► Semester III
Pertemuan/Kuliah ke – 14
Jum’at, 12 Januari 2024 ꟾ jam 17.00 – 18.20 WIB | E-LEARNING (Online)
Secara umum, PHK dapat dibagi dalam 4 golongan, yaitu sebagai berikut :
Dalam sejarahnya, PHK ini diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan
UU no. 12 tahun 1964 tentang pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta.
Ditinjau dari asas hukum, seharusnya dengan diberlakukannya UU No. 13 tahun 2003,
maka PHK yang diatur dalam KUHPerdata tidak diberlakukan lagi. Tapi dalam praktek
masih banyak hal-hal yang diatur dalam KUHPerdata diberlakukan.
I.PHK menurut KUH Perdata
Ditinjau dari macam-macam hubungan kerja, maka PHK dapat dibagi menjadi 2,
yaitu :
Syarat-Syarat PHK
Sementara itu, apabila buruh meninggal dunia maka hubungan kerja, demi hukum
berakhir. Sebaliknya jika majikan yang meninggal dunia, maka hubungan kerja tidak
berakhir, kecuali jika diperjanjikan sebelumnya. Umpanya, sebelumnya sudah
diperjanjikan bahwa jika majikan nati meninggal dunia maka hubungan kerja berakhir.
1. Masa Percobaan
Buruh yang sedang menjalani masa percobaan 3 bulan menurut perjanjiannya
dapat diPHK tanpa mengikuti syarat-syarat PHK. Ia dapat seketika dinyatakan
berakhir hubungan kerjanya.
Catatan : masa percobaan tdak boleh melebihi jangka waktu 3 bulan dan tidak
dapat diperpanjang (pasal 1604 i)
2. Ada persetujuan dari pihak lainnya
Kalau B di PHK dan B menyetujui PHK atas dirinya, maka tidak perlu lagi
menurut ketentuan yang ada.
3. Membayar serta merta ganti rugi kepada pihak lainnya
4. Ada alasan mendesak
Apa yang dimaksud dengan alasan-alasan mendesak, diatur di dalam pasal
1603 o KUHPerdata dan pasal-pasal 1603 p KUHPerdata.
Pasal 1603 KUHPerdata adalah alasan-alasan mendesak bagi majikan,
sedangkan pasal 1603 p KUHPerdata mengatur alasan-alasan mendesak bagi
buruh.
Dengan demikian didalam KUHPerdata, PHK dapat terjadi dilakukan oleh
majikan dan dapat juga dilakukan oleh buruh terhadap majikan.
PHK dengan alasan mendesak yang dilakukan oleh majikan, misalnya :
a. Buruh melakukan penipuan
b. Buruh melakukan pencurian dan tindak pidana lainnya di perusahaan,
c. Dan lain-lain
Sedangkan PHK dengan alasan mendesak yang dilakukan buruh antara lain :
Telah dijelaskan dimuka bahwa PHK menurut KUHPerdata dapat dilakukan baik
oleh majikan maupun dapat dilakukan oleh buruh. Sebaliknya, menurut UU no. 13 tahun
2003, pada dasaranya jika hal itu dikatakan sebagai PHK, maka maksudnya dilakukan
oleh majikan terhadap buruh dan bukan oleh buruh terhadap majikan.
Dengan perkataan lain, UU no. 13 tahun 2003 tidak mengatur mengenai PHK yang
dilakukan oleh buruh, misalnya bagaimana buruh berhenti begitu saja, sehingga majikan
menderita kerugian karenanya. UU No. 13 th 2003 hanya mengatur tentang PHK yang
dilakukan oleh majikan.
Larangan Mengadakan PHK ini, lebih ditekankan lagi pada buruh dengan kondisi
atau keadaan sebagai berikut :
Apabila memang PHK itu tidak dapat dihindarkan, maka majikan harus melakukan
tahapan-tahapan berikut :
Mengenai hal-hal yang lebih rinci dari ketentuan mengenai PHK yang tidak diatur
dalam UU no.13 th 2003, diatur di dalam peraturan pelaksanaannya, yaitu peraturan
menteri tenaga kerja.
Lebih jauh menurut UU no. 13 th 2003, pada umumnya permintaan izin untuk
mengadakan PHK dapat diberikan oleh instansi yang menangani ketenagakerjaan, oleh
karena buruh telah melanggar hukum atau merugikan perusahaan.
Jenis-Jenis Kesalahan :
1. Kesalahan besar
Yaitu Kesalahan yang dilakukan buruh, termasuk perbuatan yang disebut tindak
pidana seperti mencuri, penggelapan, merusak dengan sengaja, menganiaya, dan
sebagainya.
PHK karena adanya kesalahan besar ini tidak diberi pesangon dan uang jasa.
2. Kesalahan Sedang
Yaitu kesalahan-kesalahan untuk dimana diberikan peringatan-peringatan terakhir
seperti menolak perintah yang layak, walaupun telah diperingatkan dan melalaikan
kewajibannya secara serampangan.
Kesalahan-kesalahan ini, apabila dilakukan lalu setelah diberikan peringatan
terakhir tetapi masih melakukan kesalahan, maka kepadanya dapat di PHK
dengan pemberian pesangon saja.
3. Kesalahan Ringan
Kesalahan-kesalahan untuk mana diberikan peringatan-peringatan : tidak cakap
melakukan pekerjaan, walaupun sudah dicoba dimana-mana.
Macam kesalahan ini apabila telah diberi peringatan dan yang bersangkutan tidak
menghiraukannya, maka yang bersangkutan dapat di PHK dan mendapat
pesangon. Tapi PHK tersebut dibuat menurut pemberhentian biasa.
1. Perhitungan uang pesangon yang ditetapkan berdasarkan pasal 156 ayat (2)
Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU
13/2003) adalah sebagai berikut :
a. Masa kerja 0 - 1 tahun = 1 bulan upah
b. Masa kerja 1 – 2 tahun = 2 bulan upah
c. Masa kerja 2 – 3 tahun = 3 bulan upah
d. Masa kerja 3 - 4 tahun = 4 bulan upah
e. Masa kerja 4 - 5 tahun = 5 bulan upah
f. Masa kerja 5 - 6 tahun = 6 bulan upah
g. Masa kerja 6 - 7 tahun = 7 bulan upah
h. Masa kerja 7 - 8 tahun = 8 bulan upah
i. Masa kerja 8 tahun lebih = 9 bulan upah
Yang dimaksud dengan Upah disini adalah yang meliputi komponen-komponen sebagai
berikut :
a. Pokok
b. Tunjangan-tunjangan yang diberikan secara berkala dan teratur
c. Tunjangan Kemahalan.
d. Penggantian Pengobatan
e. Penggantian Perumahan
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa PHK menurut UU no. 13
th 2003 ini menganut system perizinan. Sistem perizinan tersebut merupakan “jiplakan”
dari kebanyakan Negara-negara continental. Pada Negara-negara anglo saxon, tidak
mengenal system perizinan dalam melakukan PHK.
Sementara di negeri Belanda sebagai salah satu Negara continental sejak tahun
1945 sudah menganut system perizinan, bahkan lebih luas lagi minta berhenti bekerja
pun harus minta izin.
Dosen Pengampu :
Dr.(c) H. D Andry Effendy, S.H., M.H