dianggap nyata atau benar-benar terjadi
Memiliki amanat atau pesan moral yang dapat dipelajari

Contoh Legenda

Kira-kira apa nih, contoh cerita legenda yang pernah kamu baca sebelumnya? Atau kamu
sudah lupa legenda apa yang pernah kamu baca? Kalau lupa, yuk baca beberapa contoh
legenda berikut ini!

1. Contoh Legenda Malin Kundang yang Berasal dari Padang, Sumatera Barat

Legenda Malin Kundang

Dahulu kala, di Padang Sumatera Barat, tepatnya di Perkampungan Pantai Air Manis, ada
seorang janda bernama Mande Rubayah. Ia mempunyai seorang anak laki-laki bernama Malin
Kundang. Malin sangat disayang oleh ibunya. Karena sejak kecil, Malin Kundang sudah
ditinggal pergi oleh ayahnya.

Malin dan ibunya tinggal di perkampungan nelayan. Ibunya sudah tua. Dia hanya bekerja
sebagai penjual kue. Ketika sudah dewasa, Malin berpamit kepada ibunya untuk pergi
merantau. Pada saat itu, memang ada kapal besar yang merapat di Pantai Air Manis. Meski
dengan berat hati, akhirnya Mande Rubayah mengijinkan anaknya pergi.

Hari-hari berlalu terasa lambat bagi Mande Rubayah. Setiap pagi dan sore, Mande Rubayah
memandang ke laut. Jika ada ombak dan badai besar menghempas ke pantai, dadanya
berdebar-debar. la menengadahkan kedua tangannya ke atas sembari berdoa agar anaknya
selamat dalam pelayaran.

Jika ada kapal yang datang merapat, ia selalu menanyakan kabar tentang anaknya. Tetapi,
semua awak kapal atau nakhoda tidak pernah memberikan jawaban yang memuaskan. Malin
tak pernah menitipkan barang atau pesan apapun kepada ibunya.

Itulah yang dilakukan Mande Rubayah setiap hari selama bertahun tahun. Tubuhnya semakin
tua dimakan usia. Jika berjalan, ia sudah mulai terbungkuk-bungkuk.

“Ibu sudah tua Malin, kapan kamu pulang…”, rintih Mande Rubayah setiap malam.

Hingga berbulan-bulan, Malin belum juga datang menjenguknya. Namun, ia yakin bahwa pada
suatu saat, Malin pasti akan kembali.

Harapannya terkabul. Pada suatu hari, dari kejauhan tampak sebuah kapal yang indah berlayar
menuju pantai. Kapal itu megah dan bertingkat-tingkat. Orang kampung mengira kapal itu milik
seorang sultan atau seorang pangeran. Mereka menyambutnya dengan gembira.

Ketika kapal itu mulai merapat, tampak sepasang muda-mudi berdiri di anjungan. Pakaian
mereka berkilauan terkena sinar matahari. Wajah mereka cerah dihiasi senyum. Mereka
nampak bahagia karena disambut dengan meriah.

Mande Rubayah ikut berdesakan melihat dan mendekati kapal. Jantungnya berdebar keras. Dia
sangat yakin sekali bahwa lelaki muda itu adalah anak kesayangannya, si Malin Kundang.
Belum lagi tetua desa sempat menyambut, ibu Malin terlebih dahulu menghampiri Malin. la
langsung memeluk Malin erat-erat. Seolah takut kehilangan anaknya lagi.

“Malin, anakku! Mengapa begitu lamanya engkau tidak memberi kabar?”, katanya menahan
isak tangis karena gembira.

Malin terpana karena dipeluk wanita tua renta yang berpakaian compang-camping itu. Ia tak
percaya bahwa wanita itu adalah ibunya. Seingat Malin, ibunya adalah seorang wanita
berbadan tegar yang kuat menggendongnya ke mana saja.

Sebelum dia sempat berpikir dengan tenang, istrinya yang cantik itu meludah sambil berkata,
“Cuih! Wanita buruk inikah ibumu? Mengapa kau membohongi aku?”

Mendengar kata-kata istrinya, Malin Kundang mendorong wanita itu hingga terguling ke pasir.
Mande Rubayah hampir tidak percaya pada perlakuan anaknya. Ia jatuh terduduk sambil
berkata, “Malin, Malin, anakku. Aku ini ibumu, Nak!”
Malin Kundang tidak menghiraukan perkataan ibunya. Pikirannya kacau karena ucapan istrinya.
Seandainya wanita itu benar ibunya, dia tidak akan mengakuinya. la malu kepada istrinya.
Melihat wanita itu beringsut hendak memeluk kakinya, Malin menendangnya sambil berkata,
“Hai, Perempuan tua! Ibuku tidak seperti engkau! Melarat dan dekil!”

Wanita tua itu terkapar di pasir. Mande Rubayah pingsan dan terbaring sendiri. Ketika ia sadar,
Pantai Air Manis sudah sepi. Di laut, dilihatnya kapal Malin semakin menjauh. Hatinya perih
seperti ditusuk-tusuk. Tangannya ditadahkannya ke langit. Ia kemudian berseru dengan hatinya
yang pilu, “Ya Tuhan Yang Maha Kuasa, kalau dia bukan anakku, aku maafkan perbuatannya
tadi. Tapi kalau memang dia benar anakku, Malin Kundang, aku mohon keadilan-Mu, ya
Tuhan…!”

Tidak lama kemudian, cuaca di tengah laut yang tadinya cerah, mendadak berubah menjadi
gelap. Hujan tiba-tiba turun dengan teramat lebatnya. Tiba-tiba datanglah badai besar,
menghantam kapal Malin Kundang. Badai itu pun disusul sambaran petir yang menggelegar.

Seketika, kapal itu hancur berkeping-keping. Kemudian, terhempas ombak hingga ke pantai.
Ketika matahari pagi memancarkan sinarnya, badai telah reda. Di kaki bukit, terlihat kepingan
kapai yang telah menjadi batu. Itulah kapal Malin Kundang.

Tak jauh dari tempat itu, nampak sebongkah batu yang menyerupai tubuh manusia. Konon,
itulah tubuh Malin kundang, si anak durhaka yang kena kutuk ibunya menjadi batu. Di sela-sela
batu itu, berenang-renang ikan teri, ikan belanak, dan ikan tenggiri. Konon, ikan itu berasal dari
serpihan tubuh sang istri yang terus mencari Malin Kundang.

2. Contoh Legenda Lutung Kasarung yang Berasal dari Kebumen, Jawa Tengah

Legenda Lutung Kasarung dan Purbasari

Cerita lutung kasarung bisa ditemui di daerah Pasundan. Di daerah tersebut, tinggal seorang
raja yang sangat bijaksana bernama Prabu Tapa Agung. Raja ini mempunyai dua orang anak
yang bernama Purbasari dan Purbararang.

Di akhir hidup sang ayah, ia berpesan kepada kedua anaknya bahwa ia ingin turun tahta. Ia
meminta Purbasari agar menggantikan kedudukannya sebagai seorang pemimpin di
kerajaannya. Kakaknya merasa tidak terima mendengar pesan tersebut karena ia merasa lebih
pantas menggantikan ayahnya. Purbararang akhirnya ingin mencelakai adiknya dengan
menemui seorang nenek sihir.

Akibat dari nenek sihir itu, kulit adiknya kini penuh dengan totol-totol berwarna hitam. Keadaan
tersebut ia pakai untuk mengasingkan Purbasari ke dalam hutan. Di sana, Purbasari
mempunyai teman, yaitu hewan-hewan, sehingga ia tidak merasa kesepian.

Salah satu hewan yang menemaninya adalah seekor kera. Kera itu selalu membawakan buah
serta bunga untuk menghiburnya. Pada suatu malam, sang kera bersemedi. Kemudian, secara
tiba-tiba, muncul air yang membentuk sebuah telaga. Air itu sangat jernih dan wangi.

Lalu, Purbasari diminta mandi di telaga tersebut oleh sang kera. Tubuhnya seketika berubah
menjadi seorang putri yang cantik seperti semula.
Pada suatu ketika, Purbararang menjenguk Purbasari. Melihat adiknya sudah kembali cantik,
membuatnya terkejut. Ia kemudian meminta untuk adu panjang rambut kepada sang adik.
Hasilnya, rambut Purbasari ternyata lebih panjang. Purbararang juga meminta Purbasari agar
mau adu tampan pasangan dengan tunangannya. Purbasari kala itu menggandeng seekor kera
yang sudah menemaninya hidup di hutan selama ini.

Keajaiban terjadi pada kera yang tiba-tiba berubah menjadi seorang laki-laki yang sangat
tampan. Bahkan, ia lebih tampan dibandingkan dengan tunangan Purbararang. Hal ini membuat
adu tampan tunangan dimenangkan oleh Purbasari.

Kemudian, Purbararang meminta maaf kepada Purbasari dan mengakui kesalahannya. Setelah
itu, Purbasari akhirnya menjadi seorang pemimpin kerajaan, warisan dari ayahnya yang
bijaksana bersama lutung tersebut. Kakaknya juga sudah dimaafkan oleh Purbasari. Ia tidak
berniat untuk memberikan hukuman kepada kakaknya tersebut.

Bahkan, kata balas dendam pada sang kakak tidak terbesit sedikit pun. Purbasari akhirnya
sudah hidup dengan bahagia bersama dengan sang kekasih hatinya.

3. Contoh Legenda Danau Toba yang Berasal dari Sumatera Utara

Legenda Danau Toba

Pada zaman dahulu, ada seorang petani bernama Toba. Dia tinggal menyendiri di sebuah
lembah yang landai dan subur. Toba bekerja di sawah dan ladang untuk keperluan hidupnya.
Selain mengerjakan ladangnya, Toba juga suka pergi memancing ikan ke sungai yang berada
tak jauh dari rumahnya.

Setiap kali dia memancing, mudah saja ikan didapatnya. Karena di sungai yang jernih itu,
memang banyak sekali ikan. lkan hasil pancingannya dia masak untuk dimakan.

Pada suatu sore, setelah pulang dari ladang, Toba langsung pergi ke sungai untuk memancing.
Tidak lama, tiba-tiba pancingnya disambar ikan, dan langsung menarik pancing itu jauh ke
tengah sungai. Hati Toba menjadi gembira karena tahu bahwa ikan yang menyambar
pancingnya, pasti ikan yang besar.

Setelah beberapa lama dia biarkan pancingnya ditarik ikan itu ke sana kemari, barulah pancing
itu ditariknya perlahan-lahan. Ketika pancing itu disentakkannya, tampaklah seekor ikan besar
tergantung dan menggelepar.

Dengan cepat, ikan itu ditariknya ke darat supaya tidak lepas. Sambil tersenyum gembira, mata
pancingnya dia lepas dari mulut ikan itu. Toba tersenyum sambil membayangkan, betapa
enaknya nanti daging ikan itu kalau dipanggang. Dia pun langsung meninggalkan sungai dan
pulang ke rumah karena hari juga sudah mulai senja.

Setibanya di rumah, Toba langsung membawa ikan besar hasil pancingannya ke dapur. Ketika
dia hendak menyalakan api untuk memanggang ikan itu, ternyata kayu bakar di dapur
rumahnya sudah habis. Dia segera keluar untuk mengambil kayu bakar dari bawah kolong
rumahnya. Kemudian, sambil membawa beberapa potong kayu bakar, dia naik kembali ke atas
rumah dan langsung menuju dapur.
Pada saat Toba tiba di dapur, dia terkejut sekali karena ikan besar itu sudah tidak ada lagi.
Tetapi di tempat ikan itu diletakkan, tampak terhampar beberapa keping uang emas. Toba
segera membawa keping uang emas ke dalam kamar.

Ketika Toba membuka pintu kamar, tiba-tiba darahnya tersirap. Di dalam kamar itu, berdiri
seorang perempuan cantik dengan rambut panjang terurai. Toba menjadi sangat terpesona
karena wajah perempuan yang berdiri di hadapannya luar biasa cantiknya.

Karena hari sudah malam, perempuan itu minta agar lampu dinyalakan. Setelah Toba
menyalakan lampu, perempuan itu bercerita bahwa dia adalah penjelmaan ikan besar yang tadi
didapat Toba ketika memancing di sungai. Kemudian, dijelaskannya pula bahwa beberapa
keping uang emas yang terletak di dapur itu adalah penjelmaan sisiknya.

Setelah beberapa minggu perempuan cantik itu tinggal serumah bersamanya, Toba pun
melamar perempuan tersebut untuk jadi istrinya. Perempuan itu bersedia menerima lamarannya
dengan syarat, Toba harus bersumpah seumur hidup agar dia tidak pernah mengungkit asal
usul istrinya yang merupakan jelmaan seekor ikan. Toba pun kemudian bersumpah.

Setahun kemudian, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Samosir.
Samosir sangat dimanjakan ibunya, sehingga mengakibatkan anak itu bertabiat kurang baik
dan pemalas.

Setelah cukup besar, Samosir disuruh ibunya mengantar nasi untuk ayahnya yang bekerja di
ladang. Namun, sering dia tolak, sehingga terpaksalah ibunya yang mengantarkan nasi ke
ladang.

Suatu hari, Samosir disuruh ibunya lagi mengantarkan nasi ke ladang untuk ayahnya. Mulanya
dia menolak, tapi karena terus dipaksa ibunya, dengan kesal pergilah dia mengantarkan nasi
itu.

Di tengah jalan, sebagian besar nasi dan lauk-pauknya dia makan. Setibanya di ladang, sisa
nasi itu yang hanya tinggal sedikit, dia berikan kepada ayahnya. Toba sudah merasa sangat
lapar karena nasinya terlambat sekali diantarkan.

Toba sangat marah ketika melihat nasi yang diberikan kepadanya bersisa sedikit. Amarahnya
semakin bertambah ketika anaknya mengaku bahwa dia yang memakan sebagian besar nasi
itu.

Kesabaran Toba hilang, dia memukuli anaknya sambil mengatakan, “Anak yang tak bisa diajar.
Tidak tahu diuntung. Dasar keturunan perempuan ikan!”

Sambil menangis, Samosir berlari pulang menemui ibunya di rumah. Dia mengadu kalau
dipukuli ayahnya. Semua kata-kata cercaan ayahnya, dia ceritakan pula. Mendengar cerita
anaknya itu, si ibu sedih sekali. Terutama karena suaminya sudah melanggar sumpahnya
dengan kata-kata cercaan yang dia ucapkan kepada anaknya itu.

Si ibu menyuruh anaknya agar segera pergi mendaki bukit yang terletak tidak begitu jauh dari
rumah mereka, dan memanjat pohon kayu tertinggi yang terdapat di puncak bukit itu. Tanpa
bertanya lagi, Samosir segera melakukan perintah ibunya itu. Dia berlari-lari menuju ke bukit
tersebut dan mendakinya.
Saat si ibu melihat Samosir sudah hampir sampai ke puncak pohon kayu yang dipanjatnya di
atas bukit, dia pun berlari menuju sungai yang tidak begitu jauh letaknya dari rumah mereka.
Ketika dia tiba di tepi sungai itu, kilat menyambar disertai bunyi guruh yang menggelegar.

Sesaat kemudian, si ibu melompat ke dalam sungai dan tiba-tiba berubah menjadi seekor ikan
besar. Pada saat yang sama, sungai itu pun banjir besar dan turun pula hujan yang sangat
lebat. Beberapa waktu kemudian, air sungai itu sudah meluap ke mana-mana dan tergenangiah
lembah tempat sungai itu mengalir.

Toba tidak bisa menyelamatkan dirinya. Dia tenggelam oleh genangan air. Lama-kelamaan,
genangan air itu semakin luas dan berubah menjadi danau yang sangat besar. Danau itulah
yang kemudian hari dinamakan orang sebagai Danau Toba. Sedangkan pulau kecil di tengah-
tengahnya diberi nama Pulau Samosir.

Perbedaan Fabel dan Legenda

Walaupun sering disandingkan, fabel dan legenda adalah dua jenis cerita yang berbeda. Apa
sih bedanya? Cerita fabel di dalamnya menggunakan karakter binatang, namun memiliki sifat
dan tindakan seperti manusia. Umumnya, karakter di cerita fabel bisa berbicara dan berperilaku
seperti manusia.

Di sisi lain, cerita legenda menggunakan tokoh-tokoh sejarah atau mitologis. Kadang, karakter
pada cerita legenda memiliki kemampuan yang di luar akal sehat, sehingga sering dianggap
sebagai pahlawan atau orang penting di masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai