Anda di halaman 1dari 42

IMPLEMENTASI FORNAS SEBAGAI

ACUAN DALAM PENGGUNAAN EBM


PADA PELAYANAN KESEHATAN UNTUK
MENINGKATKAN PATIENT SAFETY DAN
KENDALI BIAYA

Rianto Setiabudy
Tim Komite FORNAS
20 Sept.2022
Latar Belakang

▪ Jumlah jenis obat yang beredar di Indonesia


banyak sekali
▪ Jumlah pabrik farmasi sekitar 250
▪ Harga sebagian obat tidak terjangkau
▪ Penggunaan obat berlebihan sering terjadi
▪ Penggunaan obat mahal yang tidak
bermanfaat sering terjadi
▪ Penggunaan obat berkepanjangan yang
tidak diperlukan
▪ Dokter kurang memahami EBM
▪ Dana BPJS amat terbatas → tiap tahun harus
disubsidi
▪ Himbauan/edukasi/persuasi untuk untuk
menggunakan obat secara rasional biasanya
tidak berhasil
▪ Bagaimana mengatasi kesulitan ini?
Andalkan kekuatan sistem
Pendahuluan
▪ Kualitas layanan pengobatan suatu sistem
pelayanan kesehatan sangat tergantung dari
kemampuannya melaksanakan Penggunaan
Obat Rasional (Rational Drug Use, RDU)
▪ RDU tergantung dari:
1. Standar daftar obat (Formularium)
2. Cara penggunaannya
▪ RDU menjamin tercapainya pengobatan yang
aman dan efektif, serta pengendalian biaya
pembelian obat yang tidak sedikit
Miskonsepsi tentang Fornas
▪ Obat generik itu murahan dan mutunya rendah
▪ Obat originator adalah yang terbaik, namun tidak
tersedia di Fornas
▪ Yang ada di Fornas itu adalah kumpulan obat
kuno, dan pilihannya terlalu sedikit
▪ Vitamin, suplemen makan, obat herbal sangat
diperlukan tapi tidak teersedia di Fornas
▪ Terlalu banyak restriksi dalam Fornas
▪ Perhimpunan profesi paling tahu obat apa yang
paling diperlukan pasien, bukan Tim Penyusun
Fornas
Kerangka Bahasan
▪ Penggunaan Obat Rasional (POR)
▪ Evidence-based medicine (EBM)
▪ Manfaat Formularium Nasional
▪ Kendali Mutu dan Kendali Biaya
▪ Obat Generik
▪ Suplemen Makanan
▪ Peran Formularium Nasional dalam
Menunjang POR
Penggunaan Obat Rasional
Apa itu Penggunaan Obat yang
Rasional (POR)?

POR ialah penggunaan obat sesuai dengan


kebutuhan klinik pasien, dengan lama
pengobatan yang wajar, dan biaya yang
paling ekonomis untuk pasien dan
lingkungannya.

(WHO, Nairobi, 1985)


Penggunaan obat yang tidak rasional
muncul dalam bentuk apa saja?

1. Pilihan obat yang salah atau tidak sesuai


dengan kebutuhan pasien
2. Indikasi yang salah
3. Penggunaan obat yang tidak efektif, tidak
aman, tidak berbasis EBM
4. Dosis, cara pemberian, dan lama
pengobatan yang salah
5. Penggunaan obat mahal yang tidak
diperlukan
6. Ada kontra indikasi
7. Ketidakpatuhan pasien menggunakan obat
8. Pengobatan diri sendiri (self medication)
yang salah
9. Polifarmasi yang tidak diperlukan

Catatan:
Butir No 1-5 ini dikendalikan dengan restriksi di
Fornas
Contoh pengobatan irasional (1)
Pria 32 tahun dengan panas, batuk, pilek selama 3
hari. Pemeriksaan fisik: demam ringan tanpa
kelainan lainnya.
Diberikan resep:
- Zythromax, Isoprinosin, Dumin, Bisolvon, Imboost,
Neurobion, Codipront, Claritin
- Harga obat Rp 650.000,- dengan safety dan
efficacy yang buruk sekali

Bila diberikan pengobatan rasional: hanya diperlukan


parasetamol (atau salah satu obat anti flu) dengan
harga maksimal Rp 20.000,- dengan safety dan
efficacy maksimal
Contoh pengobatan irasional (2)
Anak laki2 umur 12 tahun, kulitnya tiba2 kuning, mual,
demam ringan, dan tampak lemas. Kencing kuning
seperti teh. Penyakit sudah berlangsung 3 hari.
Diberikan resep:
- Stronger Neo-Minophagen C, parasetamol,
metoklopramid, dan tablet HP pro
- Harga obat SNMC Rp 130.000,-/ampul , tablet HP
pro Rp. 8.000,-
Bila diberikan pengobatan rasional: hanya diperlukan
tablet parasetamol dan metoklopramid untuk
pasien ini. Penyakit hepatitis A sembuh sendiri
dalam 2-3 minggu

-
Contoh pengobatan irasional (3)
Pria 40 tahun, sopir mikrolet, dengan keluhan sulit tidur
karena batuk sudah 1 bulan, berdahak banyak,
jernih, tidak demam, berat badan tetap. Bisa kerja
seperti biasa. Merokok Gudang Garam 2 pak
sehari. Kelainan lain tidak ada.
Diberikan resep:
- Cefspan, Benadryl, Bisolvon, Codipront, dan
Alganax
- Harga obat Rp 380.000,- dengan safety dan
efficacy yang buruk sekali
Bila diberikan pengobatan rasional: Pasien ini
menderita “smoker cough”. Ia tidak memerlukan
obat apa pun
Contoh pengobatan irasional (4)
Wanita 55 tahun, karyawati, dengan penglihatan
kabur karena katarak sejak 2 tahun terakhir
Diberikan resep:
- Tetes mata Catalin dan tablet Matovit.
- Harga obat tetes mata Catalin Rp 50.000,- per
botol dan Matovit Rp 3.000,- safety dan efficacy
yang tidak jelas

Bila diberikan pengobatan rasional: Pasien ini hanya


dapat ditolong dengan operasi katarak. Tidak ada
obat tetes mata atau obat lain yang efektif untuk
katarak
Evidence-based Medicine
(EBM)
Apa itu EBM?
Definisi:
Evidence-based medicine ialah
penggunaan bukti terkini dan terbaik
secara teliti, tegas, dan bijaksana untuk
membuat keputusan bagi pasien
individual dengan menggabungkan
ekspertis klinik dengan bukti klinik yang
diperoleh dengan pencarian informasi
yang sistematik (Sackett D, 1996)
Tiga unsur dalam Evidence-based
medicine
1. Bukti penelitian yang terbaik ialah penelitian yang
relevan dengan klinik (terutama uji klinik,
walaupun penelitian dasar juga bisa) untuk
perbaikan terapi maupun diagnostic

2. Keahlian klinik (clinical expertise) ialah


kemampuan dokter menggunakan keterampilan
klinik dan pengalaman lampaunya untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan pasien
individual dan intervensinya
3. Nilai bagi pasien (patient value) berarti
keputusan-keputusan klinik yang memberi
manfaat kepada pasien
Menerapkan evidence pada pengambilan
keputusan
Urutan tingkat pembuktian (level of evidence)

Derajat Bentuk Penelitian


1a Meta analisis dari RCT
1b Minimal satu RCT
2a Minimal satu Uji Klinik tanpa randomisasi
2b Minimal satu Uji Klinik dengan desain quasi experimental

3 Studi observasional
4 Pendapat pakar atau hasil konsensus
Apakah POR sama dengan EBM?
▪ Tidak, karena EBM hanyalah salah satu
komponen POR
▪ Sekalipun suatu obat mempunyai EBM, bila
digunakan tidak sesuai dengan indikasi terkait →
terjadi penggunaan obat yang tidak rasional
▪ Selain itu ada banyak sekali obat yang
mempunyai EBM namun tidak semuanya bisa
masuk dalam formularium
▪ Formularium hanya mengikutsertakan obat
“juara” (paling aman, efektif, stabil, tersedia, dan
terjangkau)
Manfaat Formularium
Nasional
Apa itu Formularium?

▪ Formularium adalah himpunan obat yang


diterima atau disetujui oleh Panitia Farmasi dan
Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat
direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan
(Depkes RI, 2004)

▪ Dalam pengertian yang lebih luas: Formularium


adalah daftar standar obat yang disetujui untuk
digunakan dalam suatu sistem pelayanan
kesehatan. Contoh: DOEN, Fornas, Formularium
Rumah Sakit
▪ Formularium Nasional adalah himpunan obat
yang diterima atau disetujui oleh Komite
Nasional Penyusunan Fornas yang ditugasi
Menteri Kesehatan untuk digunakan dalam
sistem Jaminan Kesehatan Nasional
Dasar pemilihan obat untuk masuk di
Formularium Nasional
1. Berdasar Evidence Based Medicine
2. Transparan, ilmiah, bottom-up, bebas dari COI
3. Mempunyai Risk-benefit ratio yang paling
menguntungkan bagi pasien
4. Mutu, stabilitas, dan akses terjamin
5. Harga yang cost-effective dan terjangkau
6. Indikasi sesuai dengan yang disetujui BPOM
7. Punya NIE yg. masih berlaku dan berumur ≥ 2 thn
8. Obat2 yang irasional, herbal, dan food
supplement tidak dimasukkan dalam Fornas
Apa Manfaat Formularium Nasional?
o Hanya obat yang paling aman dan efektif yang
dapat diresepkan oleh para dokter dalam sistem
JKN
o Obat yang bisa masuk dalam daftar Fornas
hanyalah obat-obat dengan EBM
o Obat yang dipilih sesuai dengan kebutuhan dan
kewenangan tingkat fasyankes
o Para dokter akan lebih berpengalaman dengan
jumlah obat yang tidak terlalu banyak
o Keruwetan pengadaan obat dapat dikurangi
o Jumlah jenis obat dikurangi tanpa mengurangi
kualitas obat yang disediakan (mis obat copy
dan obat me too)
o Obat yang terlalu mahal, tidak efektif, atau tidak
mantap keamanannya tidak akan tersedia
o Biaya pembelian obat dapat ditekan karena
pembelian dilakukan dalam jumlah besar
o Prinsip keadilan untuk mendapat obat dapat
ditegakkan
o Konsistensi pengadaan obat lebih terjamin
Kendali Mutu dan
Kendali Biaya
Bagaimana memastikan adanya kendali
mutu pada obat Fornas?
1. Obat itu harus punya NIE yang masih berlaku di
Indonesia
2. Pabriknya harus punya sertifikat CPOB yg. sesuai
dengan obat yang dibuat
3. Semua pabrik obat harus memberi laporan
mengenai Certificate of Analysis dan cara
pembuatan obatnya kepada BPOM
4. BPOM memberikan informasi berkala kepada
KemKes mengenai bila ada pabrik yang
bermasalah dalam CPOB-nya
5. Studi bioekivalensi diharuskan utk. obat tertentu
Bagaimana memastikan terjaminnya
safety dan efikasi obat Fornas?
1. Efikasinya harus dibuktikan dengan EBM
2. Indikasinya sesuai dengan persetujuan BPOM
3. Umur NIE-nya di Indonesia minimal 2 tahun
4. Bukan obat herbal, tradisional, atau food
supplement
5. Punya risk-benefit ratio terbaik
6. Diterapkan restriksi untuk obat2 tertentu
(pemeriksaan penunjang, lama terapi, SDM, dll)
7. Disediakan sesuai dengan tingkat fasyankes
Bagaimana memastikan tercapainya
kendali biaya untuk obat Fornas?
1. Obat originator diikutsertakan bila harganya
sepadan dengan obat non-originator
2. Kebijakan yang sama diterapkan pada obat-
obat me too yang tidak punya kelebihan
dibandingkan dengan kompetitornya
3. Tidak termasuk obat yang ditolak di salah
satu negara maju karena alasan tidak cost-
effective
4. Harga disetujui oleh Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)
5. Studi Health Technology Assessment
Obat Generik
Apa itu obat generik
Obat generik ialah obat yang diproduksi
oleh berbagai pabrik farmasi pada waktu
masa paten suatu obat sudah berakhir
dan dengan demikian tidak lagi harus
membayar royalti kepada pabrik originator
Ada 2 jenis :
▪ Obat Generik Berlogo (OGB): misalnya
amoksisilin OGB
▪ Obat generik bermerek (branded generics):
Mis. Kalmoksilin®, Lapimox®, dll
Beberapa fakta

▪ Di negara maju obat generik menjadi favorit


dokter dan pasien
▪ Obat generik diproduksi dengan standar CPOB,
sebagian malah dengan studi bioekivalensi
▪ Banyak pabrik originator juga menggunakan
bahan baku dari Cina, India, dll. ketika masa
patennya sudah berakhir
▪ Pabrik originator selalu berusaha menjelek2kan
obat generik untuk mempertahankan pangsa
pasarnya
Mengapa harga obat generik begitu
murah?
1. tidak dibebani biaya riset
2. tidak dibebani biaya promosi
3. tidak perlu membayar royalti
4. pembelian bahan baku dalam jumlah besar
5. volume penjualan yang besar
6. harga eceran tertingginya dipatok oleh
pemerintah
Jadi murahnya bukan karena mutunya yang
rendah
Contoh selisih harga OGB, branded
generics, dan originator
Obat Harga Harga Harga
OGB branded originator
generics
Diklofenak Rp. 280,- Rp 1.500,- Rp. 4.100,-
tablet 50 mg (14 x lipat)
Siprofloksasin Rp.. 300,- Rp 10.000,- Rp. 18.000,-
tablet 500 mg (60 x lipat)
Levofloksasin Rp. 1.100,- Rp. 21.000,- Rp 36.000,-
tablet 500 mg (32 x lipat)
Amlodipin 5 mg Rp. 100,- Rp. 1.300,- Rp. 10.000,-
tablet (100 x lipat)
Suplemen Makanan
Beberapa fakta mengenai Food
Supplements (FS) (1)
▪ Tidak termasuk obat, tapi makanan
▪ Jumlah dan jenisnya banyak sekali
▪ Pemasaran sangat agresif, sering mahal dan
menghabiskan banyak dana
▪ Tidak punya EBM
▪ Safety dan efficacy tidak jelas
▪ Produsen boleh mengklaim apa saja tanpa harus
membuktikan kebenarannya sepanjang tidak
mengatakan menyembuhkan suatu penyakit
▪ Pembeliannya tidak memerlukan resep dokter
▪ Pelajaran mengenai FS tidak masuk dalam
kurikulum pendidikan dokter di Indonesia
▪ Tidak masuk dalam buku2 ajar standar ilmu
kedokteran
Jadi : FS dengan demikian tidak memenuhi
syarat aman dan efektif dan dengan demikian
juga tidak boleh masuk dalam Fornas
Peran Formularium Nasional
dalam Menunjang
Penggunaan Obat Rasional
Definisi Penggunaan Obat Rasional
(Rational Drug Use, RDU)
Penggunaan Obat Rasional ialah
penggunaan obat yang:
1. sesuai dengan kebutuhan pasien (jenis,
dosis, interval, lama terapi)
2. menggunakan obat berkualitas baik dan
tersedia
3. terjangkau serta termurah untuk pasien
yang bersangkutan dan komunitasnya

(WHO, 2003)
Peran Fornas dalam menunjang
penggunaan obat rasional
Ada restriksi mengenai
▪ Peresepan maksimal dan lama pengobatan
▪ Kedudukan suatu obat dalam pilihan terapi
▪ Peresepan di tingkat fasyankes terkait
fasilitas diagnostik dan kompetensi SDM-nya
▪ Kendali penggunaan obat off-label
▪ Penetapan harga penawaran yang wajar
Kesimpulan
1. Pemilihan dan penggunaan obat yang aman dan
efektif harus berdasarkan EBM
2. Fornas memilih obat-obat dengan basis EBM yang
dilengkapi dengan sistem restriksi dan disesuaikan
dengan tingkat/fasilitas fasyankes
3. Penggunaan obat yang berlebihan bukan saja boros
biaya, tapi membahayakan pasien
4. Fornas membantu terlaksananya keadilan dalam
pelayanan kesehatan bagi masyarakat
5. Fornas adalah acuan yang baik untuk menggunakan
obat dengan aman, efektif, disertai kendali biaya
tanpa mengurangi mutu layanan kesehatan

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai