Anda di halaman 1dari 42

KUALITAS PELAYANAN KONSELING BAGI

MAHASISWA UNIVERSITAS BRAWIJAYA


(STUDI PADA LAYANAN KONSELING UNIVERSITAS BRAWIJAYA)

SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana
pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

JONATHAN OTBIN JAMES


NIM. 195030100111126

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2023
MOTTO

“I CAN DO ALL THIS THROUGH HIM WHO


GIVES ME STRENGTH.”
(Philippians 4:13)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan tinggi merupakan tahap akhir dalam pendidikan formal yang

dilalui oleh individu. Proses pembelajaran di perguruan tinggi berbeda secara

signifikan dibandingkan dengan sekolah menengah. Di perguruan tinggi,

mahasiswa memiliki tanggung jawab belajar yang besar dimana pengajar atau

dosen hanya memberikan dasar-dasar pengetahuan dan mahasiswa dituntut untuk

belajar secara mandiri dan bertanggung jawab untuk mengembangkan

pengetahuan tersebut.

Pada tahap perkembangannya, mahasiswa berada pada periode masa remaja

akhir dan masa dewasa awal (Sukmawati, 2011). Mereka diharapkan memiliki

kemandirian, tanggung jawab, dan mampu berperan secara sosial di masyarakat

dengan beragam nilai yang berbeda. Namun, jika mahasiswa tidak menyadari atau

memahami cara belajar dan tuntutan yang ditujukan kepadanya, mereka dapat

menghadapi berbagai masalah dalam diri sendiri serta konflik dengan lingkungan

sekitar. Jika masalah tersebut tidak diselesaikan dan tidak ada bantuan yang

diberikan, mahasiswa dapat mengalami kegagalan dalam menjalani kehidupannya.

Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

disebutkan kerangka hukum untuk pendidikan tinggi yang mencakup beberapa


aspek seperti pembinaan mahasiswa, pelayanan akademik dan pembinaan moral

serta mental mahasiswa. Meskipun Undang-Undang (UU) ini tidak secara

eksplisit mengatur mengenai layanan konseling di universitas, namun UU ini

menetapkan kerangka hukum umum untuk pendidikan tinggi di Indonesia.

Terdapat hubungan antara UU tersebut dan penyedia layanan konseling di

universitas.

Salah satu aspeknya adalah penekanan pada perkembangan dan kesejahteraan

mahasiswa. Undang-undang ini menekankan pentingnya pembinaan pertumbuhan

akademik, moral, dan mental mahasiswa. Layanan konseling memiliki peran

penting dalam mendukung mahasiswa dalam mengatasi tantangan akademik,

mengelola kesejahteraan emosional, dan mengembangkan potensi mereka.

Dengan memberikan panduan, dukungan, dan intervensi, layanan konseling

berkontribusi pada pengembangan holistik dan kesejahteraan mahasiswa.

Hubungan lainnya terletak pada upaya meningkatkan kualitas pendidikan.

Undang-undang ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi,

termasuk pengembangan kualitas mahasiswa. Layanan konseling dapat berperan

dalam meningkatkan kualitas pendidikan dengan memberikan dukungan

psikologis kepada mahasiswa. Melalui konseling, mahasiswa menerima bantuan

dalam mencapai potensi akademik dan pribadi mereka, yang pada akhirnya

berkontribusi pada keunggulan pendidikan secara keseluruhan. Meskipun undang-

undang ini tidak secara khusus menyebutkan layanan konseling, prinsip-

prinsipnya terkait dengan perkembangan mahasiswa, kesejahteraan, dan kualitas


pendidikan menciptakan dasar yang mendukung pelaksanaan layanan konseling di

universitas.

Layanan konseling merupakan hal penting bagi kesejahteraan psikologis bagi

mahasiswa. Kesejahteraan psikologis dapat diartikan sebagai wujud problem

solving, pengembangan kesadaran diri serta penguasaan lingkungan yang

memungkinkan tiap individu mengatasi tantangan yang dialami dalam kehidupan.

Menurut Achmad Juntika (2009) dalam Sukmawati (2011), secara umum

permasalahan yang dialami oleh mahasiswa dapat dikelompokkan ke dalam dua

kategori yakni masalah akademik (studi) dan non akademik (sosial pribadi).

Masalah akademik adalah permasalahan yang terkait dengan hambatan atau

kesulitan mahasiswa dalam merencanakan, melaksanakan dan memaksimalkan

proses belajarnya seperti kesulitan dalam mengatur waktu belajar, mendapatkan

sumber belajar, kurangnya motivasi, memiliki kebiasaan belajar yang salah hingga

rendahnya rasa ingin tahu akan ilmu pengetahuan. Sedangkan permasalahan sosial

pribadi merupakan masalah yang dialami mahasiswa dalam pengelolaan

kehidupan mereka sehari-hari serta dalam penyesuaian diri dengan kehidupan

sosial seperti kesulitan dalam hal ekonomi, menyesuaikan diri dengan teman

sebaya maupun masyarakat sekitar tempat tinggal serta masalah dalam keluarga.

Layanan konseling dan pelayanan publik memiliki hubungan yang erat karena

kedua hal tersebut berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Pelayanan publik memberikan dukungan bagi masyarakat dalam memenuhi

kebutuhan fundamental mereka, seperti kesehatan, pendidikan, dan lainnya.

Sementara layanan konseling membantu individu atau kelompok dalam mengatasi


masalah emosional dan mental yang mungkin mempengaruhi kualitas hidup

mereka. Oleh karena itu, pelayanan publik dan layanan konseling bekerja sama

untuk membantu masyarakat menjalani hidup yang lebih baik. Menurut McLeod

(2013) layanan konseling merupakan aspek penting dalam hal membantu,

mengembangkan, dan meningkatkan sumber daya psikologis yang memediasi

kesejahteraan masyarakat.

Dalam lingkungan Universitas Brawijaya, layanan konseling oleh Layanan

Konseling Universitas Brawijaya ini memungkinkan mahasiswa, dosen maupun

BK tiap fakultas yang ada di Universitas Brawijaya untuk mengatasi masalah

sehari-hari saat di universitas. Layanan ditawarkan dalam bentuk konseling

online, konseling tatap muka di berbagai bidang yang meliputi bidang konseling

pribadi, akademik, sosial, keluarga, karier, perundungan, dan kekerasan seksual.

Layanan ini bisa dikatakan diperlukan dan cukup membantu mahasiswa

Universitas Brawijaya dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi. Terhitung

dari bulan Januari hingga 4 Juli 2023 lalu, sudah ada 409 mahasiswa yang

menggunakan layanan konseling oleh Layanan Konseling Universitas Brawijaya.

Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan, ada beberapa keluhan

terkait dengan pelayanan oleh Layanan Konseling Universitas Brawijaya,

terutama mengenai antrian yang terlalu lama diproses. Oleh karena itu, perlu

adanya sebuah studi mengenai kualitas pelayanan oleh Layanan Konseling

Universitas Brawijaya agar masyarakat di lingkungan Universitas Brawijaya

termasuk para pengguna layanan dan pihak internal Layanan Konseling

Universitas Brawijaya dapat melihat dan menilai apakah layanan yang diberikan
sudah berkualitas dan mampu membantu mahasiswa yang membutuhkan layanan

tersebut.

Menurut Wadi (2021), pelayanan yang baik dan berkualitas memberikan

kepuasan kepada penerima layanan dikarenakan masyarakat secara langsung

mengevaluasi kinerja pelayanan yang diberikan. Untuk mengetahui kualitas

pelayanan yang diberikan, penulis menggunakan model SERVQUAL oleh

Parasuraman, dkk. (1985) yang menyebutkan 5 dimensi kualitas pelayanan yakni;

tangibles (fisik) yang mengacu pada penampilan fisik fasilitas, peralatan, dan

personel yang terlibat dalam memberikan layanan, reliability (keandalan) yang

mengacu pada kemampuan lembaga atau konselor dalam memberikan layanan

yang konsisten dan dapat diandalkan, responsiveness (responsif) yang mengacu

pada kemampuan lembaga atau konselor dalam merespon kebutuhan dan

keinginan klien secara cepat dan tepat, assurance (jaminan) mengacu pada

kepercayaan klien terhadap kemampuan lembaga atau konselor dalam

memberikan layanan dan empathy (empati) yang mengacu pada kemampuan

lembaga atau konselor dalam memahami dan merespon perasaan dan kebutuhan

klien.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis terdorong untuk

melakukan penelitian yang berjudul “Studi Kualitas Pelayanan Konseling

kepada Mahasiswa oleh Layanan Konseling Universitas Brawijaya”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian Latar Belakang dalam penelitian ini, ditemukan bahwa ada

beberapa penelitian terkait dengan kualitas pelayana konseling, namun belum ada
penelitian yang berkenaan dengan kualitas pelayanan konseling kepada

mahasiswa oleh Layanan Konseling Universitas Brawijaya. Oleh karena itu,

pokok permasalahan yang akan diteliti melalui penelitian ini adalah

1. Bagaimana kualitas pelayanan konseling yang diberikan oleh Layanan

Konseling Universitas Brawijaya?

2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan yang

diberikan Layanan Konseling Universitas Brawijaya?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini berdasarkan uraian dari rumusan masalah

antara lain

1. Untuk mengetahui kualitas pelayanan konseling yang diberikan oleh

Layanan Konseling Universitas Brawijaya

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan

yang diberikan Layanan Konseling Universitas Brawijaya

1.4 Kontribusi Penelitian

1) Kontribusi Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi yang dapat

mendorong perkembangan kajian ilmu administrasi publik, khususnya

mengenai kualitas pelayanan publik dalam bentuk layanan konseling

kepada mahasiswa.

b. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi

penelitian-penelitian mendatang, khususnya penelitian yang berkaitan


dengan permasalahan yang serupa, yaitu mengenai kualitas pelayanan

konseling di Universitas.

2) Kontribusi Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai kontributor

pengetahuan dan informasi, khususnya bagi masyarakat, baik umum

maupun yang ada di lingkungan Universitas Brawijaya yang ingin

mengetahui mengenai kualitas pelayanan konseling kepada mahasiswa

oleh Layanan Konseling Universitas Brawijaya.

b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi

pihak internal Layanan Konseling Universitas Brawijaya maupun

layanan konseling lainnya mengenai kualitas pelayanan konseling

kepada mahasiswa.

1.5 Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan ini dibuat agar pembaca dapat dengan mudah

memahami isi, maksud dan tujuan dari penyusunan skripsi ini. Adapun sistem

penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas mengenai latar belakang penelitian

yang mencakup alasan yang mendasari penulis untuk

menganalisis dan deskripsi mengenai pelayanan konseling

oleh Layanan Konseling Universitas Brawijaya,

khususnya pelayanan kepada mahasiswa. Selain itu, pada


bab ini juga terdapat rumusan masalah, tujuan dan

kontribusi penelitian dan sistematika dalam penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi teori-teori serta temuan ilmiah yang

bersumber dari buku, jurnal, serta karya tulis yang kredibel.

Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

teori yang berhubungan dengan kualitas pelayanan

konseling kepada mahasiswa.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan metode yang akan digunakan dalam

penelitian. Metode penelitian terdiri dari jenis penelitian,

lokasi dan situs penelitian, sumber data, teknik

pengumpulan data, instrumen penelitian, analisis data,

hingga uji keabsahan data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi eksplanasi mengenai hasil dari penelitian

yang dilakukan, ulasan mengenai hasil analisa terhadap

data penelitian, serta interpretasi hasil analisis data

penelitian ke dalam bentuk penyajian data dan analisis

data.

BAB V PENUTUP
Bab ini menyimpulkan interpretasi hasil analisis data

penelitian dalam bentuk kesimpulan serta saran-saran atas

permasalahan yang ada dalam hasil penelitian yang dapat

dijadikan bahan pertimbangan kepada pihak yang

bersangkutan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Administrasi Publik

2.1.1 Definisi Administrasi Publik

Kata administrasi publik terdiri dari kata “administrasi” dan “publik”.

Menurut Pfiffner (1967), administrasi merupakan pengorganisasian dan

pengarahan sumber daya manusia dan material untuk mencapai tujuan yang

diinginkan. Sedangkan kata “publik” menurut Christopher dan Nwanisobi (2010)

mengacu pada orang-orang dari wilayah atau negara tertentu dan karena kehendak

rakyat suatu negara diwakili oleh pemerintah, maka kata “publik” juga

berkonotasi dengan makna khusus yaitu pemerintah. Administrasi publik sendiri

menurut Simon dalam Sjamsuddin (2010) adalah seluruh proses kegiatan dari

sekelompok manusia yang mengadakan usaha kerja sama untuk mencapai tujuan

bersama. Pengertian ini sejalan dengan pendapat Zauhar (2001) yang menyatakan

administrasi publik merupakan pengelolaan sumber daya (manusia dan non

manusia) untuk mencapai tujuan pemerintah. Adapun menurut Nigro dan Nigro

dalam Fadli (2022), administrasi publik diartikan dalam beberapa poin berikut:

1. Administrasi publik mengacu pada upaya kerjasama dalam suatu susunan

pemerintahan.

2. Administrasi publik mencakup seluruh cabang pemerintahan (eksekutif,

legislatif dan yudikatif) dan antar hubungan ketiga lembaga tersebut.


3. Administrasi publik merupakan sebagian dari proses politik dan memiliki

peran penting dalam hal pengembangan kebijakan publik.

4. Administrasi publik berbeda dalam beberapa hal dengan administrasi

bisnis (swasta)

5. Administrasi publik berhubungan dan bekerja sama dengan organisasi-

organisasi swasta untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Cahyaningsih (2023) secara deskriptif menyatakan bahwa administrasi

publik merupakan suatu bentuk kerja sama antar sekelompok individu dalam

suatu lembaga ataupun antar lembaga dalam menjalankan tugas-tugas pemerintah.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa

administrasi publik merupakan sebuah upaya koordinasi antar stakeholders dalam

memberikan pelayanan atau segala hal yang berkaitan dengan kepentingan publik

sebagai salah satu tujuan pemerintah.

2.1.2 Ruang Lingkup Administrasi Publik

Kebutuhan dan permasalahan publik yang seiring zaman semakin

berkembang menyebabkan ruang lingkup administrasi publik menjadi kompleks.

Nicholas Henry dalam Fadli dkk. (2022) menyatakan ada 3 ruang lingkup dari

administrasi publik, yaitu:

1. Organisasi publik yang meliputi model organisasi serta perilaku birokrasi.

2. Manajemen publik yang mencakup mengenai ilmu tentang sistem

manajemen, evaluasi dan produktivitas program, penganggaran, serta

manajemen sumber daya manusia.


3. Implementasi, termasuk pendekatan dan implementasi kebijakan publik,

privatisasi serta manajemen antar pemerintah.

Sedangkan Syafiie (2006) membagi ruang lingkup administrasi ke dalam 6

ranah:

1. Ranah fakta dalam perhubungan dan kejadian dalam pemerintahan

meliputi (a) pengelolaan pemerintahan pusat, (b) pengelolaan

pemerintahan daerah, (c) pengelolaan pemerintahan kecamatan, (d)

administrasi pemerintah kelurahan, (e) administrasi pemerintah desa, (f)

administrasi pemerintah kota, (g) administrasi kota administratif, (h)

administrasi kementrian dan (i) administrasi non-kementrian.

2. Ranah kekuasaan meliputi (a) administrasi politik dalam negeri, (b) politik

luar negeri, (c) administrasi partai politik dan (d) administrasi kebijakan

pemerintah.

3. Ranah hukum dan peraturan perundang-undangan meliputi (a) dasar

hukum, (b) dasar konstitusional dan (c) dasar rasional.

4. Ranah kenegaraan meliputi (a) kewajiban dan wewenang negara, (b) hak

negara, (c) jenis dan bentuk negara, (d) fungsi serta asas negara, (e) unsur-

unsur kenegaraan dan (f) tujuan negara dan nasional.

5. Ranah pemikiran hakiki meliputi (a) etika dalam administrasi publik, (b)

estetika administrasi publik, (c) logika administrasi publik dan (d) hakikat

administrasi publik.

6. Ranah ketatalaksanaan meliputi (a) administrasi pembangunan, (b)

administrasi perkantoran, (c) kepegawaian, (d) administrasi kemiliteran,


(e) administrasi kepolisian, (f) administrasi perpajakan, (g) administrasi

pengadilan, (h) administrasi kepenjaraan dan (i) administrasi perusahaan.

Berdasarkan uraian dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

administrasi publik mencakup ruang lingkup yang cukup luas dalam

ketatanegaraan. Ruang lingkup administrasi publik meliputi organisasi publik,

model, serta perilakunya. Kemudian mencakup mengenai manajemen publik itu

sendiri, mulai dari ilmu hingga manajemen sumber daya manusia yang ada. Lalu

mencakup pula dalam ranah-ranah yang dapat mendukung ketatanegaraan suatu

negara, mulai dari ranah fakta dalam perhubungan dan kejadian dalam

pemerintahan, kekuasaan, hukum dan peraturan perundang-undangan,

kenegaraan, pemikiran hakiki dan ketatalaksanaan.

2.1.3 Dimensi Administrasi Publik

Administrasi publik memiliki cakupan yang luas dan kompleks serta dapat

berubah seiring perkembangan zaman. Oleh karena itu, banyak ahli yang memiliki

pendapat yang berbeda-beda mengenai administrasi publik. Berkaitan dengan hal

tersebut, Keban (2008) menyederhanakan cakupan dari administrasi publik ke

dalam 6 dimensi strategis administrasi publik yang saling terkait satu sama lain.

Keterkaitan antara berbagai dimensi strategis mengindikasikan bahwa

permasalahan yang muncul dalam satu dimensi dapat memiliki akar penyebab dari

dimensi lain, di mana setiap dimensi saling memengaruhi satu sama lain. 6

dimensi menurut Keban (2008) antara lain:

1. Dimensi Kebijakan
Dimensi ini berkaitan dengan keputusan mengenai apa yang harus

dilakukan. Agar keputusan tersebut efektif, maka dibutuhkan beberapa

prinsip-prinsip seperti rasionalitas dan politis. Dikarenakan kebijakan yang

dimaksud di sini adalah kebijakan publik, maka hal yang harus

diperhatikan adalah kebutuhan, permasalahan serta aspirasi masyarakat

(publik).

2. Dimensi Struktur Organisasi

3. Dimensi Manajemen

4. Dimensi Etika

5. Dimensi Lingkungan

6. Dimensi Akuntabilitas Kinerja

2.2 Pelayanan Publik

2.2.1 Definisi Pelayanan Publik

Pelayanan menurut Soetopo dalam Maulidah (2014) adalah sebuah

rangkaian upaya dalam mengurus dan/atau memenuhi hal-hal berupa produk jasa

yang tidak berwujud, cepat dan dapat dirasakan oleh penerima layanan.

Pengertian ini senada dengan pendapat Hardiansyah (2011) yang mendefinisikan

pelayanan sebagai aktivitas yang diberikan untuk membantu, menyiapkan maupun

mengurus barang atau jasa dari satu pihak ke pihak lain. Sedangkan pelayanan

publik menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

(MENPAN-RB) Nomor 63 Tahun 2003 tentang Prinsip Pelayanan Publik adalah

segala bentuk dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara


pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan

maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dari pengertian

tersebut maka dapat disimpulkan bahwa birokrasi publik memiliki sebuah

kewajiban dan sepenuhnya bertanggung jawab untuk dapat memberikan suatu

upaya pelayanan kepada publik yang baik dan profesional.

2.2.2 Asas-Asas Pelayanan Publik

Asas-asas pelayanan publik menurut Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun

2009 terdiri dari (https://jdihn.go.id/files/4/2009uu025.pdf):

1. Kepentingan umum - Asas kepentingan umum dinilai sebagai asas paling

penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam melayani masyarakat.

Asas ini dapat diartikan ketika aparatur pemerintah mendahulukan

kesejahteraan umum yaitu dengan memahami dan menampung aspirasi

masyarakat.

2. Kepastian hukum - Asas kepentingan umum disebut juga sebagai asas

legalitas. Asas kepentingan umum dapat diartikan sebagai aksi

memprioritaskan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan,

keajegan, serta keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara

ataupun penyelenggaraan pemerintah.

3. Kesamaan hak - Asas kesamaan hak dalam kaitannya dengan asas

pelayanan publik yang berarti negara atau lembaga publik berkewajiban

memperlakukan semua masyarakat secara adil dan setara. Asas ini

menekankan pada semua warga negara memiliki hak yang sama atas
pelayanan publik yang berkualitas tanpa diskriminasi berdasarkan ras,

agama, jenis kelamin, status sosialnya, serta faktor lainnya.

4. Keseimbangan hak dan kewajiban - Asas keseimbangan hak dan

kewajiban mengacu pada asas bahwa hak individu harus seimbang dengan

tanggung jawab dan kewajiban individu. Dalam pelayanan publik, asas ini

menekankan bahwa aparatur pemerintah harus memenuhi tugas dan

tanggung jawab yang diatur dalam peraturan perundang-undangan untuk

mendapatkan setiap hak yang pantas didapatkan.

5. Keprofesionalan - Asas keprofesionalan menekankan pada pentingnya

aparatur negara atau pemerintah untuk memiliki keterampilan,

pengetahuan, serta keahlian yang dibutuhkan dalam melaksanakan

kewajiban. Hal ini diperlukan untuk menentukan hasil dalam memberikan

pelayanan publik yang berkualitas. Lebih lanjut, asas ini menegaskan

bahwa dalam melaksanakan tugasnya, setiap aparatur pemerintah

berkewajiban mengikuti kode etik yang berlaku dan mematuhi ketentuan

hukum yang relevan.

6. Partisipatif - Asas partisipatif dalam pelayanan publik dapat diartikan

sebagai pendekatan yang mengutamakan partisipasi masyarakat yang lebih

besar dalam penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi,

kebutuhan dan harapan masyarakat. Asas ini menekankan pada pentingnya

partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan, perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi pelayanan publik. Dalam implementasinya, asas

partisipatif mengedepankan mekanisme dan ruang di mana masyarakat


dapat berpartisipasi dalam berbagai tahapan penyelenggaraan pelayanan

publik. Masyarakat diundang untuk menyampaikan pandangan, pendapat,

dan saran serta keinginannya terkait penyelenggaraan pelayanan publik.

Penyedia layanan harus memastikan bahwa suara orang didengar dan

dipertimbangkan, dan bahwa penyedia layanan publik mempengaruhi

keputusan masyarakat.

7. Persamaan perlakuan / tidak diskriminatif - Asas ini menyatakan bahwa

aparatur pemerintah untuk bertindak adil dalam penyelenggaraan pelayan

publik dan tidak melakukan diskriminasi terhadap individu atau kelompok

manapun. Kebijakan ini mengarahkan aparatur pemerintah untuk tidak

memihak pada pihak tertentu dan tidak melakukan diskriminasi atas dasar

ras, agama, suku, jenis kelamin, status sosial atau faktor minor lainnya.

Asas persamaan perlakuan atau tidak diskriminatif menjamin bahwa

semua individu atau kelompok memiliki hak yang sama atas pelayanan

publik yang setara dan berkualitas. Dalam penerapannya asas perlakuan

yang sama mensyaratkan agar keputusan pemerintah atas masalah yang

sama tidak didasarkan pada keputusan sebelumnya yang tidak adil atau

diskriminatif.

8. Keterbukaan - Asas keterbukaan menegaskan bahwa aparatur pemerintah

sebagai penyelenggara pelayanan publik harus memberikan akses dan

kesempatan yang adil kepada masyarakat untuk mengakses informasi dan

memperoleh pelayanan publik yang dibutuhkannya. Masyarakat berhak

mendapatkan informasi yang berkaitan dan berhubungan dengan


pelayanan yang diberikan. Pemberian informasi oleh penyedia layanan

publik harus akurat, jujur, dan tidak di diskriminatif. Informasi yang

diberikan harus transparan, mudah dipahami dan tidak pula memihak

sehingga masyarakat dapat mengambil keputusan yang tepat serta

memahami hak dan kewajibannya.

9. Akuntabilitas - Asas ini dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang

dilakukan oleh aparatur pemerintah yang memiliki tanggung jawab atas

penyelenggaraan pelayanan publik serta keputusan mereka dalam

memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat. Asas akuntabilitas

menekankan bahwa dalam menjalankan tugasnya, aparatur pemerintah

dalam penyelenggaraan pelayan publik perlu memberikan penjelasan yang

konkrit dan jelas mengenai tindakan yang diambil dan hasil yang dicapai.

10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan - Asas pelayanan dan

perlakuan khusus terhadap kelompok rentan dalam pelayanan publik

mengacu pada asas bahwa pelayanan publik harus memberikan perhatian

khusus dan juga dukungan tambahan kepada kelompok yang berada dalam

posisi rentan atau dalam situasi yang memerlukan perlakuan khusus.

Kelompok rentan ini dapat mencakup berbagai kalangan seperti, anak-

anak, orang cacat, lansia, wanita, etnis minoritas atau kelompok rentan

sosial ekonomi. Asas ini mengakui bahwa kelompok rentan seringkali

menghadapi hambatan atau kesulitan yang lebih besar dibandingkan

kelompok lain dalam mengakses layanan publik atau menerima manfaat

yang sama. Oleh karena itu, asas ini mendorong penyelenggara pelayanan
publik untuk memberikan pelayanan tambahan, dukungan atau perlakuan

khusus sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik khusus dari kelompok

rentan tersebut.

11. Ketepatan waktu - Asas ketepatan waktu dalam pelayanan publik

menekankan pentingnya menjaga akurasi dalam proses penyampaian

layanan, mulai dari pengiriman permintaan hingga penyelesaian atau

penyampaian pelayanan kepada masyarakat. Lebih lanjut, pelayanan

publik menurut asas ini perlu disampaikan sesuai dengan jadwal atau

waktu yang telah diatur sebelumnya. Ini membutuhkan pemenuhan

tenggat waktu yang ditetapkan untuk setiap langkah atau proses

layanannya.

12. Kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan - Asas ini dalam pelayanan

publik mengacu pada prinsip bahwa pelayanan publik harus cepat, mudah,

dan dapat diakses oleh semua orang tanpa hambatan yang berarti. Asas ini

menggarisbawahi pentingnya layanan yang efisien, mudah diakses, dan

ramah pengguna bagi masyarakat yang menerima layanan. Pelayanan

publik harus disampaikan secara efisien dan tidak memakan banyak

waktu. Proses penyampaian layanan harus cepat dan responsif terhadap

kebutuhan untuk menghindari penundaan yang tidak perlu. Kemudian,

pelayanan publik harus mudah diakses dan dipahami oleh masyarakat. Ini

termasuk memberikan informasi yang konkrit dan komprehensif kepada

masyarakat. Selain itu, proses pemberian layanan juga harus

disederhanakan dan dirancang sedemikian rupa sehingga mudah dipahami.


Terakhir, pelayanan publik harus dapat diakses oleh semua lapisan

masyarakat tanpa hambatan geografis dan finansial yang besar. Dalam hal

ini, pelayanan publik harus tersedia di tempat-tempat yang mudah

dijangkau oleh masyarakat, dan biaya yang dikenakan untuk pelayanan

tersebut harus terjangkau dan adil bagi seluruh masyarakat

2.2.3 Unsur-Unsur Pelayanan Publik

Menurut Kementerian Hukum dan HAM (KEMENKUMHAM) dalam

Modul Pelatihan Dasar Kader PNS Pelayanan Publik terdapat 3 unsur utama

yaitu; (i)organisasi penyelenggara pelayanan publik yang dapat didefinisikan

sebagai institusi penyelenggara negara / korporasi / lembaga independen yang

dibentuk untuk memberikan layanan publik dan berdasar pada Undang-Undang

Republik Indonesia, (ii)penerima layanan yang diberikan oleh penyedia layanan,

kategori kelompok ini terdiri dari perorangan, masyarakat, maupun organisasi dan

(iii)kepuasan pelanggan yang dapat diartikan sebagai tingkat kepuasan penerima

terhadap layanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Sedangkan, mengacu pada Barata (2003), terdapat 4 unsur pelayanan publik

yang terdiri dari:

1. Penyedia layanan

Penyedia layanan dapat diartikan sebagai pihak pemberi layanan tertentu

seperti barang atau jasa kepada penerima layanan (konsumen). Yang

termasuk ke dalam penyedia layanan dapat dilihat dari dua sisi, yakni

dalam kegiatan komersial dan non-komersial. Dalam kegiatan komersial,


yang dimana tujuan kegiatan tersebut adalah untuk memperoleh laba,

pihak penyedia antara lain badan usaha swasta, badan usaha milik

negara, dsb. Sedangkan untuk kegiatan non-komersial (nirlaba), yang

termasuk ke dalam penyedia layanan adalah badan-badan swasta, badan-

badan pemerintahan yang khususnya bergerak di bidang pelayanan

umum seperti kesehatan, keagamaan, pendidikan, dan lembaga sosial

lainnya,

2. Penerima layanan

Penerima layanan atau biasa disebut sebagai konsumen atau seseorang

ataupun suatu organisasi yang menerima layanan dari penyedia layanan.

Terdapat dua kelompok konsumen yaitu, konsumen internal dan

konsumen eksternal. Pertama, konsumen internal, yang merupakan

pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyediaan barang atau jasa

tersebut. Konsumen internal dapat dikategorikan antara lain direksi,

manajer, pimpinan bagian, pimpinan seksi, penyelia, dan para pegawai

organisasi perusahaan, pengurus dan pegawai organisasi nirlaba, serta

pada instansi pemerintah. Sedangkan pelanggan eksternal merupakan

semua pihak, baik perseorangan maupun kelompok yang berada di luar

organisasi yang menerima layanan dari organisasi penyedia layanan.

3. Jenis layanan

Jenis layanan yang diberikan oleh penyedia layanan terdiri dari 3 jenis

yaitu (1) pelayanan yang berkaitan dengan pemberian jasa saja, (2)
pelayanan yang berkaitan dengan penyediaan dan distribusi barang-

barang saja, dan (3) layanan yang berkaitan dengan pemberian jasa serta

penyediaan dan distribusti barang.

Perlu diketahui bahwa jenis-jenis layanan tersebut sangat tergantung

kepada kebutuhan dan keinginan dari pihak yang bersangkutan serta

kemampuan dari penyedia layanan.

4. Kepuasan pelanggan

Dalam memberikan pelayanan, pihak penyedia layanan harus

memperhatikan dan mengacu kepada tujuan utama pelayanan, yaitu

kepuasan pelanggan sebagai konsumen. Tingkat kepuasan pelanggan

biasanya sangat berkaitan dengan kualitas barang dan/atau jasa yang

mereka terima. Standar kualitas yang ditentukan oleh penyedia layanan

belum tentu sama dengan standar kualitas pelanggan dan perlu diketahui

bahwa standar kualitas seorang pelanggan bisa saja berbeda dengan

standar kualitas pelanggan lainnya. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan

bahwa kepuasan pelanggan sangat bersifat subjektif sehingga sulit untuk

mengukurnya. Namun, walaupun demikian, penyedia layanan harus tetap

berupaya untuk memberikan perhatian kepada pelanggan agar dapat

memberikann pelayanan yang terbaik.

2.2.4 Ruang Lingkup Pelayanan Publik

2.3 Kualitas Pelayanan Publik

2.3.1 Definisi Kualitas Pelayanan Publik


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kualitas merupakan

tingkat baik atau buruknya sesuatu. Sedangkan definisi kualitas menurut Juran

dalam Argiantopo (2014) adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya. Oleh

sebab itu, dalam konteks pelayanan publik, kualitas merupakan suatu hal yang

menentukan keberhasilan dari pelayanan tersebut dan kesesuaian terhadap

harapan masyarakat.

Setiap proses penyelenggaraan pelayanan publik menurut Maulidiah (2014),

harus memiliki standar pelayanan dengan indikator yang jelas sebagai alat ukur

dari kualitas pelayanan. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang

Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal mengatur

mengenai standar pelayanan yang meliputi:

1) Standar waktu pelayanan: menyatakan batas waktu yang ditetapkan

untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

2) Standar kualitas pelayanan: menyatakan kualitas pelayanan yang harus

dipenuhi (ketepatan, keakuratan, kecepatan, keramahan dan keamanan

pelayanan).

3) Standar biaya pelayanan: menjelaskan biaya yang dikenakan kepada

masyarakat dalam memperoleh pelayanan tertentu.

4) Standar prosedur pelayanan: menguraikan prosedur yang harus diikuti

dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat.

5) Standar penyelesaian pengaduan: menyatakan prosedur dan batas waktu

(deadline) dalam menyelesaikan pengajuan yang diajukan oleh

masyarakat terkait pelayanan yang diterima.


Menurut Rianti dkk.(2019), kualitas pelayanan publik merupakan usaha

pemenuhan segala sesuatu yang berkaitan dengan produksi, jasa, manusia, proses,

dll. yang menjadi kebutuhan serta keinginan konsumen dan diharapkan dapat

memenuhi harapan dan kepuasan masyarakat. Kualitas pelayanan sendiri, menurut

Arianto (2018:83) berfokus pada pemenuhan kebutuhan, persyaratan serta

ketepatan waktu pemberi layanan dalam memenuhi harapan pelanggan.

2.3.2 Dimensi Kualitas Pelayanan

2.4 Layanan Konseling

2.4.1 Definisi Layanan Konseling

Istilah konseling, secara etimologi berasal dari bahasa Latin, consilium yang

berarti “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami” (Suryati,

2013). Konseling dapat diartikan sebagai sebuah bentuk bantuan yang diberikan

dengan penyuluhan. Bantuan ini diberikan oleh para ahli dan melibatkan pihak

lain sebagai penerima layanan. Pengertian ini didukung oleh pendapat Mappiare

dalam Suryati (2013) yang menyebutkan konseling merupakan proses pelayanan

yang melibatkan kemampuan profesional sebagai pemberi pelayanan dan

melibatkan pula orang kedua sebagai penerima layanan yang dimana penerima

layanan adalah orang yang sebelumnya merasa tidak dapat berbuat banyak dan

setelah menerima layanan menjadi dapat melakukan sesuatu.

Diutarakan oleh Mulyadi (2016), layanan atau bimbingan konseling

merupakan bantuan yang diberikan oleh seorang konselor kepada klien yang
mengalami masalah dalam kesehariannya, baik hal-hal yang bersifat pribadi,

maupun hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan maupun karier dengan harapan

klien dapat menentukan pilihan selanjutnya dalam menjalani hidupnya. Senada

dengan pengertian tersebut, Sofyan (2014) konseling merupakan sebuah upaya

bantuan yang diberikan oleh pembimbing yang terlatih dan juga berpengalaman,

kepada individu yang membutuhkan dengan tujuan individu tersebut mampu

mengembangkan potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya dan

mampu beradaptasi dengan lingkungan yang selalu berubah.

Bimbingan konseling diperlukan dalam dunia pendidikan, tidak terkecuali

dalam dunia perguruan tinggi. Menurut Syafaruddin dkk. (2019), peserta didik

juga tumbuh dan berkembang di luar lingkungan keluarga dengan teman sebaya,

tenaga pendidik, orang-orang di lingkungan sekitar tempat mereka tinggal, dsb.

Lebih lanjut, pengaruh lingkungan eksternal dengan perubahan ilmu pengetahuan

dan teknologi yang sangat cepat dapat memberikan dampak positif dan juga

negatif terhadap perkembangan kepribadian dari peserta didik tersebut. Ketika

para peserta didik mulai bergaul dalam lingkungan eksternal yang lebih luas dan

menghadapi perkembangan segala sesuatu yang cepat dan masif, maka mereka

pasti menghadapi masalah yang lebih kompleks pula. Hal-hal tersebutlah yang

menjadikan layanan konseling memiliki tanggung jawab dalam membantu peserta

didik, termasuk mahasiswa dalam pengembangan diri mereka sebagai bentuk

kepedulian terhadap proses perkembangan potensi, maupun kepribadian para

peserta didik.

2.4.2 Tujuan Layanan Konseling


Diutarakan oleh Ramlah (2018), tujuan layanan konseling secara umum

adalah untuk membantu individu mengembangkan diri secara optimal sesuai

dengan tahap perkembangan dan opsi yang dimilikinya, berdasarkan latar

belakang dan tuntutan positif dari lingkungan di kehidupan sehari-hari individu

tersebut. Sedangkan tujuan layanan konseling secara khusus menurut Prayitno dan

Amti (2008) adalah penjabaran dari tujuan umum tersebut yang dikaitkan dengan

permasalahan yang dialami oleh individu sebagai penerima layanan, sesuai

dengan kompleksitas dari permasalahan individu tersebut.

Berbeda dengan pendapat Prayitno dan Amti, Mulyadi (2016: 62) secara

khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu peserta didik agar

dapat mencapai tugas-tugas untuk menunjang perkembangannya melalui:

1) Aspek pribadi-sosial yang meliputi:

a. Komitmen dalam pengamalan nilai-nilai keimanan dan

ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Sikap toleransi terhadap umat beragama lain

c. Pemahaman tentang irama kehidupan dan kemampuan merespon

secara positif sesuai dengan ajaran yang dianut

d. Pemahaman dan penerimaan diri secara objektif

e. Sikap respek (menghormati) atau menghargai orang lain

f. Rasa tanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban yang

diwujudkan dalam bentuk komitmen

g. Kemampuan bersosial yang diwujudkan dalam bentuk hubungan

persahabatan, dsb.
h. Kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan internal (diri

sendiri) maupun dengan orang lain

i. Kemampuan mengambil keputusan secara efektif

2) Aspek belajar meliputi:

a. Kesadaran mengenai potensi diri sendiri dalam aspek belajar dan

memahami berbagai hambatan yang mungkin akan muncul

b. Sikap dan kebiasaan positif dalam pembelajaran, seperti

kebiasaan membaca buku untuk meningkatkan literasi, disiplin

belajar, serta keaktifan dalam semua program kegiatan belajar

c. Motif yang tinggi untuk belajar

d. Keterampilan untuk menetapkan rencana dan tujuan dari

pendidikan yang ditempuh

3) Aspek karier meliputi:

a. Pemahaman akan kemampuan, minat, dan kepribadian diri

sendiri yang terkait dengan pekerjaan

b. Pengetahuan akan dunia kerja dan hal-hal yang dapat menunjang

kompetensi dalam berkarier

c. Sifat positif terhadap dunia kerja

d. Kemampuan dalam menghubungkan atau membentuk pola-pola

karier

2.4.3 Asas-Asas Layanan Konseling

Asas merupakan suatu hal yang pokok dan mendasari segala sesuatunya.

Menurut KBBI, asas adalah dasar atau sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir
atau berpendapat. Asas menjadi hal yang penting dikarenakan sebagai dasar, asas

mengatur mengenai bagaimana penyelenggaraan suatu hal, membantu untuk

meminimalisir adanya hambatan atau kegagalan serta membantu penyelesaian

masalah yang timbul. Tidak terkecuali dengan layanan konseling, menurut

Prayitno dan Amti dalam Syafaruddin (2019), dalam penyelenggaraan pelayanan

konseling, terdapat kaidah-kaidah yang harus ditetapkan dalam penyelenggaraan

pelayanan tersebut. Kaidah-kaidah tersebut dikenal dengan asas-asas pelayanan

bimbingan dan konseling.

Menurut Prayitno dan Erman Amti (2004), ada 12 asas-asas yang harus

diperhatikan dan diterapkan oleh para konselor dalam melaksanakan layanan

konseling;

1. Asas kerahasiaan

Mencakup tentang kerahasiaan data dan keterangan para klien atau

konseli sebagai pengguna layanan. Para konselor sebagai profesional

berkewajiban untuk menjaga semua data dan keterangan dan menjamin

kerahasiaannya. Asas ini akan menjaga hubungan konselor dengan

konseli karena dengan adanya asas ini, para konseli akan merasa aman

atas segala hal yang dibagikan kepada konselor, baik itu informasi

pribadi maupun permasalahan yang dimiliki oleh para konseli.

2. Asas kesukarelaan

Asas ini mencakup kesukaan dan kerelaan klien dalam mengikuti

seluruh rangkaian layanan konseling yang ditujukan kepadanya.

Dikarenakan bimbingan konseling merupakan sebuah bentuk bantuan,


maka layanan ini bersifat tidak memaksa dan lebih bersifat membina.

Yang berarti, apabila klien sudah mendaftar untuk menerima layanan,

maka diharapkan klien dapat dengan sukarela membagikan informasi,

keterangan, maupun masalah mereka kepada konselor.

3. Asas keterbukaan

Asas ini mengharuskan para klien sebagai penerima layanan bersikap

jujur (terbuka) dan tidak berpura-pura, menerima saran dari konselor,

serta bersedia untuk memberikan informasi yang diperlukan dalam

pemberian layanan. Keterbukaan ini juga ditujukan kepada konselor

agar klien dapat lebih percaya dan kegiatan layanan dapat bersifat

transparan bagi kedua pihak.

4. Asas kegiatan

Asas kegiatan merupakan asas yang mencakup mengenai keharusan

klien turut aktif dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan konseling. Di

sisi lain, asas ini juga mengehendaki konselor untuk mendorong klien

agar bisa aktif dalam setiap rangkaian kegiatan yang diberikan.

5. Asas kemandirian

Sesuai dengan salah satu tujuan dari layanan konseling yaitu untuk

menjadikan para klien menjadi individu-individu yang mandiri, asas

kemandirian menghendaki para konselor agar dapat menumbuhkan rasa

kemandirian pada klien (konseli). Konselor juga harus menyesuaikan

kemandirian sebagai arah dari seluruh rangkaian konseling dengan

tingkat perkembangan konseli dalam kehidupan sehari-hari mereka.


6. Asas kekinian

Dengan asas kekinian, para konseli diharapkan untuk berkonsultasi

mengenai permasalahan yang dihadapi klien dalam kondisi sekarang.

Namun, layanan konseling menjangkau linimasa yang lebih luas, yakni

masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Hal ini berarti

perbuatan dari konseli pada masa sekarang merupakan dampak dari

masa lalunya dan akan berkaitan dengan masa mendatangnya dan untuk

itu layanan konseling harus memberikan bantuan dan bimbingan dalam

menjalankan hal tersebut.

7. Asas kedinamisan

Asas ini menghendaki perubahan dalam pelayanan terhadap penerima

layanan. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang selalu

mengalami perkembangan atau dengan kata lain tidak monoton dalam

setiap proses pelayanannya dari waktu ke waktu. Perubahan ini, salah

satunya dapat dilihat dari perubahan tingkah laku menjadi lebih baik.

8. Asas keterpaduan

Asas keterpaduan merupakan asas dalam layanan konseling yang

mengharuskan agar berbagai prosedur pelayanan bimbingan konseling

selalu saling mendukung, dan terpadu antara konselor dan konseli. Oleh

sebab itu, konselor diwajibkan memiliki pengetahuan yang luas terkait

dengan perkembangan, baik individu maupun aspek-aspek lingkungan

klien.

9. Asas kenormatifan
Dengan asas kenormatifan, seluruh proses bimbingan konseling tidak

boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku. Pelayanan

konseling yang baik harus melaksanakan, memiliki sarana dan

prasarana, serta menjalankan prosedur yang tidak menyeleweng dari

norma-norma yang ada.

10. Asas keahlian

Asas ini menghendaki agar layanan konseling dijalankan dengan

kaidah-kaidah profesional. Untuk itu, perlu adanya pendidikan dan

pelatihan (diklat) bagi para konselor agar dapat memberikan pelayanan

yang efektif dan berkualitas.

11. Asas alih tangan kasus

Apabila seorang konselor sudah memberikan upaya yang semaksimal

mungkin untuk membantu konseli, namun masih belum mampu

memecahkan permasalahan yang dihadapi konseli, maka asas alih

tangan kasus harus diaplikasikan yaitu dengan cara mengalihtangankan

konseli tersebut kepada badan atau pihak yang lebih ahli.

12. Asas Tut Wuri Handayani

Asas ini menghendaki agar pelayanan konseling dapat memberikan rasa

aman bagi konseli, pengembangan dalam keteladanan, motivasi serta

kesempatan sebanyak-banyaknya kepada konseli untuk dapat maju dan

berkembang.

2.4.4 Jenis-Jenis Layanan Konseling


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian merupakan sebuah kegiatan ilmiah yang bertujuan untuk

mendapatkan pengetahuan yang benar berkaitan dengan sesuatu yang diteliti

(Kusumastuti & Khoiron, 2019). Untuk memperoleh pengetahuan yang benar

tersebut, penelitian harus dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah dan

berdasarkan dasar teori, prinsip serta asumsi dasar ilmu pengetahuan. Jenis

penelitian skripsi yang digunakan peneliti adalah penelitian deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang lebih

holistik dan seringkali melibatkan kumpulan data dari berbagai sumber untuk

mendapatkan pemahaman yang lebih dalam dan menuangkannya dalam bentuk

eksplanasi tentang suatu fenomena serta ciri-cirinya (Nassaji, 2015).

Metode penelitian deskriptif merupakan sebuah metode penelitian yang

ditujukan untuk mendeskripsikan sebuah permasalahan yang terjadi pada masa

sekarang yang dapat membantu peneliti untuk mengumpulkan, menyusun,

menginterpretasikan data serta menyimpulkan data dalam penelitian tersebut

(Margareta, 2013). Hal ini senada dengan pendapat Nasution (2003), yang

menyebutkan ciri-ciri dari metode deskriptif, antara lain;

1. Memfokuskan pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang

(aktual)
2. Data yang dikumpulkan oleh peneliti pada mulanya disusun,

dielaborasikan, kemudian dianalisa.

Alasan peneliti memilih jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif ialah karena jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif

merupakan penelitian yang menggambarkan sebuah fenomena, pengalaman atau

sebuah peristiwa yang nantinya akan dianalisis dengan teori, baik teori dasar

maupun tingkat lanjut dan mencoba memberikan pemecahan masalah dalam

bentuk hasil berupa deskripsi (kata-kata tertulis) atau lisan dari orang dan perilaku

yang diamati. Hal ini sesuai dengan judul penelitian penulis yaitu “Kualitas

Pelayanan Konseling bagi Mahasiswa Universitas Brawijaya (Studi pada Layanan

Konseling Universitas Brawijaya)”.

3.2 Fokus Penelitian

Fokus penelitian merupakan tahap pemusatan perhatian terhadap tujuan

penelitian sehingga dapat memudahkan peneliti untuk menentukan garis besar dari

penelitian. Adanya fokus penelitian bertujuan untuk membatasi masalah yang

diteliti sehingga tidak terjadi pembiasan dan penelitian menjadi lebih terarah serta

tidak keluar dari limitasi. Pada dasarnya, fokus penelitian dapat ditentukan

berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan sebelumnya, meskipun

nantinya fokus akan berkurang atau berubah sesuai dengan kondisi yang ditemui
di lapangan. Berdasarkan rumusan masalah yang ditentukan sebelumnya oleh

peneliti, maka yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah:

3.3 Lokasi dan Situs Penelitian

Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau kawasan dimana peneliti

memperoleh informasi mengenai objek yang akan diteliti, sedangkan situs

penelitian merupakan tempat spesifik yang sudah ditentukan oleh peneliti untuk

melakukan penelitian. Adapun lokasi yang akan dijadikan sebagai lokasi

penelitian adalah Kota Malang. Dengan situs penelitian yang merupakan tempat

peneliti untuk memperoleh data sesuai dengan kondisi dan keadaan dari objek

penelitian yaitu di Layanan Konseling Universitas Brawijaya Kota Malang yang

berlokasi di Jl. Veteran, Ketawanggede, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa

Timur 65145 .

Alasan peneliti memilih lokasi penelitian di Kota Malang dan situs

penelitian di Layanan Konseling Universitas Brawijaya adalah karena berdasarkan

informasi yang peneliti peroleh, Layanan Konseling Universitas Brawijaya masih

terbilang baru. Layanan ini baru mulai beroperasi pada tahun 2021 yang

mempromosikan layanannya melalui media sosial Instagram sehingga kualitas

pelayanan baik dari fasilitas, hingga kepada output yang dihasilkan perlu dikaji

lebih lanjut agar dapat dijadikan sebuah rujukan bagi lembaga terkait serta

memberikan pengetahuan bagi masyarakat, termasuk para pengguna layanan

terkait dengan kualitas layanan yang diberikan kepada mahasiswa Universitas

Brawijaya.
3.4 Sumber Data

Sumber data adalah tempat data yang diperoleh dengan menggunakan

metode-metode tertentu, baik berupa manusia, artefak, ataupun dokumen-

dokumen (Sutopo, 2006). Dalam penelitian kualitatif, sumber data utama berasal

dari kata-kata dan tindakan, selain itu dapat berasal dari sumber tambahan seperti

dokumen dan sebagainya (Moleong, 2005). Di penelitian ini, peneliti

menggunakan dua jenis sumber data, yaitu data primer dan data sekunder:

3.5 Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2017), Teknik pengumpulan data adalah langkah paling

utama dalam penelitian karena tujuan utama dari suatu penelitian ialah

mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik dalam pengumpulan data, maka

peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang

ditetapkan dalam penelitian. Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang

digunakan peneliti ialah sebagai berikut:

1) Wawancara

Diutarakan oleh Esterberg sebagaimana dikutip oleh Sugiyono (2017),

wawancara adalah pertemuan antara dua orang untuk bertukar informasi dan

ide dengan tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu

topik tertentu. Adapun teknik wawancara yang dilakukan peneliti dalam

penelitian ini dilakukan secara tidak terstruktur. Hal ini dilakukan agar
peneliti dapat menggali informasi secara mendalam, sesuai dengan fokus

penelitian yang telah ditetapkan. Wawancara yang dilakukan akan melibatkan

beberapa informan, diantaranya:

2) Observasi

Menurut Raco (2010), observasi merupakan kegiatan mengumpulkan

data langsung dari lapangan. Data yang diobservasi dapat berupa gambaran

tentang sikap, kelakukan, perilaku, tindakan, keseluruhan interaksi antar

manusia. Data observasi juga dapat berupa interaksi dalam suatu organisasi

atau pengalaman para anggota dalam organisasi tersebut. Berdasarkan

pernyataan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa observasi adalah sebuah

teknik untuk mengumpulkan data yang dilakukan dengan terjun langsung ke

lokasi penelitian agar peneliti dapat melihat dan meneliti secara langsung

objek yang diamati. Observasi yang dilakukan peneliti dalam mengumpulkan

data dalam penelitian ini ialah observasi non-partisipatif, yaitu peneliti tidak

terlibat secara langsung dengan aktivitas orang-orang yang sedang diamati

dan hanya sebagai pengamat. Peneliti hanya melakukan pengamatan

mengenai kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung, khususnya yang

terkait dengan manajemen kinerja aparatur sipil negara serta observasi

mengenai hal yang mendukung penelitian yang dilakukan peneliti.

3) Dokumentasi

Berbeda dengan teknik lainnya, dokumentasi merupakan teknik

pengumpulan data kualitatif yang digunakan untuk memperoleh data yang


tidak didapatkan dari teknik wawancara dan observasi. Dokumentasi dapat

berupa data tertulis, diantaranya arsip-arsip, termasuk buku-buku yang

mendukung penelitian ini. Adapun jenis-jenis dokumen yang diambil

mengenai lokasi penelitian yaitu Kota Malang dan situs penelitian yaitu

BKPSDM Kota Malang. Dokumentasi dilakukan berupa foto-foto kegiatan

serta dokumen-dokumen kerja yang berkaitan dengan manajemen kinerja

aparatur sipil negara di BKPSDM Kota Malang.

3.6 Instrumen Penelitian

3.7 Metode Analisis

3.8 Uji Keabsahan Data


Dafpus
https://diktis.kemenag.go.id/prodi/dokumen/UU-Nomor-12-Tahun-2012-ttg-
Pendidikan-Tinggi.pdf
https://www.iai-tabah.ac.id/2022/02/09/urgensi-layanan-bimbingan-konseling-

bagi-mahasiswa-iai-tabah/

http://repository.unp.ac.id/1539/1/1_INDAH_SUKMAWATI_283_2011.pdf

J. M. Pfiffner and R. V. Presthus; (1967) Public Administration 5th edition; The

Ronald Press Company, New York,

Definition of public adm: various scholars (2010). Nwanisobi, Beluchi..

Arianto, Nurmin. 2018. Pengaruh kualitas pelayanan dan kepuasan dan loyalitas

pengunjung dalam menggunakan jasa hotel rizen kedaton bogor. Skripsi,

Universitas Pamulang. Diakses dari

http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JPK/article/view/856

Hardiyansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik Konsep, Dimensi, Indikator, dan

Implementasinya. Yogyakarta: Gava Media.

file:///C:/Users/Jonathan/Downloads/7899-17674-1-SM%20(2).pdf
http://repository.unp.ac.id/1539/1/1_INDAH_SUKMAWATI_283_2011.pdf

https://repository.ump.ac.id/6212/1/SURYATI%20COVER.pdf

Mulyadi. (2016). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Padang:


Kencana

Sofyan. (2014). Konseling Individual. Bandung: Alfabeta Bandung.

Putri, Riana and Hastuti, Tity and Nurhuda, Nurhuda (2018) Analisis Pelaksanaan Bimbingan
dan Konseling (Studi Kasus Pada Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X IPS SMAN 1 Peranap
Kabupaten Indragiri Hulu). Jurnal Pendidikan Ekonomi Akuntansi, 6 (1). pp. 31-37. ISSN
2598-3253

DASAR-DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING Telaah Konsep, Teori dan


Praktik Penulis: Prof. Dr. Syafaruddin, M.Pd., dkk

Prayitno dan Erman Amti, (2008), Dasar – dasar Bimbingan dan Konseling,
Jakarta : Pt Rineka Cipta,

https://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=637LEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq=penelitian+kualitatif&o
ts=x36fq0h6ky&sig=DnzvSW7OGzM7sNtni6hRKoDjqAQ&redir_esc=y#v=onep
age&q=penelitian%20kualitatif&f=false

https://sci-hub.se/https://doi.org/10.1002/0470013192.bsa514

https://kepri.kemenkumham.go.id/attachments/article/2595/Modul%20Pelayanan
%20Publik%204%20Des.pdf

https://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=QiiMEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq=administrasi+publik&o
ts=SJ4VKy1oda&sig=nTCna_QdOQ-
hDMc9qbnWX3DEEOk&redir_esc=y#v=onepage&q=administrasi
%20publik&f=true

https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=658966

Anda mungkin juga menyukai