Anda di halaman 1dari 12

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. RASA PERCAYA DIRI

A.1. PENGERTIAN RASA PERCAYA DIRI

Setiap individu mempunyai tingkat rasa percaya diri yang berbeda satu sama lain. Rasa

percaya diri ini diyakini merupakan salah satu faktor yang membuat seorang individu

berkembang dengan lebih cepat. Banyak hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas individu

yang menuntut sebuah kepercayaan diri yang baik, sehingga individu tersebut dapat

berkembang dan mencapai tujuan hidupnya dengan baik.

Seseorang yang memiliki rasa percaya diri adalah mereka yang mampu bekerja secara

aktif, dapat melaksanakan tugas dengan baik dan tanggung jawab serta mempunyai rencana

terhadap masa depan. Percaya diri merupakan modal dasar untuk pengembangan dalam

aktualisasi diri (eksplorasi segala kemampuan dalam diri). Dengan memiliki rasa percaya diri,

seorang individu akan mampu mengenal dan memahami dirinya sendiri.

Rasa percaya diri dalam diri individu dipengaruhi oleh factor-faktor yang berasal dalam

diri individu, norma dan pengalaman keluarga, tradisi kebiasaan dan lingkungan sosial atau

kelompok dimana individu itu berasal.

Lauster (dalam Ghufron & Risnawita, 2012) mendefinisikan kepercayaan diri diperoleh

dari pengalaman hidup. Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berupa

keyakinan akan kemampuan diri seseorang sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain dan

dapat bertindak sesuai kehendak, gembira, optimis, cukup toleran dan bertanggung jawab.
Lauster menambahkan bahwa kepercayaan diri berhubungan dengan kemampuan melakukan

seseuatu dengan baik. Lauster juga mengatakan bahwa percaya diri merupakan suatu sikap

atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak

terlalu cemas dalam tindakan-tindakannya, merasa bebas untuk melakukan hal-hal sesuai

keinginan dan bertanggung jawab atas perbuatannya, hangat, dan sopan dalam berinteraksi

dengan orang lain serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangannya.

Menurut Mc Celland percaya diri merupakan control internal terhadap perasaan

seseorang akan adanya kekuatan dalam dirinya, kesadaran akan kemampuannya, dan

bertanggung jawab terhadap keputusan yang telah ditetapkannya (Komarudin, 2013)

Hakim (2002) menyatakan bahwa percaya diri adalah suatu keyakinan seseorang

terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa

mampu untuk dapat mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya.

Sementara itu menurut Anthony (1992), kepercayaan diri merupakan sikap pada diri

seseorang yang dapat menerima kenyataan, dapat mengembangkan kesadaran diri, berpikir

positif, memiliki kemandirian, mempunyai kemampuan untuk memiliki serta mencapai segala

sesuatu yang diinginkan.

Dariyo (2011), percaya diri adalah kemampuan individu untuk memahami dan meyakini

seluruh potensinya agar dapat dipergunakan dalam menghadapi penyeseuaian diri dengan

lingkungan hidupnya.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa percaya diri adalah keyakinan

untuk melakukan sesuatu pada diri individu sebagai karakteristik pribadi yang didalamnya

terdapat keyakinan akan kemampuan diri, sikap optimis, objektif, senantiasa berpikir positif,
mandiri, bertanggung jawab, rasional untuk beradaptasi dengan linglungannya sehingga

mampu mencapai segala hal yang diinginkan.

A.2. CIRI-CIRI PERCAYA DIRI

Menurut Lauster (dalam Ghufron & Risnawita 2012), seseorang yang memiliki rasa

percaya diri (self confidence) yang positif memiliki aspek-aspek sebagai berikut, yaitu :

a. Keyakinan kemampuan diri

Keyakinan kemampuan diri adalah sikap positif seseorang tentang dirinya. Ia mampu secara

sungguh-sungguh akan apa yang dilakukannya.

b. Optimis

Optimis adalah sikap positif yang dimiliki seseorang yang selalu berpandangan baik dalam

menghadapi segala hal tentang diri dan kemampuannya.

c. Objektif

Orang yang memandang permasalahan atau sesuatu sesuai dengan kebenaran yang

semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.

d. Bertanggung jawab

Bertanggung jawab adalah kesediaan orang untuk memanggung segala sesuatu yang telah

menjadi konsekuensinya.

e. Rasional dan Realistis

Rasional dan realistis adalah Analisa terhadap sesuatu masalah, sesuatu hal, dan suatu kejadian

dengan menggunakan pemikiran yang dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.
A.3. KARAKTERISTIK PERCAYA DIRI (SELF CONFIDENCE)

Menurut Fatimah (2010) karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri (self

confidence) yang proporsional, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, sehingga tidak membutuhkan pujian,

pengakuan, penerimaan, ataupun hormat orang lain.

2. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau

kelompok.

3. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain atau berani menjadi diri sendiri.

4. Punya pengendalian diri yang baik(tidak moody atau emosinya stabil).

5. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, bergantung

pada usaha sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak

bergantung/mengharapkan bantuan orang lain.

Adapun karakteristik individu yang kurang percaya diri, diantaranya sebagai berikut :

1. Berusaha menunjukkan sikap konformitas, semata-mata demi mendapat pengakuan

dan penerimaan kelompok.

2. Menyimpan kekhawatiran /rasa takut terhdap penolakan.

3. Sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan diri) dan mamandang rendah

kemampuan diri sendiri namun dilain pihak, memasang harapan yang tidak realistis

terhadap diri sendiri.

4. Pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negative.

5. Takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target

untuk berhasil.
6. Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus (karena undervalue diri sendiri).

7. Selalu menempatkan/memposisikan dirisebagai yang terakhir karena menilai dirinya

tidak mampu.

8. Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangat bergantung

pada keadaan dan pengakuan/penerimaan serta bantuan orang lain).

Sedangkan menurut Lindefild Gael, karakteristik percaya diri adalah sebagai berikut

(Rifki, 2008) :

a. Percaya diri lahir

Percaya diri lahir membuat individu harus bisa memberikan kesan pada dunia luar bahwa

dirinya yakin akan secara pribadi (percaya diri lahir). Percaya diri lahir dapat dilihat dalam

kemampuan berikut ini :

1. Komunikasi. Keterampilan komunikasi menjadi dasar yang baik bagi pembentukan sikap

percaya diri. Menghargai pembicaraan orang lain, berani berbicara di depan umum,

tahu kapan harus berganti topik pembicaraan, dan mahir dalam berdiskusi adalah

bagian dari keterampilan komunikasi yang bisa dilakukan jika individu tersebut memiliki

rasa percya diri.

2. Ketegasan. Sikap tegas dalam melakukan suatu tindakan juga diperlukan, agar kita

terbiasa untuk menyampaikan aspirasi dan keinginan serta membela hak kita, dan

menghindari terbentuknya perilaku agresif dan negative dalam diri.


3. Penampilan diri. Seorang individu yang percaya diri selalu memperhatikan penampilan

dirinya, baik gaya pakaian, aksesori, dan gaya hidupnya tanpa terbatas keinginan untuk

selalu menyenangkan orang lain.

4. Pengendalian perasaan. Pengendalian perasaan juga diperlukan dalam kehidupan kita

sehari-hari, dengan kita mengelola perasaan secara baik akan membentuk suatu

kekuatan besar yang akan menguntungkan individu tersebut.

b. Percaya diri batin

Percaya diri batin adalah percaya diri yang memberi kepada seseorang perasaan dan anggapan

bahwa pribadinya dalam keadaan baik. Percaya diri batin dapat dilihat dalam kemampuan

berikut ini :

1. Cinta diri. Orang yang cinta diri mencintai dan menghargai diri sendiri dan orang lain.

Mereka akan berusaha memenuhi kebutuhan secara wajar dan selalu menjaga

kesehatan diri. Mereka juga ahli dalam bidang tertentu sehingga kelebihan yang dimiliki

bisa dibanggakan, hal ini yang menyebabkan individu tersebut menjadi percaya diri.

2. Pemahaman diri. Orang yang percaya diri batin sangat sadar diri. Mereka selalu

introspeksi diri agar setiap tindakan yang dilakukan tidak merugikan orang lain.

3. Tujuan yang positif. Orang yang percaya diri selalu tahu tujuan hidupnya. Ini disebabkan

karena mereka punya alasan dan pemikiran yang jelas dari tindakan yang mereka

lakukan serta hasil apa yang bisa mereka dapatkan.

4. Pemikiran yang positif. Orang yang percaya diri biasanya merupakan teman yang

menyenangkan. Salah satu penyebabnya karena mereka terbiasa melihat kehidupan


dari sisi yang cerah dan mereka mengharap serta mencari pengalaman dan hasil yang

bagus.

A.4. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RASA PERCAYA DIRI

Menurut Ghufron & Risnawita (2012), bahwa kepercayaan diri (self confidence)

dipengaruhi oleh beberapa fator, yaitu :

a. Konsep diri

Terbentuknya kepercayaan diri pada diri seseorang diawali dengan perkembangan konsep diri

yang diperoleh dalam pergaulannya dalam suatu kelompok.

b. Harga diri

Konsep diri yang positif akan membentuk harga diri yang positif pula. Harga diri adalah

penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri. Santoso berpendapat bahwa tingkat harga diri

seseorang akan mempengaruhi tingkat kepercayaan diri seseorang.

c. Pengalaman

Pengalaman dapat menjadi factor munculnya rasa percaya diri maupun sebaliknya, pengalaman

dapan menjadi factor menurunnya rasa percaya diri seseorang. Anthony mengemukakan

bahwa pengalaman masa lalu adalah hal terpenting untuk mengembangkan kepribadian sehat.

d. Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi tingkat kepercayaan diri seseorang. Timgkat

Pendidikan yang rendah akan menjadikan orang tersebut tergantung dan berada di bawah

kekuasaan orang lain yang lebih pandai. Sebaliknya, orang yang mempunyai pendidikan tingkat

tinggi akan memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih dibandingkan yang berpendidikan

rendah.
A.5. MANFAAT PERCAYA DIRI

Menurut Satiadarma (2000), rasa percaya diri dapat memberikan dampak positif pada

seseorang, yaitu :

a. Emosi. Jika seseorang memiliki rasa percaya diri yang tinggi, ia akan lebih mudah

mengendalikan dirinya di dalam suatu keadaan yang menekan, ia dapat menguasai dirinya

untuk bertindak tenang dan dapat menentukan saat yang tepat untuk melakukan suatu

tindakan.

b. Konsentrasi. Dengan memiliki rasa percaya diri yang tinggi, seorang individu akan lebih

mudah memusatkan perhatiannya pada hal tertentu tanpa merasa terlalu khawatir akan hal-hal

lainnya yang mungkin akan merintangi rencana tindakannya.

c. Sasaran. Individu dengan rasa percaya diri yang tinggi cenderung untuk mengarahkan

tindakannya pada sasaran yang cukup menantang, karenanya juga ia akan mendorong dirinya

sendiri untuk berupaya lebih baik. Sedangkan mereka yang kurang memiliki rasa percaya diri

yang baik cenderung untuk mengarahkan sasaran perilakunya pada target yang lebih mudah,

kurang menantang, sehingga ia juga tidak memacu dirinya sendiri untuk lebih berkembang.

d. Usaha. Individu dengan rasa percaya diri yang tinggi tidak mudah patah semangat atau

frustasi dalam nerupaya meraih cita-citanya. Ia cenderung tetap berusaha sekuat tenaga

sampai usahanya membuahkan hasil. Sebaliknya mereka yang memiliki rasa percaya diri rendah

akan mudah patah semangat dan menghentikan usahanya di tengah jalan ketika menemui

suatu kesulitan tertentu.


e. Strategi. Individu dengan rasa percaya diri tinggi cenderung terus berusaha untuk

mengembangkan berbagai strategi untuk memperoleh hasil usahanya. Ia akan mencoba

berbagai strategi dan berani mengambil resiko atas strategi yang diterapkannya. Sebaliknya

mereka yang memiliki rasa percaya diri rendah cenderung tidak mau mencoba strategi baru dan

cenderung bertindak statis.

f. Momentum. Dengan rasa percaya diri yang tinggi, seorang individu akan lebih tenang, ulet,

tidak mudah patah semangat, terus berusaha mengembangkan strategi, dan membuka

berbagai peluang bagi dirinya sendiri. Akibatnya, hal ini akan memberikan keempatan pada

dirinya untuk memperoleh momentum atau saat yang tepat untuk bertindak. Tanpa rasa

percaya diri tinggi, usaha individu menjadi terbatas, peluang yang dikembangkan juga terbatas,

sehingga momentum untuk bertindak menjadi terbatas pula.

B. ART THERAPY

B.1. PENGERTIAN ART THERAPY

Art therapy adalah sebuah Teknik terapi dengan menggunakan media seni, proses kreatif, dan

hasil dari seni untuk mengeksplorasi perasaan, konflik emosi, meningkatkan kesadaran diri,

mengontrol perilaku dan adiksi, mengembangkan kemampuan sosial, meningkatkan orientasi

realitas, mengurangi kecemasan dan meningkatkan penghargaan diri (American Art Therapy

Association, 2013).

Art therapy merupakan suatu metode psikoterapi yang dapat menangani individu

dengan depresi, mengurangi keparahan symptom depresi secara signifikan (Bar-sela, Atid,

Danos, Gabay, & Epelbaum, 2007; Gussak, 2007)


Malchiodi, seorang art therapist dan juga konselor mengatakan bahwa art therapy

berdasar pada sebuah pemikiran bahwa proses berkreasi dalam membuat suatu bentuk art

atau seni yang dapat memudahkan individu untuk pulih dan juga berupa komunikasi nonverbal

mengenai perasaan dan pikiran individu (Malchiodi, 2012). Art therapy mendorong individu

untuk masuk dalam sebuah proses pengembangan diri untuk mencapai pengertian atas makna

hidup, kesadaran yang lebih tinggi, perasaan lega dari emosi yang intens atau trauma,

menyelesaikan konflik dan masalah, memperkaya hidup dan meningkatkan kesejahteraan

(Malchiodi dalam Malchiodi, 2012).

Art therapy juga mendukung sebuah pemikiran bahwa individu memiliki kemampuan

untuk berekspresi secara kreatif dan lebih mementingkan proses daripada hasil. Sehingga fokus

terapis tidak tertuju pada aspek estetika dalam art yang dibuat, melainkan lebih fokus pada

kebutuhan therapeutic dalam berekspresi secara kreatif (Malchiodi, 2012)

Art therapy banyak digunakan, karena cenderung mudah untuk dilakukan, dan bisa

digunakan untuk berbagai usia, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, bahkan hingga lansia.

Berdasarkan konteks art therapy yang memanfaatkan aktivitas tubuh secara langsung maka

Malchiodi (2003) mengambil suatu kesimpulan bahwa art therapy memiliki manfaat yang

antara lain sebagai berikut :

a. Memberikan informasi yang lebih bernilai pada proses terapi karena menyediakan karya

seni konseli yang dapat digunakan sebagai dasar penilaian perkembangan konseli.

b. Sebagai sarana dalam pelepasan emosi (katarsis) diaman hal ini sebagai pelepasan

pengalaman yang menyakitkan dan mengganggu.


c. Mengurangi tingkat stress dan menginduksi respon relaksasi fisiologis melalui perubahan

suasana hati.

d. Menambah wawasan tentang kompleksitas hubungan antara fisiologis, emosi, dan

gambar sebagai bagian dari interval efektivitas yang telah dilaksanakan.

B. 2. MACAM-MACAM ART THERAPY

Art therapy merupakan salah satu intervensi psikologis yang semakin berkembang

dalam kurun waktu terakhir. Art therapy telah banyak digunakan dalam berbagai kasus medis

baik pada anak maupun pada orang dewasa. (Malchiodi, 2003). Tujuan art therapy bukan

untuk menghasilkan bentuk-bentuk artistik, tetapi lebih menekankan kebebasan untuk

berkomunikasi melalui bentuk-bentuk artistik.

Menurut Nordqvist (2009) dalam Fastari, jenis-jenis art therapy bisa dibedakan kepada

music therapy, poetry therapy, drama therapy dan seni kriya. Music therapy pernah digunakan

untuk mengurangi simtom depresi pada pasien depresi, membantu mengurangi rasa sakit pada

penderita penyakit kronis. Menggambar, melukis dapat emembantu pemulihan trauma pada

korban bencana alam. Penderita autisme terbantu dengan art psychotherapy, mereka terlihat

dapat berekspresi dibandungkan ketika diajak berkomunikasi secara lisan,

Poetry therapy diterapkan pada subjek anak dan remaja, antara lain pad kasus kekerasan

terhadap anak dan kasus bunuh diri pada anak/remaja. Poetry therapy juga pernah diberikan

pada kasus-kasus pernikahan, perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, dan lansia.

March (2016) menyebutkan bahwa art therapy


Terbagi atas terapi menari, drama, bermain music, dan seni visual. Terapi Gerakan tari (atau

terapi tari) melibatkan penggunaan berbagai gaya tarian dan Gerakan yang berbeda. Terapi

drama dilakukan dengan bermain peran tertentu dalam situasi tertentu, membuat gerakan

untuk mengekspresikan diri, pidato dengan suara yang sulit ditirukan, bertindak tanpa kata-

kata, atau mengulangi perilaku yang menyebabkan konseli mengalami masalah di masa lalu.

Anda mungkin juga menyukai