Anda di halaman 1dari 18

PEDOMAN UNIT KERJA MTBS

014/00/PKC-KMY/PED/2022

PUSKESMAS KECAMATAN KEMAYORAN


2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan
yang terjadi pada negara berkembang terutama di Indonesia. Angka kematian bayi
menjadi indikator dalam menentukan derajat kesehatan anak karena merupakan
cerminan dari status kesehatan anak. Hal ini menjadi perhatian dari dunia
Internasional dalam target global Sustainable Development Goals ( SDG’s ) yaitu
mengakhiri kematian bayi baru lahir dan balita yang dapat dicegah hingga 12 per
1.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita ( AKABA ) 25 per 1.000 kelahiran
hidup pada tahun 2030.
Menurut ( WHO ) World Health Organization 2012, angka kematian balita di dunia
masih cukup tinggi. Setiap tahunnya 6,6 juta anak usia di bawah lima tahun
meninggal, 18.000 meninggal dunia hampir setiap harinya. Sebagian besar kematian
tersebut berada di negara berkembang, lebih dari setengahnya dikarenakan infeksi
saluran pernapasan akut ( pneumonia ), diare, campak, malaria, dan HIV/AIDS.
Selain itu malnutrisi ( 54% ) mendasari dari semua kematian anak. Secara global,
pada tahun 2020 penyakit ini akan berkonstribusi penyebab utama kematian anak di
dunia. Maka dari itu, upaya yang terus dilakukan untuk mengendalikannya. Meskipun
kemajuan program dalam mengatasi masalah penyakit tersebut, angka kesakitan
dan kematian anak masih tetap tinggi, berbagai cara inovatif untuk mengurangi
angka kematian dan kesakitan pada anak mulai dari masa kehamilan terus
dikembangkan. WHO/UNICEF pada tahun 1992 mengembangkan Manajemen
Terpadu Balita Sakit ( MTBS ).
Indonesia mengadopsi strategi Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS ) pada
tahun 1997, sebagai strategi utama untuk mengurangi angka kematian dan
kesakitan, serta berupaya mempromosikan kesehatan dan pengembangan anak
( Depkes, 2008 ). Setelah penerapan MTBS, sembilan wilayah administratif di
Indonesia telah mengembangkan rencana strategi dalam 5 tahun untuk menerapkan
MTBS, dan hasilnya dua pertama komponen sudah dilaksanakan. Menurut data
laporan rutin yang dihimpun dari dinas kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui
Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah puskesmas yang
melakasanakan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55%. Puskesmas
dikatakan sudah menerapkan MTBS bila memenuhi kriteria sudah melaksanakan
( melakukan pendekatan memakai MTBS ) pada minimal 60% dari jumlah kunjungan
balita sakit di Puskesmas tersebut ( Dirtjen Bina Kesehatan Anak, 2012 ).

B. Tujuan Pedoman
Pembuatan pedoman ini bertujuan untuk pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit
( MTBS ) di Puskesmas Kecamatan Kemayoran
C. Sasaran Pedoman
Sasaran pedoman MTBS untuk seluruh pelayanan klinis di Puskesmas Kecamatan
Kemayoran

D. Ruang Lingkup Pedoman


Ruang Lingkup pelayanan MTBS di Puskesmas Kecamatan Kemayoran, meliputi:
1. Satpam
Sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, pasien akan dilakukan skrining
oleh satpam untuk memastikan bahwa pasien dalam keadaan sehat.
2. Pendaftaran pasien
Pasien sehat dapat didaftarkan oleh keluarga pasien atau pasien sendiri
langsung menyerahkan identitas atau BPJS pasien sesuai dengan nomor
antrian pendaftaran.
3. Ruang MTBS
Petugas MTBS memberikan pelayanan dasar lengkap berdasarkan Buku
Bagan MTBS kepada bayi dan balita, sesuai dengan nomor antrian pasien.
4. Ruang ISPA
Bila didapatkan bayi dan balita dengan keadaan 3 kali pemeriksaan suhu
tubuh dengan suhu lebih dari 37,5 C dan masalah ISPA diberikan rujukan
internal ke ruang ISPA.
5. Ruang TB
Bila bayi dan balita dengan demam,batuk dan gizi kurang/buruk dilakukan
pemeriksaan Mantoux di ruang TB.
6. Ruang Gizi
Bila didapatkan bayi dan balita dengan status gizi kurang dan sangat kurang
dilakukan rujukan internal untuk konsultasi peningkatan status gizi.

E. Batasan Operasional
Pelayanan MTBS yang diberikan kepada bayi dan balita bertujuan untuk
mengurangi angka kematian yang disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan akut (
pneumonia ), diare, dan HIV/AIDS serta meningkatkan pengetahuan ibu dalam
mengasuh anak di rumah.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Berikut ini tenaga kesehatan pada pelayanan MTBS yang ada di Puskesmas
Kecamatan Kemayoran:
NO JABATAN KUALIFIKASI
1 Dokter S1 Kedokteran dengan profesi
2 Perawat DIII Keperawatan
3 Pencatatan dan Pelaporan DIII Keperawatan
4 Dietisien DIII Gizi
5 Perekam medis DIII Rekam Medis

B. Distribusi Ketenagaan

 Pelayanan ruang MTBS dibuka setiap hari kerja dan jam kerja, dilayani oleh
Dokter dan Perawat.
 Nutrisionis setiap hari bertugas di poli gizi. Jumlah nutrisionis ada 3 ( tiga )
dengan spesifikasi gizi klinik dan gizi masyarakat.
 Petugas pendaftaran setiap hari bertugas di ruang pendaftaran. Jumlah
petugas pendaftaran ada 5 orang, 1 orang rekam medik sebagai koordinator
dan 4 petugas yang sudah dilatih

C. Jadwal Kegiatan
Pelayanan dilaksanakan setiap hari kerja sesuai jam kerja.
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang
Ruang MTBS terletak di lantai 2 puskesmas dekat dengan Nurse Station. Ruang
MTBS di dalamnya termasuk tempat tidur bayi, timbangan bayi, ruangan ber AC dan
diseratai dengan ventilasi jendela. Ruangan ini memiliki wastafel. Dilengkapi dengan
meja administrasi dan komputer.

B. Standar Fasilitas

Ruang MTBS  timbangan berat badan bayi


 pengukur panjang badan bayi
 termometer, ARI, oksimetri,stetoskope
 pengukuran lingkar kepala bayi
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup Kegiatan
1. Petugas Penanggung Jawab : Dokter
2. Perangkat Kerja :
 Timbangan berat badan
 Pengukur panjang badan
 Termometer, ARI, Otoskop, Stetoskop, Oximetri
 Pengukuran lingkar kepala bayi
 Bagan MTBS dan formulir pencatatan balita sakit umur kurang dari 2 bulan
dan umur 2 bulan sampai 5 tahun.
B. Metode
1. Pemeriksaan Antropometri
2. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
3. Anamnesa
4. Penilaian,Klasifikasi dan Tindakan/Pengobatan
5. Konseling, Informasi dan Edukasi ( KIE )

C. Langkah Kegiatan
1. Petugas melakukan pemanggilan pasien.
2. Petugas melakukan pemeriksaan antropometri
3. Petugas melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
4. Petugas melakukan anamnesa
5. Petugas melakukan penilaian,klasifikasi dan memberikan tindakan dan
pengobatan.Apabila tidak bisa ditangani akan diberikan rujukan internal atau
eksternal ke Rumah Sakit
6. Petugas memberikan konseling dan edukasi.
BAB V
LOGISTIK

Untuk menunjang terselenggaranya pelayanan klinis yang bermutu, maka


perlu didukung oleh penyediaan logistik yang memadai dan optimal, melalui
perencanaan yang baik dan berdasarkan kebutuhan masyarakat dan usulan
pemegang program yang sudah berdasarkan hasil pemetaan masalah. Ketersediaan
logistik harus dijamin kecukupannya dan pemeliharaan yang sudah dianggarkan dan
dijadwalkan. Pengadaan alat dan bahan dalam pelaksanaan upaya klinis Puskesmas
diselenggarakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN/PROGRAM

Ada enam sasaran keselamatan pasien, yaitu:


1. IDENTIFIKASI PASIEN SECARA BENAR
Indikator melakukan identifikasi pasien secara benar adalah:
a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, seperti nama pasien dan
alamat, tidak termasuk nomor dan lokasi kamar.
b. Pasien diidentifikasi sebelum melakukan pemberian obat atau produk lainnya.
c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah, dan specimen lain untuk
keperluan pemeriksaan.
d. Pasien diidentifikasi sebelum memberikan perawatan atau prosedur lainnya.

Prosedur dalam Identifikasi Pasien


Ada 2 identitas yaitu menggunakan NAMA dan ALAMAT yang disesuaikan
dengan tanda pengenal resmi. Pengecualian prosedur identifikasi dapat dilakukan
pada kondisi kegawatdaruratan pasien di UGD.
Beberapa hal yang dapat dilakukan petugas adalah:
 Petugas meminta pasien untuk menyebutkan nama dan tanggal lahir sebelum
melakukan prosedur, dengan pertanyaan terbuka, contoh :” Nama bapak
siapa?” “Tolong sebutkan tanggal lahir Bapak”.
 Bila pasien tidak dapat menyebutkan nama, identitas pasien dapat ditanyakan
kepada penunggu/ pengantar pasien.

2. MENINGKATKAN KOMUNIKASI EFEKTIF


Cara komunikasi yang efektif di puskesmas:
a. Menggunakan teknik SBAR ( Situation – Background – Assessment –
Recommendation ) dalam melaporkan kondisi pasien untuk meningkatkan
efektivitas komunikasi antar pemberi layanan.
 Situation : Kondisi terkini yang terjadi pada pasien.
 Background : Informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi
pasien terkini.
 Assessment : Hasil pengkajian kondisi pasien terkini
 Recommendation : Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pasien
saat ini.

b. Komunikasi Verbal (Write down/tulis, Read back/baca kembali


 Intruksi/ laporan hasil tes secara verbal dan telepon ditulis oleh penerima
instruksi/ laporan.
 Intruksi/ laporan hasil tes secara verbal dan telepon dibacakan kembali oleh
penerima instruksi/ laporan.
 Instruksi/ laporan yang dibacakan tersebut, dikonfirmasikan oleh individu
pemberi instruksi/ laporan.
 Untuk istilah yang sulit atau obat – obatan kategori LASA (Look Alike Sound
Alike) diminta penerima pesan mengeja kata tersebut perhurup misalnya :
UBRETID
S Situasi
Saya menelepon tentang (nama pasien,
umur, dan lokasi)………….
Masalah yang ingin disampaikan…..
Tanda- tanda vital :
B Background/ latar belakang
Status mental pasien :
Kulit:…
Alat Bantu…
A Assesment/ Penilaian
Sampaikan masalah yang sedang terjadi
dan katakan penilaian anda.
R Rekomendasi
Apakah (katakan apa yang ingin
disarankan)
Apakah diperlukan pemeriksaan
tambahan?
Jika ada perubahan tatalaksana,
tanyakan…

3. MENINGKATKAN KESELAMATAN PENGGUNAAN OBAT YANG PERLU


DIWASPADAI ( HIGH ALERT )
Obat- obatan yang perlu diwaspadai adalah :
1. Elektrolit pekat : KCl, MgSO4, Natrium Bikarbonat, NaCl 0,3%
2. NORUM (Nama Obat Rupa Ucapan Mirip) / LASA ( Look Alike Sound
Alike ) yaitu obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip.
Pengelolaan obat yang perlu diwaspadai:
 Penyimpanan di lokasi khusus dengan akses terbatas dan diberi penandaan
yang jelas berupa stiker berwarna merah bertuliskan “High Alert”
 NaCl 0,3% dan KCl tidak boleh disimpan di ruang perawatan kecuali di Unit
Perawatan Intensif ( ICU ).
 Ruang perawatan yang boleh menyimpan elektrolit pekat harus memastikan
bahwa elektrolit pekat disimpan di lokasi dengan akses terbatas bagi petugas
yang diberi wewenang.
 Obat diberi penandaan yang jelas berupa stiker berwarna merah bertuliskan
“High Alert” dan khusus untuk elektrolit pekat, harus ditempelkan stiker yang
dituliskan “Elektrolit pekat, harus diencerkan sebelum diberikan”
 Pisahkan atau beri jarak penyimpanan obat dengan kategori LASA.
 Tidak menyimpan obat kategori kewaspadaan tinggi di meja dekat pasien
tanpa pengawasan.
 Biasakan mengeja nama obat dengan kategori LASA saat menerima /
memberi instruksi
Obat-obatan yang memerlukan kewaspadaan tinggi:
a. Elektrolit Pekat
- KCL 7,46%
- Meylon 8,4%
- MgSO4 20%
- NaCl 3 %
b. Golongan Opioid
- Fentanil
- Kodein HCL
- Morfin HCl
- Morfin Sulfat
- Petidin HCl
- Sufentanil
c. Antikoagulan
- Heparin Natrium
- Enoksaparin Natrium
d. Trombolitik
- Streptokinase
e. Antiaritmia
- Lidokain
- Amiodaron
f. Insulin
g. Obat Hipoglikemia Oral
h. Obat Agonis Adrenergik
- Efinefrin
- Norefineprin
i. Anestetik Umum
- Propofol
- Ketamin
j. Kemoterapi
k. Obat Kontras
l. Pelemas Otot
- Suksinilkolin
- Rokuronium
- Vekuronium
m. Larutan Kardioplegia
n. Sound Alike Look Alike Drugs

4. KEPASTIAN KETEPATAN: TEPAT LOKASI, TEPAT PROSEDUR, TEPAT


PASIEN OPERASI
Indikator Keselamatan Operasi:
a. menggunakan tanda yang mudah dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan
mengikutsertakan pasien dalam proses penandaan.
b. Menggunakan checklist atau proses lain untuk verifikasi lokasi yg tepat, dan
pasien yang tepat sebelum operasi, serta seluruh peralatan yang dibutuhkan
tersedia benar dan berfungsi.
c. Seluruh tim operasi membuat dan mendokumentasikan prosedur time out sesaat
sebelum prosedur time out sesaat sebelum prosedur operasi dimulai.

Prosedur penandaan lokasi yang akan dioperasI :


a. Orang yang bertanggung jawab untuk membuat tanda pada pasien adalah
Operator/orang yang akan melakukan tindakan.
b. Operator yang membuat tanda itu harus hadir pada operasi tersebut.
c. Penandaan titik yang akan dioperasi adalah sebelum pasien dipindahkan ke
ruang di mana operasi akan dilakukan. Pasien ikut dilibatkan, terjaga dan sadar;
sebaiknya dilakukan sebelum pemberian obat pre-medikasi.
d. Tanda berupa “X” dititik yang akan dioperasi.
e. Tanda itu harus dibuat dengan pena atau spidol permanen berwarna hitam dan
jika memungkinkan, harus terlihat sampai pasien disiapkan dan diselimuti.
f. Lokasi untuk semua prosedur yang melibatkan sayatan, tusukan perkutan, atau
penyisipan instrumen harus ditandai.
g. Semua penandaan harus dilakukan bersamaan saat pengecekkan hasil
pencitraan pasien diagnosis misalnya sinar-X, scan, pencitraan elektronik atau
hasil test lainnya dan pastikan dengan catatan medis pasien dan gelang
identitas pasien.
h. Lokasi operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi ( laterality ), struktur
multipel ( jari tangan, jari kaki, lesi ) atau multiple level ( tulang belakang ).

Beberapa prosedur yang tidak memerlukan penandaan:


 Kasus organ tunggal (misalnya operasi jantung, operasi caesar)
 Kasus intervensi seperti kateter jantung
 Kasus yang melibatkan gigi
 Prosedur yang melibatkan bayi prematur di mana penandaan akan
menyebabkan tato permanen
Dalam kasus-kasus di mana tidak dilakukan penandaan, alasan harus dapat
dijelaskan dan dipertanggungjawabkan. Untuk pasien dengan warna kulit gelap,
boleh digunakan warna selain hitam atau biru gelap (biru tua) agar penandaan jelas
terlihat, misalnya warna merah.
Check list keselamatan pasien operasi
Proses check list ini merupakan standar operasi yang meliputi pembacaan dan
pengisian formulir sign in yang dilakukan sebelum pasien dianestesi di holding area,
time out yang dilakukan di ruang operasi sesaat sebelum incise pasien operasi dan
sign out setelah operasi selesai ( dapat dilakukan di recovery room ). Proses sign in,
time out dan sign out ini dipandu oleh perawat sirkuler dan diikuti oleh operator,
dokter anestesi, perawat.

5. PENGURANGAN RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN


Indikator Usaha Menurunkan Infeksi Nosokomial:
a. Menggunakan panduan hand hygiene terbaru yang diakui umum.
b. Mengimplementasikan program kebersihan tangan yang efektif.
Semua petugas di rumah sakit termasuk dokter melakukan kebersihan tangan
pada 5 MOMEN yang telah ditentukan, yakni:
 Sebelum kontak dengan pasien
 Sesudah kontak dengan pasien
 Sebelum tindakan asepsis
 Sesudah terkena cairan tubuh pasien
 Sesudah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

Ada 2 cara cuci tangan yaitu :


1. HANDWASH – dengan air mengalir, waktunya : 40 – 60 detik
2. HANDRUB – dengan gel berbasis alcohol, waktunya : 20 – 30 detik
Alat Pelindung Diri
Alat yang digunakan untuk melindungi petugas dari pajanan darah, cairan tubuh,
ekskreta, dan selaput lendir pasien seperti sarung tangan, masker, tutup kepala,
kacamata pelindung, apron/ jas, dan sepatu pelindung.

6. PENGURANGAN RISIKO CEDERA AKIBAT PASIEN JATUH


Indikator usaha menurunkan risiko cedera karena jatuh :
1. Semua pasien baru dinilai rIsiko jatuhnya dan penilaian diulang jika diindikasikan
oleh perubahan kondisi pasien atau pengobatan, dan lainnya.
2. Hasil pengukuran dimonitor dan ditindak lanjuti sesuai derajat risiko jatuh pasien
guna mencegah pasien jatuh serta akibat tak terduga lainnya.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh


masyarakat maka tuntutan pengelolaan program Keselamatan Kerja di puskesmas
semakin tinggi, karena Sumber Daya Manusia ( SDM ) puskesmas,
pengunjung/pengantar pasien, pasien dan masyarakat sekitar puskesmas ingin
mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik
sebagai dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi
sarana dan prasarana yang ada di puskesmas yang tidak memenuhi standar.
Puskesmas sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang
harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya
pasal 165 :”Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan
melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga
kerja”. Berdasarkan pasal di atas maka pengelola tempat kerja di puskesmas
mempunyai kewajiban untuk menyehatkan para tenaga kerjanya. Salah satunya
adalah melalui upaya kesehatan kerja disamping keselamatan kerja. Puskesmas
harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap pasien, penyedia layanan
atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi bahaya di
puskesmas.
Program keselamatan kerja di puskesmas merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan mutu pelayanan puskesmas, khususnya dalam hal kesehatan dan
keselamatan bagi SDM puskesmas, pasien, pengunjung/pengantar pasien,
masyarakat sekita.

1. Tujuan umum
Terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM
puskesmas, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung/pengantar pasien, masyarakat
dan lingkungan sekitar sehingga proses pelayanan puskesmas berjalan baik dan
lancar.

2. Tujuan khusus
a. Terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya PAK ( Penyakit Akibat Kerja )
dan KAK ( Kecelakaan Akibat Kerja ).
b. Peningkatan mutu, citra dan produktivitas puskesmas.

Alat Keselamatan Kerja


1. Pemadam kebakaran ( hidrant )
2. Jas
3. Peralatan pembersih
4. Obat-obatan
5. Kapas
6. Plaster pembalut

Aturan umum dalam tata tertib keselamatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Mengenali semua jenis peralatan keselamatan kerja dan letaknya untuk
memudahkan pertolongan saat terjadi kecelakaan kerja.
b. Pakailah jas ( dokter, dokter gigi, analis ) saat bekerja
c. Harus mengetahui cara pemakaian alat darurat seperti pemadam
kebakaran, eye shower, respirator, dan alat keselamatan kerja yang lainnya.
d. Buanglah sampah pada tempatnya.
e. Lakukan latihan keselamatan kerja secara periodik.
f. Dilarang merokok
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu ( quality control ) dalam manajemen mutu merupakan


suatu sistem kegiatan teknis yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur dan
menilai mutu produk atau jasa yang diberikan kepada pelanggan. Pengendalian
mutu pada pelayanan klinis diperlukan agar produk layanan klinis terjaga kualitasnya
sehingga memuaskan masyarakat sebagai pelanggan.
Ishikawa ( 1995 ) menyatakan bahwa pengendalian mutu adalah pelaksanaan
langkah-langkah yang telah direncanakan secara terkendali agar semuanya
berlangsung sebagaimana mestinya, sehingga mutu produk yang direncanakan
dapat tercapai dan terjamin. Dalam pengertian Ishikawa tersirat pula bahwa
pengendalian mutu itu dilakukan dengan orientasi pada kepuasan konsumen. Dalam
bahasa layanan kesehatan keseluruhan proses yang diselenggarakan oleh
puskesmas ditujukan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat sebagai konsumen
BAB IX
PENUTUP

Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan


kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah dinas kesehatan kabupaten/ kota.
Sedangkan Puskesmas bertanggung jawab hanya untuk sebagian upaya
pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota
sesuai dengan kemampuannya. Tujuan pembangunan kesehatan yang
diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan
pembangunan kesehatan nasional. Yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja
Puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Mengetahui,

Dr. Debby Permatasari, MPH


NIP. 198212182010012018

Anda mungkin juga menyukai