Anda di halaman 1dari 56

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS KONTEN PENDIDIKAN GEOGRAFI PADA KURIKULUM MERDEKA


UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN SISWA TENTANG FENOMENA
LINGKUNGAN GLOBAL DI KELAS XI IPS SMAN 1 RANGSANG BARAT

OLEH :

ILHAN ERDEANNDA

(20045012)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

DEPARTEMEN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya
kepada kita semua sehingga sayadapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul
“ANALISIS KONTEN PENDIDIKAN GEOGRAFI PADA KURIKULUM
MERDEKA UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN SISWA TENTANG
FENOMENA LINGKUNGAN GLOBAL DI KELAS XI IPS SMAN 1 RANGSANG
BARAT”. Laporan proposal penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk tugas
akhir geografi.

1. Ibu Dr. Ernawati, M.Sielaku Dosen Pembimbing Akademik terimakasih atas


bimbingan, saran, dan motivasi yang diberikan.
2. Segenap Dosen Jurusan Geografi UNP yang telah memberikan ilmunya kepada
penulis.
3. Orang tua yaitu ummi dan abi tercinta, nenek, atuk, pak udo, ammi, ucu, dan
keluarga besar, serta saudara-saudara, atas doa, bimbingan, serta kasih sayang yang
selalu tercurah selama ini.
4. Keluarga besar Geografi UNP, khususnya teman-teman seperjuangan kami di
angkatan Geografi 2020, atas semua dukungan, semangat, serta kerjasamanya.

Saya menyadari proposal penelitian ini tidak luput dari berbagai kekurangan.
Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya sehingga
akhirnya laporan proposal skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi bidang
pendidikan dan penerapan di lapangan serta bisa dikembangkan lagi lebih lanjut.

Wassalamua'laikum warahmatullahi wabarakatuh

Kepulauan Meranti, 28 Juli 2023

Ilhan Erdeannda

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................................... i
Daftar isi ...................................................................................................................................... ii
I. PENDAHULUAN................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................. 1
1.2 Fokus Penelitian .......................................................................................................... 12
1.3 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 12
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 13
1.5 Kegunaan Penelitian ................................................................................................... 13
II. LANDASAN TEORI............................................................................................................ 15
2.1 Tinjauan Pustaka ......................................................................................................... 15
2.2 Penelitian Relevan ....................................................................................................... 31
2.3 Kerangka Berpikir ....................................................................................................... 39
III. METODE PENELITIAN .................................................................................................. 41
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................................................ 41
3.2 Wilayah dan Lokasi ..................................................................................................... 41
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................................... 42
3.4 Subjek Penelitian ......................................................................................................... 43
3.5 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................................... 43
3.6 Teknik Analisis Data ................................................................................................... 45
3.7 Pengecekan Keabsahan Data ....................................................................................... 46
3.8 Tahapan Penelitian ...................................................................................................... 47
III. PENUTUP
Daftar Pustaka
Daftar Tabel
a) Tabel 1 ........................................................................................................................ 29
b) Tabel 1 ........................................................................................................................ 38
c) Tabel 2 ........................................................................................................................ 42
Daftar Gambar
a) Gambar 1 ..................................................................................................................... 40
b) Gambar 2 ..................................................................................................................... 42
Lampiran

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam menghadapi perkembangan belajar siswa yang bertolak ukur pada
pemahaman dan kemampuan memecahkan masalah serta dapat memotivasikan siswa
dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan, hendaknya pembelajaran yang diajarkan
haruslah sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Sejalan dengan perubahan sistem
pendidikan, guru diharapkan mampu mengambil keputusan, baik ketika merencanakan
pembelajaran maupun ketika melaksanakan pembelajaran, termasuk memecahkan
masalah-masalah yang ditemukan di dalam kegiatan pembelajaran di kelas maupun di
sekolah. Selain itu guru juga hendaknya memberikan pembelajaran sesuai dengan
tuntunan Kurikulum Merdeaka dengan penekanan pada kebebasan pengembangan
kemampuan dan potensi peserta didik, hal ini sangat berpengaruh pada perkembangan
belajar siswa. Pada dasarnya ketika berbicara tentang pendidikan sebenarnya bukan hal
yang tabu dan hampir semua orang mengetahuinya. Namun, hakikat dari pendidikan dan
pembelajaran itu sendiri masih simpang siur, bahkan tak jarang terdapat kesalahan baik
dalam memahami bahkan sesuatu yang menjadi landasan serta ketentuan di dalamnya
kerap menjadi tanda tanya. Hakikatnya, pendidikan menurut UU No.20 Tahun 2003
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam arti lebih lanjut pendidikan dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran
pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan
sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak.
Belajar merupakan salah satu bagian ataupun komponen dalam pendidikan. Belajar
menurut Gagne adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya
sebagai akibat pengalaman. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan
melalaui pengalaman. Sehingga dapat dikatakan belajar bukan sekedar mengingat, lebih
dari itu tetapi juga berproses, bertindak dan juga mengalami. Belajar pada dasarnya
adalah proses kognitif yang di dukung dari fungsi aspek psikomotor yang meliputi
aktivitas mendengar, melihat, dan mengucap. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan

1
2

Bloom, hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang meliputi tiga ranah yaitu ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Salah satu tujuan utama dari pendidikan adalah mengembangkan potensi dan
mencerdaskan individu dengan lebih baik. Dengan tujuan ini, diharapkan mereka yang
memiliki pendidikan dengan baik dapat memiliki kreativitas, pengetahuan, kepribadian,
mandiri dan menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab. Dalam UU No. 2 Tahun 1985
adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang
seutuhnya, yaitu bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memiliki pengetahuan, sehat
jasmani dan rohani, memiliki budi pekerti luhur, mandiri, kepribadian yang mantap, dan
bertanggung jawab terhadap bangsa. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Di sisi lain, dalam MPRS No. 2
Tahun 1960, tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang memiliki jiwa
Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh pembukaan
UUD 1945 dan isi UUD 1945.
Sebelum lebih lanjut membahas dunia pendidikan, terlebih pada proses belajar
mengajar, pertama kita harus memahami dasar dari itu semua yaitu hakikat dari belajar.
Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku
sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat
adanya interaksi antara stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Dikmenjur, 2003), pembelajaran diartikan sebagai
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006): Belajar merupakan suatu proses internal
yang kompleks, yang terlibat dalam proses internal tersebut adalah yang meliputi unsur
afektif, dalam matra afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, interes, apresiasi, dan
penyesuaian perasaan sosial. Sedangkan, Hilgard (Sanjaya, 2007) : learning is the process
by which an activity originates or changed through training procedures (wether in the
laboratory or in the natural environment) as distinguished from changes by factors not
attributable to training (belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur
latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah). Di sisi
lain, Skinner (Mudjiono dan Dimyati, 2006) : Belajar didefenisikan sebagai suatu
3

perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik, sebaliknya, bila ia
tidak belajar maka responnya menurun.
Pendidikan bukan hanya tanggung jawab siswa dan tenaga pendidikan saja tetapi
juga orang tua siswa, masyarakat, pemerintah sehingga diperlukan partisipasi aktif dari
pihak-pihak tersebut. Masalah yang paling penting dalam pendidikan dan paling
mendapat sorotan tajam dari masyarakat adalah masalah prestasi belajar siswa, terutama
yang berkaitan dengan rendahnya kualitas lulusan. Prestasi belajar dari satu siswa dengan
siswa yang lain tampak berbeda, karena dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor itu
antara lain adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang
berasal dari diri sendiri, yang meliputi faktor intelegensi atau kemampuan, minat, dan
motivasi. Sedang faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar, yaitu faktor
lingkungan pendidikan, yang meliputi faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan
sekolah, dan faktor lingkungan masyarakat.
Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting karena pendidikan
mempunyai tugas untuk menyiapkan SDM bagi pembangunan bangsa dan negara.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mengakibatkan perubahan dan
pertumbuhan kearah yang lebih kompleks. Hal ini menimbulkan masalah-masalah sosial
dan tuntutan-tuntutan baru yang tidak dapat diramalkan sebelumnya, sehingga pendidikan
selalu menghadapi masalah karena adanya kesenjangan antara yang diharapkan dengan
hasil yang dapat dicapai dari proses pendidikan Untuk mengatasi masalah tersebut,
peranan pendidikan sangat dibutuhkan. Pendidikan menuntut adanya perhatian dan
partisipasi dari semua pihak. Dengan adanya pendidikan akan dapat mencerdaskan siswa
serta membentuk manusia seutuhnya yaitu manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Pembangunan pendidikan seharusnya diutamakan karena suatu kemajuan
bangsa dapat dilihat dari kemajuan pendidikan. Oleh karena itu komponen-konmponen
yang ada dalam proses pendidikan seperti siswa, guru, proses belajar- mengajar,
manajemen, layanan pendidikan serta sarana penunjang lainnya harus terkoordinasi dan
bekerjasama dengan baik.
Berbicara lebih lanjut tentang geografi dituturkan oleh Preston E.James bahwasanya
merupakan studi ilmu yang menjadi induk dari seluruh ilmu pengetahuan atau mother of
all science. Ungkapan selaras, juga diungkapkan oleh Karl Ritter, geografi adalah studi
mengenai bumi sebagai tempat hidup manusia. Lingkup studi dari ilmu pengetahuan
geografi ini mencakup bermacam-macam fenomena yang ada dan terjadi di permukaan
bumi. Ilmu yang satu ini merupakan cabang pengetahuan sosial dan fisik yang mana juga
4

di bahas dan termuat di dalamnya, dalam hal keilmuan merupakan salah satu yang cukup
kompleks dan mencakup berbagai macam hal. Dalam artian singkat, geogarafi adalah
suatu ilmu yang mempelajari tentang hubungan, persamaan, dan perbedaan antarruang di
Bumi. Pusat kajian geografi adalah hubungan manusia dan lingkungannya. Secara umum,
geografi terbagi menjadi tiga cabang keilmuan yaitu geografi fisik, geografi manusia, dan
geografi teknik. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu
makin pesat. Arus globalisasi semakin hebat. Akibat fenomena tersebut muncul
persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, terutama lapangan pekerjaan. Untuk
menghadapi tantangan tersebut dibutuhkan sumber daya berkualitas. Sumber daya yang
berkualitas tidak lepas dari belajar dan pembelajaran (Khoirullah, 2019).
Sehingga, dalam memghadapi tantangan dan pembaharuan, maka perubahan
kurikulum dianggap sebagai solusi dari masalah yang ada dalam menyambut tatanan
dunia global dan industri 4.0. Kurikulum Merdeka belajar adalah bagian dari kebijakan
baru yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
(Kemendikbud RI). Nadiem berpendapat, bahwa kebijakan kurikulum terkait merdeka
belajar harus dilakukan penerobosan awal terlebih dahulu kepada para pendidik sebelum
hal tersebut disampaikan atau diterapkan kepada peserta didik. Selain itu, Nadiem juga
mengatakan terkait kompetensi guru yang levelnya berada dilevel apapun itu, tanpa
adanya proses penerjemahan dari kompetensi dasar yang ada serta erat kaitannya dengan
kurikulum maka pembelajaran tidak akan terjadi. Dikemudian hari sistem pembelajaran
juga akan memiliki nuansa yang berbeda yakni tadinya pembelajaran selalu menggunakan
ruang kelas, maka suasana berbeda seperti belajar diluar ruang kelas akan dicoba untuk
terealisasi pada kurikulum merdeka belajar ini. Selanjutnya, penekanan proses
pembelajaran lebih ditekankan pada pembentukan karakter siswa, hal ini diterapkan
dengan cara pendidik dan peserta didik mampu berkomunikasi dengan baik melalui
kegiatan belajar mengajar dengan metode diskusi tidak akan membuat psikologis peserta
didik merasa takut. Dengan demikian, penerapan pembelajaran yang seperti ini tetap tidak
melupakan bagaimana capaian kompetensi yang harusnya didapat. Oleh karena,
kurikulum merdeka belajar ini berkaitan dengan bagaimana seorang pendidik mampu
menyampaikan materi pelajaran dengan mengaitkan pada pembentukan karakter peserta
didik.
Nadiem menjadikan kebijakan merdeka belajar bukan tanpa sebuah alasan.
Pasalnya, penelitian yang terjadi terkait dengan Programme for International Student
Assesment (PISA) di tahun 2019 bahwa hal tersebut menunjukkan adanya hasil penilaian
5

bagi para peserta didik yang menempati posisi ke-6 dari bawah yaitu 74 dari 79 negara,
terkait bidang matematika dan literasi (Hasim 2020). Kemudian, untuk menyikapi hal itu
Nadiem membuat gebrakan penilaian dalam mengukur kemampuan minimum, meliputi
literasi, numerasi survei karakter. Oleh karena itu, bahwa literasi bukan hanya mengukur
kemampuan membaca, namun juga kemampuan dalam menganalisis bacaan. Kemudian,
dalam kemampuan numerasi yang dinilai bukan pelajaran matematika, tetapi penilaian
terhadap kemampuan siswa untuk mampu menerapkan sebagaimana konsep numerik
dalam kehidupan nyata. Kemudian konsep dalam merdeka belajar yang dicanangkan oeh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, bahwa hal tersebut bukanlah
topik baru yang harus diperdebatkan. Hal ini sudah sekian lama dicanangkan oleh para
penggiat pendidikan.
Terkait konsep merdeka belajar telah mengadakan kegiatan diskusi dengan tema
merdeka belajar, kegiatan tersebut mendapatkan apresiasi dari ranah publik terutama
untuk para penggiat pendidikan, karena akan menjadi sebuah inovasi baru dalam dunia
pendidikan. Merdeka belajar merupakan inovasi baru dari program unggulan yang
dicetuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2019. Makna dari
merdeka belajar ini adalah terkait bagaimana kebijakan yang dibuat strategis dan termuat
untuk kegiatan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), serta
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) serta Sistem Zonasi terkait dengan penerimaan
peserta didik baru (PPDB). Konsep dari merdeka belajar ini bukan hanya proses
pembelajaran yang dilakukan diruang kelas yang selalu menjadi bagian pertanyaan dari
para pendidik. Akan tetapi, merdeka belajar memiliki cita-cita yang luhur dalam
mewujudkan harapan bangsa tanpa melampaui batas dunia (Putra 2019). Dengan
demikian, konsep awal dari merdeka belajar ini adalah sebuah tindakan dengan
karakteristik kebebasan namun tetap mengekspresikan belajar pada batas dan kritikan
yang ada, tanpa harus melunturkan sebagaimana cita-cita luhur dan juga moral bagi
pelaku pendidikan.
Problematika yang terjadi dewasa ini adalah banyaknya yang terjebak dalam
memaknai cara dan tujuan dari merdeka belajar, sehingga hal ini berpengaruh pada sistem
administrasi berkenaan dengan ketentuan birokrasi, akreditasi yang seluruhnya hanya
bagian dari cara menjadikan tujuan tersebut sebagai prioritas. Konsep dari merdeka
belajar dipahami mudah untuk diucapkan namun sulit untuk diimplementasikan. Konsep
merdeka belajar berkaitan dengan komitmen, kemandirian dan kemampuan untuk
mewujudkannya, sehingga dari ketiganya saling berkaitan dan tidak bisa terlepas.
6

Komitmen dalam belajar merupakan bagian awal dari cita-cita serta tujuan yang telah
dituangkan dalam undang-undang pendidikan nasional. Mandiri dalam merdeka belajar
juga dijadikan sebagai sebuah landasan dalam mencapai tujuan, akan tetapi hal ini juga
sulit untuk diimplementasikan. Oleh karena itu, banyak yang terjebak dalam
memanipulasi ketentuan serta jabatan yang mengakibatkan kesulitan dalam proses belajar
merdeka. Hal ini terhenti diakibatkan banyak masukan serta beberapa tempat konsultasi,
sehingga kemampuan dalam mewujudkannya menjadi bagian dari kendala yang begitu
besar untuk melakukan inovasi baru dalam pendidikan.
Di saat ini, langkah mengaktualisasikan pemahaman geografi di lingkungan sekolah
khususnya dalam penerapan konten Kurikulum Merdeka di Indonesia umumnya
dilakukan dengan menyesuaikan skala internasional, sebab setiap negara tentunya
memberikan stimulasi kuat pada generasi penerus tentang pemahaman geografi
wilayahnya masing-masing secara spesifik dengan tujuan penguatan sumberdaya
manusia. Khususnya di lingkungan sekolah guru merupakan instrumen vital dalam
mensukseskan pendidikan (Sritresna, 2018). Guru dipandang sebagai penanggung jawab
dalam membentuk pribadi peserta didik, membimbingnya menjadi dewasa dan
pengakselerasian kognitif dasar agar generasi yang di didik tentunya bermanfaat bagi
masyarakat (Siswati et al., 2018).
Persoalan terhadap konten pengetahuan geografi saat ini masih terjadi, beberapa
literatur pada dekade terakhir yang peneliti rangkum mendapatkan hasil berupa; 1)
pembelajaran geografi tampak komprehensif yaitu tidak hanya mengulas tentang interaksi
antar individual manusia tetapi bagaimana manusia berinteraksi dengan keruangan spasial
lingkungan manusia itu hidup sehingga konten pengetahuan guru dituntut menyesuaikan
ke-komprehensifitas lingkup geografi saat ini (Harjanti et al., 2022), 2) mata pelajaran
geografi dinilai rumit dan kurang diminati oleh siswa sehingga hal ini menjadi pemicu
lemahnya guru untuk termotivasi memberikan konten pengetahuan geografi yang ajeg
(Pasongli, 2022), 3) gaya mengajar konvensional guru geografi (Sanisah, 2022) serta
ketidakmampuan dalam mengakses sumber konten geografi atau bahkan guru memang
memiliki perilaku instan dalam menyediakan konten geografi sehingga konten geografi
cenderung buram dan tidak memiliki spesifikasi unik untuk di transfer. Problematika ini
di perkeruh dengan masa new normal akibat pandemi Covid-19 dimana pembelajaran
menggunakan dua metode sekaligus (daring-luring) atau metode hybrid, sehingga
terjadinya inkonsistensi media belajar, waktu belajar, dan ktiterium asesmen kelas
(Insani, 2021).
7

Fenomena ini menyebabkan pemahaman konten pengetahuan geografi siswa


diprediksi akan semakin menipis. Maka fokus utama dalam naskah ini untuk mengkaji
konten pendidikan geografi pada kurikulum merdeka untuk meningkatkan kesadaran
siswa tentang fenomena lingkungan global. Lingkungan secara harfiah adalah segala
sesuatu yang berada di luar suatu satuan tubuh makhluk hidup maupun organisme,
meliputi biotik dan abiotic yang masing-masing memiliki hubungan timbal balik satu
dengan yang lainnya. Lingkungan merupakan sebuah tempat fisik yang mendukung
keberlangsungan hidup berbagai spesies yang menempatinya. Lingkungan tidak hanya
sebagai tempat tinggal semua makhluk hidup yang ada di muka bumi, termasuk manusia,
hewan, dan tumbuhan namun juga tempat berkembangbiak, menjalankan segala aktifitas,
tempat mengembangkan sumber daya yang harus kita jaga kelestariannya.
Begitu banyak fenomena yang kurang mencerminkan sikap peduli lingkungan yang
seperti lumrah terjadi di lingkungan sekolah. Seperti halnya membuang sampah
bungkusan makanan kantin sembarangan, ruang kelas yang kotor, coret-coretan meja,
dinding, merobek-robek kertas, toilet yang kotor, memetik bunga yang sedang mekar,
sengaja menghentak-hentakkan sepatu yang kotor didalam ruang kelas atau malah dengan
sengaja mencabut pepohonan disekolah. Padahal tempat sampah dan alat-alat kebersihan
sudah tersedia disetiap kelas. Sehingga lingkungan sekolah maupun kelas terlihat kotor,
gersang, dan kurang terawat.
Jika hal ini terus berlanjut, tentu akan memberi dampak negatif bagi setiap warga
sekolah yang notebene-nya setiap hari berada dan melakukan aktifitas belajar mengajar di
sekolah. Suatu tindakan yang buruk apabila dibiarkan saja lambat laut akan menjadi
kebiasaan. Dan kebiasaan ini tidak hanya merusak citra sekolah namun juga potensi
kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik itu sendiri. Menurut Husen dalam
Jumirah (2021) Bila dikaji secara seksama dan mendalam, faktor-faktor penyebab
menurunnya kualitas dan rusaknya lingkungan disebabkan oleh pola pikir, sikap dan
tindak manusianya serta sebagian nilai-nilai yang ada dan berkembang dalam masyarakat
yang tidak mencerminkan sifat rasional dan bertanggungjawab terhadap pemanfaatan dan
pengelolaan lingkungan.
Namun demikian, kesadaran akan lingkungan tidak hanya berkaitan dengan sikap
dalam menjaga lingkungan, ada aspek-aspek lain yang tidak bisa dikendalikan seperti
bencana alam yang sering terjadi di Kepulauan Meranti. Pada awal tahun 2023 terjadi
bencana banjir yang menggenangai beberapa kecamatan sekaligus. Bencana banjir ini
disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi yang terjadi dalam beberapa hari.
8

Bencana banjir akibat curah hujan yang tinggi memang merupakan peristiwa yang
sering terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Indonesia adalah negara yang beriklim
tropis, dan curah hujan yang tinggi terjadi terutama selama musim hujan, yang biasanya
berlangsung antara November hingga April. Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan
banjir karena tanah yang sudah jenuh tidak dapat menyerap air tambahan, sehingga air
mengalir ke sungai-sungai dan saluran air yang membanjiri daerah sekitarnya. Beberapa
faktor lain yang dapat menyebabkan banjir adalah sistem drainase yang buruk, alih fungsi
lahan, dan pembangunan yang tidak terkendali.
Banjir dapat menyebabkan kerusakan yang serius pada infrastruktur, merusak
rumah, mengganggu perekonomian, dan mengancam keselamatan jiwa. Oleh karena itu,
penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya
banjir, mengembangkan sistem peringatan dini, meningkatkan infrastruktur drainase, dan
melakukan tindakan adaptasi lainnya untuk mengurangi dampak bencana ini, termasuk
memberikan bekal adapatasi dan mitigasi bencana lama kepada siswa sekolah melalui
mata pelajaran geografi.
Pendidikan mitigasi bencana melalui pelajaran geografi adalah suatu pendekatan
dalam proses belajar mengajar dimana geografi digunakan sebagai alat untuk memahami
dan mengatasi bencana alam serta mengurangi dampak negatifnya. Pendidikan mitigasi
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan siswa dalam
menghadapi risiko bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, dan
kebakaran hutan.
Kepulauan Meranti adalah sebuah kabupaten di provinsi Riau, Indonesia.
Sebelumnya, Kepulauan Meranti adalah sebuah pulau terbesar di Indonesia yang terletak
di antara pulau Sumatera dan Kalimantan (Borneo). Namun, sejak tahun 2003, wilayah
ini diubah statusnya menjadi sebuah kabupaten dan menjadi bagian dari provinsi Riau.
Kabupaten Kepulauan Meranti terdiri dari beberapa pulau besar dan kecil yang
tersebar di sekitar Selat Malaka. Beberapa pulau yang termasuk di dalam wilayah ini
antara lain Pulau Tebing Tinggi, Pulau Padang, Pulau Merbau, Pulau Tebingtinggi, dan
Pulau Rangsang. Kepulauan Meranti memiliki keindahan alam yang memikat, dengan
pantai-pantai yang menarik, hutan tropis yang lebat, serta kekayaan hayati laut yang
melimpah. Selain itu, wilayah ini juga dikenal karena sektor pertanian dan
perkebunannya, termasuk produksi kelapa sawit, karet, dan hasil hutan lainnya. Selain
potensi pariwisata dan pertanian, Kepulauan Meranti juga memiliki potensi sumber daya
alam lainnya seperti minyak bumi dan gas alam yang dapat berkontribusi pada
9

perekonomian daerah dan negara. Berikut ini merupakan peta administrasi Kabupaten
Kepulauan Meranti.
Penelitian mengenai kesadaran siswa sekolah terhadap fenomena lingkungan global
khususnya mitigasi bencana sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Hayudityas (2020)
mengenai pentingnya penerapan pendidikan mitigasi bencana di sekolah untuk
mengetahui kesiapsiagaan peserta didik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis perlunya penerapan pendidikan tentang upaya pencegahan sebelum bencana
disekolah guna mengetahui kesiapsiagaan peserta didik. Metode penelitan yang
digunakan adalah metaanalisis. Metode yang digunakan adalah deskriptif dan kuantitatif
dari pengumpulan beberapa jurnal yang relevan dan beberapa jurnal dari google scholar.
Dari hasil analisis penelitian yang ada tentang pentingnya penerapan pendidikan mitigasi
bencana di sekolah ternyata sudah menunjukkan hasil yang cukup siap dengan hasil pada
siklus pertama 69% mengalami peningkatan menjadi 74% dengan presentase gain yaitu
8%.
Penelitian delanjutnya dilakukan oleh Johan, dkk (2021) mengenai Integrasi
Pendidikan Mitigasi Dalam Konten Pembelajaran Sains Sebagai Upaya Membangun
Kesadaran Mitigasi Dari Jenjang Sekolah. Berdasarkan hasil kegiatan diketahui bahwa
guru berpendapat pendidikan mitigasi penting untuk dilakukan dalam rangka membangun
kesadaran mitigasi siswa, konsep sains berkaitan erat dengan berbagai fenomena alam
termasuk fenomena bencana kebumian. Konsep sains sangat potensial untuk
diintegrasikan dengan pendidikan mitigasi Berdasarkan uraian diatas maka dapat
disimpulkan bahwa integrasi pendidikan mitigasi sangat penting terutama untuk daerah
rawan bencana alam seperti provinsi Riau. Integrasi pendidikan mitigasi sangat potensial
untuk dilakukan melalui pembelajaran sains mengingat karakter konsep sains yang
berkaitan erat dengan berbagai fenomena alam.
Kendala dan fakta yang dirasakan secara nyata mengenai konten fenomena
lingkungan global dan mitigasi bencana alam khususnya di Kabupaten Kepulauan
Meranti begitu terasa karena minimnya tenaga pendidik yang linear dengan mata
pelajaran yang diampu. Guru yang notabene menjadi sumber pencerahan dan mewadahi
kegiatan belajar mengajar malah menjadi faktor eksternal yang menyebabkan mengapa
minimnya kesadaran akan pentingnya konten fenomena global dan mitigasi bencana pada
siswa. Di sisi lain, faktor internal yang muncul dari rasa malas, jenuh, bosan, dan
kenakalan lain akan hadir di saat mata pelajaran bersangkutan gagal melaksanakan
pembelajaran yang atraktif, komunikatif, interaktif dan menyenangkan.
10

Berdasarakan fakta di lapangan Guru berstandarisasi dan berkualifikasi serta linear


untuk mata pelajaran geografi bahkan tidak melebihi sepuluh jari di tiap kecamatan,
termasuk di SMAN 1 Rangsang Barat dan tak terkecuali sekolah favorit di Kabupaten
Kepulauan Meranti, yaitu SMAN 1 Tebing Tinggi. Kebanyakan guru honorer lulusan
jurusan lain semacam bahasa Inggris, Seni Budaya dan Bahasa Indonesia yang
menumpuk di sekolah bersangkutan akan dipaksa untuk menjadi pengajar Geografi.
Kondisi semacam ini jelas beresiko, karena pembelajaran geografi tidak menjadi
maksimal dan optimal karena berasal dari mereka yang tidak ahli di bidangnya, terkesan
sebatas pelarian dan menunaikan tanggung jawab serta beban jam semata dimana
konsekuensinya adalah materi akan menjadi sulit dipahami oleh peserta didik berbuntut
pada rendahnya partisipasi, motivasi, dan keaktifan serta hasil belajar para peserta didik
khusunya di kelas XI IPS SMA Negeri 1 Rangsang Barat.
Salah satu konten ataupun materi yang kerap dilewati adalah seputar mitigasi
bencana dan fenomena lingkungan global karena diangap sepele atau sederhana dan di
sisi lain guru bersangkutan sulit untuk memahami sehingga memilih untuk melewati atau
melompati materi tersebut. Keadaan ini, jelas bertolak belakang dari apa yang diharapkan
dengan meninjau kenyataan di lapangan. Menilik kondisi geografis dari Kecamatan
Rangsang Barat, yang rentan akan badai dan banjir, alangkah baiknya penguatan materi
dan peningkatan pemahaman seiring dengan upaya membangun sinergitas diferensiasi
pembelajaran itu sendiri di kurikulum merdeka mulai diberlakukan. Kebebasan yang
diberikan pada pendidik untuk mengalokasikan waktu tanpa batasan dan pengekangan
agar mampu menyesuaikan kompetensi sang peserta didik adalah benefit terbaik dari
pelaksanaan kurikulum merdeka itu sendiri. Sehingga, upaya membangun kesadaran akan
materi fenomena lingkungan global akan berimbas dan berdampak langsung pada
masyarakat.
Berdasarkan tiga indikator hasil belajar yang diamati dalam hasil pembelajaran
untuk bab mitigasi beencana saat melaksanakan kurikulum 2013 tahun ajaran 2022/2023,
diperoleh hasil belajar yang bervariasi, dari dua kelas IPS berjumlah 77 orang, sebagai
berikut:
NO INDIKATOR HASIL BELAJAR KETERANGAN
1 Ranah Kognitif 57,34% Sedang
2 Ranah Afektif 62,35 % Sedang
3 Ranah Psikomotorik 55,01% Rendah
11

Rata-rata 58,23% Sedang


Tabel 1. Persentase indikator hasil belajar

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa dalam
pembelajaran geografi di kelas XI IPS¹ dan IPS² SMA Negeri 1 Rangsang Barat
memiliki tingkat aktivitas belajar yang Sedang dalam pembelajaran Geografi
dengan rata-rata tingkat aktivitas dari tiga indikator hasil belajar 58,23%.
Dimana siswa memiliki hasil belajar rendah yaitu ranah psikomotorik dalam hasil
pembelajaran geografi, sedangkan dua lainnya memiliki persentase sedang untuk kognitif
dan afektif.
Merujuk pada data diatas, berdasarkan kemungkinan persoalan dalam hasil belajar
ranah psikomotorik melalui pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang masih
konvensional dan menoton dari pendidik yang tak jarang sekedar ceramah atau melewati
materi tersebut saat dan menyebabkan persentase hasil belajar ranah kognitif pada mata
pelajaran Geografi Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Rangsang Barat hanya pada tingkatan
sedang. Hasil ini dapat memperkuat fakta di lapangan dimana minimnya tenaga
pendidikan yang menguasai konten yang diajarkan, sebatas berdiskusi kelompok memang
dapat meningkatkan kemampuan bertindak individu, dengan adanya bimbingan antar
teman maka membuat siswa lebih berani untuk bertanya dibandingan bertanya langsung
kepada guru sehingga siswa lebih berani bertindak dalam proses pembelajaran
berlangsung namun tidak semua murid bisa diberlakukan hal serupa. Kedepannya,
diharapkan melalui kurikulum merdeka yang menekankan diferensiasi pembelajaran
secara audiotri, kinestetik dan visual berdampak pada kemampuan siswa untuk
mengaplikasikan materi yang telah di dapat dan pahami yang kemudian keterampilannya
dalam berhitung dapat berkembang dengan cara membantu menjelaskan kepada anggota
kelompoknya yang bertanya atau kurang memahami materi. Hal ini berbanding terbalik
dengan model pembelajaran konvensional dimana hanya guru yang menjelaskan tanpa
memperhatikan pemahaman setiap individu sehingga kurangnya partisipasi siswa dalam
bertindak. Hal ini berdampak pada kurangnya kemampuan siswa dalam meningkatkan
dan mengembangkan kemampuannya dalam berhitung.
Namun demikian, sampai detik ini masih belum ditemukan penelitian yang secara
detail mengkaji tentang konten geografi pada kurikulum merdeka dengan kesadaran siswa
sekolah menengah berkaitan dengan fenomena lingkungan global dalam hal ini adalah
mitigasi bencana alam. Oleh karena itu, berdasarkan teori, konsep, fakta, serta
12

permasalahan yang telah dipaparkan di atas maka dalam penelitian ini akan mengkaji
tentang konten pendidikan geografi pada kurikulum merdeka untuk meningkatkan
kesadaran siswa tentang fenomena lingkungan global di kelas XI IPS SMAN 1 Rangsang
Barat.

1.2 Fokus Penelitian


Berdasarkan latar belakang sebagaimana disebutkan pada subbab sebelumnya, maka
penulis akan memfokuskan penelitian ini, dengan merujuk partisipasi, keaktifan,
motivasi dan hasil belajar belajar konten geografi pada pembelajaran kuirikulum
merdekan di sebuah sekolah menengah atas negeri di Rangsang Barat , maka diperlukan
sebuah penelitian tentang “ANALISIS KONTEN PENDIDIKAN GEOGRAFI PADA
KURIKULUM MERDEKA UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN SISWA
TENTANG FENOMENA LINGKUNGAN GLOBAL DI KELAS XI IPS SMAN 1
RANGSANG BARAT”, yang dirumuskan dalam subfokus penelitian dalam hal berikut:
1. Manajemen administrasi dan tata kelola dalam proses belajar mengajar di Kelas
XI IPS yang terdiri atas dua kelas IPS¹ dan IPS² di SMA Negeri 1 Rangsang
Barat.
2. Perubahan Kurikulum dari Kurtilas menjadi Kurmer di lingkungan intansi
pendidikan pendidikan serta di sisi lain menimbulkan pro kontra dalam
pelaksanaannya, namun perlu penyesuaian dan adaptasi yang tepat sasaran guna
mengaktualisasikan cita-cita dan perubahan ke arah yang lebih baik.
3. Pemanfaatan model pembelajaran yang kreatif, inovatif, serta variatif digunakan
oleh pendidik atau pengajar, demi menunjang efektivitas dan efisiensi dunia
pendidikan terlebih dalam mengatasi persoalan dan kendala dalam pembelajaran
terkini dengan konsep diferensiasi pembelajaran.
4. Sistem pendidikan yang berkemajuan dengan adaptif akan situasi terkini
digunakan dalam interaksi pendidikan yang ada di lingkungan Kelas XI SMA
Negeri 1 Rangsang Barat.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah
dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana upaya guru dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya konten
geografi di kelas XI IPS SMA Negeri 1 Rangsang Barat?
13

2. Bagaimana faktor internal siswa di XI IPS SMA Negeri 1 Rangsang Barat?


3. Bagaimana faktor eksternal terhadap hasil belajar geografi siswa XI IPS SMA
Negeri 1 Rangsang Barat?

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat menyusun tujuan dalam
penelitian ini, antara lain:
1. Mendeskripsikan dan menggambarkan upaya guru dalam meningkatkan kesadaran
akan pentingnya konten geografi di kelas XI IPS SMA Negeri 1 Rangsang Barat.
2. Memaparkan dan menjelaskan pengaruh faktor internal siswa di kelas XI IPS
SMA Negeri 1 Rangsang Barat.
3. Mendeskripsikan pengaruh faktor eksternal terhadap hasil belajar geografi siswa
XI IPS SMA Negeri 1 Rangsang Barat.

1.5 Kegunaan Penelitian


Berdasarkan permasalahan serta tujuan penelitian, adapun manfaat dalam
penelitian ini adalah:
1. Akademis
Manfaat penelitian ini secara akademis yaitu sebagai syarat untuk
menyelesaikan skripsi dan mendapatkan gelar sarjana pendidikan S1 Prodi
Pendidikan Geografi, Departemen Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Negeri Padang.
2. Secara teoritis
Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bahwa dengan mempelajai
fenomena lingkungan global, siswa diharapkan mampu meningkatkan kesadaran
akan lingkungan serta meningkatkan kemampuan berpikir spasial.
3. Secara Praktis
a. Bagi peneliti: sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana,
mengembangkan pengetahuan peneliti dengan mengaplikasikan materi yang
didapat di bangku kuliah dalam penelitian tindakan kelas
b. Bagi siswa:
1) Membantu siswa menyampaikan ide, gagasan, atau pikiran mereka tentang
fenomena lingkungan kepada orang lain melalui tulisan dan secara
langsung.
14

2) Menumbuhkan minat belajar siswa pada pembelajaran geografi khususnya


pada materi fenomena lingkungan global sehingga menjadi mata pelajaran
menarik.
3) Meningkatkan kesadaran dan pemahaman siswa dalam pembelajaran
Geografi khususnya fenomena lingkungan global.
c. Bagi Guru: penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan tentang
pentingnya menanamkan kesadaran siswa mengenai fenomenal lingkungan
secara global.
d. Bagi Sekolah: penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas
pendidikan.
e. Bagi Masyarakat: penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan taraf
hidup masyarakat dan memajukan standar intelektualitas masyarakat
setempat serta merealisasikan generasi muda memungkinkan masa depan
yang cerah.
f. Bagi Negara : penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kebanggaan
dan kewibawaan pemerintah dengan calon generasi berkualitas dan
berintegriatas, dapat menaikkan indeks pendapatan perkapita negara
bersangkutan, emajukan dan menaikkan taraf kualitas generasi muda dan
meningkatkan daya saing negara bersangkutan dengan majunya pendidikan
dan menunjukan eksistensi di kancah dunia internasional.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Dalam penulisan proposal ini peneliti menggali informasi dari penelitian-penelitian


sebelumnya sebagai bahan kajian dan bahan tambahan.
1. Konten Pendidikan
Konten Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) konten adalah informasi
yang tersedia melalui media atau produk elektronik. Penyampaian konten dapat dilakukan
melalui berbagai medium baik secara langsung maupun tidak langsung seperti internet,
televisi, CD audio, bahkan sekarang sudah melalui telepon genggam (handphone). Konten
atau materi pelajaran merupakan komponen yang amat penting dalam pelaksanaan
pembelajaran. Konten menyangkut jawaban terhadap pertanyaan, “apa yang diajarkan?”.
Sering kali konten yang digunakan tidak diperhatikan. Banyak orang memberikan
perhatian terhadap metode, media, bahkan strategi yang digunakan dalam proses belajar
mengajar, namun kurang memperhatikan isi yang disampaikan.
Konten atau materi pelajaran berkaitan erat dengan learning object. Hodgins dan
Duval telah mendefinisikan Learning Object sebagai entitas digital atau nondigital yang
dapat digunakan untuk belajar, pendidikan atau pelatihan(Chikh 2014; Paulins, Balina, and
Arhipova 2015). Learning Object dapat berupa paragraf kecil berserta penjelasan atau
sebagian besar sebagai tutorial lengkap yang dapat disajikan melalui berbagai media,
termasuk teks, grafik, animasi, audio, dan video (Chikh 2014). Learning object
mendukung strategi pembelajaran aktif (berbasis kasus, masalah, generatif, kolaboratif,
dll) daripada memperlakukan perserta didik sebagai koleksi dalam pelajaran statis (Chikh
2014). Bisa dikatakan bahwa konten merupakan elemen penting dalam pelaksanaan
pembelajaran. Konten berperan sebagai media inti dari kegiatan proses belajar mengajar.
Konten yang baik mampu mengkombinasikan pengetahuan explicit dan tacit dalam
proses pembelajaran sebaik dari pembelajaran konvensional. Pengetahuan explicit
merupakan pengetahuan yang dapat diringkat dalam bentuk dokumentasi sehingga mudah
dipahami dan disebarluaskan. Pengetahuan tacit merupakan pengetahuan yang terdapat di
dalam otak atau pikiran kita sesuai pengalaman pribadi dan sangat sulit untuk 6
dikomunikasikan dengan orang lain yang belum pernah mengalami pengetahuan itu
sebelumnya.

15
16

2. Pembelajaran Geografi
Pembelajaran geografi adalah geografi yang diajarkan di tingkat sekolah dasar dan
sekolah menengah. Oleh karena itu, penjabaran konsep-konsep, pokok bahasan, dan
subpokok bahasannya harus disesuaikan dan diserasikan dengan tingkat pengalaman dan
perkembangan psikologi peserta didik pada jenjang-jenjang pendidikan (Nursid
Sumaatmadja, 2001: 9). Mengingat luasnya pengertian geografi, pakar-pakar geografi
pada Seminar dan Lokakarya di Semarang tahun 1998 mendefinisikan pengertian geografi
adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut
pandang kelingkungan atau kewilyahan dalam konteks keruangan (Nursid Sumaatmadja,
2001: 11).
Objek studi geografi tidak lain adalah geosfer yaitu permukaan bumi yang terdiri
atmosfer (lapisan udara), litosfer (lapisan batuan/ kulit bumi), hidrosfer (lapisan air), dan
biosfer (lapisan kehidupan). Bintarto dan Surastopo Hadisumarno (1979: 12-24)
menjelaskan bahwa pendekatan yang digunakan dalam kajian geografi adalah sebagai
berikut :
a. Pendekatan keruangan yaitu perbedaan yang memepelajari perbedaan lokasi
mengenai sifat-sifat penting atau seri sifat-sifat penting.
b. Pendekatan kelingkungan yaitu pendekatan yang menekankan pada interaksi antara
organisme hidup dengan lingkungan.
c. Pendekatan kompleks wilayah yaitu pendekatan geografi yang menekankan
kombinasi antara pendekatan keruangan dan pendekatan kelingkungan.
Nursid Sumaatmadja (2001: 12) menyatakan bahwa pembelajaran geografi
hakikatnya adalah pembelajaran tentang aspek-aspek keruangan permukaan bumi yang
merupakan keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat manusia dengan variansi
kewilayahan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pembelajaran geografi disekolah
merupakan pembelajaran tentang hakikat geografi yang meliputi aspek-aspek keruangan,
kelingkungan, dan kewilyahan dengan objek studi geografi adalah geosfer yang terdiri atas
atmosfer, litosfer, hidrosfer dan biosfer yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan
psikologi peserta didik pada jenjang-jenjang pendidikan.
Berdasarkan Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi, adanya
pembelajaran geografi disekolah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut.
a. Memahami pola spasial, lingkungan dan kewilayahan serta proses yang berkaitan.
17

b. Menguasai keterampilan dasar dalam memperoleh data dan informasi,


mengkomunikasikan dan menerapkan pengetahuan geografi.
c. Menampilkan perilaku peduli terhadap lingkungan hidup dan memanfaatkan sumber
daya alam secara arif serta memiliki toleransi terhadap keragaman budaya masyarakat.
Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran geografi pada
jenjang kelas XI bertujuan membekali peserta didik agar memiliki pemahaman mengenai
pola spasial, lingkungan, dan kewilyahan serta menuasai keterampilan dasar dalam
memperoleh data dan informasi sehingga mampu menumbuhkan perilaku peduli terhadap
lingkungan hidup. Sikap peduli terhadap lingkungan hidup ini tercermin pada melestarikan
lingkungan hidup. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran
geografi kelas XI IPS pada semester genap adalah sebagai berikut.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Geografi Kelas XI
Semester adalah sebagai berikut :
a. Menganalisis pemanfaatan dan pelestarian lingkungan hidup
b. Mendeskripsikan pemanfaatan lingkungan hidup dalam kaitannya dengan
pembangunan berkelanjutan
c. Menganalisis pelestarian lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan
berkelanjutan Sumber: Permendiknas nomor 22 tahun 2006.

3. Hakikat Kurikulum Merdeka Belajar


a. Pengertian Kurikulum
Kurikulum pada hakikatnya merupakan suatu rencana yang menjadi pedoman
dalam menyelenggarakan proses pendidikan. Apa yang dituangkan dalam rencana
banyak dipengaruhi oleh perencanaan-perencanaan pependidikan. Adapun
pandangan tentang Eksistensi pendidikan diwarnai dengan filosofi pendidikan yang
dianut perencana. Perlu diperhatikan bahwa setiap manusia atau individu, dan
ilmuwan pendidikan, masing-masing memiliki sudut pandang perspektif sendiri
tentang makna kurikulum. Para ahli berpendapat bahwa sudut pandang kurikulum
dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi tradisional dan dari sisi modern. Ada
pemahaman yang mengatakan bahwa kurikulum tidak lebih dari rencana pelajaran di
sekolah, karena pandangan tradisional. Menurut pandangan tradisional, sejumlah
pelajaran yang harus dilalui siswa di sekolah merupakan kurikulum, sehingga seolah-
olah belajar di sekolah hanya mempelajari buku teks yang telah ditentukan sebagai
bahan pelajaran. (Alhamuddin, 2019: 18)
18

Sedangkan menurut pandangan modern, kurikulum lebih dari sekedar rencana


pembelajaran, kurikulum disini dianggap sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi
dalam proses pendidikan di sekolah. Pandangan ini berangkat dari sesuatu yang
faktual sebagai suatu proses. Dalam dunia pendidikan, kegiatan ini jika dilakukan
oleh anak-anak dapat memberikan pengalaman belajar antara lain mulai dari
mempelajari sejumlah mata pelajaran berkebun, olahraga, pramuka, bahkan
himpunan siswa serta guru dan pejabat sekolah dapat memberikan pengalaman
belajar yang bermanfaat. Semua Pengalaman belajar yang diperoleh dari sekolah
dipandang sebagai kurikulum. Kedua istilah kurikulum di atas dapat dijabarkan
bahwa yang dimaksud dengan makna tradisional atau (sempit) adalah kurikulum
yang hanya memuat sejumlah mata pelajaran tertentu kepada guru dan diajarkan
kepada siswa dengan tujuan memperoleh ijazah dan sertifikat. Dan menurut
pandangan modern bahwa apa yang dimaksud dengan kurikulum modern atau secara
luas itu memandang kurikulum bukan sebagai sekelompok mata pelajaran, tetapi
kurikulum adalah semua pengalaman yang diharapkan dimiliki seseorang siswa di
bawah bimbingan guru. (Ali Sudin, 2014:39)
Dengan demikian, pengalaman ini tidak hanya berpacu dari pelajaran namun
juga pengalaman kehidupan. Pengertian kurikulum cukup luas karena tidak hanya
terbatas pada sejumlah mata pelajaran, tetapi akan mencakup semua pengalaman
yang diharapkan siswa dalam bimbingan para guru. Pengalaman ini dapat berupa
intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler, baik di dalam maupun di luar kelas.
Pengertian kurikulum seperti ini cukup luas, tetapi kurang operasional sehingga akan
menimbulkan kerancuan dalam pelaksanaannya di lapangan.

b. Pengertian Merdeka Belajar


Kurikulum merupakan sebuah acuan tiap-tiap pendidik dalam menerapkan
proses pembelajaran. Perubahan kurikulum harus memiliki dasar yang kuat, serta
tidak terlepas dari perkembangan zaman yang sudah serba digital. Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nadiem Makarim mencetuskan
adanya perubahan kurikulum pada tahun 2019, perubahan ini digunakan sebagai
penyempurna pada Kurikulum 2013 menjadi Kurikulum Merdeka Belajar.
Kurikulum Merdeka Belajar adalah sebuah konsep kurikulum yang menuntut peserta
didik untuk memiliki kemandirian. Kemandirian yang dimaksud yaitu tiap-tiap
peserta didik diberikan kebebasan guna mengakses ilmu yang diperoleh dari
19

pendidikan formal maupun non-formal. Seperti pernyataan dari Putri Sayekti & Al
Hamidiyah Jakarta, (2022) bahwa setiap peserta didik memiliki keahliannya pada
bidangnya masing-masing, dengan begitu peserta didik dibebaskan dalam mencari
ataupun memilih bidang apa saja yang disukai.
Pada Kurikulum Merdeka Belajar, peserta didik diberikan kesempatan guna
mengembangkan potensi yang ada pada dirinyanya. Kurikulum Merdeka Belajar
menekankan pada pembentukan karakter peserta didik yang sesuai dengan profil
pelajar Pancasila. Dalam rangka mendukung tercapainya profil pelajar Pancasila,
pemerintah merancang projek supaya peserta didik tidak hanya mengetahui
pengetahuan hanya dengan membaca, akan tetapi mengalaminya sendiri.
Kurikulum Merdeka Belajar diadakan guna mendorong peserta didik dalam
pengembangan dirinya, dimana dengan membentuk sikap peduli terhadap
lingkungan yang ada disekitarnya, serta mendorong kepercayaan dirinya supaya
mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya (Daga, 2021). Kurikulum Merdeka
Belajar dikembangkan guna mencetak generasi milineal untuk memahami materi
yang diajarkan dengan cepat, serta bukan hanya pandai mengingat materi yang sudah
dipelajari. Sejalan dengan beberapa pendapat ahli diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa Kurikulum Merdeka Belajar dibuat untuk mendukung peserta didik dalam
memahami dan mengetahui minat dan bakat yang ada pada dirinya. Pada Kurikulum
Merdeka peserta didik dapat lebih fokus terhadap materi yang dipelajari sesuai
dengan fasenya masing-masing, dengan begitu proses pembelajaran akan lebih
mendalam, bermakna, tidak terburu-buru, dan menyenangkan.
Merdeka Belajar merupakan permulaan dari gagasan untuk memperbaiki
sistem pendidikan nasional yang terkesan monoton. Merdeka Belajar menjadi salah
satu program untuk menciptakan suasana belajar di sekolah yang bahagia suasana
yang happy, bahagia bagi peserta didik maupun para guru (Sekretariat GTK, 2020).
Setelah diterapkannya kebijakan Merdeka Belajar, nantinya akan terjadi banyak
perubahan terutama dari sistem pembelajaran. Sistem pembelajaran yang sekarang
hanya dilaksanakan di dalam kelas akan berubah dan dibuat senyaman mungkin agar
mempermudah interaksi antara murid dan guru. Salah satunya yaitu belajar dengan
outing class, dimana outing class ini adalah salah satu program pembelajaran yang
bertujuan untuk menumbuhkan kreativitas agar siswa memiliki keterampilan dan
keahlian tertentu. Outing class juga merupakan metode belajar yang menyenangkan,
mengajarkan para siswa untuk lebih dekat dengan alam dan lingkungan sekitar.
20

Selama pembelajaran dengan menggunakan metode ini, guru dan siswa akan lebih
dapat membangun keakraban, lebih santai, dan tentunya lebih menyenangkan. Sistem
pembelajaran akan didesain sedemikian rupa agar karakter siswa terbentuk, dan tidak
terfokus pada sistem perangkingan yang menurut beberapa penelitian hanya
meresahkan, tidak hanya bagi guru tetapi juga anak dan orang tuanya (Baro’ah,
2020: 1062-1065).
Dengan begitu merdeka belajar memiliki konsep untuk menciptakan suasana
belajar yang bahagia dan menyenangkan tanpa dibebani dengan nilai dan target
pencapaian tertentu. Berdasarkan kajian teori diatas maka konsep Merdeka Belajar
menurut penulis dapat dipersepsikan sebagai upaya untuk menciptakan lingkungan
belajar yang memerdekakan pelakunya untuk berfikir sehingga lebih aktif, kreatif,
dan inovatif, membuat suasana pembelajaran yang menyenangkan baik untuk siswa
maupun guru, dan juga mendidik karakter peserta didik untuk lebih berani bertanya,
berani tampil di depan umum, dan juga berani menyampaikan apa yang didapat
selama pembelajaran, tidak hanya mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru.
Kebijakan Merdeka Belajar memiliki empat pokok kebijakan, yaitu Ujian Sekolah
Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi.
Isi Pokok kebijakan Kemdikbud RI tertuang dalam paparan Mendikbud RI di
hadapan para kepala dinas Provinsi, Kabupaten/Kota se-Indonesia, di Jakarta pada 11
Desember 2019.
Penjelasan mengenai empat isi pokok kebijakan Merdeka Belajar dar
Kemdikbud RI (Pengelola Web Kemdikbud, 2019), sebagai berikut:
1) Ujian Nasional (UN) akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan
Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa
(literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan
penguatan pendidikan karakter. Pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan oleh
siswa yang berada di tengah jenjang sekolah, kelas 4, 8, dan 11. Sehingga dapat
mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian
tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.
2) Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan diterapkan dengan ujian yang
diselenggarakan oleh sekolah. Ujian tersebut digunakan untuk menilai
kompetensi siswa yang dapat dilakukan dalam bentuk tes tulis atau bentuk
penilaian lainnya yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan
21

(tugas kelompok, karya tulis dan sebagainya). Dengan begitu guru dan sekolah
lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa.
3) Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP akan
disederhanakan dengan memangkas beberapa komponen. Dalam kebijakan baru
tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan dan
mengembangkan format RPP. Tiga komponen inti RPP terdiri dari tujuan
pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan asesmen. Penulisan RPP ditulis dengan
efisien dan efektif sehingga guru memiliki banyak waktu untuk mempersiapkan
dan mengevaluasi pembelajaran itu sendiri.
4) Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), akan menggunakan sistem zonasi
dengan kebijakan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses
dan kualitas di berbagai daerah. Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima
siswa minimal 50%, jalur afirmasi minimal 15%, dan jalur perpindahan
maksimal 5%. Sedangkan untuk jalur prestasi atau sisa 030% lainnya disesuaikan
dengan kondisi daerah. Daerah berwenang menentukan proporsi final dan
menetapkan wilayah zonasi.
Konsep umum dari pelajaran pendidikan jasmani adalah mendidik siswa
melalui aktivitas gerak, agar memperoleh kesehatan dan kebugaran sehingga tujuan
pendidikan secara umum serta keterampilan seperti: berpikir kritis, kreatif, inovatif,
kerja sama, dan mampu beradaptasi dengan teknologi dapat dicapai (Mustafa &
Dwiyogo, 2020).
Esensi pendidikan jasmani pada dasarnya adalah fisik dan gerak yang lebih
dominan dalam proses pembelajaran. Jadi sebenarnya siswa tidak menghabiskan
waktu dengan mendengarkan penjelasan berupa teori dari guru walaupun dalam tren
merdeka belajar yang dikenal dengan gerakan literasi. Banyak yang memaknai
literasi dalam pendidikan jasmani itu adalah membaca-menulis yang intinya lebih
dominan pada pengetahuan. Padahal ada juga istilah tentang literasi fisik, yaitu
sebagai motivasi dan kepercayaan diri, kemampuan fisik, pengetahuan dan
pemahaman untuk menghargai dan bertanggung jawab atas partisipasi seumur hidup
dalam aktivitas fisik (IPLA dalam Mustafa, 2021: 156).
Konsep merdeka belajar sebenarnya sejalan dengan literasi fisik dalam
pendidikan jasmani, yaitu membuat siswa sadar tentang kondisi fisik mereka untuk
memelihara kesehatan tubuhnya masing-masing yang dilakukan dengan aman sesuai
ilmu pengetahuan yang dipelajari dalam pendidikan jasmani di sekolah. Oleh karena
22

itu pembelajaran pendidikan jasmani perlu dirancang agar siswa dengan sendirinya
termotivasi dan bergembira untuk aktif dalam berolahraga dengan dibekali
pemahaman teori benar (Mustafa, 2021: 156).
Berdasarkan kajian teori di atas, Merdeka Belajar adalah upaya untuk
menciptakan suatu lingkungan belajar yang bebas untuk berekspresi, bebas untuk
berinovasi, bebas dari berbagai hambatan terutama tekanan psikologis. Dalam
penerapannya, bagi guru dengan memiliki kebebasan tersebut lebih fokus untuk
memaksimalkan pada pembelajaran guna mencapai tujuan (goal oriented) pendidikan
nasional, namun tetap dalam rambu kaidah kurikulum. Bagi siswa bebas untuk
berekspresi selama menempuh proses pembelajaran di sekolah, namun tetap
mengikuti kaidah aturan di sekolah. Siswa bisa lebih mandiri, bisa lebih banyak
belajar untuk mendapatkan suatu kepandaian, dan hasil dari proses pembelajaran
tersebut siswa berubah secara pengetahuan, pemahaman, sikap/karakter, tingkah
laku, keterampilan, dan daya reaksinya, sejalan dengan apa yang diamanatkan dalam
tujuan UU Sisdiknas Tahun 2003, yakni; untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Sekretariat GTK, 2020).

c. Tujuan Kurikulum Merdeka Belajar


Kurikulum merdeka belajar memiliki tujuan yang sangat positif bagi seluruh
personel yang terlibat dalam proses pembelajaran. Adapun Tujuannya sebagai
berikut : (Ainia, 2020:43)
1) Setiap orang yang terlibat didalamnya memiliki kebebasan untuk berinovasi demi
mengembangkan kualitas pembelajaran
2) Guru dituntut untuk belajar kreatif agar mampu memberikan pengalaman
pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa
3) Siswa diberi kesempatan untuk belajar secara mandiri untuk memperoleh
berbagai macam informasi untuk mendukung proses pembelajarannya
4) Setiap unit pendidikan berhak untuk mengelaborasi setiap faktor yang akan
mendukung proses pembelajaran di kelas
5) Adanya penghargaan keberagaman yang ada dalam sistem pendidikan
23

d. Manfaat Kurikulum Merdeka Belajar Bagi Guru dan Siswa


Manfaat Kurikulum Merdeka Belajar yang bersifat memberikan kebebasan
kepada seluruh komponen dalam satuan pendidikan dari Sekolah, Guru hingga siswa.
Kurikulum Merdeka merupakan salah satu kurikulum yang merubah konsep sistem
pembelajaran di Indonesia. Nadiem Makarim Kurikulum Merdeka dapat mencapai
sebuah keberhasilan pendidikan Indonesia untuk dapat mengedepankan pembelajaran
bagi siswa. (Ainia, 2020 : 45).
Keunggulan Kurikulum Merdeka Belajar untuk guru yaitu dapat
memberikan Kurikulum Merdeka Belajar dengan beban kerja yang
berkurang,penyederhanaan RPP dan Keunggulan lainnya. Kurangnya beban guru
adalah guru bisa dapat leluasa dalam melaksanakan pembelajaran serta beban tugas
administrasi lebih sederhana sehingga dalam menjalankan sebagai guru lebih terasa
nyaman. Penyederhanaan RPP dengan Kurikulum merdeka dapat memberikan ruang
luas dalam penyederhanaan rancangan pelaksanaan pembelajaran sehingga pada
proses evaluasi terdapat aturan yang memberikan kebebasan bagi guru dalam
pembuatan, pemanfaatan serta pengembangan RPP.
Membangun Suasana belajar menarik dan menyenangkan membuat suasana
pembelajaran tidak membosankan bagi guru maupun siswa dalam melaksanakan
aktivitas belajar, dengan tujuan memperbaiki kualitas pembelajaran. Kebebasan
Berekspresi dengan pelaksanaan pembelajaran memberikan kesempatan kepada
siswa maupun guru bebas berekspresi mulai dari menyatakan pendapat, berdiskusi
tanpa harus terbangun tekanan psikologis khususnya untuk siswa. Efektif
meningkatkan kemampuan dan kompetensi guru adalah dengan mengembangkan
kemampuan serta kompetensi bagi masingmasing guru sesuai dengan mata pelajaran
yang ia kuasai. Kualitas pendidikan juga akan lebih baik jika sesuai dengan cita-cita
pendidikan nasional tidak hanya mencerdaskan peserta didik tetapi mampu
memberikan manfaat kepada guru. (Sekretariat GTK, 2020).

e. Pelaksanaan Kurikulum Merdeka Belajar


Dalam kurikulum merdeka ini peran media pembelajaran seperti
pembelajaran interaktif ini sangat dibutuhkan oleh para pendidik dan siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum merdeka. Selain itu,
media pembelajaran juga dapat mendukung kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Hadirnya kurikulum merdeka ini mengubah sistem proses pembelajaran yang
24

sebelumnya masih cenderung bersifat kognitif atau hafalan dan minimnya


menyentuh aspek afektif dan psikomotorik. Sekarang diubah menjadi pembelajaran
dengan menerapkan metode pembelajaran interaktif, sederhana, dan esensial serta
mendalam. Sehingga siswa dapat dengan mudah memahami materi pelajaran yang
disampaikan oleh guru di sekolah. Implementasi kurikulum merdeka ini akan lebih
difokuskan pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi siswa yang
disesuaikan dengan fasenya. Oleh karena itu, dengan hadirnya kurikulum merdeka
ini diharapkan proses pembelajaran lebih dikemas secara mendalam, tidak terburu-
buru, menyenangkan, serta lebih bermakna.
Dengan mengimplementasikan metode pembelajaran interaktif artinya
media pembelajaran yang digunakan yakni terjadinya timbal balik atau adanya
interaksi antara guru dan siswanya. Sehingga siswa dapat menangkap materi
pelajaran dengan mudah. Pembelajaran interaktif ini dapat diterapkan dengan
dilengkapi dengan tampilan teks, gambar, audio, maupun video, kemudian siswanya
diberikan kesempatan untuk mengomentari atau memberikan pendapat mengenai
informasi yang ada di dalam gambar atau video tersebut. Pada dasarnya, penggunaan
media pembelajaran interaktif dalam kurikulum merdeka belajar ini akan membantu
para siswa untuk memahami dan mempermudah suatu materi. Selain itu,
pembelajaran interaktif juga dapat merangsang siswa untuk lebih berfikir kritis
sehingga dapat meningkatkan daya imajinasi siswa, dapat meningkatkan kemampuan
dan bersikap lebih baik lagi. Sehingga dapat meningkatkan tingkat kreativitas dan
berinovasi.
Salah satu contoh implementasi pembelajaran interaktif dalam kurikulum
merdeka yaitu melalui kegiatan proyek dan studi kasus, dimana pada kegiatan proyek
dan studi kasus ini siswa diberikan kesempatan yang lebih luas untuk berperan secara
aktif untuk mengeksplorasi segala persoalan yang aktual seperti lingkungan,
kesehatan, dan lainnya. Pembelajaran interaktif juga akan lebih baik ketika didukung
melalui penyediaan perangkat ajar seperti buku, modul pembelajaran, dan yang
lainnya sebagai sarana pelengkap dalam pembelajaran. Di akhir proses pembelajaran,
sangat diperlukan untuk membuat refleksi di setiap selesai pembelajaran. refleksi
pembelajaran ini merupakan salah satu hal penting dalam kurikulum merdeka
sebagai salah satu sarana evaluasi guru dan siswa agar mampu memperbaiki di
pembelajaran selanjutnya.
25

Dengan adanya refleksi belajar ini, siswa dapat mengukur kemampuan


yang mereka dapatkan setelah selesai pembelajaran. Sehingga siswa dapat
mengetahui kemampuan pemahaman materi apa yang harus dipertahankan dan mana
bagian materi yang belum dikuasai. Refleksi ini dapat dijadikan bahan acuan untuk
pembelajaran selanjutnya. Dengan demikian, proses pembelajaran selanjutnya siswa
mendapatkan hasil yang lebih baik dari sebelumnya.

f. Perencanaan Pembelajaran di Era Merdeka Belajar


Perencanaan Pembelajaran di era Merdeka Belajar Tantangan masa depan
telah mendorong pemerintah untuk merevisi kurikulum pendidikan. Upaya
pemerintah terhadap perubahan revolusi industri yang begitu cepat ialah melalui
edukasi. Proses edukasi telah melalui berbagai fase. Fase 1 adalah pembelajaran yang
berpusat pada guru, dimana guru sebagai pusat pengetahuan dan buku pelajaran
sebagai sumber materi. Fase 2, pembelajaran berpusat pada interaksi antara guru
dengan siswa dan siswa dengan siswa. Fase 3 adalah pembelajaran yang berpedoman
pada kolaborasi. Fase 4 adalah pembelajaran yang lebih fleksibel dan kreatif, fase ini
pembelajar dapat menekuni lintas bidang ilmu ataupun pembelajaran jarak jauh. Fase
ini, pendidikan dapat melampaui batas. Artinya, akses pembelajar terhadap informasi
sangatlah luas. Maka peran guru haruslah mampu memfasilitasi pembelajar agar
mereka tetap on the track. Guru harus mampu menyediakan kegiatan bagi pembelajar
untuk memecahkan masalah dan berbasis pada team-work.
Pada sistem penilaian, pembelajar dinilai berdasarkan proses berjuang
selama kegiatan pembelajaran dan bukan atas dasar tes dan nilai saja. Dengan alasan
tersebut, maka pemerintah menerapkan pendidikan yang merdeka, atau dikenal
dengan merdeka belajar.

g. Kelebihan Kurikulum Merdeka Belajar


Kemampuan utama pada pendidikan adalah berkomunikasi, berkolaborasi,
berpikir kritis serta berpikir kreatif. Pertama, implementasi merdeka belajar tidak
terbatas ruang dan waktu, dengan mengunjungi tempat wisata, museum dan lain-
lain. Kedua, berbasis pada proyek, dengan menerapkan keterampilan yang telah
dimiliki. Ketiga, pengalaman di lapangan dengan kolaborasi antara dunia
pendidikan dan dunia industri, peserta didik diarahkan untuk terjun ke lapangan
untuk menerapkan soft skill dan hard skill agar mereka siap memasuki dunia kerja.
26

Praktik ini ciri pendidikan SMA. Keempat, personalized learning. Pada tahap ini,
pembelajaran disesuaikan dengan kemampuan peserta didik, aktivitas pembelajar
tidak dibuat sama rata. Kelima, interpretasi data. untuk mendukung proses
pendidikan dan digunakan sebagai sentral memecahkan masalah serta disesuaikan
dengan kebutuhan. (Chahyanti, 2021). Cara pandang penerapan merdeka belajar,
guru menjadi fasilitator yang memotivasi peserta didik untuk “merdeka belajar”.
dan menyediakan aktivitas bagi peserta didik untuk mengeksplorasi diri agar setiap
peserta didik memiliki pengalaman dalam pembelajaran yang merdeka.

h. Kelemahan Kurikulum Merdeka Belajar


Program merdeka belajar belum sempurna untuk dilakukan. Ada beberapa
kendala atau tantangan yang harus dihadapi. Berikut ini merupakan 5 tantangan
program merdeka belajar bagi guru, di antaranya yaitu:
1) Keluar dari Zona Nyaman Sistem Pembelajaran;
2) Tidak Memiliki Pengalaman Program Merdeka Belajar;
3) Keterbatasan Referensi;
4) Keterampilan Mengajar;
5) Minim Fasilitas dan Kualitas Guru. (Supini, 2020).
Menurut penulis, untuk mencapai kemerdekaan belajar tanpa kendala,
guru membutuhkan dukungan dari semua pihak, mulai dari orangtua siswa, siswa,
sekolah, pemerintah hingga masyarakat luas. bentuk dukungan dari pemerintah
yaitu dengan membuat pelatihan atau pembelajaran bagi guru untuk meningkatkan
kompetensi guru.

i. Indikator Kurikulum Merdeka Belajar


Kurikulum merdeka belajar memiliki indikator keberhasilan untuk
mencapai tujuan pembelajaran, adapun indikator keberhasilan program kurikulum
merdeka belajar sebagai berikut:
1) partisipasi siswa-siswi dalam pendidikan Indonesia yang merata.
2) Pembelajaran yang efektif,
3) Tidak adanya ketertinggalan anak didik.
Dari 3 indikator keberhasil program kurikulum merdeka belajar ini
penulis ingin menjabarkan secara rinci keberhasilan program kurikulum merdeka
belajar adapun penjabarannya sebagai berikut :
27

1) Partisipasi Siswa-siswi dalam Pendidikan Indonesia


Dari uraian di atas partisipasi tersebut dapat dikembangkan lagi
menjadi beberapa jenjang, yaitu :
a) Menerima, yaitu siswa mau memperhatikan suatu kejadian atau kegiatan.
Contohnya siswa mau mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru dan
mengamati apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
b) Menanggapi, yaitu siswa mau terhadap suatu kejadian dengan berperan
serta. Contoh: menjawab, mengikuti, menyetujui, menuruti
perintah,menyukai dan sebagainya.
c) Menilai, yaitu siswa mau menerima atau menolak suatu kejadian melalui
pernyataan sikap positif atau negatif. Contohnya : menerima, mendukung,
ikut serta, meneruskan, mengabdikan diri, dan sebagainya.
d) Menyusun, yaitu apabila siswa berhadapan dengan situasi yang
menyangkut lebih dari satu nilai, dengan senang hati menyusun nilai
tersebut, menentukan hubungan antara berbagai nilai dan menerima bahwa
ada nilai yang lebih tinggi daripada yang lain. Contoh : menyusun,
memilih, mempertimbangkan, memutuskan, mengenali, membuat rencana
dan sebagainya.
e) Mengenali ciri karena kompleks nilai, yaitu siswa secara konsisten
bertindak mengikuti nilai yang berlaku dan menganggap tingkah laku ini
sebagai bagian dari kepribadiannya. Contoh : percaya, mempraktekkan,
melakukan, mengerjakan.
2) Pembelajaran yang efektif
(Slavin, 2014) menyusun suatu model pembelajaran efektif,
didasarkan atas hasil kerja Carroll, dan mengidentifikasi unsur-unsur atau
elemen-elemen pembelajaran sebagai berikut :
1. Kualitas pembelajaran
Kualitas pembelajaran berkenaan dengan seberapa tinggi tingkat
informasi atau keterampilan yang disajikan kepada para peserta didik
itu mudah dipelajari mereka. Kualitas pembelajaran itu pada umumnya
berupa hasil yang berkualitas berkenaan dengan pengalaman belajar
atau kurikulum dan pelajaran itu.
28

2. Tingkat pembelajaran yang memadai,


Tingkat pembelajaran yang memadai merujuk pada seberapa
jauh guru yakin bahwa para peserta didik siap belajar sesuatu hal yang
baru. Artinya, mereka memiliki keterampilan dan pengetahuan yang
diperlukan untuk mempelajari hal baru tersebut, yang sebelumnya
belum pernah dipelajarinya. Dengan ungkapan lain, tingkat
pembelajaran itu memadai jikalau suatu pelajaran tidak terlalu sulit dan
juga tidak terlalu mudah bagi peserta didik.
3. Ganjaran
Ganjaran menyangkut hal yang berkenaan bahwa guru yakin
para peserta didik termotivasi untuk mengerjakan tugas-tugas
pembelajaran dan ingin belajar tentang hal yang telah disampaikan,
tentu saja setelah mendapatkan penguatan atau ganjaran yang diberikan
oleh guru.
4. Waktu.
Waktu yang dalam hal ini seberapa cukup waktu yang digunakan
untuk belajar peserta didik untuk mempelajari hal-hal yang telah
disampaikan oleh guru.
5. Tiada Ketertinggalannya Anak didik
Selama masa pandemi 2 tahun silam seluruh peserta didik
tertinggal pembelajaran karena mereka melakukan pembelajaran
melalui daring untuk itu dengan adanya kurikulum merdeka belajar
peserta didik harus mengejar ketertinggalan materi pembelajaran di
sekolah.
Oleh karena itu indikator dari program kurikulum merdeka belajar ini
membuat percepatan / akselerasi dari pembelajaran yang telah tertinggal dan
memperkuat pembelajaran pendidikan pancasila dengan mengutamakan
sikap-sikap moral, kemudian pada kurikulum merdeka belajar ini juga siswa
juga dituntut untuk menciptakan proyek yang dapat menjadi wirausaha salah
satu contohnya membuat sesuatu yang bernilai jual. selama masa pandemi,
harapan pemerintah dengan adanya kurikulum merdeka belajar ini dapat
mengejar ketertinggalan materi pembelajaran di sekolah.
29

j. Ciri-Ciri Kurikulum Merdeka Belajar


Untuk mengidentifikasi terlaksana sebuah pendidikan yang bersifat merdeka
serta humanistik, pendidikan harus mempunyai ciri ciri yang oleh Baharudin
dirumuskan sebagaimana berikut:
1. Bersifat membebaskan, membebaskan yang diartikan sebagai prosees
memerdekakan dari segala belenggu formalistik yang malah akan mencetak
generasi tidak mampu kritis terhadap segala hal dan tidak mampu berkreasi
dalam berbagai situasi.
2. Mencakup semangat keberpihakan, keberpihakan yang dimaksud adalah
pendidikan harus disajikan dengan sepenuh hati, karena pendidikan
merupakan hak semua manusia
3. Berprinsip partisipatif, yang mengharuskan adanya sinergi antara sekolah, wali
murid dan juga lingkungan. Hal ini bertujuan agar pendidikan menjadi sebuah
hal yang relevan dengan apa yang dibutuhkan peserta didik dan juga sebagai
sarana controlling perkembangan peserta didik.
4. Kurikulum yang berbasis kebutuhan, point ini memperkuat point sebelumnya.
Biar bagaimanapun sistem yang baik akan menghasilkan output yang baik
juga.
5. Menjunjung asas kerja sama, maksudnya adalah sinergi antara guru dan murid
untuk bekerja sama menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.
6. Evaluasi yang dititik beratkan pada peserta didik, karena pembelajaran bisa
dibilang berhasil jika peserta didik diposisikan sebagai subjek yang harus terus
menerus di evaluasi perkembanganya.
7. Percaya diri, tidak dapat dipungkiri bahwa kepercayaan diri akan sangat
menunjang dalam pengembangan potensi peserta didik dalam kapasitas
individu maupun sosial. Selaras dengan apa yang diungkapkan Baharudin,
Ibnu Khaldun juga menganggap bahwa “pendidikan bukan hanya merupakan
sebuah aktivitas yang selalu mengedepankan pemikiran dan perenungan yang
tidak tersentuh dari aspek pragmatis sama sekali, melainkan ia terbentuk dari
segala konklusi yang lahir atas fenomena yang ada di dalam masyarakat dan
perkembangan dalam sebuah siklus kebudayaan”. Maka pendidikan harus
memuat ciri-ciriyang memerdekakan, baik dari sudut pandang sekolah,
pendidik, peserta didik maupun lingkungannya.
30

4. Perilaku Sadar Lingkungan


Dalam ilmu alam, fenomena adalah kejadian atau peristiwa yang dapat diamati.
Istilah ini sering kali digunakan tanpa mempertimbangkan penyebab peristiwa tertentu.
Fenomena lingkungan alam adalah peristiwa non-artifisial dalam pandangan fisika, dan
kemudian tak diciptakan oleh manusia, meskipun dapat memengaruhi manusia. Contoh
umum dari fenomena alam termasuk letusan gunung berapi, cuaca, dan pembusukan.
Sebagian besar fenomena alam tak berbahaya seperti hujan. Fenomena alam seperti
letusan gunung berapi, tsunami dan tornado dianggap berbahaya dan dapat
menimbulkan kematian.Fenomena adalah hal yang luar biasa dalam kehidupan di dunia
dan dapat terjadi dengan tidak terduga dan tampak mustahil dalam pandangan manusia.
Kesadaran akan lingkungan termasuk salah satu aspek terpenting yang harus
dimiliki oleh seseorang dalam mengelola lingkungan hidup, karena kesadaran akan
lingkungan hidup termasuk bentuk kepedulian seseorang akan kualitas lingkungan yang
dijadikan tempat tinggal oleh mereka. Kesadaran lingkungan sendiri ialah keadaan dimana
jiwa seseorang tergugah terhadap sesuatu secara sadar, dalam hal ini yang dimaksud ialah
kesadaran terhadap lingkungan dan keadaan tersebut dapat dilihat dari berbagai tindakan
serta perilaku yang ditimbulkan oleh seseorang.
Kesadaran lingkungan itu sangat penting yang harus dimiliki setiap individu,
karena aspek kesadaran sangat penting bagi lingkungan siswa, dan siswa dapat
menerapkan nilai-nilai aspek tersebut ke dalam kehidupan mereka. Dengan menanamkan
nilai kesadaran lingkungan siswa akan menjadi individu yang sigap apabila terjadi
permasalah mengenai lingkungan dan siswa juga akan lebih mampu mempertimbangkan
serta menganalisis perilaku mereka terhadap lingkungan yang akhirnya akan membawa
mereka kepada kehidupan yang harmonis dan seimbang dengan semua unsur kehidupan.
Kesadaran lingkungan ialah sebuah pemahaman secara mendalam mengenai masalah
lingkungan hidup, maupun mengenai pemecahan suatu masalah dalam lingkungan hidup.
Mengetahui serta memahami sebab akibat yang terjadi di lingkungan yang disebabkan
oleh aktivitas manusia, dan selalu memiliki rencana strategis atas penyelamatan
lingkungan dan selalu menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak membuat atau
melakukan aktivitas yang dapat menimbulkan kerusakan.
Dalam penumbuhan kesadaran akan lingkungan dibutuhkan proses yang tidak
instan, dari yang hanya memiliki pengetahuan tentang lingkungan (teori) tanpa ada
tindakan menjadi kesadaran lingkungan, dari pengetahuan menjadi kesadaran dari
kesadaran menjadi sikap dan dari sikap kemudian menjadi sebuah tindakan sadar menjaga
31

lingkungan. Kesadaran lingkungan berkaitan dengan sebuah kemampuan seseorang


dimana seseorang tersebut mampu menyadari akan hubungan antara aktivitas manusia
dengan lingkungan ialah sangat erat, dengan adanya kesadaran tersebut maka akan
terciptanya lingkungan yang aman dan sehat. Dengan begitu kualitas hidup akan menjadi
lebih baik.
Adapun ciri-ciri konsep kesadaran-lingkungan ialah kesadaran peduli akan
lingkungan hidup, mampu untuk memahami sumber dari kerusakan yang terjadi pada
lingkungan, memiliki pengetahui keamanan serta kesehatan akan lingkungan, memiliki
rasa akan tanggungjawab penuh dalam memelihara serta mencegah adanya kerusakan
lingkungan serta selalu menentang kegiatan yang memiliki dampak negatif dan
menyebabkan kerusakan, berkarya dalam kegiatan cinta lingkungan, dan selalu siap sedia
ikut andil di dalam kegiatan yang berkaitan dengan pelestarian serta pengelolaan
lingkungan hidup.

2.2 Penelitian Relevan

Nama Penulis Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian


(Tahun) Penelitian
Millatul Tingkat Kesadaran Penelitian ini Hasil penelitian
Habibah1 dan Lingkungan Siswa menggunakan menunjukkan bahwa
Fajar Awang Dalam metode kesadaran lingkungan
Irawan (2023) Menghadapi kuantitatif , siswa SMP Islam Ungaran
Pemanasan Global pengambilan data memperoleh skor 66%
Dalam Kegiatan dengan observasi yang masuk pada kriteria
Literasi “Bumiku” dan penyebaran tinggi. Dilihat dari
Program Kampus angket, kemudian indikator pengetahuan dan
Mengajar 4 data yang sikap menunjukkan
diperoleh diolah persentase kriteria tinggi
menggunakan yaitu 70%, sedangkan
teknik analisis untuk indikator tingkah
statistik laku masuk kriteria sedang,
deskriptif. Subjek persentasenya sebesar 57%.
penelitian ini Dari persentase yang
adalah siswa diperoleh dapat diketahui
32

SMP Islam bahwa dari segi


Ungaran yang pengetahuan dan sikap
berjumlah 58 siswa SMP Islam Ungaran
siswa. Sampel sudah memiliki kesadaran
yang diambil lingkungan yang tinggi
menggunakan dalam menghadapi
teknik Random pemanasan global.
Sampling, yang Meskipun demikian,
terdiri dari siswa pengetahuan dan sikap
kelas VII, VIII masih belum mampu
dan IX berjumlah mendorong mereka untuk
35 orang. melakukan tindakan riil
yang mencerminkan gaya
hidup ramah lingkungan.
Kata kunci: Kampus
Mengajar, Literasi,
Kesadaran Lingkungan
Silviya Analisis Pada penelitian Hasil penelitian ini
Chaniago, Penerapan ini menggunakan menunjukkan bahwa
Dewi Fitri Kurikulum metode deskriptif penerapan kurikulum
Yeni, dan Merdeka Belajar kualitatif. Subjek merdeka belajar ini belum
Merika terhadap Hasil dalam penelitian terlihat dikarenakan
Setiawati Belajar Siswa ini seorang guru kurikulum merdeka belajar
(2022) Kelas X pada mata pelajaran masih masih tahap awal
Mata Pelajaran geografi. Data yang dijalankan belum
Geografi di MAN yang didapatkan sampai satu semester, jadi
I Koto Baru peneliti masih dalam proses
menggunakan penyesuian, jika dalam segi
observasi, praktek kurikulum merdeka
wawancara dan belajar ini sangat cocok
dokumentasi digunakan dalam
dengan guru pembelajaran hal ini dapat
mata pelajaran kita lihat dari programnya
33

geografi, yang seperti ekstrakulikuler,


dianalisis dengan intrakulikuler dan projek
beberapa penguantan profil pelajar
pertanyaan. pancasila. Faktor yang
menghambat penerapan
kurikulum merdeka belajar
yaitu kekurangan fasilitas
pembelajaran dan kualitas
guru untuk menerapkan
kurikulum merdeka belajar
masih rendah hal ini
dikarenakan perubahan
kurikulum begitu cepat.
untuk mengetahui
kekurangan kurikulum
merdeka belajar, belum
terlihat kekurangannya hal
ini dikarenakan setiap
kurikulum sudah dirancang
dengan sebaik mungkin
dengan tujuan memperbaiki
proses pembelajaran, tetapi
tergantung kesiapan pihak
sekolah yang
menerapkannya. Kelebihan
kurikulum merdeka
belajar yaitu guru bebas
mendesain pembelajaran,
waktu belajar yang
fleksibel dan mendidik
siswa agar mempunyai
kepribadian yang mandiri.
MS Analysis of the Pada penelitian Pada penelitian ini
34

Khabiburrahman, Use of Learning ini menggunakan menunjukkan bahwa ada 4


Bayu Kurniaaji, Media metode deskriptif aplikasi yang digunakan
Agus Sudargono, Applications in kualitatif. untuk media pembelajaran
dan mata pelajaran geografi
Online
Pranichayuda yaitu Zoom sebesar 5%,
Geography
Rohsulina (2022) Google Classroom sebesar
Subjects During
26%, Whatsapp Grub
the Covid-19
sebesar 57%, dan Google
Pandemic for Meet sebesar 11%.
Senior High Diketahui ada 2
School Students aplikasi yang sering
digunakan dalam
pembelajaran online yaitu
Google Classroom dan
WhatsApp Grub. Itu
pemilihan aplikasi
didasarkan pada
kesepakatan yang diambil
melalui pengambilan
keputusan guru oleh 60%
dan guru
dan keputusan kelas
sebesar 34%. Dapat dilihat
dari data tabel di atas
bahwa diketahui intensitas
kendala selama
pembelajaran daring adalah
38% pada kategori cukup
banyak dan 39% pada
kategori kurang angka
tersebut
mewakili 33 siswa yang
memilih cukup banyak dan
35

34 siswa tidak banyak dari


87 siswa tersebut
responden. Aplikasi yang
dipilih sesuai keinginan
siswa adalah Whatsapp
Grub dengan 57%
pencapaian dengan alasan
penggunaan kuota internet
minimal 29% dan lebih
mudah fokus pada
penggunaan media
sebesar 38%.
Frisca dini Evaluasi J enis penelitian Hasil dari penelitian ini
aurora utari dan Pelaksanaan yang digunakan adalah (1) Pembuatan
sukma perdana Kurikulum yakni deskriptif modul ajar geografi kelas X
prasetya (2023) kualitatif yang (Antecedents)
Merdeka Dalam
menggunakan berdasarkan hasil validasi
Pengembangan
tekni oleh validator ahli
Modul Ajar
pengumpulan mendapat nilai 60% dengan
Geografi Kelas X data berupa ketegori Cukup. (2)
Menggunakan wawancara, Penerapan modul ajar
Model Evaluasi observasi, dan dalam pembelajaran
Countenance dokumentasi. geografi kelas X
(Studi Kasus Di Subjek yang akan (Transaction) berdasarkan

SMA Hangtuah dievaluasi hasil


adalah guru mata validasi oleh validator ahli
2 Sidoarjo)
pelajaran mendapat nilai 77% dengan
Geografi. Teknik ketegori Baik. (3)
analisis data yang Perencanaan penilaian
digunakan yakni hasil belajar (Outcomes)
teknik berdasarkan hasil validasi
pengujian oleh validator ahli
kredibilitas mendapat nilai 60%
36

dengan dengan ketegori Cukup. (4)


menggunakan Keterkaitan antara
triangulasi Antecedents, Transaction,
sumber dan dan Outcomes
teknik. (Congruence dan
Contingency) dari
penelitian ini adalah jika
modul ajar yang dibuat
guru
dilaksanakan dengan baik
maka proses pembelajaran
dan perencanaan penilaian
juga dapat
dibuat dengan baik.
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa
terdapat kesesuaian antara
pembuatan modul ajar,
proses pembelajaran, dan
perencanaan pembelajaran.
Guru belum membuat
modul ajar sesuai
dengan standart proses
yang berlaku. Sehingga
pelaksanaan pembelajaran
dan perencanaan
penilaian hasil belajar
peserta didik juga tidak
sesuai dengan standart yang
berlaku pula. Apabila
modul ajar yang dibuat
guru sudah sesuai dengan
standart proses
37

kemungkinan besar proses


pembelajaran dan
perencanaan penilaian hasil
belajar juga akan sesuai
dengan standart proses.
Muhammad Ekowisata ros yang dapat Hasil penelitian
Ikhsan dan Haris Rammang- dijadikan sebagai menunjukkan ada 6 (enam)
(2022) Rammang Sebagai Laboratorium titik lokasi yang dapat
Laboratorium Pembelajaran dijadikan sebagai
Pembelajaran Kontekstual laboratorium geografi di
Konstektual Geografi. Jenis kawasan ekowisata
Geografi di penelitin ini Rammang-Rammang.
Kabupaten Maros adalah penelitian Setiap lokasi
deksriptif menggambarkan obyek
kualitatif yang kajian geografi khas dari
artinya penelitian aspek hidrologi, geologi,
ini geomorfologi, dan
mengidentifikasi biodiversity. Keenam titik
dan menguraikan lokasi yang telah diplot
setiap obyek di sebagai laboratorium
lokasi Ekowisata geografi adalah Hutan Batu
Rammang- (Tower Karst), Kampung
Rammang yang Berua, Gua Terowongan,
dapat dikaji Gua Berlian, Gua
dengan Kelelawar, dan Telaga
pendekatan ilmu Bidadari. Dijadikannya
geografi, lokasi tersebut sebagai
kemudian laboratorium pembelajaran
dipetakan geografi karena keenam
menjadi sebuah lokasi tersebut memiliki
konsep fenomena-fenomena
laboratorium geosfer yang relevan
pembelajaran dengan beberapa capaian
38

geografi. pembelajaran geografi pada


Penelitian ini kurikulum merdeka belajar.
memanfaatkan Jadi, penelitian ini telah
data primer menghasilkan sebuah
(observasi) dan laboratorium geografi yang
data sekunder secara konseptual
(kajian pustaka). memudahkan guru dan
Data yang siswa dalam mengkaji ilmu
dikumpulkan geografi berbasis
baik primer kontekstual dengan konsep
maupun pembelajaran outdoor study
sekunder, diolah, seperti field trip atau studi
dianalisis, lapangan
kemudian
dipetakan
menjadi sebuah
titik-titik lokasi
laboratorium
geografi untuk
digunakan siswa
pada
pembelajaran
geografi secara
kontekstual.
Tabel 2. Originalitas Penelitian
Persamaan penelitian diatas dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu
meneliti dan membahas tentang pembelajaran geografi pada kurikulum merdeka.
Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis terletak pada
variabel/indikator penelitian, metode penelitian, lokasi penelitian dan hasil analisis yang
penulis lakukan adalah untuk mengetahui Analisis Konten Pendidikan Geografi Pada
Kurikulum Merdeka Untuk Meningkatkan Kesadaran Siswa Tentang Fenomena
Lingkungan Global di Kelas XI IPS SMAN 1 Rangsang Barat.
39

2.3 Kerangka Berpikir

Dalam upaya meningkatkan kegiatan belajar mengajar dan merancangnya secara


sadar membutuhkan metode dan model yang efektif dan fungsional dalam proses
pembelajaran. Proses pembelajaran hendaknya memperhatikan suasana belajar yang
dapat melibatkan dan memotivasi siswa secara interaktif dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran geografi disekolah merupakan pembelajaran tentang hakikat
geografi yang meliputi aspek-aspek keruangan, kelingkungan, dan kewilyahan dengan
objek studi geografi adalah geosfer yang terdiri atas atmosfer, litosfer, hidrosfer dan
biosfer yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologi peserta didik pada
jenjang-jenjang pendidikan.
Kurikulum Merdeka Belajar adalah sebuah konsep kurikulum yang menuntut
peserta didik untuk memiliki kemandirian. Kemandirian yang dimaksud yaitu tiap-tiap
peserta didik diberikan kebebasan guna mengakses ilmu yang diperoleh dari pendidikan
formal maupun non-formal.
Guru dan siswa harus paham dengan kebijakan Merdeka Belajar. Kemerdekaan
berpikir dan pembelajaran yang menyenangkan menjadi hal yang ditekankan dalam
Merdeka Belajar. Proses pembelajaran yang menyenangkan membuat siswa dan guru
tidak jenuh karena terjadi komunikasi antara peserta didik dan pendidik. Proses
pembelajaran tidak hanya berfokus pada guru, tetapi peserta didik juga aktif untuk
bertanya, menjawab, berbicara di depan umum, tidak hanya mendengarkan penjelasan
dari guru dan siswa di berikebasan dalam pembelajaran penjas yang mereka sukai.
Setelah melakukan penguraian terhadap pengertian dan konsep yang ada di dalam
penelitian ini, maka kerangka konseptual adalah instrument yang memberikan penjelasan
untuk memahami pokok permasalahan, kaitan pembelajaran geografi pada kurikulum
merdeka dengan kesadaran siswa terhadap fenomena lingkungan sebagai berikut:
40

Gambar 1 Kerangka Berpikir

Pembelajaran
Geografi

Kurikulum Merdeka
Belajar

Partisipasi Siswa Pembelajaran Ketertinggalan


Efektif Anak Didik

Indikator Kurikulum
Merdeka Belajar

Kesadaran Siswa Tentang


Fenomena Lingkungan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah menggunakan pendekatan


kualitatif. Pendekatan kualitatif menurut Creswell dalam buku Sugiono yang berjudul
Metode Penelitian Kualitatif adalah proses eksplorasi dan memahami makna perilaku
individu dan kelompok, menggambarkan masalah sosial atau masalah kemanusiaan.
Proses penelitian mencakup membuat pertanyaan penelitian dan prosedur yang masih
bersifat sementara, mengumpulkan data pada seting partisipan, analisis data secara
induktif, membangun data yang parsial ke dalam tema, dan selanjutnya memberikan
interpretasi terhadap makna suatu data. Kegiatan akhir adalah membuat laporan kedalam
struktur yang fleksibel (Sugiyono, 2022).
Pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive, teknik
pengumpulan data dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada
generalisasi.
Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian deskriptif
menurut Bogdan dan Biklen dalam buku Sugiono yang berjudul Metode Penelitian
Kualitatif, data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak
menekankan pada angka.Data yang terkumpul setelah dianalisis selanjutnya
dideskripsikan sehingga mudah dipahami oleh orang lain (Anggito, 2018)
Tujuan peneliti ingin menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif yaitu
untuk melakukan penelitian secara terperinci dan mendalam sesuai data dan fakta yang
diperoleh serta memudakhan peneliti dalam mengumpulkan data secara lengkap di
lapangan. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan “Analisis Konten Pendidikan
Geografi Pada Kurikulum Merdeka Untuk Meningkatkan Kesadaran Siswa Tentang
Fenomena Lingkungan Global di Kelas XI IPS SMAN 1 Rangsang Barat”

3.2 Wilayah dan Lokasi


A. Wilayah
Penelitian ini dilakukan dan diadakan di wilayah Kabupaten Kepulauan
Meranti, Provinsi Riau.

41
42

B. Lokasi
Penelitian ini dilakukan dan diadakan di lokasi di Desa Bantar, Kecamatan
Rangsang Barat.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian


A. Tempat
Penelitian ini dilakukan dan bertempat di SMA Negeri 1 Rangsang Barat Jl.
Durian, Bantar, Kecamatan Rangsang Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau
28756.

Gambar 2. Peta Administrasi Lokasi Penelitian

B. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan perbaikan pembelajaran daring sebagai penentu faktor
hasil belajar geografi, dilangsungkan selama tiga bulan, dimulai pada Juli 2023
sampai dengan September 2023. Berikut ini waktu dan jenis kegiatan penelitian.

Bulan
NO KEGIATAN Juli Agustus September
1 Persiapan awal sampai
penyusunan proposal
43

2 Pengumpulan sumber
data
3 Analisis Data

4 Penyusunan Laporan

Tabel 3. Jadwal Penelitian

3.4 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah orang yang dijadikan sumber data atau sumber
informasi oleh peneliti untuk melakukan penelitian. Pada bagian ini dilaporkan jenis
data dan sumber data. Uraian tersebut meliputi data apa saja yang ingin diperoleh,
siapa saja yang hendak dijadikan informan atau subyek penelitian, bagaimana data
akan dicari dan dijaring sehingga keabsahannya dapat dijamin.
Pengambilan subyek dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive
dimana informan yang dipilih berdasarkan karakteristik, tujuan dan pertimbangan
tertentu, yaitu sebagai berikut:
1. Kepala Sekolah SMAN 1 Rangsang Barat
2. Waka Kurikulum yang mengembagkan Kurikulum merdeka belajar di SMAN
Rangsang Barat
3. Guru Pengajar Geografi Kelas XI di SMAN 1 Rangsang Barat
4. Siswa-siswi Kelas XI IPS di SMAN 1 Rangsang

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data-data penelitian. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur tingkah laku individu,
atau proses terjadunya suatu kegiatan yang diamati baik dalam situasi sebenarnya
maupun dalam situasi buatan (Nasution et al., 2021). Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan jenis observasi nonpaerisipan, yang mana peneliti tiba ke kawasan
kegiatan pembelajaran, namun peneliti tidak ikut dan terlibat dalam kegiatan
pembelajaran melainkan hanya sebagai pengamat. Adapun data yang ingin diperoleh
peneliti dari kegiatan observasi ini adalah:
44

a. Proses perencanaan pembelajaran geografi dengan kurikuluim merdeka


belajar.
b. Gambaran kegiatan pelaksanaan pembelajaran Geografi dengan kurikuluim
merdeka belajar.
c. Gambaran kegiatan evaluasi pembelajaran Geografi dengan kurikuluim
merdeka belajar.
2. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui
tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
Wawancara sebagai proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan
cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau bisa disebut dengan
pewawancara dengan si penjawab atau bisa disebut dengan responden dan
menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).
Tujuan wawancara adalah: untuk menggali data atau informasi atas suatu topik,
pewawancara memberikan informasi memberikan keterangan atau penjelasan kepada
yang diwawancara, mengarahkan atau membuat subjek melakukan apa yang di
inginkan, memberikan support dan konseling terhadap suatu subjek, dan
mengilustrasikan atau mendemonstrasikan teknik atau hal-hal penting lainnya kepada
subjek. Adapun informasi yang ingin diperoleh melalui wawancara semi terstruktur
ini yaitu:
a. Mengetahui perencanaan pembelajaran geografi dengan Kurikulum merdeka
belajar
b. Mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi Geografi
menggunakan kurikulum merdeka belajar
c. Mengetahui hasil penerapan kurikulum merdeka pada mata pelajaran Geografi
Sedangkan informan yang akan diwawancarai dalam penelitian ini yaitu: kepala
sekolah, waka kurikulum, guru mata pelajaran geografi, siswa-siswi kelas XI IPS
SMAN 1 Rangsang Barat.
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk
tulisan, gambar-gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Metode
dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,
transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, agenda dan sebagainya.
Dengan analisis dokumen ini diharapkan data yang diperlukan menjadi benar-benar
45

valid. Dokumen yang dapat dijadikan sumber antara lain foto, laporan penelitian,
buku-buku yang sesuai dengan penelitian, dan data tertulis lainnya.
Adapun data yang ingin diperoleh menggunakan teknik dokumentasi adalah sebagai
berikut:
a. Profil SMAN 1 Rangsang Barat
b. Visi dan Misi Rangsang Barat
c. Foto kegiatan Rangsang Barat
d. Dokumen lain atau foto-foto yang relavan yang diperoleh dari beberapa sumber
dan dapat memperkuat analisis fokus penelitian

3.6 Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan yang dikutip oleh Sugiono dalam buku metode penelitian
kualitatif mengemukakan pengertian analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-
bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada
orang lain. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak memasuki lapangan,
selama di lapangan dan setelah di lapangan. Dalam hal ini menurut Nasution yang
dikutip oleh Sugiono, analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah,
sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.
Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di
lapangan bersamaan dengan pengumpulan data daripada setelah selesai pengumpulan
data (Gainau, 2016)
Analisis data dalam penelitian kualitatif disebut juga aktifitas yang dilakukan
secara terus menerus selama penelitian berlangsung. Dilakukan mulai dari pengumpulan
data, sampai pada tahap pelaporan. Menurut Miles and Huberman yang dikutip dalam
buku metode penelitian kualitafif oleh Sugiono, mengemukakan bahwa aktivitas dalam
analisis kualitatif dilakunak secara interaktif dan dilakukan secara terus-menerus sampai
tuntas, hingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu Data Collection,
Data Reduction, Data Display, dan Conclution Drawing/verification.
46

A. Pengumpulan Data (Data Collection)


Pengumpulan data dengan observasi, wawancara mendaalam, dan dokumentasi atau
gabungan ketiganya (triangilasi). Pengumpilan data dilakukan berhari-hari, mungkin
berbulan-bulan, sehingga dwata yang diperoleh akan banyak. Pada tahap awal peneliti
peneliti melakukan pemjelasan secara umum terhadap situasi sosial/objek yayng
diteliti, sumua yang dilihat dan didengar direkam semua. Dengan demikian peneliti
akan memperoleh data yang sangat banyak dan sangat bervariasi (Umrati dan Wijaya,
2020)
B. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data berarti merangkum, memilih dan memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian
data yang telah direduksi akan memberikan data yang lebih jelas, dan mempermudah
peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila
diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer
mini, dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu.
C. Penyajian Data (Data Display)
Tahap ketiga dari analisis data adalah penyajian data (data display). Penyajian data
dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan anter kategori dan
sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk penyajian data dalam penelitian
kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
D. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification)
Langkah keempat dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman dalam
buku Sugiono adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-
bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi
apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti
yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukaan merupakan kesimpulan yang kredibel (Salm dan
Syahrum, 2012)

3.7 Pengecekan Keabsahan Data


A. Keabsahan data merupakan suatu proses untuk mendapatkan tingkat kepercayaan
yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan penelitian yang telah dilakukan.
Untuk memperoleh keabsahan data atau kebenaran data sehingga penelitian dapat
47

dipertanggung jawabkan. Untuk memperoleh pengakuan terhadap hasil penelitian ini


terletak pada keabsahan data penelitian yang telah dikumpulkan maka dalam
penelitian ini menggunakan teknik keabsahan data dengan triangulasi.
B. Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan
data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan
sumber data yang telah ada. bila peneliti melakukan pengumpulan dengan triangulasi,
maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas
data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan
berbagai sumber. Triangulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang
sama. Triangulasi sumber berarti, untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-
beda dengan teknik yang sama.

3.8 Tahapan Penelitian

Dalam tahap penelitian ini menguraikan rencana pelaksanaan peneliti yang akan
dilakukan oleh peneliti, mulai dari penelitian pendahuluan, pengembangan desain,
penelitian sebenarnya, dan sampai pada penulisan laporan. Adapun tahap-tahap dalam
penelitian sebagai berikut:
A. Tahap Pra Lapangan
Tahap pra lapangan merupakan tahapan yang dilakukan peneliti sebelum terjun
kelapangan. Kegiatan dalam tahap pra lapangan yaitu:
a. Menyusun rencana penelitian
Rancangan penelitian ini berisi latar belakang masalah dan lasan pelaksanaan
penelitian, pemilihan lokasi, penentuan jadwal penelitian, rancangan pengumpulan
data, rancangan prosedur analisis data, dan rancangan pengecekan keabsahan data.
b. Studi eksplorasi
Studi eksplorasi merupakan kunjungan ke lokasi penelitian sebelum penelitian,
dengan tujuan untuk mengetahui lokasi penelitian dan segala keadaan yang akan
diteliti.
c. Perizinan
Sehubungan dengan penelitian yang berada diluar kampus dan merupakan
lembaga perintah, maka penelitian ini memerlukan izin dan prosedur sebagai
48

berikut, yaitu permintaan surat pengantar dari Universitas sebagai permohonan


izin penelitian yang diajukan kepada SMAN 1 Rangsang Barat
d. Penyusunan Instrumen Penelitian
Kegiatan dalam penyusunan instrumen penelitian meliputi penyusunan daftar
pertanyaan untuk wawancara, membuat lembar observasi, dan pencatatan
dokumen yang diperlukan.
B. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan tahapan inti dari penelitian ini, karena pada tahapan
pelaksanaan ini peneliti mencari dan mengumpulkan data yang diperoleh sesuai
dengan focus masalah dan tujuan penelitian melalui berbagai teknik yaitu observasi,
wawancara, dokumentasi, gambar dan sebagainya.
C. Tahap Pelaporan
Tahap pelaporan adalah penyusunan hasil penelitian dalam bentuk skripsi sesuai
dengan pedoman yang berlaku pada program Universitas.
DAFTAR PUSTAKA

Ainia, D.K. 2020. Merdeka Belajar Dalam Pandangan Ki Hadjar Dewantara Dan
Relevansinya Bagi Pengembangan Pendidikan Karakter. Jurnal Filsafat Indonesia,
Ali, Lukman. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Ke III, Jakarta : Balai Pustaka, 2011.
Alhamuddin. 2019. Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum di Indonesia Sejak Zaman
Kemerdekaan Hingga Reformasi (1947-2013). Jakarta: Prenadamedia Grup.
Ali Sudin. 2014. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Upi Press.
Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif. Sukabumi: CV Jejak
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan PraktekEdisi Revisi ke
VI. Rineka Cipta: Jakarta.
Azizah, S. (2014). Kurikulum Berkarakter. Cet. I: Alauddin University Press Badudu J.S dan
Zain, Sutan Mohammad, Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1996
Baro’ah, S. (2020). Kebijakan Merdeka Belajar Sebagai Strategi PeningkatanMutu Pendidikan.
Jurnal Tawadhu. Cilacap: Institut Agama IslamImam Ghozali.
Bilfaqih, Yusuf dan M. Nur Qomarudin. (2015: 1). Pembelajaran Daring Panduan Berstandar
Pengembangan Pembelajaran Daring untuk Pendidikan dan Pelatihan. Yogyakarta:
Deepublish.
Brooks, C. (2006). Geographical knowledge and teaching geography. International Research
in Geographical & Environmental Education, 15(4), 353-369.
Chaniago, S., Yeni, F. D. & Setiawati, M. (2022). Analisis Penerapan Kurikulum Merdeka
Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Geografi di MAN I
Koto Baru. Sultra Educational Journal, 2 (3), 184-191
Chang, C. H. (2014). Is Singapore’s school geography becoming too responsive to the changing
needs of society? International Research in Geographical and Environmental Education,
23(1), 25-39.
Djamarah, Syaiful Bahari dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT
Rieneka Cipta
Dwi Efyanto (2021) “Analisis Penerapan Kebijakan Merdeka Belajar Pada Kurikulum SMK”
Habibah & M., Irawan, F. A (2023). Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum Merdeka Dalam
Pengembangan Modul Ajar Geografi Kelas X Menggunakan Model
Evaluasi Countenance (Studi Kasus Di SMA Hangtuah 2 Sidoarjo). Jurnal
Pendidikan Geosfer. 8(1) : 17-28
Hamalik, O. (2017). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Jahja, Yudrik.
Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana, 2011.
Ikhsan, M & Haris. (2022). Ekowisata Rammang-Rammang Sebagai Laboratorium
Pembelajaran Konstekstual Geografi di Kabupaten Maros. Jambura Geo Education
Journal. 3(3) : 45-51
Khabiburrahman, Kurniaaji, B., Sudargono, & Rohsulina, P. (2022). Analysis of the Use of
Learning Media Applications in Online Geography Subjects During the Covid-19
Pandemic for Senior High School Students. Jurnal Komunikasi Pendidikan, 6(2) : 58-66
Kirsop-Taylor, N., Appiah, D., Steadman, A., & Huggett, M. (2020). Reflections on integrating
the political into environmental education through problem-based learning and political
ecology. The Journal of Environmental Education, DOI:
10.1080/00958964.2020.1825919
Komarudin. (2015). Peran Guru Pendidikan Jasmani Dalam Sistem Pembangunan Dan
Pembinaan Olahraga Di Indonesia. Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia. Vol. 11. No. 1.
Yogyakarta: FIK UNY.
Lam, C. C. & Lai, E. (2003). ‘What is Geography?’ In the eyes of junior secondary students in
Hong Kong. International Research in Geographical and Environmental Education,
12(3), 199-218.
Maude, A. M. (2014). Developing a national geography curriculum for Australia. International
Research in Geographical and Environmental Education, 23(1), 40-52.
Majid, A. (2014). Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Interes Media. Margono, S.
(2014). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.Mendikbud nomor 14
tahun 2019 tertanggal 13 Desember 2019
Mulyasa, E. (2002). Kurikulum berbasis kompetensi. Bandung: Rosda Karya.
. (2014).
Mustafa, P.S. & Dwiyogo, W.D. (2020). Kurikulum Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan
Kesehatan di Indonesia Abad 21. JARTIKA: Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi
Pendidikan.
Mustafa, P. S. (2021). Merdeka Belajar dalam Rancangan Pembelajaran Pendidikan Jasmani
di Indonesia. JARTIKA Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan.
Muslimin Yoga Perdana (2021) “Persepsi Guru Pendidikan Jasmani Olahraga Dan Kesehatan
Terhadap Merdeka Belajar Di Sekolah Dasar Se Kabupaten Panewon Tepus”
Nasution, S., Nurbaiti, dan Affannudin. 2021. Teks Laporan Hasil Observasi Untuk Tingkat
SMP Kela VII. Jakarta : Guepedia

Nugroho, Riant. 2014. Public Policy. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah
Pambudi, A. F. (2014). Analisis Spektrum Gaya Mengajar Divergendalam Implementasi
Kurikulum 2013.
Prastawa. F. R & Sismadiyanto. (2013). Persepsi Guru Pendidikan Jasmani Sekolah Menengah
Atas Negeri Se-Kota Yogyakarta Tentang Penilaian Domain Afektif. Yogyakarta:
Jurusan Pendidikan Olahraga FIK UNY.
Rahayu. Ega Trisna. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Bandung : Alfabeta
Sagala, S. (2010). Kemampuan Professional Guru dan Tenaga Kependidikan.
Bandung: Alfabet.
Salim dan Syahrum. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Ciptapustaka Media,
hal. 165

Saryono & Rithaudin, A. (2011). Meta Analisis Pengaruh Pembelajaran Pendekatan Taktik
(TGFU) Terhadap Pengembangan Aspek Kognitif Siswa dalam Pendidikan Jasmani.
Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia.
Sekretariat GTK. (2019). Mengenal Konsep Merdeka Belajar dan Guru Penggerak. dari
https://gtk.kemdikbud.go.id/readnews/mengenal- konsep-merdeka-belajar-dan-guru-
penggerak
Sekretariat GTK. (2020). Merdeka Belajar https://gtk.kemdikbud.go.id/read-news/merdeka-
belajar
Sugiyono. 2022. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta

Supini, E. (2020). 5 Tantangan Program Merdeka Belajar Untuk Guru.


Https://Blog.Kejarcita.Id/5-Tantangan-Program-Merdeka-Belajar- UntukGuru/.
Tarjo. (2019). Metode Penelitian Sistem Baca. Yogyakarta: Deepublish (Grup Penerbitan CV
Budi Utama).
Umrati dan Hengki Wijaya. 2020. Analisis Data Kualitatif. Makassar: STT Jaffray

Utami, N.S., & Nopembri, S. (2011). Pandangan Guru Pendidikan Jasmani SMA Terhadap
Penerapan Model Pembelajaran Teaching Games For Understanding. Jurnal Pendidikan
Jasmani Indonesia Volume 8. Yogyakarta: FIK UNY.
Utama, A. B. (2011). Pembentukan Karakter Anak Melalui Aktivitas BermainDalam
Pendidikan Jasmani. Jurnal pendidikan jasmani indonesia, 8(1).
Wijayanto, B., & Adhetya, D. (2021). Content Analysis of Geography Subject based on
Olimpiade Sains NasionaL (OSN) Insenior High School of Padang City. Journal of
Learning Improvement and Lesson Study, 1(1), 25-30.
https://doi.org/10.24036/jlils.v1i1.6
Gainau, M. B. 2016. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: PT Kanisius.

Harjanti, D. T., Ulfah, M., & Rezeki, S. (2022). Efektivitas Media Kuis Adobe Flash CS6
Terhadap Hasil Belajar Geografi Kelas XI SMAN 8 Pontianak. Geodika: Jurnal Kajian
Ilmu dan Pendidikan Geografi, 6(2), 244–253.

Hasim, E. (2020). Penerapan Kurikulum Merdeka Belajar Perguruan Tinggi di Masa Pandemi
Covid-19. E-Prosiding Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo

Hidayat, R., Abdillah. (2019). Ilmu Pendidikan, Konsep, Teori dan Aplikasinya. LPPI: Medan.

Insani, M. K. (2021). Analisis Kemampuan Literasi Informasi Siswa pada Sistem Pembelajaran
Daring Mata Pelajaran Geografi. Geodika: Jurnal Kajian Ilmu Dan Pendidikan Geografi,
5(1), 23–32.

Jumirah, Poppy., Kusnadi, E., Oktaviani, A. D. (2021). Analisis Kesadaran Lingkungan Siswa
Sekolah Pada Kegiatan Green-Chemistry Dalam Kondisi New Normalpandemi Covid-
19

Khoirullah, E.M. Kurnia, S.U. (2018). Perbedaan Hasil Belajar Antara Penggunaan Model
Pembelajaran Conceptsentence Dengan Model Pembelajaran Konvensional pada Mata
Pelajaran Geografi Kelas X SMA Al-Huda Tahun Pelajaran 2014/2015. Prosiding
Seminar Nasional. ISBN: 978-623-7207-00-9.

Lane, R., Carter, J., & Bourke, T. (2019). Concepts, Conceptualization, and Conceptions in
Geography.Journal of Geography, 118(1), 11–2.

Pasongli, H. (2022). Hasil Belajar Geografi dan Persepsi Siswa dalam Pembelajaran Outdoor
di Pantai Tobololo. Geodika: Jurnal Kajian Ilmu Dan Pendidikan Geografi, 6(1), 67–78.
Putra, P. H. (2019). Tantangan Pendidikan Islam dalam Menghadapi Society 5.0. Islamika:
Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 19 (02), 99–110. doi: 10.32939/islamika.v19i02.458

Sritresna, T. (2018). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Self-Confidence


Siswa Melalui Model Pembelajaran Cycle 7E. Mosharafa: Jurnal Pendidikan
Matematika, 6(3), 419–430.

Sanisah, S. (2022). Meningkatkan Kemampuan Critical Thinking dan Mengkomunikasikan


Hasil Belajar Geografi dengan Teknik WS-2M. Geodika: Jurnal Kajian Ilmu Dan
Pendidikan Geografi, 6(1), 47–56

Yamin, M., & Syahrir. (2020). Pembangunan Pendidikan Merdeka Belajar (Telaah Metode
Pembelajaran). Jurnal Ilmiah Mandala Education Volume 6. Universitas Pendidikan
Mandalika.

Anda mungkin juga menyukai