Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PELATIHAN SCRUB NURSE KATETERISASI

JANTUNG RSUD DR.SOETOMO SURABAYA


PERIODE 03 JANUARI – 28 FEBRUARI 2022 LAPORAN
HASIL

PENATALAKSANAAN PTMC ( PERCUTANIOUS


TRANSVENOUS MITRAL COMMISUROTOMY) PADA PASIEN
MITRAL STENOSIS

MUHAMAD HASAN, A.Md.Kep


Pelayanan Diagnostik dan Intervensi Kardiovaskular
Pelayanan Medis
Rumah Sakit PHC Surabaya
LAPORAN PELATIHAN SCRUB NURSE KATETERISASI
JANTUNG RSUD DR.SOETOMO SURABAYA
PERIODE 03 JANUARI – 28 FEBRUARI 2022
LAPORAN HASIL

PENATALAKSANAAN PTMC ( PERCUTANIOUS


TRANSVENOUS MITRAL COMMISUROTOMY) PADA PASIEN
MITRAL STENOSIS

MUHAMAD HASAN, A.Md.Kep


Pelayanan Diagnostik dan Intervensi Kardiovaskular
Pelayanan Medis
Rumah Sakit PHC Surabaya
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, taufiq dan hidayahnya, sehingga
laporan pelatihan Yang berjudul “ penatalaksaan PTMC (Percutaneus Transvenous Mitral
Commisurotomy) pada pasien mitral stenosis, kami dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa selesainya laporan ini tidak semata – mata karena kemampuan
penulis sendiri, namun banyak bantuan dari pihak lain baik tenaga maupun pikiran hingga
laporan ini terselesaikan dengan baik. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Pudji Djanuartono, MARS. Selaku direktur RS PHC Surabaya yang memberi
kesempatan pada penulis untuk mengikuti pelatihan.
2. dr. Rony Kurniawan, MARS Selaku wakil direktur Pelayanan Medis RS PHC
Surabaya yang memberi kesempatan pada penulis untuk mengikuti pelatihan.
3. dr. Rini Murtisari Selaku SVP Medical yang memberi kesempatan pada penulis
untuk mengikuti pelatihan.
4. dr. Budi Bakti beserata Tim IDIK yang membimbing selama pelatihan di RSUD
dr.Soetomo.
5. Pembimbing RS PHC Surabaya yang sangat membantu penyelesaian laporan ini
6. Keluarga yang selalu memberi semangat, doa dan dukungan atas penyelesaian laporan
ini.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang turut membantu
penyelesain laporan ini.

Demikian laporan kami susun, semoga dapat bermanfaat untuk pembaca.

Surabaya, 22 Mei 2022


Penulis

Muhamad Hasan, A.Md.Kep

1
DAFTAR ISI

SAMPUL LUAR
SAMPUL DALAM.…..………...……………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I 3
PENDAHULUAN 3
1.1 LATAR BELAKANG 3
1.2 TUJUAN 4
BAB II 5
TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Stenosis mitral 5
2.1.1 Definisi dan etiologi stenosis mitral 5
2.1.2 Patogenesis stenosis mitral 6
2.1.3 Patofisiologi stenosis mitral 6
2.1.4 Klasifikasi stenosis mitral 8
2.1.5 Gejala dan tanda stenosis mitral 9
2.1.6 Ekokardiografi pada stenosis mitral 10
2.2 Hipertensi pulmonal 11
2.3 Penatalaksanaan Ptmc 11
BAB III 21
KESIMPULAN DAN SARAN 21
A. Kesimpulan 21
B. Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Mitral stenosis merupakan kondisi obstruksi aliran darah ke ventrikel kiri akibat adanya

halangan pembukaan katup atau yang disebut juga dengan pengurangan mitral valve area (MVA)

secara sempurna saat fase pengisian diastolik ventrikel kiri (Vijayalakhsmi dan Narasimhan, 2011).

Pengurangan MVA terjadi akibat inflamasi seperti penyakit jantung rematik yang mengakibatkan

penebalan, perlengketan serta fibrosis katup. Penyebab lain yang cukup jarang terjadi berupa mitral

stenosis kongenital, karsinoid, systemic lupus eritematosus (SLE), deposit amiloid, rheumatoid

arthritis dan kalsifikasi annulus daun katup (Indrajaya dan Ghanie, 2014).

Kondisi penyempitan MVA mengakibatkan berkurangnya pengisian pasif ventrikel kiri serta

peningkatan tekanan atrium kiri yang memunculkan berbagai komplikasi berupa atrial fibrilasi,

emboli, PH dan gagal jantung kanan (Indrajaya dan Ghanie, 2014; Vahanian et al., 2012; Le, 2014).

Komplikasi mitral stenosis tersebut dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas seperti atrial

fibrilasi dengan risiko stroke 5 kali lebih besar, gagal jantung 3 kali lebih besar, dan kematian 2 kali

lebih besar. Komplikasi mitral stenosis berupa emboli memiliki risiko infark miokardium dan

gangguan neurologis lainnya (Otto dan Bonow, 2012). Peningkatan risiko mortalitas tersebut juga

dilaporkan oleh Magoni et al (2002) akibat komplikasi berupa pulmonary hypertension (PH) dan

gagal jantung yang mengenai hampir setengah pasien mitral stenosis (Bui et al., 2011; Dar dan Cowie,

2011; Magoni et al., 2002). Risiko komplikasi yang lambat laun mengancam nyawa serta menurunkan

kualitas kehidupan tersebut terus menjadi perhatian karena diperkirakan sekitar 15 juta penduduk

dunia menderita penyakit jantung rematik (penyebab utama mitral stenosis) dengan 282,000 kasus

baru serta 233,000 jiwa meninggal setiap tahunnya (Seckeler dan Hoke, 2011).

Prevalensi kejadian mitral stenosis di Amerika Serikat yaitu 0,1% dan di Eropa berdasarkan

Euro Heart Survey mencapai 9% (Lung dan Vahanian, 2011). Angka kejadian di negara maju 4 kali

lebih rendah dibandingkan di negara berkembang walaupun penurunan insidensi di negara maju

cenderung tidak tampak karena angka imigrasi yang cukup tinggi. Negara berkembang yang

3
menempati 67% total penduduk dunia diperkirakan mempunyai tendensi multipel episode infeksi

yang tinggi sehingga mengakibatkan severitas stenosis lebih berat dan lebih dini (Le, 2011;

Chandrashekhar et al., 2009).

Berdasarkan uraian diatas, penyakit mitral stenosis masih menjadi problematika dengan berbagai

komplikasi dan tentunya membutuhkan intervensi yang tepat. Hal ini membuat penulis ingin tindakan

PTMC dapat dilakukan di Rumah Sakit PHC Surabaya. Diharapkan dapat bermanfaat dalam

penatalaksanaan Tindakan PTMC kedepannya.

1.2 TUJUAN

a. Memberikan pengetahuan tentang prosedur PTMC

b. Sebagai dasar pembuatan SPO (Standar Prosedur Oprasional)

c. Mengetahui tentang persiapan tindakan PTMC

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stenosis mitral

2.1.1 Definisi dan etiologi stenosis mitral

Stenosis mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri

pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral.1 Penyebab stenosis mitral paling sering demam

rematik, penyebab lain adalah karsinoid, sistemik lupus erimatosus, reumatoid artritis,

mukopolisakaridosis dan kelainan bawaan.

5
Tabel 2. Etiologi stenosis mitral

Demam Rematik Karditis dengan kerusakan katup mitral (>95%).

Kongenital Hipoplasia atau fusi dari muskulus papilaris,

pemendekan dan penebalan dari korda.

: Metabolik Penyakit whipple Mucopolysaccharidosis

Penyakit Fabry Carcinoid Terapi Methysergide

2.1.2 Patogenesis stenosis mitral

Rematik karditis akut adalah pankarditis yang melibatkan perikardium, miokardium, dan

endokardium. Daerah dengan iklim sedang serta negara maju interval terjadinya rematik karditis

dengan munculnya stenosis mitral berkisar antara 10-20 tahun. Negara tropis, subtropis dan negara-

negara berkembang interval dapat lebih pendek. Tanda khas dari rematik karditis akut adalah aschoff

nodule. Lesi paling sering pada rematik endokarditis adalah mitral valvulitis. Katup mitral mengalami

vegetasi pada garis penutupan katup dan korda. Stenosis mitral biasanya terjadi akibat episode

berulang dari karditis yang diikuti dengan penyembuhan dan ditandai dengan deposisi jaringan

fibrosa.9 Stenosis mitral terjadi akibat dari fusi dari komisura, kuspis, korda atau kombinasi dari

ketiganya. Hasil akhir katup yang mengalami deformitas terjadi fibrosis dan kalsifikasi. Lesi tersebut

akan berlanjut dengan fusi dari komisura, kontraktur dan penebalan dari leaflets katup. Korda

mengalami pemendekan dan fusi. Kombinasi ini akan menyebabkan penyempitan dari orifice katup

mitral yang membatasi aliran darah dari LA (Left Atrium) dan LV (Left Ventricle).

2.1.3 Patofisiologi stenosis mitral

Orang dewasa normal orifisium katup mitral adalah 4 sampai 6 cm2 . Adanya obstruksi yang

signifikan, misalnya, jika orifisium kurang lebih kurang dari 2 cm2 , darah dapat mengalir dari atrium

kiri ke ventrikel kiri hanya jika didorong oleh gradien tekanan atrioventrikel kiri yang meningkat

6
secara abnormal, tanda hemodinamik stenosis mitral. Apabila orifisium katup mitral berkurang

sampai 1 cm2 , tekanan atrium kiri kurang lebih 25 mmHg diperlukan untuk mempertahankan curah

jantung (cardiac output) yang normal. Tekanan atrium kiri yang meningkat, selanjutnya,

meningkatkan tekanan vena dan kapiler pulmonalis, yang mengurangi daya kembang (compliance)

paru dan menyebabkan dispnea pada waktu pengerahan tenaga (exertional dyspnea, dyspnea d’

effort). Serangan pertama dispnea biasanya dicetuskan oleh kejadian klinis yang meningkatkan

kecepatan aliran darah melalui orifisium mitral, yang selanjutnya mengakibatkan elevasi tekanan

atrium kiri. Untuk menilai beratnya obstruksi, penting untuk mengukur gradien tekanan transvalvuler

maupun kecepatan aliran. Gradien tekanan bergantung tidak hanya pada curah jantung tapi juga

denyut jantung. Kenaikan denyut jantung memperpendek diastolik secara proporsional lebih daripada

sistolik dan mengurangi waktu yang tersedia untuk aliran yang melalui katup mitral. Oleh karena itu,

pada setiap tingkat curah jantung tertentu, takikardia menambah tekanan gradien transvalvuler dan

selanjutnya meningkatkan tekanan atrium kiri.

Gambar 1. Patofisiologi gejala stenosis mitral

Tekanan diastolik ventrikel kiri normal pada stenosis mitral saja; penyakit katup aorta,

hipertensi sistemik, regurgitasi mitral, penyakit jantung iskemik yang terjadi secara bersamaan dan

mungkin kerusakan sisa yang ditimbulkan oleh miokarditis reumatik kadang-kadang bertanggung

jawab terhadap kenaikan yang menunjukan fungsi ventrikel kiri yang terganggu dan/atau menurunkan

7
daya kembang ventrikel kiri. Disfungsi ventrikel kiri, seperti yang ditunjukan dalam berkurangnya

fraksi ejeksi dan kecepatan memendek serabut yang mengelilingi, terjadi pada sekitar seperempat

pasien dengan stenosis mitral berat, sebagai akibat berkurangnya preload kronik dan luasnya jaringan

parut dari katup ke dalam miokardium yang berdekatan.

Stenosis mitral murni dengan irama sinus, tekanan atrium kiri rata-rata dan pulmonal artery

wedge pressure biasanya meningkat,denyut tekanan menunjukan kontraksi atrium yang menonjol

(gelombang a) dan tekanan bertahap menurun setelah pembukaan katup mitral (y descent). Pada

pasien dengan stenosis mitral ringan sampai sedang tanpa peningkatan resistensi vaskuler paru,

tekanan arteri pulmonalis mungkin mendekati batas atas normal pada waktu istirahat dan meningkat

seiring dengan exercise. Pada stenosis mitral berat dan kapan saja ketika resistensi vaskuler paru naik,

tekanan arteri pulmonalis meningkat bahkan ketika pasien sedang istirahat, dan pada kasus ekstrim

dapat melebihi tekanan arterial sistemik. Kenaikan tekanan atrium kiri, kapiler paru, dan tekanan

arteri pulmonalis selanjutnya terjadi selama latihan. Jika tekanan sistolik arteri pulmonalis melebihi

kira-kira 50 mmHg pada pasien dengan stenosis mitral, atau pada keadaan dengan lesi yang mengenai

sisi kiri jantung, peningkatan afterload ventrikel kanan menghalangi pengosongan ruangan ini,

sehingga tekanan diastolik akhir dan volume ventrikel kanan biasanya meningkat sebagai mekanisme

kompensasi.10

2.1.4 Klasifikasi stenosis mitral

Stenosis mitral diklasifikasikan menjadi tiga kelas dari ringan hingga berat sesuai dengan

mitral valve area (MVA).

Tabel 3. Klasifikasi stenosis mitral12

Klasifikasi Mitral Valve Area (MVA) dalam cm

Ringan >1,5 cm2

Sedang 1,0-1,5 cm2

Berat <1,0 cm2

8
2.1.5 Gejala dan tanda stenosis mitral

Gejala yang lazim dirasakan oleh pasien dengan stenosis mitral adalah cepat lelah, sesak

nafas bila aktivitas (dyspnea d’ effort) yang makin lama makin berat. Pada stenosis mitral yang berat,

keluhan sesak nafas dapat timbul saat tidur malam (nocturnal dyspnea), bahkan dalam keadaan

istirahat sambil berbaring (orthopnea).

Irama jantung berdebar terkadang juga dapat didengar apabila terdapat fibrilasi atrium.

Keadaan lebih lanjut bisa ditemukan batuk darah (hemoptysis), akibat pecahnya kapiler pulmonalis

karena tingginya tekanan arteri pulmonalis; keluhan ini bisa disalahartikan sebagai batuk darah akibat

TBC, apalagi pasien stenosis mitral berat biasanya kurus. Pasien stenosis mitral juga kadang baru

diketahui setelah terkena stroke, terutama bila ada fibrilasi atrium yang mempermudah terbentuknya

trombus di atrium kiri dan kemudian lepas menyumbat pembuluh darah otak.

Tabel 4. Gejala stenosis mitral8

Gejala stenosis mitral

Aktivitas
Dispnea,
mengi,
batuk
Kelelahan
Keterbatasan aktivitas
Palpitasi
Sinkop
Istirahat
Batuk, mengi
Paroxysmal nocturnal dyspnea
Orthopnea
Hemoptisis
Suara serak (sindrom ortner)

9
Pemeriksaan fisik dapat dijumpai malar facial flush, gambaran pipi yang merah keunguan

akibat curah jantung yang rendah, tekanan vena jugularis yang meningkat akibat gagal ventrikel

kanan. Kasus yang lanjut dapat terjadi sianosis perifer. Denyut apikal tidak bergeser ke lateral,

dorongan kontraksi ventrikel kanan pada bagian parasternal dapat dirasakan akibat dari adanya

hipertensi arteri pulmonalis. Auskultasi dapat dijumpai adanya S1 akan mengeras, hal ini hanya

terjadi bila pergerakan katup mitral masih dapat fleksibel. Bila sudah terdapat kalsifikasi dan atau

penebalan pada katup mitral, S1 akan melemah. S2 (P2) akan mengeras sebagai akibat adanya

hipertensi arteri pulmonalis. Opening snap terdengar sebagai akibat gerakan katup mitral ke ventrikel

kiri yang mendadak berhenti, opening snap terjadi setelah tekanan ventrikel kiri jatuh di bawah

tekanan atrium kiri pada diastolik awal. Jika tekanan atrium kiri tinggi seperti pada stenosis mitral

berat, opening snap terdengar lebih awal. Opening snap tidak terdengar pada kasus dengan kekakuan,

fibrotik, atau kalsifikasi daun katup. Bising diastolik bersifat low-pitched, rumbling dan dekresendo,

makin berat stenosis mitral makin lama bisingnya. Tanda auskultasi stenosis mitral yang terpenting

untuk menyokong beratnya stenosis adalah A2-OS interval yang pendek dan lamanya rumble

diastolik.

Pemeriksaan penunjang dari rontgen toraks pada pasien stenosis mitral didapatkan

pembesaran segmen pulmonal, pembesaran atrium kiri, karina bronkus yang melebar dan bisa

didapatkan gambaran hipertensi vena pulmonalis, serta efusi pleura.2,7

2.1.6 Ekokardiografi pada stenosis mitral

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat digunakan untuk membantu menegakan diagnosis

stenosis mitral adalah dengan metode noninvasif ekokardiografi. Ekokardiografi merupakan metoda

yang sangat sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis stenosis mitral. Two dimensional color Doppler

flow echocardiographic imaging dan Doppler echocardiography memberikan informasi yang kritis,

mencakup perkiraan atau penilaian perbedaan transvalvuler dan ukuran orifisium mitral, adanya

regurgitasi mitral serta tingkat keparahan yang menyertai stenosis mitral, luasnya restriksi daun-daun

katup, tebalnya daun katup dan derajat distorsi aparatus subvalvuler.

10
Ekokardiografi juga memberikan penilaian ukuran ruang-ruang jantung, perkiraan tekanan

arteri pulmonalis dan indikasi mengenai adanya regurgitasi trikuspid dan pulmonal serta derajat

keparahannya yang terkadang menyertai kejadian stenosis mitral.10

2.2 Hipertensi pulmonal

2.2.1 Definisi hipertensi pulmonal

Hipertensi pulmonal didefinisikan sebagai peningkatan rata-rata tekanan arteri pulmonalis 25 mmHg pada saat

2.2.2 Klasifikasi hipertensi pulmonal pada stenosis mitral

Hipertensi pulmonal adalah salah satu komplikasi dari stenosis mitral, berdasarkan klasifikasi

hipertensi pulmonal pada stenosis mitral maka dapat digolongkan sebagai berikut:

Tabel 5. Klasifikasi hipertensi pulmonal pada stenosis mitral

Klasifikasi Rata-rata tekanan arteri pulmonalis

Ringan < 30 mmHg

Sedang 30-50 mmHg

Berat > 50 mmHg

2.2.3 Gejala dan tanda hipertensi pulmonal pada stenosis mitral

Gejala hipertensi pulmonal pada stenosis mitral tidak spesifik, meliputi sesak nafas, letih,

lemah, angina, sinkop, dan distensi abdomen. Gejala yang muncul saat istirahat menunjukan kasus

yang sangat berat. Pemeriksaan fisik didapatkan: lifting parasternal kiri, komponen pulmonal dari S2

yang mengeras, bising pansistolik dari regurgitasi trikuspid, regurgitasi pulmonal, S3 pada ventrikel

11
kanan, distensi vena jugularis, hepatomegali, asites, edema perifer dan ekstremitas dingin. Suara paru

biasanya normal. Pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan hipertrofi ventrikel kanan dan strain,

hipertrofi atrium kanan. Pemeriksaan rontgen didapatkan pembesaran atrium kanan dan ventrikel

kanan, dilatasi arteri pulmonal sentral dengan pruning perifernya.

2.3 Penatalaksanaan Ptmc

Percutaneous Transcatheter Mitral Commissurotomy (PTMC) yang disebut juga

sebagai Balloon Mitral Valvotomy (BMV) merupakan pilihan tatalaksana untuk pasien

dengan stenosismitral. PMTC adalah prosedur yang dilakukan untuk melebarkan (dilatasi)

katup mitral yangsempit (stenosis). Dilakukan dengan meletakan balon pada katup mitral dan

kemudian balon dikembangkan. PTMC telah menjadi prosedur pilihan untuk pasien dengan

gejala mitral stenosis(MS) yang memiliki katup mitral valve (MV) yang sesuai dengan

ekokardiografi. Prinsip PTMCadalah bahwa ketika balon berisi cairan diperluas, tekanan

yang sama diterapkan pada MV,menghasilkan pemisahan sepanjang bidang dengan resistansi

terkecil, yang merupakan komisura.PTMC juga dapat dipertimbangkan pada pasien dengan

MS asimptomatik, dengan perubahanhemodinamik yang signifikan dan memiliki morfologi

MV yang cocok pada gema. Dibandingkandengan pembedahan valvotomi, BMV memiliki

risiko yang lebih rendah.. Jika MS berulang,PTMC dapat diulang kembali; tetapi jika ada

deformitas katup yang signifikan, penggantian MV bedah mungkin diperlukan.

The Inoue-Balloon Catheter (IBC) adalah kateter tip balon yang dirancang khusus, yang

memungkinkan untuk lima tahap inflasi balon:

1. Balon yang benar – benar

kempes dengan kateter peregangan balon untuk memungkinkankemajuan melalui kawat

melintasi septum intraatrial.

12
2. Bagian distal bagian balon yang sebagian ditingkatkan untuk memungkinkan flotasimelint

si MV.

3. Bagian distal balon yang sangat meningkat untuk menempatkannya di sisi ventrikelorifisiu

m MV sebagai antisipasi komisurotomi.

4. Bagian proksimal sebagian ditingkatkan untuk membentuk bentuk jam pasir, yang

memungkinkan self-centering pinggang di lubang MV.

5. Balon yang terisi penuh (pada diameter yang telah ditentukan dan dapat disesuaikan),

yangdigelembungkan dengan kuat untuk melakukan valvuloplasty.

Kateterisasi jantung kanan dilakukan untuk menilai hemodinamik akhir dan

ventrikulogramkiri dapat dilakukan untuk menilai tingkat keparahan regurgitasi akhir. Sebuah gema

diperlukan beberapa hari setelah PTMC sebagai perhitungan tekanan setengah waktu untuk

area MV mungkintidak akurat karena perubahan kepatuhan pascaprosedur di atrium dan

ventrikel.

Penilaian MR dan defek septum atrium juga harus dilakukan. Diperlukan pemeriksaan

kliniktahunan dan penilaian ekokardiografi. Antikoagulasi dilanjutkan pada pasien dengan

fibrilasiatrium paroksismal atau kronis.

PTMC harus dilakukan pada pasien hamil yang simtomatik jika MV fleksibel dan risiko.

Pada pasien dan janin biasanya minimal. Pada pasien> 65 tahun, MV biasanya lebih kalsifikasi dan

fibrotik (skor Wilkins lebih tinggi), meminjamkan dirinya ke tingkat keberhasilan kurang dari

50%dengan mortalitas prosedural dan morbiditas yang lebih tinggi.

Kontraindikasi

1.LA thrombus, sedang sampai berat (3+ atau 4+) MR,

2.area MV> 1,5 cm2,

13
3.regurgitasi aorta> 2+,

4.endokarditis infektif, kalsifikasi MV berat,

5.fibrosis subvalvular yang merupakan kandidat bedah

Risiko PTMC :

1. terjadinya tamponade jantung atau perdarahan dalam selaput jantung

2. Kebocoran katup mitral (mitral regurgitas)

3. lepasnya thrombus (gumpalan darah) dari atrium kiri yang bisa menyebabkan

penyumbatan pembuluh darah

Risiko jika tidak dilakukan PTMC :

1. sesak napas berulang yang hebat

2. syok

3. gangguan irama jantung

4. kematian

Yang dilakukan setelah PTMC :

1. pemantauan tekanan darah

2. pemantauan nadi

3. pemantauan suhu

4. pemantauan pernapasan

Interpretasi hasil

PTMC yang berhasil adalah prosedur yang tidak rumit dengan area MV akhir> 1,5 cm 2

dengantekanan LA <18 mm Hg. Ini biasanya terjadi penurunan gradien transmitral. Selama

beberapa bulan, ada regresi bertahap pada tekanan arteri pulmonalis.Pasca-PTMC pada

14
pasien dengan skor Wilkins lebih besar dari 8 memiliki tingkat gejala berulangyang lebih

tinggi sebagai akibat dari restenosis atau valvuloplasty yang tidak adekuat.

Karakteristik kinerja dari prosedur

PTMC mengungguli closed mitral commissurotomy (CMC) seperti halnya open mitral

commissurotomy (OMC), karena CMC seperti itu telah ditinggalkan. Dibandingkan dengan

OMC hasil PTMC serupa, beberapa penelitian menunjukkan perbaikan serupa di area katup

mitral dan NYHA dan kebebasan dari tingkat reintervention dan restenosis.

Keuntungan utama PTMCadalah biaya yang lebih rendah dan penghindaran dari thoracotomy

dan cardiopulmonary bypass

Hasil

Prediktor utama dari kesuksesan PTMC langsung mencakup area katup mitral pra-PTMC yanglebih besar, ke

Alternatif dan / atau prosedur tambahan yang perlu dipertimbangkan

Pada pasien yang tidak cocok untuk PTMC, perbaikan bedah dapat dilakukan jika morfologi

katupcocok untuk perbaikan. Jika tidak, daripada penggantian MV ditunjukkan. Mortalitas di

rumahsakit bedah dengan penggantian MV kurang dari 5% pada kelompok yang lebih muda

tetapimeningkat hingga 10% hingga 20% pada kelompok yang lebih tua dengan hipertensi

pulmonal berat atau masalah medis lainnya. Namun, manfaatnya lebih besar daripada risiko

pada pasien ini,terutama jika ada di kelas fungsional NYHA IV, dengan penggantian bedah

MV.

15
1. Persiapan PTMC

A. Pasien datang dari rumah sehari sebelum tindakan (kecuali pasiean yang sudah rawat

inap)

B. Persiapan administrasi

a. Mengisi form persetujuan medis

b. Form tindakan pembiusan (bila diperlukan)

c. Form kateterisasi jantung ( Pre Cath )

d. Form Pengkajian keperawatan

e. Form time Out

C. Persiapan pasien

a. Penjelasan tentang prosedur dan komplikasi yang timbul saat tindakan dilakukan.

b. Anamnesa pasien dan melakukan pemeriksaan fisik, kemudian

mendokumentasikan secra lengkap dan benar.

c. Menanyakan adanya riwayat alergi obat, makanan maupun riwayat penyakit

sebelumnya (HT,DM,ASMA)

b. Observasi tanda-tanda vital pasien

c. Pasang infus /iv line usahakan pada tangan kiri

d. Pasien dipuasakan bila perlu (sesuai advis dari dokter)

e. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

f. Mencatat obat – obatan yang biasa diminum

g. Melakukan pemeriksaan radiologi

h. Melakukan pemeriksaan laboratorium :

1. Pemeriksaan HB , HB yang terlalu tinggi menyebabkan viskositas tinggi

sehingga mudah membeku, HB yang rendah menyebabkan perdarahan

2. Leukosit digunakan untuk mengetahui pasien ada proses infeksi atau tidak.

16
3. Ureum dan serum kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal, karena tindakan

kateterisasi menggunakan zat kontras.

4. PPT dan APPT, untuk mengetahui apakah proses pembekuan mengalami

perpanjangan atau tidak, karena ini erat hubungannya dengan aff sheath.

5. Screening HbSag,Anti HCV dan Anti HIV, untuk mencegah terjadinya

penularan dari pasien ke petugas atau antar pasien (alat yang yang digunakan

untuk pasien yang terinfeksi akan diperlakukan khusus untuk penyeterilannya).

i. Sceren (Cukur Rambut Pubis).

D. Persiapan alat :

17
2. Proses Tindakan :

1) Pasien datang ke ruang cathlab

2) Pasang monitor ECG ( Perekaman ECG 12 Lead )

3) Dilakukan desinfektan dengan povidon iodin 10% di daerah inguinalis kanan

dan kiri

4) Dilakukan penutupan dengan doek steril ( drapping )

5) Dilakukan Anestesi lokal dengan lidokain 2% di regio inguinalis kanan dan kiri

6) Dilakukan punksi dengan jarum 18G secara seldinger di femoralis kanan dan

kiri

7) Masuk sheat 7 fr dengan bantuan wire di vena femoralis kaan dan sheat 6fr di

arteri femoralis kiri

8) Masuk kateter pigtail menuju aorta ascenden - LV, kateter pigtail standby di LV

9) Lakukan perekaman LVEDP pre

18
10) Dilakukan LV ventrikulografi, dengan autoinject kontras volume di 35cc

flowrate di 14cc/s proyeksi RAO 31, AP

11) Lakukan perekaman LVEDP post

12) Masuk kateter MPA melalui vena vemoralis menuju IVC - RA - RV - PA -

PCW, dan dilakukan pengukuran double pressure di LV - PCW

13) Pullback PCW - PA

14) Ukur PA pressure

15) Pullback PA - RV

16) Ukur RV pressure

17) Pullback RV - RA

18) Ukur RA pressure

19) Pullout kateter MPA, pulloaut sheat vena femoralis

20) Masuk sheat kateter moulin dengan bantuan wire

21) Masuk transeptal needle ( Broken Brought ) menuju RA, dilakukan septostomy

menuju LA

22) Ukur AO pressure

23) Masuk metal wire menuju LA melalui septostomy

24) Masuk dilator melalui wire menuju LA

25) Masuk ballon inoue dilakukan dilatasi sesuai nominal atau ukuran yang sesuai

dengan kebutuhan pasien ( ex : 23, 24 )

26) Dilakukan pengukuran double pressure LV - LA

27) Pullout kateter moulin

28) Masukkan heparin sesuai indikasi ( ex : 2500 iu )

29) LVEDP post

30) Pullback LV - AO

19
31) AO post

32) Pullout sheat dan kateter moulin, masuk sheat 7fr

33) Dilakukan LV ventrikulografi, dengan autoinject kontras volume 35cc flowrate

14cc/s proyeksi RAO 33

34) Dilakukan pengukuran LVEDP post

35) Pullback LV - AO dan dilakuakan pengukuran tekana di AO

36) Prosedur selesai, pullout semua alat, jangan lupa untuk mencatat / record semua

aktivitas dan perubahan ecg, vital sign

37) Lakukan ECG 12 lead post tindakan

E. Perawatan pasien post katetrisasi

Perawatan pasien post PTA biasanya diobservasi di ruang ICU selama 2 sampai dengan

3 jam. Kemudian pasien dipindahkan ke ruang biasa, hal – hal yang perlu diperhatikan

untuk pasien post PTA ;

a. aff sheath dilakukan 2-3 jam setelah tindakan PTA ( mengingat penggunaan

heparin saat prosedur dilakukan).

b. Observasi tanda – tanda vital pasien

c. Observasi adanya haematom post aff sheath

d. Observasi arteri dorsalis pedis

e. Usahakan pasien posisi terlentang 1-6 jam, hal ini dilakukan untuk mengurangi

perdarahan serius

20
f. Infokan kepada pasien dan keluarga untuk segera melapor jika pasien terasa

kesemutan,kaki dingin ( hal ini untuk mencegah terjadinya compartement

syndrom)

g. Diagnosa Keperawatan yang muncul pada tindakan kateterisasi Jantung

h. Nyeri akut berhubungan dengan proses penekanan pada arteri

i. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan luka daerah tusukan

j. Cemas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tindakan kateterisasi.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Mitral stenosis merupakan kondisi obstruksi aliran darah ke ventrikel kiri akibat adanya

halangan pembukaan katup atau yang disebut juga dengan pengurangan mitral valve area

(MVA) secara sempurna saat fase pengisian diastolik ventrikel kiri (Vijayalakhsmi dan

Narasimhan, 2011).

Kondisi penyempitan MVA mengakibatkan berkurangnya pengisian pasif ventrikel kiri serta

peningkatan tekanan atrium kiri yang memunculkan berbagai komplikasi berupa atrial

fibrilasi, emboli, PH dan gagal jantung kanan (Indrajaya dan Ghanie, 2014; Vahanian et al.,

2012; Le, 2014).

21
Percutaneous Transcatheter Mitral Commissurotomy (PTMC) yang disebut juga

sebagai Balloon Mitral Valvotomy (BMV) merupakan pilihan tatalaksana untuk

pasien dengan stenosismitral. PMTC adalah prosedur yang dilakukan untuk

melebarkan (dilatasi) katup mitral yang sempit (stenosis). Dilakukan dengan

meletakan balon pada katup mitral dan kemudian balon dikembangkan.

B. Saran

Untuk mengembangkan pelayanan Medis khususnya di Unit Diagnostik dan

Intervensi Kardiovaskular, perlu adanya dukungan dari pengelola agar tindakan

PTMC (Percutanious Transvenous Mitral Commisurotomy) bisa di realisasikan

dengan bentuk mentoring atau pelatihan khusus bagi tenaga keperawatan khususnya

di unit cathlab , Sehingga bisa meningkatkatkan mutu pelayanan rumah sakit terkait

pelayanan jantung dan profitabilitas RS. PHC Surabaya akan meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Sial, J. A., Farman, M. T., Saghir, T., & Zaman, K. S. (2011). Percutaneous transvenous
mitralcommissurotomy (PTMC) and percutaneous coronary intervention (PCI)
successfullyapplied in one patient in same sitting. JPMA. The Journal of the Pakistan
MedicalAssociation, 61(1), 90-92

oesanto, A. M. (2013). Selection of Balloon Mitral Valvuloplasty Candidate in Rheumatic


MitralStenosis. Indonesian Journal of Cardiology, 48-54.

Standart Operating Prosedur. Instalasi Diagnostik dan Intervensi Kardiovaskuler RSUD Dr.
Soetomo.Surabaya tahun 2011 dan direvisi tahun 2015.

22

Anda mungkin juga menyukai