Anda di halaman 1dari 23

RESUME

ENTREPRENEURSHIP PENDIDIKAN DAN DAKWAH

Dosen Pengampu : Dr. Burhan, M.Sos, I

Diajukan sebagai bahan ujian akhir semester

pada mata kuliah entrepreneurship pendidikan dan dakwah semester Tiga

Radia Bachtiar (22.020.001)

PASCASARJANA IAIN TERNATE

TAHUN 2023

A. Konsep Interpreneurship Pendidikan dan Dakwah Periode Awal Islam


Pada awal masa Islam, terjadi fenomena luar biasa yang mengubah dunia Arab dan dunia
Islam secara signifikan. Periode ini ditandai dengan penyebaran ajaran Islam oleh Nabi
Muhammad SAW dan para sahabatnya. Selain aspek keagamaan, penyebaran Islam juga
melibatkan aspek pendidikan dan dakwah yang berperan dalam membentuk peradaban Islam
yang maju.

Pendidikan dan dakwah Islam bukan hanya terbatas pada penyampaian ajaran agama,
tetapi juga mencakup pengembangan aspek social ekonomi, dan kultural masyarakat muslim.
Konsep entrepreneurship, atau semangat kewirausahaan dapat dilihat sebagai salah satu
elemen yang terlibat dalam proses ini.

Sebagaimana pernyataan tersebut dapat dipahami ajaran Islam telah mengatur semua
aspek kehidupan termasuk tentang kewirausahaan. Rasulullah SAW menjadikan bekerja dan
berusaha sebagai suatu aktualisasi keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Rasulullah
bekerja atau berusaha bukan untuk menumpuk-numpuk harta benda dan kekayaan duniawi
melain beliau bekerja dalam rangka memperoleh ridha Allah SWT. Rasulullah SAW
memberikan pengajaran kepada manusia tentang tata cara berwirausaha dan cara-cara
bertransaksi harus dilandasi dengan kejujuran, keadilan dan tidak menyebabkan orang lain
(konsumen) kecewa. Mengenai hal itu Allah SWT menjelaskan dalam surah Al-Ra’d ayat ke
11 yang berbunyi:

‫َل ۥُه ُم َعِّقَٰب ٌت ِّم ۢن َبْيِن َيَد ْيِه َو ِم ْن َخ ْلِفِهۦ َيْح َفُظوَن ۥُه ِم ْن َأْمِر ٱِهَّللۗ ِإَّن ٱَهَّلل اَل ُيَغِّيُر َم ا ِبَق ْو ٍم َح َّتٰى ُيَغِّي ُر و۟ا َم ا ِبَأنُفِس ِهْم ۗ َو ِإَذ ٓا َأَر اَد‬
‫ٱُهَّلل ِبَقْو ٍم ُس ٓو ًء ا َفاَل َم َر َّد َلُهۥۚ َو َم ا َلُهم ِّم ن ُدوِنِهۦ ِم ن َو اٍل‬

Artinya :“Disamping manusia ada para malaikat selalu mengawasi secara


bergiliran, ada sebelah muka dan juga ada disebelah belakang, para malaikat
menjaga manusia atas instruksi Allah. Sungguh Allah tidak akan merubah suatu
keadaan kaum kecuali manusia itu sendiri merubah keadaan mereka sendiri. Dan
apabila Allah mengingkan suatu kerusakan kepada suatu kaum, maka tidak ada
yang mampu menghalanginya dan tidak ada satupun pelinfung selain Allah bagi
mereka”. (QS. Al-Ra’d/13:11).

Penjelasan tentang entrepreneurship yang diusung merujuk kepada prinsip entrepreneur


Nabi Muhammad saw sebagai percontohan kemudian dapat diaplikasikan manusia. Selaku
entrepreneur dalam usaha yang dijalankan dengan mengacu kepada sifat-sifat mulia Nabi
Muhammad saw.

Sistem usaha yang dibangun Rasulullah saw bersumber kepada dasar-dasar dan prinsip-
prinsi bersifat Qur’ani. Dikarenakan kitab Al-Qur’an dijadikan sebagai sumber utama dalam
entrepreneurship. Al-Qur’an menetapkan berbagai macam aturan sekaligus menjadi petunjuk
bagi manusia dalam melakukan aktifitas dalam segala sapek kehidupan termasuk di
dalamnya berwirausaha.1 Adapun sifat-sifat mulia Nabi Muhammad saw tersebut dapat
diperhatikan sebagai berikut; sifat siddiq, amanah, tabligh, dan fathanah.

Konsep entrepreneurship dalam Islam tidak hanya sebatas tentang mencari keuntungan
materi, tetapi juga mencakup aspek-aspek moral dan etika yang kuat. dalam periode awal
Islam.

Bagi Ummat Islam; secara khusus para pendakwah, menyampaikan ajaran Islam kepada
orang bukan Islam merupakan satu priorotas yang harus mendapatkan perhatian. Misi Islam
sebagai Rahmatan lil alaamin dapat berjalan jika usaha untuk menyebarkan dan
membumikan agama Islam melalui dakwah terus diupayakan. Terlebih lagi dalam konteks
kehidupan dewasa ini yang ditandai dengan kedaulatan negara beragam latar belakang
agama, suku dan juga budaya. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, dakwah bukan
hanya difahami sebagai seruan, namun proses perubahan masyarakat. Islam hadir dibawa dan
disebarakan oleh Rasulullah SAW. Bermula di wilayah Mekkah dan kemudian menyebar
hingga ke seluruh pelosok jazairah Arabia.

Terdapat beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW yang menjadi pengusaha sukses pada
periode awal Islam, dan mereka adalah contoh nyata bagaimana entrepreneurship dapat

1
Jaharuddin Dan Bambang Sutrisno, Pengantar Ekonomi Islam, Jakarta: Salemba Empat, 2018, Hal. 17
digunakan sebagai alat untuk menyebarkan ajaran Islam. Dua di antara sahabat yang paling
terkenal dalam konteks ini adalah Usman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf.

Pada masa awal Islam, para pemimpin dan ulama Muslim telah memahami bahwa
pendidikan dan dakwah bukan hanya tentang penyebaran ajaran agama, tetapi juga tentang
pengembangan potensi ekonomi dan sosial umat Islam. Berikut adalah dampak konsep
entrepreneurship dalam pendidikan awal islam terhadap perkembangan peradaban islam :
pemberdayaan ekonomi umat, pengembangan usaha kecil dan menengah, pendorong
inovasi, etika bisnis islam, kerjasama dan kemitraan, infrastruktur ekonomi,
pengembangan keterampilan, kemandirian finansial, dan pengaruh social.

Melalui konsep entrepreneurship dalam pendidikan awal Islam, peradaban Islam tumbuh
dan berkembang menjadi salah satu peradaban paling maju di dunia pada masanya. Ini
menciptakan fondasi kuat bagi kemajuan peradaban dalam berbagai aspek kehidupan.

B. Interpreneurship Pendidikan dan Dakwah Dalam Prespektif Pedagang Arab yang


Datang Ke Nusantara

Kedatangan Islam ke Nusantara yang dibawa oleh pedagang Arab, yang dikenal dengan
Teori Arab. Dikemukakan bahwa para pedagang Arab (selagi berdagang) juga menyebarkan
Islam ketika mereka dominan dalam perdagang Barat Timur sejak abad awal Hijriah atau
abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Teori ini diungkapkan oleh beberapa sarjana diantaranya
Crawfurd, Niemann, dan yang paling gigih mendukungnya Naquib Al-Attas. Sebagian besar
para ahli dari Indonesia juga setuju dengan Teori Arab.

Pedagang Arab memainkan peran kunci dalam mempromosikan bahasa Arab sebagai
bahasa ilmu dan agama di Nusantara. Mereka membuka kelas bahasa Arab di madrasah dan
sekolah mereka, sehingga memfasilitasi pemahaman teks agama dan akses ke sumber-
sumber pengetahuan berbahasa Arab. Pedagang Arab juga memperkenalkan ilmu
pengetahuan dari dunia Islam ke Nusantara.

Adapun peran dari interpreneurship pendidikan menurut prespektif pedagang Arab adalah
melakukan penyebaran islam, mendirikan pusat-pusat pembelajaran al-quran dan
melakukan perkembangan bahasa arab di nusantara. Pedagang Arab yang datang ke
Nusantara tidak hanya menjadi pelaku bisnis, tetapi juga agen dakwah yang kuat. Mereka
menggunakan berbagai metode untuk menyebarkan ajaran Islam dan mempengaruhi
masyarakat setempat. Beberapa metode dakwah yang mereka gunakan serta dampaknya
adalah sebagai berikut: pendekatan social dan kultural, peran sebagai panutan moral,
pembangunan masjid dan pusat keagamaan, penyampaian pesan agama melalui
perdagangan, penerjemahan teks ke dalam bahasa lokal, pengaruh dalam kehidupan
sehari-hari.

Sedangkan peran dari interpreneurship dakwah perspektif pedagang arab yaitu:


penyebaran nilai-nilai islam, membantu pembangun masjid, dan memperluas jaringan
dakwah.

C. Interpreneurship Pendidikan dan Dakwah Nahdatul Ulama Dari Masa Ke Masa

Menyebarnya agama Islam ke seluruh wilayah di dunia menjadi salah satu bukti adanya
peran dakwah di dalamnya. Dakwah menjadi suatu hal yang perlu dilakukan ditengah-tengah
kehidupan. Apalagi hal tersebut (dakwah) menjadi salah satu perintah agama Islam kepada
semua manusia untuk mengajak ke jalan Allah dengan menjalankan perintahnya dan
menjauhi larangannya.2

Nahdatul Ulama (NU) telah berperan penting dalam membentuk dan menjaga
kesejahteraan umat Islam. NU adalah salah satu gerakan Islam terbesar di dunia yang
mewarisi tradisi keilmuan, pendidikan, dan dakwah yang kaya. Sejarah panjang NU
mencakup peran kunci dalam pendidikan dan dakwah Islam di berbagai era sejarah.

Berdirinya NU diawali dengan lahirnya Nahdlatuttujjar (1918) yang muncul sebagai


lembaga gerakan ekonomi pedesaan.3 Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab
Chasbullah sebelum mendirikan NU sudah mendirikan Nahdlatut Tujjar (NT) pada 1918.

2
Udin, ‘Rekonstruksi Pendidikan Berbasis Dakwah Entrepreneurship Di Pondok Pesantren Nurul
Haramain Narmada Dalam Dimensi Al Qur’an’, TADRIS: Jurnal Pendidikan Islam, 16.2 (2021), 465–78
<https://doi.org/10.19105/tjpi.v16i2.4785>.
3
Ali Rahim, ‘Nahdatul Ulama (Peran Dan Sistem Pendidikannya)’, Jurnal Al-Hikmah, 14.2 (2013), 174–
85.hlm 127
Lembaga ini berfokus pada pengembangan ekonomi umat, terkhusus dimaksudkan untuk
membantu dakwah para kiai dan ustadz.4

Menurut penelitian Jarkom Fatwa (2004), di antara maksud pendirian NT adalah karena
masyarakat Muslim cenderung tajarrud (sikap mengisolasi) dan enggan mencari nafkah.
Padahal, mereka sendiri masih kekurangan. Kedua, masyarakat cenderung kurang peduli
pada urusan sosial ekonomi. Kedua hal ini mesti diatasi oleh kiai dan ustadz. Namun, agar
nasihat dan ajaran mereka didengar masyarakat, mereka mesti berkecukupan secara ekonomi.
Dengan ekonomi yang kuat, mereka bisa melakukan dakwah dengan tenang karena tidak
perlu diributkan dengan persoalan dapur. Dari sinilah kemudian Nahdlatut Tujjar mendirikan
Syirkatul Inan (badan usaha) dalam bidang ekonomi. . Nahdlatut Tujjar lahir sebagai ekspresi
para ulama di tiga jalur strategis Jawa Timur saat itu, yaitu Surabaya, Kediri, dan Jombang
yang didorong oleh semangat para ulama yang belum banyak terlibat dalam upaya
pemberdayaan rakyat. Sementara, kemiskinan dan kemaksiatan sudah memprihatinkan kala
itu dan kolonialisme Belanda sudah begitu parah dampaknya terhadap sendi-sendi kehidupan
masyarakat, khususnya dalam aktivitas perekonomian dan perdagangan masyarakat. Akar
sejarah ini menunjukkan betapa NU sangat memperhatikan aspek ekonomi. Kemiskinan,
ketimpangan, dan kesenjangan serta ketertinggalan masih menjadi tantangan dan persoalan
perekonomian umat.5 Sejarah entrepreneurship dalam NU dapat dibagi menjadi beberapa
periode:

1. Pada masa awal


Pada masa awalnya NU fokus pada pendidikan agama dan kesejahteraan sosial NU
mendirikan ribuan pesantren di seluruh Indonesia, yang menjadi pusat pendidikan agama dan
sosial.6. Kekuatan prekonomian NU sebenarnya terletak pada potensi pengembangan
kemandrian di pedesaan dan di pesantren-pesantren yang terintegrasi menjadi satu wadah
dalam ormas NU, cara NU dalam memberdayakan pesantren-pesantren melalui metode
beternak, bertani, berdagang dan melalui koperasi pesantren. Beberapa pesantren yang
diberdayakan NU adalah pesantren Sidogiri di Pasuruan, pesantren Nurul Jadid di

4
Burhanuddin Al-Butary, Andri Soemitra, and Zuhrinal Nawawi, ‘PERAN EKONOMI ORMAS ISLAM
DI INDONESIA, Sebuah Studi Literatur’, El-Amwal, 5.1 (2022), 17 <https://doi.org/10.29103/el-
amwal.v5i1.6587>.hlm 24.
5
ibid
6
https://umsu.ac.id/berita/nu-nadatul-ulama-pengertian-dan-peranannya-di-indonesia/
Probolingga, pesantren Drajaat di Lamongan dan pesantren-pesantren yang lainnya.
Sehingga santri-santri yang keluar dari pesanteren sudah terlatih mandiri dengan
berwirausaha.7 Namun dalam gerakan ormas NU dalam mengembangkan prokonomian
pesantren dan pedesaan tidak jarang dihentikan oleh pemerintah Belanda, karena pemerintah
Belenda tidak menyukai apabila ada masyarakat pribumi yang makin kuat prekonomiannya
yang nantinya menggulingkan pemerintahan Belanda dari Indonesia.8
Setelah beberapa lama akibat kompleksnya permasalahan sosial dan keagamaan pada
masa perjuangan kemerdekaan KH. Hasyim Al Asy’ari mendirikan koperasi dengan nama
Syirkatul Inan di Jombang yang diperuntukkan kepada masyarakat kurang mampu, yang
bergerak di bidang keperluan sehari-hari.9 Koperasi ini sangat mendapat dukungan dari
masyarakat sekitar, namun pada waktu itu tidak mendapat persetujuan dari pemerintah
Belanda akhirnya tidak bisa berkembang. Setelah itu pada tahun 1937 Ketua Tanfidhiyah NU
KH.Mahfoedz Shidiq mendirikan koperasi Syirkah mu’awwanah untuk memperkuat modal
para petani di pedesaan. Kehadiran koperasi ini berupaya membuka jaringan perdagangan
antar pesantren yang banyak menghasilkan produk-produk pertanian dan usaha-usaha kecil
lainnya. Para kiai, kader NU dan masyarakat didorong mendirikan toko sendiri, dengan logo
NU, untuk menjual barang-barang yang diperlukan di pesantren; departamen ini akan
membantu mereka mengembangkan keterampilan bisnis mereka, dan para usahawan
didorong menjual barang-barang mereka ke toko-toko ini dengan persyaratan yang lebih
mudah. Dalam perkembangannya di era reformasi, syirkah mu’awwanah ini berkembang
menjadi Baitul Maal wa ta’mil Syirkah Mu’awwanah Nahdlatul Ulama (BMT SM NU) yang
bergerak di banyak sektor selain pertanian.10
Pesantren yang didirikan oleh nahdatul Ulama tidak hanya untuk mengajarkan ilmu-ilmu
melainkan untuk melatih skil para santri dalam bidang usaha, khususnya pada bidang
pertanian, peternak dan berdagang. Nahdatul ulamajuga menyediakan lahan untuk menjadi
tempat bertaninya para santri.
2. Pasca Kemerdekaan dan perkembangan Ekonomi

7
Riswan Rambe, ‘Gerakan Ekonomi Islam Pada Era Pra Kemerdekaan Riswan Rambe Universitas Potensi
Utama Medan’, At-Tawassuth, III.1 (2018), 529–53.
8
ibid
9
Rambe.
10
IBID
Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, NU memiliki peran yang signifikan
dalam pembentukan negara dan masyarakat Indonesia modern. Beberapa tokoh NU terlibat
dalam pemerintahan dan pembangunan ekonomi. Pada periode ini, ada upaya untuk
meningkatkan entrepreneurship dalam komunitas NU. Dengan memiliki jumlah anggota
paling banyak di Indonesia, NU menjadi salah satu kunci penting ekonomi Indonesia ke
depan.
Secara kelembagaan Nahdlatul Ulama memiliki Lembaga Perekonomian Nahdlatul
Ulama yang menyebar diseluruh wilayah, pengembangan ekonomi Nahdlatul Ulama tidak
saja memberdayakan warga Nahdhiyin, tapi juga kepada masyarakat pada lainnya. lembaga
perekonomian ini di dirikan pada tahun 1992. 11 Peran LPNU dalam pemberdayaan
masyarakat dibidang perekonomian yakni untuk menciptakan lapangan pekerjaan seluas-
luasnya dan menciptakan sumber daya manusia yang kreatif dan menciptakan wirausahawan.
Konsep pemberdayaan lahir dari antitesis terhadap model pembangunan dan model industri
kurang memihak kepada rakyat mayoritas. Konsep pemberdayaan tercipta dari model
industri, pembangunan yang tidak memihak kepada masyarakat mayoritas pada umunya,
konsep ini lahir dikarenakan sebuah proses pemusatan kekuasaan terbangun dari sebuah
penguasaan pada faktor produksi.12
Pada tahun-tahun berikutnya, NU juga terlibat dalam berbagai kegiatan ekonomi,
termasuk perbankan syariah, pendidikan keuangan, dan koperasi. Beberapa anggota NU
mendirikan perusahaan-perusahaan yang berorientasi bisnis dengan prinsip-prinsip ekonomi
syariah.
3. Era Modern
Dalam beberapa tahun terakhir, NU terus berupaya untuk mendukung entrepreneurship
melalui berbagai program dan inisiatif, termasuk pelatihan kewirausahaan, pendampingan
bisnis, dan pengembangan koperasi ekonomi yang berbasis syariah, salah satunya adalah
bisnis syari’ah. bisnis syariah adalah bisnis yang santun, bisnis yang penuh kebersamaan dan
penghormatan atas hak masing-masing. Kemudian konsep usaha (bisnis) dikenal dengan
istilah al-tijārah (berdagang, berniaga) al-bayi’u(menjual), dan tadāyantum(muamalah) 13

11
https://umsu.ac.id/berita/nu-nadatul-ulama-pengertian-dan-peranannya-di-indonesia/, 2009, 46–67.
12
Ibid
13
Opcit, Al-Butary, Soemitra, and Nawawi. hlm 28
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا َت َداَيْنُتْم ِب َدْيٍن ِآٰلى َاَج ٍل ُّم َس ًّمى َف اْك ُتُبْو ُۗه َو ْلَيْك ُتْب َّبْيَنُك ْم َك اِتٌۢب‬

‫ِباْلَعْدِۖل َو اَل َيْأَب َك اِتٌب َاْن َّيْك ُتَب َك َم ا َع َّلَم ُه ُهّٰللا َفْلَيْك ُتْۚب َو ْلُيْم ِلِل اَّلِذ ْي َع َلْيِه اْلَح ُّق َو ْلَيَّت ِق َهّٰللا َرَّب ٗه‬
‫َو اَل َيْبَخ ْس ِم ْنُه َش ْئًـۗا َفِاْن َك اَن اَّلِذ ْي َع َلْيِه اْلَح ُّق َس ِفْيًها َاْو َض ِع ْيًفا َاْو اَل َيْس َتِطْيُع َاْن ُّيِم َّل ُه َو‬
‫َفْلُيْم ِلْل َو ِلُّيٗه ِباْلَعْدِۗل َو اْس َتْش ِهُد ْو ا َش ِهْيَدْيِن ِم ْن ِّر َج اِلُك ْۚم َف ِاْن َّلْم َيُك ْو َن ا َر ُج َلْيِن َفَر ُج ٌل َّو اْم َر َاٰت ِن‬
‫ِم َّم ْن َتْر َض ْو َن ِم َن الُّش َهَۤد اِء َاْن َتِض َّل ِاْح ٰد ىُهَم ا َفُتَذ ِّك َر ِاْح ٰد ىُهَم ا اُاْلْخ ٰر ۗى َو اَل َيْأَب الُّش َهَۤد اُء ِاَذ ا َم ا‬
‫ُدُع ْو اۗ َو اَل َتْسَٔـُم ْٓو ا َاْن َتْك ُتُبْو ُه َص ِغْيًر ا َاْو َك ِبْيًر ا ِآٰلى َاَج ِل ٖۗه ٰذ ِلُك ْم َاْقَس ُط ِع ْن َد ِهّٰللا َو َاْق َو ُم ِللَّش َهاَد ِة‬
‫َو َاْد ٰن ٓى َااَّل َتْر َتاُبْٓو ا ِآاَّل َاْن َتُك ْو َن ِتَج اَر ًة َح اِض َر ًة ُتِد ْيُرْو َنَها َبْيَنُك ْم َفَلْيَس َع َلْيُك ْم ُج َن اٌح َااَّل َتْك ُتُبْو َه ۗا‬

ۗ‫َو َاْش ِهُد ْٓو ا ِاَذ ا َتَباَيْع ُتْم ۖ َو اَل ُيَض ۤا َّر َك اِتٌب َّو اَل َش ِهْيٌد ۗە َو ِاْن َتْفَعُل ْو ا َفِاَّن ٗه ُفُس ْو ٌۢق ِبُك ْم ۗ َو اَّتُق وا َهّٰللا‬
‫َو ُيَعِّلُم ُك ُم ُهّٰللاۗ َوُهّٰللا ِبُك ِّل َش ْي ٍء َع ِلْيٌم‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah
penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa
yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu
orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika
tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan
dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang
mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila
mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun
besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah
dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah mu´amalahmu itu), kecuali jika mu´amalah itu perdagangan
tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika)
kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang
demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan
bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu”. (Q. S. al-Baqarah : 2; 282).

Dalam usaha (bisnis) Islam seseorang harus selalu mengingat dan menyerahkan semua
hasil usaha yang telah dilakukan kepada Allah. Dengan berserah diri kepada Allah dan
menganggap kerja sebagai ibadah seseorang akan selalu ikhlas dalam bekerja inilah yang
dimaksud dengan tauhĭd ulūhiyyah. Dengan demikian perusahaan merupakan kegiatan
(pekerjaan dan sebagainya) yang diselenggarakan dengan peralatan atau dengan cara teratur
dengan tujuan mencari keuntungan (dengan menghasilkan sesuatu, mengolah atau membuat
barang-barang, berdagang, memberikan jasa, dan sebagainya.14
Penting untuk dicatat bahwa entrepreneurship dalam NU dapat bervariasi dari tingkat
individu hingga tingkat kelompok atau komunitas. Banyak anggota NU yang terlibat dalam
berbagai sektor ekonomi, termasuk perdagangan, pertanian, manufaktur, dan layanan.
Prinsip-prinsip ekonomi syariah sering menjadi pedoman dalam usaha-usaha ini. Peran
entrepreneurship dalam NU terus berkembang sesuai dengan perubahan sosial, ekonomi, dan
politik di Indonesia. Selama beberapa dekade terakhir, NU telah berupaya untuk mendukung
perkembangan entrepreneurship dalam komunitasnya, sekaligus mempertahankan nilai-nilai
agama dan kesejahteraan sosial yang menjadi ciri khas organisasi ini.

D. Arah Interpreneurship Pendidikan dan Dakwah Muhammadiyah Dari Masa Ke


Masa

Muhammadiyah, sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan sejarah yang


panjang, telah memainkan peran penting dalam pembangunan pendidikan dan dakwah Islam
di Indonesia. Selama lebih dari satu abad, Muhammadiyah telah berkembang dan mengalami
transformasi yang signifikan dalam usahanya untuk meningkatkan kualitas pendidikan serta
menyampaikan ajaran agama dengan lebih efektif. Muhammadiyah didirikan pada tahun
14
Opcit, Al-Butary, Soemitra, and Nawawi. hlm 30.
1912 oleh KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta, sebagai gerakan Islam reformis yang bertujuan
untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, dan pendidikan umat Islam di Indonesia yang
saat itu masih di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Pendidikan Islam saat itu terbatas dan
hanya tersedia di pesantren tradisional. Oleh karena itu, Muhammadiyah mulai mendirikan
sekolah-sekolah modern yang menggabungkan pendidikan agama dengan ilmu pengetahuan
umum.15

Sejak pendiriannya pada tahun 1912, Muhammadiyah telah mengalami evolusi dalam
pemahaman dan konsep kewirausahaan dalam pendidikan dan dakwah. Awalnya, fokus
utama adalah reformasi agama, dan kewirausahaan tidak menjadi pusat perhatian. Namun,
seiring berjalannya waktu, Muhammadiyah mulai mengakui peran kewirausahaan dalam
membantu masyarakat mengatasi tantangan ekonomi.16

Seiring berjalannya waktu, Muhammadiyah telah mengembangkan berbagai usaha


ekonomi dan bisnis yang membantu dalam mendukung kegiatan dakwah dan pendidikan
mereka. Ini mencakup pendirian perusahaan, bisnis kecil, dan koperasi yang memungkinkan
partisipasi anggota dalam aktivitas ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Muhammadiyah semakin terlibat dalam kewirausahaan sosial yang bertujuan untuk


memberikan manfaat sosial bagi masyarakat. Mereka menciptakan inisiatif bisnis yang
memberikan solusi atas masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, pengangguran, dan
kesejahteraan masyarakat.

Dengan demikian, evolusi dan perubahan dalam arah kewirausahaan dalam pendidikan
dan dakwah Muhammadiyah mencerminkan adaptasi organisasi ini terhadap perubahan
zaman, serta upaya mereka untuk memadukan nilai-nilai agama dengan pembangunan
ekonomi dan sosial. Ini merupakan langkah yang penting dalam menjawab tantangan dan
peluang dalam masyarakat yang terus berubah.

E. Motivasi Entrepreneurship Pendidikan Dan Dakwah Jamaah Tabligh

15
M.Hum. Dr. Hj. St. Nurhayati, M.Ag. Dr. H. Mahsyar Idris, and M.Pd. Muhammad Al-Qadri Burga,
MUHAMMADIYAH Dalam Perspektif Sejarah, Organisasi, Dan Sistem Nilai, 1912.
16
Agus Miswanto.
Jamaah Tabligh adalah sebuah gerakan dakwah Islam yang memiliki pengikut dari
berbagai lapisan masyarakat. Gerakan ini memiliki tujuan utama untuk menyebarkan ajaran
Islam kepada umat Islam yang mungkin kurang praktik dalam menjalankan ajaran agamanya.
Jamaah Tabligh aktif dalam berbagai aktivitas dakwah, seperti mengadakan pengajian, kajian
agama, dan safari dakwah. Namun, dalam menghadapi tantangan dakwah yang semakin
kompleks di era modern, diperlukan pendekatan yang lebih kreatif dan adaptif.17

Entrepreneurship atau kewirausahaan adalah konsep yang dapat digunakan sebagai alat
untuk meningkatkan efektivitas dakwah Jamaah Tabligh. Dalam konteks ini,
entrepreneurship tidak hanya merujuk pada usaha bisnis untuk mencari keuntungan finansial,
tetapi juga mencakup inovasi, kreativitas, dan upaya untuk memajukan agama Islam.
Kewirausahaan dapat digunakan untuk menggerakkan proyek-proyek dakwah, membangun
lembaga pendidikan agama, dan menyebarkan pesan Islam melalui media dan teknologi
modern18.

Salah satu elemen penting dalam menjalankan entrepreneurship adalah motivasi.


Motivasi adalah dorongan atau keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks
dakwah Jamaah Tabligh, motivasi menjadi faktor penting yang mendorong individu untuk
terlibat dalam entrepreneurship yang berorientasi pada dakwah. Motivasi ini dapat muncul
dari pemahaman yang kuat tentang pentingnya dakwah, kecintaan terhadap agama Islam, dan
rasa tanggung jawab terhadap umat Muslim yang membutuhkan bimbingan19.

Beberapa motivasi utama dalam entrepreneurship pendidikan adalah sebagai berikut:


pergeseran paradigma, keinginan untuk memperbaiki system pendidikan, menyediakan akses
pendidikan yang lebih luas, peluang pasar dan kebutuhan masyarakat, pendidikan sebagai
alat perubahan social, dan keinginan untuk menciptakan dampak positif.

F. Pondok Pesantren Dan Prespektif Interpreneurship Pendidikan Dan Dakwah


17
Risalan Basri Harahap, “Jamaah Tabligh, Sebuah Fenomena Antara Dakwah Dan Keluarga,” Jurnal
AL-MAQASID: Jurnal Ilmu Kesyariahan dan Keperdataan, 7.1 (2021).

18
Agung Riyardi et al., “Analisis SWOT dan Posisi Kewirausahaan Jamaah Masjid,” Sambis, (MEKSI)
20.2017 (2019).
19
Mohd Hamdan Abdullah, Fariza Md. Sham, dan A’dawiyah Ismail, “Pendekatan Motivasi Dalam
Dakwah Remaja (Motivation Approach Of Dakwah For The Teenager),” Jurnal Hadhari: An International Journal,
10.1 (2018).
Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan dan dakwah yang memiliki peran penting
dalam membentuk karakter dan keberagaman sosial masyarakat Indonesia 20. Seiring dengan
perkembangan zaman dan tantangan yang semakin kompleks, Pondok Pesantren juga
menghadapi tuntutan untuk beradaptasi dan memperbarui diri. Salah satu perspektif yang
dapat memberikan solusi inovatif dalam menjawab tantangan tersebut adalah perspektif
Interpreneurship dalam konteks pendidikan dan dakwah21.
Dalam konteks Interpreneurship, Pondok Pesantren dapat menggabungkan elemen-
elemen pendidikan dan dakwah dengan prinsip-prinsip bisnis dan inovasi 22. Dengan cara ini,
mereka dapat menciptakan model pendidikan dan dakwah yang lebih efektif dan
berkelanjutan Pondok Pesantren yang mampu mengintegrasikan pendidikan agama dengan
pelatihan keterampilan, pembinaan karakter, dan pengembangan bisnis dapat memberikan
dampak positif yang lebih besar pada masyarakat dan ekonomi lokal.
Model pendidikan yang diadopsi oleh Pondok Pesantren memiliki ciri khasnya sendiri
dan berbeda dengan sistem pendidikan formal. Beberapa karakteristik utama dari model
pendidikan Pondok Pesantren adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan agama yang intensif, 2.
Pendidikan Tradisional, 3. Kurikulum yang fleksibel, 4. Pendidikan karakter dan moral.
Program pembinaan keusahawanan di Pondok Pesantren merupakan inisiatif yang
bertujuan untuk melatih santri agar memiliki keterampilan keusahawanan yang kuat.
Program ini biasanya melibatkan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk membekali
santri dengan pengetahuan dan keterampilan yang. diperlukan untuk merencanakan,
mendirikan, dan mengelola usaha bisnis dengan sukses. Hasil belajar dapat diukur melalui
tes, ujian, atau penilaian lainnya yang relevan. Evaluasi hasil belajar bertujuan untuk
mengukur kemajuan belajar siswa dan mengevaluasi pencapaian mereka. Faktor-faktor
pembelajaran, termasuk metode pembelajaran, dapat memiliki pengaruh pada hasil belajar
siswa. Program pembinaan keusahawanan di Pondok Pesantren dapat mencakup: 1. Pelatihan
bisnis, pengembangan keterampilan kewirausahaan, mentoring, 4. Pendampingan dalam
memulai usaha.
20
Luqman Al- and others, ‘Pendidikan Karakter Dan Dakwah Dalam Kisah Luqman Al-Hakim Perpektif Tafsir
Tematik’, Ejournal.Iprija.Ac.Id, 21.1 (2023), 52
<https://ejournal.iprija.ac.id/index.php/Ad-DAWAH/article/view/36>.
21
Hamzah, ‘Nilai-Nilai Spiritual Enterpreneurship (Kewirausahaan) Dalam Perspektif Ekonomi Islam Https://Stai-
Binamadani.e-Journal.Id/Syarie’, 4.1 (2021), 43–53.
22
Moh Khoirul Anam and Ikhsanti Fitri Khairunnisah, ‘Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking’, I.2
(2019), 99–118 <https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/84027173/135-libre.pdf>.
Manfaat pembinaan kewirausahaan dalam konteks pendidikan dan dakwah yaitu; 1.
Penguatan ekonomi, 2. Pendidikan yang relevan, 3. Pendekatan dakwah yang lebih efektif, 4
pemberdayaan komunitas.
G. Mubaligh Dan Interpreneurship Pendidikan Dan Dakwah

Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk
beriman dan taat kepada Allah SWT sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak
Islam.kesempurnaan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT membawa manusia untuk
bias mengajak manusia lainnya berbuat kebaikan dan mencegah dari yang munkar untuk
keselamatan dunia maupun akhirat, salah satunya dapat dilakukan dengan tabligh.

Mubaligh sebagai seorang komunikator, sudah barang tentu usahanya tidak hanya
terbatas pada usaha-usaha menyampaikan pesan, tetapi dia juga harus memiliki concern
terhadap komunikan. Karena komunikasi yang disampaikan itu membutuhkan follow up
(suatu hal yang sangat diperhatikan mubaligh) sebagai feedback, maka setiap mubaligh harus
mengidentifisaki dirinya sebagai pemimpin jamaah

Menurut Helmy (1973: 53) ada 3 faktor yang menjadi peranan mubaligh, yaitu:
a. Seorang mubaligh ibarat seorang pedagang yang untuk mencapai kesuksesannya harus;
mengetahui dan menguasai keadaan dan sifat-sifat masyarakat dan memiliki kecakapan
dalam menyampaikan apa yang akan ia sampaikan.
b. Seorang mubaligh harus berperan sebagai dokter dimana dia harus; mengetahui nama
penyakit pasien, menentukan obat yang tepat, dan mengerti cara menggunakan alat
kedokteran.
c. Mubaligh diibaratkan sebagai seorang petani, ia harus: mengetahui macam dan sifat tanah
yang akan ditanami,memilih benih yang sesuai dengan tanah, dan mengetahui cara
menyebar, menanam dan memelihara
Menjadi mubalig tentunya memliki tantangan dalam menjalankan tugasnya. Tantangan
dakwah beraneka ragam bentuknya, selama ini kita mengenal dalam bentuk klasik, bisa pada
penolakan, cibiran, cacian maupun teror bahkan sampai pada tataran fitnah.Banyak para da’I
mampu mengatasi tantangan atau rintangan tersebut dengan baik baik karena niatnya
memang telah kuat sebagai pejuang.Meski demikian ada pula yang tidak mampu untuk
mengatasinya sehingga tersingkir dari kancah dakwah.

Ujian tersebut sesunggunya diperlukan oleh orang-orang mukmin justru untuk


meningkatkan kapasitasnya. Adanya ujian dan kendalakendala riil ditengah kehidupan ini
akan terbukti siapa saja yang yang benar pengakuannya dan siapa pula yang dusta.
Problematika yang dihadapi para aktivitas dakwah di medan dakwah terlalu banyak untuk
disebutkan satu persatu. Disini akan kami diungkapkan beberapa hal yang sering dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari, dan merupakan kendala yang bersifat internal, yaitu gejolak
kejiwaan, ketidak seimbangan aktivitas, latar belakang dan masa lalu, penyesuaian diri.

Jika tidak dikelola secara tepat maka gejolak ini bisa bedampak negative dlam kegiatan
dakwahnya bahkan dalam kondisi tertentu bisa menghancurkan citra aktivitas dan dakwah itu
sendiri. Adapun gejolak-gejolak yang dimaksud diantaranya yaitu: 1. gejolak syahwat, 2.
Gejolak amanah, 3. Gejolak hiroisme, 4. Gejolak kecemburuan.

Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda:

“Sesungguhnya sebaik-baik penghasilan ialah penghasilan para pedagang yang mana


apabila berbicara tidak bohong, apabila diberi amanah tidak khianat, apabila berjanji tidak
mengingkarinya, apabila membeli tidak mencela, apabila menjual tidak berlebihan (dalam
menaikkan harga), apabila berhutang tidak menunda-nunda pelunasan dan apabila menagih
hutang tidak memperberat orang yang sedang kesulitan.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di
dalam Syu’abul Iman, Bab Hifzhu Al-Lisan IV/221).

Dari dalil tentang perniagana diatas diketahui bahwa islam sangat menganjurkan bagi
para penganutnya untuk berwirausha dan mengedepankan ahlakul karimah didalam
menjalankannya. Islam mengajarkan bahwa dalam perniagaan tidak semata mata mencari
keuntungan secara duniawi saja namun seorang pengusaha juga harus membekali dirinya
dengan bekal keimanan dan ilmu syar’i, khususnya yg berkaitan dengan fikih muamalah dan
bisnis agar bisa menjadi pengusaha yang baik dan benar serta tidak terjerumus dalam hal-hal
yang haram.
Hendaknya seorang pengusaha menghiasi dirinya dengan akhlak islami yang mulia
seperti jujur, pemurah, amanah, kasih sayang, dsb, sebagaimana yg diajarkan dan
dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Seorang pengusaha hendaknya
melandasi bisnis dan perniagaannya dengan niat yg baik dan ikhlas karena Allah, agar profesi
yang dijalankannya mendatangkan pahala dan keridhoan dari Allah karena bernilai ibadah
yang agung.

Bisnis dan profesi apapun beserta keuntungannya akan menjadi musibah dan petaka bagi
pelakunya di dalam kehidupan dunia dan akhirat jika dilakukan dengan cara-cara yg
diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Apalagi di sana terdapat beberapa hadits dari nabi
shallallahu alaihi wasallam yang menunjukkan celaan bagi sebagian para pedagang atau
pelaku bisnis. Di dalam hadits yg shohih, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya para pedagang (pengusaha) akan dibangkitkan pada hari kiamat sebagai
para penjahat kecuali pedagang yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik dan jujur.” (HR.
Tirmidzi, Kitab Al-Buyu’ Bab Ma Ja-a Fi At-Tujjar no.1131)

H. Peluang Dan Tantangan Enterpreneurship Pendidikan Dan Dakwah Di Masa


Modern

Pendidikan dan dakwah memiliki peran penting dalam membentuk masyarakat yang
lebih baik di masa modern. Keduanya memiliki tujuan yang serupa, yaitu memperbaiki diri
sendiri dan masyarakat melalui pemahaman, nilai-nilai, dan pengembangan potensi. Namun,
untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan inovasi dan semangat kewirausahaan
(entrepreneurship) yang kuat.

Pendidikan dan dakwah di masa modern memerlukan inovasi yang kuat untuk tetap
relevan dan efektif. Inovasi dapat berarti pengembangan metode pengajaran yang baru,
penggunaan teknologi informasi untuk menyebarkan pesan dakwah, atau pembuatan
kurikulum yang lebih interaktif dan sesuai dengan perkembangan zaman. Entrepreneurship
dalam konteks ini berarti menciptakan solusi kreatif untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pendidikan dan dakwah.
Masa modern juga membawa tantangan besar dalam pendidikan dan dakwah. Perubahan
cepat dalam teknologi, nilai-nilai sosial, dan ekonomi memerlukan adaptasi yang cepat.
Entrepreneurship di sini tidak hanya mengacu pada penciptaan bisnis baru, tetapi juga pada
kemampuan untuk beradaptasi dan mengikuti perkembangan zaman. Hal ini bisa
memerlukan perubahan dalam metode pengajaran, strategi dakwah, dan pemahaman terhadap
tantangan-tantangan baru yang muncul.

Entrepreneurship, pendidikan, dan dakwah adalah tiga hal yang saling terkait dan
memiliki peran penting dalam menghadapi tantangan di masa modern. Berikut adalah
beberapa tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan entrepreneurship, pendidikan, dan
dakwah di masa modern:

1. Minimnya Keterampilan Praktis Lulusan Perguruan Tinggi Menjadi Salah Satu


Tantangan Utama Sistem Pendidikan Modern
2. Kurangnya Pemahaman Masyarakat Tentang Pentingnya Entrepreneurship,
Pendidikan, Dan Dakwah Dalam Menghadapi Tantangan Di Masa Modern
3. Tantangan Dalam Mengembangkan Entrepreneurship, Pendidikan, Dan Dakwah
Yang Berbasis Nilai-Nilai Islam

Dalam mengembangkan entrepreneurship, pendidikan, dan dakwah yang berbasis


nilai-nilai Islam di masa modern menghadapi sejumlah tantangan yang kompleks. 23
Berikut adalah beberapa tantangan utama yang perlu diatasi:

a. Perubahan Nilai-nilai Sosial dan Budaya


b. Perubahan Teknologi dan Komunikasi
c. Kesadaran dan Pendidikan Umat
d. Perbedaan Interpretasi Nilai-nilai Islam
e. Regulasi dan Hukum Lokal
f. Keberlanjutan dan Dukungan Keuangan
4. Tantangan Dalam Mengembangkan Entrepreneurship, Pendidikan, Dan Dakwah
Yang Dapat Mengakomodasi Kebutuhan Masyarakat Yang Beragam.
23
Tema : Pembangunan et al., “Webinar Dan Call for Paper Fakultas Ekonomi Universitas Tidar 2022
Pendidikan Kewirausahaan Dan Digitalisasi: Tantangan Yang Menjadi Peluang Bagi Milenial Di Era Normal Baru,”
no. September (2022), http://jurnal.untidar.ac.id.
Berikut adalah beberapa tantangan utama yang perlu diatasi:
a. Keanekaragaman Kebutuhan dan Latar Belakang
b. Kurikulum yang relevan
c. Aksesibilitas dan kesetaraan
d. Kebutuhan khusus
e. Penghargaan terhadap perbedaan
f. Mempertahankan integritas nilai-nilai dan prinsip-prinsip
g. Partisipasi dan keterlibatan komunitas

Masa modern juga membawa peluang penting untuk entrepreneurship dalam bidang
pendidikan dan dakwah. Berikut adalah beberapa peluang utama di masa modern ini:

1. Peningkatan Kesadaran Masyarakat Akan Pentingnya Entrepreneurship, Pendidikan,


Dan Dakwah Dalam Menghadapi Tantangan Di Masa Modern
2. Adanya Dukungan Dari Pemerintah Dan Lembaga-Lembaga Terkait Dalam
Mengembangkan Entrepreneurship, Pendidikan, Dan Dakwah
3. Kemajuan Teknologi Dan Digitalisasi Memberikan Peluang Untuk Mengembangkan
Entrepreneurship, Pendidikan, Dan Dakwah Secara Lebih Efektif Dan Efisien

I. Manajemen Interpreneurship Pendidikan Dan Dakwah Di Masa Kini

Manajemen entrepreneurship pendidikan dan dakwah merupakan topik yang bakal


merespon persoalan tantangan yang dihadapi komunitas inteligensi dalam ruang pendidikan
formal, terlebih lagi pada era revolusi industri 4.0. Bagaimana tidak, peserta didik setelah
lulus diharapkan mampu mengisi atau meciptakan lapangan kerja dengan kompetensi yang
dimiliki. Hal ini sejalan dengan pendapat Saroni, bahwa pendidikan entrepreneurship
merupakan suatu program pendidikan yang menggarap aspek kewirausahaan sebagai bagian
penting dalam pembekalan kompetensi anak didik.24

24
Arif Wicaksana and Tahar Rachman, ‘No Title No Title No Title’, AngeM. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,
Pesan Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2009, hal. 500.wandte Chemie International
Edition, 6(11), 951–952., 3.1 (2018), 10–27 <https://medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-use-case-
a7e576e1b6bf>.hlm. 15.
Mengingat perihal kewirausahaan juga merupakan persoalan penting di dalam
perekonomian suatu bangsa yang sedang berkembang maupun negara maju sekalipun.
Bahkan kemajuan atau kemunduran ekonomi suatu bangsa sangat ditentukan oleh
keberadaan dan peranana dari kelompok wirausahawan ini. 25 Maka dari itu kiranya
kewirausahaan layak mendapat tempat dalam dunia pendidikan. Atensi pendidikan
kewirausahaan akan mendorong pertumbuhan ekonomi negara dengan sedapat mungkin
menekan lajunya pengangguran akut.

Dalam aspek dakwah sekalipun manajemen kewirausahaan sangat diperlukan, karena


kegiatan entrepreneur merupakan bentuk pemberdayaan ekonomi umat apalagi negara-negara
maju adalah negara yang memiliki banyak pengusaha di dalamnya. Selain dapat mengurangi
tingkat pengangguran di negaranya juga dapat meningkatkan pendapatan suatu negara.
Kemudian bagi umat Islam sendiri kegiatan entrepreneur dapat dijadikan sarana untuk
berdakwah khususnya dakwah bil hal atau dengan perbuatan, kemudian untuk bersedekah
guna membantu sesama manusia.26

Dalam konteks zaman atau era saat ini, kewirausahaan, pendidikan, dan dakwah memiliki
peran penting dalam mengatasi tantangan dan mencapai tujuan yang berkaitan dengan
perkembangan ekonomi, sosial, dan spiritual masyarakat. Ini menunjukkan bahwa untuk
menghadapi zaman saat ini, diperlukan integrasi antara aspek kewirausahaan, pendidikan
yang relevan, dan nilai-nilai dakwah untuk mencapai hasil yang positif dalam berbagai
bidang kehidupan.

Sementara dalam pandangan Al-Quran, kaitannya dengan entrepreneurship pendidikan


dan dakwah, Quraish Shihab menjelaskan bahwa selaku generasi muda Islam selayaknya
berperan aktif dalam meningkatkan perekonomian masyarakat dengan mempelajari dan
melatih diri untuk mampu menggerakkan sebuah usaha sejak dini mungkin. Quraish Shihab
mengatakan Allah melarang manusia untuk memiliki angan-angan terlalu tinggi, karena
ditakutkan akan mengantarkan manusia kepada perilaku tidak berguna dan sia-sia dilarang

25
Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 75.
26
Skripsi Diajukan and others, ‘DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG ANGKATAN’, 2019. hlm. 7.
dalam ajaran Islam. Manusia harus berusaha sekuat tenaga sehingga bisa terampil dan
bersungguh-sungguh secara ekstra.27

Dalam Al-Qur’an juga dapat ditemukan seputar konsep kreativitas dan inovasi yang
pernah dilakukan oleh Nabi Yusuf As yang memerintahkan kepada bangsanya untuk
menanam. Hal ini dapat dilihat dalam surat Yusuf ayat 47-49 sebagai berikut,

“Nabi Yusuf berkata: ‘Hendaklah kamu bertanam tujuh tahun (berturut-turut)


sebagaimana biasa, kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di
tangkainya, kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh
(tahun) yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk
menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan.
Setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan di
masa itu mereka memeras (anggur)". (QS. Yûsuf/12:47-49)

Ayat di atas menceritakan tentang kreativitas dan inovasi Nabi Yusuf dalam menangani
krisis pangan yang melanda negeri Mesir dan sekelilingnya pada saat itu. Berkat mukjizat
dari Allah Nabi Yusuf berhasil menakwilkan mimpi sang raja tentang 7 ekor sapi gemuk
yang dimakan oleh 7 ekor sapi kurus, dan 7 tangkai gandum yang hijau serta 7 tangkai
gandum kering. Nabi Yusuf paham bahwa mimpi tersebut merupakan isyarat bahwa negeri
Mesir akan mengalami masa subur beberapa waktu, dan akan mengalami krisis setelahnya.
Untuk mengatasi hal itu, beliau menawarkan sebuah solusi inovatif yang dibagi dalam dua
periode, masing-masing periode berlangsung selama 7 tahun. Al-Qur'an melalui penggalan
kisah Nabi Yusuf di atas memberikan pelajaran dan pengajaran yang sangat berharga bagi
umat Islam agar senantiasa mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam bidang ekonomi
agar kesejahteraan bangsa dapat terjamin.

J. Perilaku Muslim Terhadap Interpreneuship Pendidikan Dan Dakwah Di Era


Kontemporer

Perilaku Muslim terhadap interpreneurship dalam konteks pendidikan dan dakwah


menjadi subjek penelitian yang menarik. Islam mendorong umatnya untuk menjadi pembuat

27
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2009) hlm.
500.
perubahan positif dalam masyarakat, dan interpreneurship adalah salah satu cara untuk
mencapai hal ini. Pendidikan Islam mendorong anak muda untuk dapat memaksimalkan
potensi dirinya agar bisa berubah lebih baik lagi(Usiono, 2022). Oleh karena itu, memahami
bagaimana perilaku Muslim terkait enterpreneurship dalam bidang pendidikan dan dakwah
dapat memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana mereka berperan dalam
menjawab tantangan kontemporer.

Pandangan Islam tentang perubahan positif dalam masyarakat dan peran interpreneurship
dalam mencapainya dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Tugas Umat Muslim sebagai Agen Perubahan: Islam mengajarkan bahwa umat Muslim
memiliki tanggung jawab moral untuk berkontribusi positif dalam masyarakat. Mereka
diberikan peran sebagai "khalifah" di bumi, yang berarti mereka harus bertindak sebagai
wakil Allah dan menjaga bumi serta memperbaiki kondisinya. Oleh karena itu, menjadi
agen perubahan positif adalah bagian integral dari ajaran Islam, Islam mencerdaskan
ummat melalui pendidikan (Huda, 2015).

2. Interpreneurship dalam Konteks Pendidikan: Interpreneurship, yang merupakan


kombinasi antara kewirausahaan dan inovasi, dapat diaplikasikan dalam konteks
pendidikan Islam. Hal ini dilakukan juga demi melatih kemandirian anak dalam
membantu menopang perputaran ekonomi yang ada di Indonesia (Margahana & Triyanto,
2019). Ini juga berarti menciptakan dan mengelola proyek-proyek pendidikan yang
inovatif dan berkesan, seperti sekolah, pusat pelatihan, atau platform online untuk
pendidikan Islam yang lebih baik.

3. Mencari Solusi Terhadap Tantangan Kontemporer: Islam mengajarkan umatnya untuk


mencari solusi terhadap masalah-masalah sosial dan pendidikan yang dihadapi
masyarakat. Dengan menjadi interpreneur dalam pendidikan, umat Muslim dapat
mengidentifikasi masalah-masalah khusus yang dihadapi komunitas mereka, seperti
akses pendidikan yang terbatas, kurangnya materi pendidikan islam yang berkualitas
atau tantangan dalam dakwah dan kemudian menciptakan solusi yang relevan.

4. Pendidikan dan Dakwah sebagai Sarana Perubahan: Dalam konteks Islam, pendidikan dan
dakwah (penyiaran ajaran agama) adalah alat penting untuk mencapai perubahan positif.
Interpreneurship dalam bidang pendidikan dapat mencakup pengembangan kurikulum
yang lebih baik, produksi materi pendidikan yang inovatif, atau pendekatan pengajaran
yang lebih efektif. Selain itu, dalam dakwah, interpreneurship dapat merujuk pada
penggunaan media sosial, situs web, atau aplikasi untuk menyebarkan ajaran Islam
dengan cara yang lebih kreatif dan dapat diakses oleh lebih banyak orang.

5. Kesadaran dan Ketrampilan Interpreneurship: Umat Muslim yang ingin memainkan peran
penting dalam perubahan positif harus memiliki pengetahuan dan keterampilan
interpreneurship. Ini melibatkan pemahaman tentang manajemen bisnis, pembiayaan
proyek, pengemban`gan produk, dan strategi pemasaran. Umat Muslim juga perlu
memiliki sikap yang kuat terhadap inovasi dan keberanian untuk menghadapi tantangan.

6. Pentingnya Etika dan Nilai-Nilai Islam: Dalam upaya interpreneurship, penting untuk
selalu mengikuti prinsip-prinsip etika dan nilai-nilai Islam. Ini termasuk kejujuran,
keadilan, solidaritas, dan kepedulian terhadap kesejahteraan umum. Interpreneur Muslim
harus menjalankan usaha mereka dengan integritas dan dalam ketaatan kepada ajaran
agama.

Perilaku muslim dalam konteks pendidikan mencakup berbagai aspek, seperti


disiplin, kesabaran, tanggung jawab, dan kerja keras. Pendidijan Islam menjadi satu
representasi dari suatu masyarakat atau bangsa (Ghazali & Busro, 2017). Seorang muslim
harus memiliki disiplin dalam belajar dan menjalankan tugas- tugasnya sebagai siswa atau
mahasiswa. Kesabaran diperlukan ketika menghadapi rintangan atau kesulitan dalam
proses belajar. Tanggung jawab harus dipegang teguh oleh setiap muslim dalam
menyelesaikan tugas-tugasnya. Dan tentunya, kerja keras adalah kunci sukses dalam
meraih prestasi di bidang pendidikan.

Dalam konteks dakwah, perilaku muslim sangat penting untuk diperhatikan. Dakwah
yang dilakukan dengan akhlak dan tuntunan Islam akan lebih efektif dalam menyebarkan
pesan-pesan kebaikan kepada masyarakat. Berdasarkan perkembangan teknologi sekarang
ini dakwah lebih banyak di lakukan secara onlin di media sosial yang menjadikan ajaran
islam selalu tersebar dimanapun dan kapanpu (Al-Hakim & Bachtiar, 2021).
Perilaku muslim dalam dakwah juga mencakup kemampuan untuk mendengarkan
dan memahami pandangan orang lain serta mampu memberikan argumen yang kuat
dan jelas. Hal ini akan membantu dakwah menjadi lebih persuasif dan mudah diterima
oleh masyarakat. diantarannya : 1. Akhlak yang baik, 2. Kemampuan mendengarkan, 3.
Memberikan argument yang kuat dan jelas, 4. Menghindari konfrontasi dan sengketa, 5.
Teladan yang hidup.

Anda mungkin juga menyukai