Anda di halaman 1dari 36

BAB II

KAJIAN TEORETIK KONSELING MELALUI INTERNET

A. Kebutuhan Layanan Konseling di Perguruan Tinggi

Kebutuhan mahasiswa di perguruan tinggi akan layanan bimbingan dan

konseling telah dikembangkan Indonesia semanjak tahun 1979, dengan berdirinya

Bimbingan Penyuluhan (LBP) yang didasari oleh kebutuhan internal IKIP Jakarta

(saat ini Universitas Negeri Jakarta) akan tempat untuk berkonsultasi para

mahasiswa dan sivitas akademika serta lembaga pendidikan yang berada dibawah

koordinas IKIP Jakarta, yaitu Proyek Pengembagan Sekolah Pembangunan

(PPSP) yang memiliki program akselerasi pertama di Indonesia. Lahirnya LBP di

IKIP Jakarta memberikan inspirasi kepada tujuh IKIP di kota lain, yaitu IKIP

Bandung, Yogyakarta , Ujung Pandang, Padang dan Medan untuk mendirikan

lembaga yang sama (Profil ULBK UNJ).

Dilihat dari proses dan fase perkembangannya, mahasiswa berada pada

fase akhir masa remaja atau adolescence ke fase early adulthood atau awal masa

dewasa yang ditandai oleh berbagai perubahan menuju kematangan, yaitu

perubahan biologis, intelektual, emosional, sikap dan nilai (Poerwoto: 1994).

Gambaran tentang fase kehidupan individu akan lebih mudah dikenali jika dilihat

dari perspektif developmental guidance and counseling yang memiliki dua

landasan utama dalam memandang manusia. Pertama, manusia mengalami

serangkaian perkembangan fisiologi, psikologi dan proses sosial sepanjang

rentang kehidupannya, berlangsung dari semenjak lahir hingga kematian. Kedua,

14
perkembangan tersebut melibatkan interaksi antara warisan genetic yang dimiliki

oleh individu dan lingkungan tempat tumbuh kembang individu yang

bersangkutan. Sehingga perkembangan bisa dikatakan sebagai sebuah perjalanan

dari lahir hingga kematian, dimana kepribadian berkembang, seiring dengan

perubahan-perubahan (Myrick: 2003).

Kartadinata (2009) mengatakan bahwa fase perubahan dari masa sekolah

menengah atas ke pendidikan tinggi tersebut disebut juga sebagai masa transisi

yang ditandai dengan semakin banyaknya kebebasan dan pilihan. Selain itu

Kartadinata juga mengatakan bahwa, mahasiswa dalam suatu institusi merupakan

kumpulan mahasiswa yang berasal dari berbagai latar belakang budaya, sosial dan

ekonomi sehingga menjadikan mahasiswa memiliki pola perilaku yang beragam.

Jika dikaitkan dengan tingkat perkembangan diri, berdasarkan studi yang

dilakukan Kartadinata (1988): Ahman et.al (2003) bahwa tingkat perkembangan

diri mahasiswa memiliki kecenderungan pada tingkatan sadar diri.

Ciri-ciri yang dimiliki oleh mahasiswa yang berada pada tingkat sadar diri

tersebut adalah mampu berpikir alternatif, melihat harapan dan berbagai

kemungkinan dalam situasi, peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan

yang ada, berpikir untuk memecahkan masalah, memikirkan cara hidup dan

penyesuaian terhadap situasi dan peranan (Ahman et.al: 2003).

Hasil penelitian Kartadinata (2003) yang dilakukan semenjak tahun 1996-

1999 mengenai model bimbingan dan konseling perkembangan menunjukan

bahwa terdapat kesamaan sudut pandang yang dilakukan di berbagai jenjang

pendidikan (Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi) dalam memandang

15
permasalahan, namun berbeda dalam aspek substansi, konteks. tatanan dan sistem

manajemennya. Pendekatan ini melintasi pendekatan intervensi krisis, remediatif

dan preventif. Kartadinata (2009) membagi kebutuhan fokus kebutuhan layanan

bimbingan dan konseling di perguruan tinggi menjadi tiga bagian sebagaimana

yang diberikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 2.1
Kebutuhan dan Fokus Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi
(sumber: Kartadinata: 2009)
No Kebutuhan Fokus BK
1 Meningkatkan sistem Bimbingan akademis untuk:
efisiensi internal - mengurangi jumlah mahasiswa yang mengulang mata
kuliah, dropout dan tidak melanjutkan kuliah.
- Mempertahankan & meningkatkan perolehan rata-rata
nilai mahasiswa
- Membantu mahasiswa meningkatkan kualitas dirinya
dari suatu tingkatan ke tingkatan selanjutnya.
2. Mengurangi perilaku - Mendorong mahasiswa untuk berpartisipasi dalam
anti sosial di kampus kelompok akademis dan sosial.
- Konseling dan dialog pada permasalahan emosional
3. Meningkatkan - Konsultasi kerja dan karier
kualitas karier dan - Membantu mahasiswa memahami keterkaitannya antara
prospek kerja bagi program studi dan dunia kerja
mahasiswa

Konseling bagi mahasiswa di perguruan tinggi mengandung makna

sebagai bentuk hubungan interaktif diantara dua orang atau lebih dalam berbagai

bentuk. Bahkan Kartadinata mengatakan bahwa hubungan ini mungkin saja tidak

terkait dengan permasalahan pendidikan bahkan tidak terkait dengan konseling.

Kartadinata mengatakan bahwa konseling di perguruan tinggi harus dipandang

sebagai bentuk layanan terhadap individu yang normal untuk membantu mereka

keluar atau kemampuan menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan dan

menghambat perkembangan dirinya.

16
Guna memenuhi tuntutan model bimbingan dan konseling perkembangan,

maka komponen program yang dikembangkan hendaknya mencakup tiga bentuk

sistem peluncuran. Pertama, layanan dasar umum, layanan ini akan mengarahkan

pada pengembangan perilaku efektif jangka panjang dan berlaku umum bagi

seluruh peserta didik. Kedua, Layanan responsive, layanan ini merupakan bentuk

kepedulian dan menjawab kebutuhan peserta didik pada saat ini yang

mengehendaki intervensi bimbingan dan konseling yang segera dan spesifik.

Terakhir, adalah perencanaan individual, dimana hal tersebut akan berkenaan

dengan kebutuhan spesifik peserta didik untuk memahami perkembangan diri

sendiri dan perencanaan masa depan mereka (Kartadinata: 2003)

Terdapat tiga bentuk metode intervensi yang dilakukan terhadap

mahasiswa, layanan langsung, konsultasi dan media. Layanan langsung dan

konsultasi yang interpersonal harus sejalan dengan norma sosial yang berlaku di

layanan kemahasiswaan (Morrill, Oetting & Hurst (1974): Baratt: 2003). Media

dalam hal ini teknologi informasi berdasarkan pandangan tersebut, belum melihat

interaksi sosial melalui fasilitas teknologi informasi sebagai sesuatu yang umum

dilakukan dalam ruang lingkup layanan bidang kemahasiswaan. Ahman et.al

(2003) menyatakan bahwa salah satu tujuan penggunaan teknologi dalam

konseling dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi kerja yang dapat dijadikan

dasar pengembangan program dan evaluasi hasil layanan serta untuk kepentingan

riset dan pengembangan. Semenjak interaksi melalui komputer menjadi sesuatu

kegiatan yang umum, maka para personel layanan kemahasiswaan harus

meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya dalam bidang teknologi informasi

17
yang digunakan untuk berinteraksi dengan mahasiswa (Baratt: 2003). Baratt juga

memberi penguatan bahwa teknologi akan sangat berperan dalam pencapaian

tujuan pembelajaran perkembangan mahasiswa. Hal ini senada dengan yang

dikemukakan oleh Chang (2005); Shancez dan Page (2005) Potensi target yang

paling tepat untuk menerima layanan konseling melalui internet dari pusat layanan

konseling adalah mahasiswa universitas dan atau setara dengan perguruan tinggi.

Shancez dan Page juga menekankan bahwa mahasiswa di kampus memiliki

kecenderungan yang lebih besar meskpun tidak merata terhadap akses internet.

Hal ini juga akan mendukung dan bermanfaat untuk penelitian lintas budaya lebih

lanjut guna mengukur kualitas dari layanan konseling melalui internet itu sendiri.

Selain itu, Kartadinata (2003) juga mengatakan bahwa pemanfaatan teknologi

komputer sendiri dalam pengembangan sistem manajemen akan sangat membantu

konselor dalam menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling.

B. Isu Teknologi Dalam Konseling

Berbagai kegiatan dan proses dalam lingkungan pembelajaran bimbingan

dan konseling senantiasa berada dalam situasi yang berubah seiring dengan

perkembangan dalam berbagai macam teknologi. Perkembangan ini diantaranya

seperti media cetak, telepon, komputer, video dan CD-ROOM hingga email

(Tait: 1999). Cassey telah menjelaskan mengenai sejarah penggunaan komputer

dalam konseling, khususnya yang digunakan dalam pendidikan calon konselor

pada tahun 1990-an, yaitu melalui pengembangan perangkat lunak aplikasi untuk

simulasi dalam pelatihan konselor, sepeti CLIENT I, MORTON, CSU-Hayward

18
Project, Genesis II, The Great Therapist Program. Meskipun pendekatan yang

digunakan dalam simulasi ini sudah interaktif, akan tetapi karena terdapat

perbedaan kecepatan dan alat sensor antara kedua belah pihak, maka aplikasi ini

menjadi kurang efektif dan kurang berguna berguna (Hohensil: 2000).

Seiring dengan berkembang kecepatan dan kapasitas komputer pada tahun

1990-an semakin mendorong pengembangan simulasi nyata di dunia maya, saat

itulah Cassey menamakan programnya “Basic Counseling Response”

(http://counseling.wadsworth.com/basic.index.html) yang menghadirkan simulasi

interaktif dan terbagun dalam dalam teknologi hypertext dan compressed video

technology. Paket ini di rancang untuk mengajarkan kepada mahasiswa calon

konselor sebuah model dasar keterampilan menolong dengan menggunakan buku

kerja dan sebuah CD-ROOM. Akan tetapi karena perkembangan teknologi dan

komputer terjadi begitu pesat, sehingga hingga saat ini belum terdengar lagi

pengembangan lebih lanjut dari apa yang telah Cassey lakukan guna

menyempurnakan program CD-ROOM terakhirnya (Hohensil: 2000).

Sementara itu, terkait dengan penggunaan teknologi komputer oleh

konselor dalam baik dalam pekerjaanya maupun komunikasi konseling melalui

komputer, maka sebaiknya terlebih dahulu kita menelusuri kembali mengenai

sejarah penggunaan komputer sebagai sarana komunikasi. Secara teknis,

komunikasi melalui komputer telah berlangsung semenjak pertama kali komputer

listrik digital ditemukan bersamaan dengan berlangsungnya perang dunia ke II,

bisa dikatakan inilah awal terjadinya pertukaran rekaman pertama dari prototipe

email pertama di awal tahun 1960-an. Semenjak saat itu manusia telah

19
menggunakan teknologi komputer sebagai sarana komunikasi, tiga puluh tahun

kemudian hingga saaat ini, komputer telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan

dari kehidupan kita sehari-hari, bahkan secara teknis dan khusus telah menjadi

barang pribadi paling popular yang kita miliki (Thorlow, Langel. Tomik: 2004).

Memang tidak banyak penelitian yang berhasil mengungkapkan secara

pasti mengenai penggunaan teknologi komputer dan komunikasi oleh konselor,

khususnya di Indonesia. Akan tetapi Cabaniss (2001) melalui disertasinya

berusaha memetakan penggunaan teknologi komputer oleh konselor yang bekerja

pada berbagai wilayah kerja di Amerika, seperti praktek pribadi, lembaga

konseling universitas hingga konselor pendidikan. Meskipun penelitian tersebut

tidak dilakukan di Indonesia, akan tetapi sedikit banyak telah memberikan

petunjuk mengenai bagaimana konselor menggunakan teknologi komputer dalam

profesinya tersebut. Penelitian tersebut menunjukan bahwa para konselor

menggunakan banyak aplikasi komputer, termasuk word processor, spread sheet

dan beberapa perangkat lunak program email, chatroom, bank data dan berbagai

berbagai perlengkapan web lainnya yang menunjang lebih dari separuh seluruh

pekerjaan mereka. Cannabis juga telah memprediksi kelak konselor akan

memanfaatkan komputer untuk menunjang 90% pekerjaan mereka.

Tampaknya prediksi Cannabis adalah hal yang telah terjadi, termasuk di

Asia dimana Indonesia termasuk didalamnya. Semakin banyak konselor yang

menggunakan komputer dan mengeksploitasi fungsi internet dalam pekerjaan

utama mereka melakukan konseling dari mulai assessment hingga layanan

konseling online. Ide mengenai pemanfaatan internet untuk memberikan bantuan

20
psikologis muncul pada pertengahan tahun 1990-an (Barrat: 2004; Barak: 2005).

Semenjak internet dibuktikan dapat sepenuhnya digunakan secara efisien untuk

membantu individu yang mengalami permasalahan emosional, termasuk mereka

yang berpikir untuk bunuh diri. Berdasarkan premis inilah dengan didukung oleh

beberapa penelitian terhadap landasan psikologis mengenai perilaku penggunaan

internet (Barak: 2005) maka bermunculan berbagai situs-situs yang menawarkan

layanan psikologis secara online.

C. Hakikat Konseling Melalui Internet

Nurihsan (2002) menggambarkan didalam bukunya bahwa kehidupan

sosial masyarakat adalah suatu sistem terbuka yang selalu berinteraksi dengan

sistem yang lain. Keterbukaan ini mendorong terjadinya pertumbuhan, pergeseran

dan perubahan nilai dalam masyarakat yang akan mewarnai cara berpikir dan

perilaku individu. Salah satu perubahan besar yang terjadi adalah perkembangan

teknologi yang telah mentransformasi berbagai kebiasaan manusia dalam

menjalankan kehidupannya. Termasuk juga perubahan dalam bidang layanan

kesehatan mental.

Umumnya proses konseling melibatkan seorang konselor dan seorang atau

lebih konseli yang bertemu muka secara langsung di sebuah kantor yang

profesional, akan tetapi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin

pesat. Perkembangan bidang komunikasi telah memberikan pengaruh yang sangat

berarti untuk dunia bimbingan dan konseling. Proses layanan bimbingan dan

konseling dalam lingkungan pembelajaran senantiasa mengikuti tahapan

21
perkembangan teknologi, dari mulai cetak, telepon, komputer, video dan CD-

ROOM, hingga email dalam World Wide Web (Tait:1999).

Ketika komputer pertama kali diperkenalkan sebagai alat komunikasi, maka

kesempatan besar tidak boleh terlewatkan begitu saja, karena kekuatannya dapat

digunakan dalam konseling dan psikologi (Caspar & Berger: 2005). Bahkan jauh

sebelumnya, kelompok psikiatris telah sukses melakukan penelitian terkontrol

dengan menggunakan telepsychiatry atau telemedicine berupa konsultasi dengan

menggunakan dua layar televisi antara psikiater dengan pasien yang berasal dari

wilayah yang tidak memiliki akses terhadap psikiater (Dongier, Tempier, Lalinec

& Meuneir: 1986). Bentuk telepsychiatry sendiri saat ini semakin berkembang

dengan perkembangan teknologi khususnya media internet, dari telepsychiatry

hingga dalam bentuk video conferencing yang juga memanfaatkan internet.

Begitupula halnya dalam bidang konseling, situasi layanan konseling tidak

hanya bisa dilakukan melalui hubungan tatap muka antara konseli dan konselor,

akan tetapi berkembang dengan pemanfaatan dari mulai media telepon hingga

internet. Terdapat beberapa terminologi untuk layanan konseling melalui internet,

diantaranya cybercounseling, cybertherapy, e-konseling, e-terapi, online terapi,

online counseling. konseling melalui media komputer, dan konseling jarak jauh

(A.T Marthin: 2007; Remley & Herlihy: 2005; Rochlen, Zack, Speyer: 2004 )

web konseling (NBCC: 1998) dan internet konseling (NBCC: 2001).

Pada awal kemunculannya ditahun 1990-an pengertian mengenai layanan

konseling melalui internet menurut NBCC: Hughes (2000) dalam terminologi

cybercounseling dan web konseling adalah sebagai berikut.

22
Cybercounseling or Web counseling as “The practice of professional
counseling and information delivery that occurs when client(s) and
counselor(s) are in separate or remote locaton and utize electronic means
to communicate over the internet.”. This definition would seem to include
web pages, email and chat rooms but not telephones and faxes.

Perkembangan selanjutnya, NBCC (2001) menggunakan istilah internet

counseling dan menyatakan pengertian dari konseling melalui internet dengan

pemaknaan sebagai berikut “Internet counseling is defined as “the asynchronous

and synchronous distance interaction among counselor and clients using email,

chat, and videoconferencing features of the internet to communicate”

Pengertian pertama, NBCC secara nyata memisahkan telepon dan faks dari

istilah cybercounseling. Pada perkembangan selanjutnya, NBCC secara lebih

khusus menekankan pada bentuk-bentuk layanan konseling yang bisa diberikan

melalui internet, yaitu bentuk tidak langsung atau asynchronous dan bentuk

interaksi secara langsung atau synchronous.

Terdapat benang merah dari dua pengertian dari NBCC tersebut, bahwa

pemaknaan internet konseling lebih di fokuskan kepada interaksi yang terjadi

antara Konseli dan konselor, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan

menggunakan email, chat, dan video conference yang merupakan wahana

komunikasi melaui internet. Sementara itu pengertian cyber konseling atau web

konseling dapat diartikan sebagai sebuah sarana praktek konseling secara

professional yang dilakukan antara konselor dan konseli dari tempat yang terpisah

dengan memanfaatkan media elektronik dalam berkomunikasi melaui internet

yang mencakup halaman web, email dan chatt room atau media percakapan secara

realtime dengan menafaatkan layanan chatt room tertentu.

23
Kemudian Rochlen, Zack, Speyer (2004) yang memilih menggunakan

istilah online terapi mengemukakan definisinya sebagai “Any type of professional

therapeutic interaction that makes use of the internet to connect qualified mental

health professional and their client”

Pengertian ini kemudian dielaborasi diadaptasi dan di kembangkan lebih

lanjut oleh A.T Marthin (2007) dalam penelitian grounded theory mengenai cyber

konseling yang dilakukannya di Filipina pada tahun 2004. Martin

mendefinisikannya sebagai berikut.

“What is constituates cybercounseling it is a professional practice of


counseling and information dissemination via electronic means. To this
end, Cybercounseling therefore operationally involves conducting
counseling by way of a secured channel (in this sense a secured website or
secured e-mail account). In addition, Cybercounseling involves
disseminating appropriate and accurate information by way of a regularly
updated website and the more easily accessible cellular phones”

Pengertian ini diartikan bahwa cybercounseling merupakan sebuah praktek

konseling dan layanan informasi yang dilakukan secara profesional secara

elektronik, dalam hal ini media operasional yang digunakan dalam cyber

konseling adalah situs dan akun email yang aman. Marthin juga menekankan,

mengenai kelayakan dan keakuratan informasi yang diberikan dalam situs yang

harus senantiasa diperbaharui serta mudah diakses termasuk dari telepon

genggam.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka bisa disimpulkan apa

yang dimaksud dengan konseling melalui internet adalah: Layanan Konseling

Profesional antara konselor dengan konseli yang terpisah jarak dan waktu dengan

memanfaatkan teknologi internet baik interaktif maupun tidak interaktif, baik

24
secara langsung dan ataupun tidak langsung, dengan menggunakan situs yang

aman dan berisi informasi-informasi yang senantiasa diperbaharui, dimana

layanan konselingnya bisa diberikan melalui email, chat, video conferencing,

yang aman.

D. Teknologi Dalam Konseling Melalui Internet

Hal-hal yang harus disadari dan dipahami oleh konselor dibalik layanan

konseling melalui internet adalah apa yang membuat teknologi dalam konseling

melalui internet ini dapat berjalan, bukan hanya itu, akan tetapi juga membiasakan

diri dengan berbagai kemungkinan dan keterbatasan dari teknologi tersebut.

Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Kraus, Zack dan Sticker (2004), bahwa

meskipun penggunaan teknlogi adalah hal yang bisa dipelajari, tetapi hal ini tidak

cukup dengan sekedar membaca buku petunjuk saja, melainkan baik konselor

ataupun Konseli adalah individu-individu yang telah terbiasa menggunakan

teknologi tersebut.

Zack (2004) juga menyatakan bahwa secara teknis, konseling melalui

internet memiliki kebutuhan mendasar, seperti komputer, jaringan dan atau

sambungan internet, termasuk juga aplikasi web browser, seperti internet

explorer, mozilla firefox, safari dan lain sebagainya. Selain kebutuhan dasar,

terdapat kebutuhan tambahan yang juga diperlukan, seperti program email,

program chat, web kamera dan aplikasi aplikasi video konferensi, situs, nama

domain situs, akun web hosting dan piranti keamanan. Berbagai kebutuhan

mendasar ini juga memerlukan suatu keterampilan khusus dalam penggunaanya

25
hingga penunjang yang dapat membantu memaksimalkan pemanfaatannya, seperti

keterampilan konselor dalam memberikan layanan konseling berbasis teks, email,

hingga penunjang secara teknis seperti kecepatan internet yang tinggi yang dapat

memaksimalkan penggunaan-penggunaan aplikasi-aplikasi dalam layanan

konseling melalui internet, seperti chat dan video conference.

Penggunaan teknologi yang paling umum dilakukan dalam konseling

melalui internet adalah mengenai pertukaran informasi berbasis web, yang dalam

hal ini pemahaman konselor mengenai standar dokumen dan formulir dalam

format yang telah merupakan bagian dari konseling. Konselor di internet

melakukan pengumpulan data konseli dengan memanfaatkan formulir berbasis

web. Termasuk juga mengizinkan konseli untuk memperoleh kertas kerja dan

berbagai informasi lain yang diperlukan oleh konseli tersebut sebagai bagian dari

layanan konseling. Dalam transaksi atau pertukaran data inilah diperlukan suatu

piranti khusus yang menjamin kemanan secara online, mengingat konseling

merupakan suatu kegiatan yang menjunjung tinggi kerahasiaan dan privasi.

Keadaan ini menuntut konselor untuk memahami bagaimana menggunakan

berbagai bentuk kemanan untuk menjaga informasi mengenai konselinya. (Zack:

2004).

Zack juga menggaris bawahi mengenai berbagai permasalahan teknis,

seperti permasalah yang dialami oleh orang-orang yang baru mengenal komputer

dan internet atau “newbie”, kendala browser yang berbeda, sistem operasi

komputer yang yang berbeda, kegagalan teknologi yang terjadi karena putusnya

terputusnya sambungan internet, hingga permasalahan keamanan dan atau firewall

26
dimana terdapatnya pembatasan atau pemblokiran situs-situs tertentu.

Hal penting terkait dengan pengembangan media situs web itu sendiri

Nielsin (1999), menyatakan bahwa kriteria situs yang baik harus memenuhi

syarat-syarat tertentu, diantaranya yaitu: (1) usability dalam hal ini situs mudah

dipelajari penggunaannya oleh pengunjung dan dapat digunakan digunakan secara

efesien (2) navigation, dalam hal ini system navigasi harus mudah dipahami oleh

pengunjung secara keseluruhan (3) page design dalam hal ini Pemilihan grafis,

layout, warna, bentuk maupun typografi yang menarik visual pengunjung untuk

menjelajahi situs (4) Konten yang bermanfaat (5) loading Time dalam hal ini

pengembang harus mempertimbangkan kecepatan bagai pengakses dalam

membuka situs tersebut, idealnya hanya memakan waktu 6 sampai 8 detik,

kecepatan ini tentunya akan sangat tergantung pada kapasitas ukuran halaman

yang tidak terlalu besar.

E. Bentuk-bentuk Layanan dalam Konseling Melalui Internet

Secara spesifik, Marthin (2007) membagi dua jenis layanan dalam

konseling melalui internet. Yaitu : 1. Non Interaktif berupa situs yang berisi

informasi dan nara sumber self help atau pertolongan mandiri; 2. Interaktif

synchronous atau secara langsung seperti chat atau instant messaging, dan video

conference , maupun interaktif asyncronous yang secara tidak langsung berupa

terapi email atau email therapy dan Bulletin Boards Counseling (Maples & Sumi:

2008). Berikut penjelasan mengenai masing-masing layanan konseling dalam

konseling melalui internet.

27
Non Interaktif: situs konseling yang memberikan layanan non interaktif

merupakan suatu bentuk layanan informasi atau jika kita kaitkan dengan

bimbingan komprehensif merupakan salah satu bentuk layanan dasar (yang

mendukung individu sebagai sebuah nara sumber yang berisi informasi bagi

pengayaan diri dan bersifat self help bagi pribadi yang membutuhkan (Sampson

et.al: 2004).

Interaktif: konseling yang berjenis interaktif adalah situs yang

menawarkan alternatif bentuk terapi melalui internet, dimana terdapat interksi

antara konseli dan konselor baik secara langsung atau synchronous ataupun tidak

langsung asyncrhronous. Berikut pembagian jenis layanan yang ditawarkan dalam

situs yang memberikan layanan dalam bentuk jenis interactive.

Synchronous: Merupakan media layanan konseling yang dilakukan secara

langsung dan dalam waktu yang sebenarnya, bentuknya berupa pembicaraan

melalui teks. pembicaraan melalui teks memberikan kesempatan kepada individu-

individu untuk saling berkomunikasi secara dinamis dalam waktu yang sama

melalui internet (Zack: 2004). Komunikasi ini biasa dilakukan di dalam ruang

berbicara atau lebih umum di sebut chat room. Dalam chat room konseling terjadi

dialog yang secara langsung dan dalam waktu yang sebenarnya antara konseli

dengan konselor. Biasanya terdapat dua metode yang biasa digunakan dalam chat

room konseling: percakapan seorang konselor dengan seorang konseli ataupun

chat room untuk konseling kelompok. Secara umum, percakapan antara seorang

Konseli dengan konselor di chat room, biasanya diperlukan penjadwalan terlebih

dahulu sebelumnya. Komunikasi konseling melalui teks yang bersifat individual,

28
dilakukan untuk percakapan yang lebih dalam antara konselor dengan konselinya

dan konseli bisa lebih bebas mengekspresikan perasaanya yang dirasakan atas

permasalahannya. Sementara itu konseling kelompok yang melibatkan lebih dari

seorang konseli dalam satu waktu, memerlukan suatu aturan, kebijakan, dan

prosedur yang harus direncanakan terlebih dahulu, sehingga konseli bisa terlibat

dalam proses konseling yang lebih bermakna.

Banyak perusahaan-perusahaan aplikasi internet menawarkan aplikasi IM

secara gratis yang bisa digunakan oleh konselor dan konseli, dan seiring dengan

waktu semakin besar jumlah pemakai yang menggunakannya. Beberapa situs

online telah melengkapi fasilitas IM dengan perlengkapan video seperti Gtalk,

Yahoo Messanger (YM), MSN dan lain-lain. Penggunaan perlengkapan seperti ini

lebih umum digunakan pada layanan konseling yang mayoritas penggunanya

adalah orang dewasa muda. Metode ini menjadi semakin banyak digunakan untuk

pelatihan bagi para mahasiswa konseling lulusan strata satu, agar mereka lebih

terbiasa dengan alat-alat tersebut ketika mereka kelak menjadi konselor

professional.

Asynchronous: merupakan layanan konseling interaktif akan tetapi tidak

terjadi dalam waktu yang bersamaan. Dalam hal ini terdapat waktu tunda, antara

pengungkapan permasalahan Konseli dengan respon yang diberikan oleh

konselor. Terdapat dua bentuk layanan dalam metode konseling ini, yaitu terapi

email dan Bulletin Boards Counseling (BBC). Berikut masing-masing

penjelasannya:

29
1. Email therapy

Biasa juga disebut sebagai terapi email: Menuliskan surat untuk konseling

bukanlah hal baru: Freud telah melakukan korepondensi dengan pasiennya

semenjak satu abad lalu. Saat ini, surat dapat diantarkan dengan kecepatan cahaya

melalui internet, dan email konseling, secara bersamaan telah ditawarkan dalam

konseling yang menggunakan teknologi internet lainnya, yang lebih dikenal

sebagai online konseling atau online terapi (Mulhauser: 2005). Terapi email

sendiri merupakan suatu proses menulis tentang permasalahan yang dialami dan

dirasakan oleh konseli yang bisa dijadikan sebagai bentuk terapetik bagi dirinya

sendiri. Metode hubungan terapetik melalui email konseling, tidak mengenal

waktu, artinya bisa dilakukan kapanpun, tidak mengenal tempat secara fisik,

konseli tidak perlu mendatangi konselor, tetapi cukup berhubungan melalui

internet. Bagi konselor sendiri, memiliki rekaman konseling yang cukup

terperinci, karena semua tersimpan dalam bentuk data tertulis (Hongkong Young

Woman Christian Assocation).

Dalam email konseling, konseli mengirimkan pesan melalui email kepada

konselor mengenai permasalahan yang dihadapinya, kemudian konselor

memberikan respon balik secara profesional melaui email. Konseling melalui

email, memberikan pelayanan konseling yang lebih pribadi dalam hubungan satu

sama lain antara konselor dengan konseli. Menurut Elleven dan Allen (2003),

model komunikasi dalam bentuk ini lebih efisien, karena hampir seluruh konseli

yang mencari bantuan layanan konseling melalui internet memilikinya.

30
Terdapat dua jenis email, yaitu email standar dan web mail.
mail Email standar

adalah email yang pada umumnya dimiliki


dimiliki oleh individu, dalam email standar

memerlukan program email, contohnya email konselor dengan alamat

nabilah@konseling.com
ng.com mengirimkan email konseling kepada konselinya
k yang

menggunakan email lembaga dengan alamat neru@universitas.edu,


neru@universitas.edu maka terjadi

transmisi data dari mail server mail.konseling.com


ng.com dengan identitas nabilah

kepada mail server mail.universitas.edu yang ditujukan kepada pengguna dengan

identitas
titas neru. Dalam hal ini, email tidak langsung terkirim ke komputer

pengguna, akan tetapi terlebih dahulu terjadi proses pengiriman dari server ke

server, selanjutnya dari server ke pengguna, email akan tersimpan di server.

Sementara itu server dikelola oleh pihak lain yang juga memiliki
iki otoritas untuk

membuka email. Keadaan ini mengandung resiko untuk keamanan rekaman

konseling konseli terancam.


ter Berikut ini merupakan ilustrasi resiko keamanan

dalam
am layanan konseling melalui email secara khusus dan internet secara umum.

Gambar 2.1 Daftar Alur Resiko Keamanan Konseling Melalui Internet


I
(Sumber: Kraus: 2004)

31
Sementara itu webmail bekerja hampir sama seperti email standar, akan

tetapi tidak memerlukan program email secara khusus, karena email akan

terintegrasi dan terbaca dalam situs dan bisa dibuka dengan nama pengguna dan

kata sandi, perusahaan penyedia email seperti gmail.com; aol.com; hotmail.com;

yahoo.com; dan lain lain (Kraus, Zack dan Sticker :2004).

2. Bulletin Boards Counseling (BBC).

BBC adalah suatu sistem dimana Konseli mempublikasikan pertanyaanya di

bulletin board, untuk selanjutkan konselor akan memberikan jawaban atau

masukannya terhadap permasalahan konseli tersebut, bulletin board merupakan

suatu ruang dimana seseorang dapat meninggalkan pesan dengan tetap

merahasiakan identitasnya, dengan harapan akan memperoleh jawaban atau

respon dari ruang publik yang ramah (Maples & Sumi: 2008).

F. Kelebihan dan Kekurangan Layanan Konseling Melalui Internet

Konseling melalui internet bukanlah bentuk layanan yang umum diberikan

dalam praktek yang dilakukan oleh konselor, perdebatan pakar pun masih

berlangsung, sebagian pakar belum dapat menerima layanan konseling melalui

internet sebagai bentuk konseling, karena terdapatnya pengabaian prinsip utama

dalam konseling, seperti saling berhadapan dan bertatap muka. Meskipun

demikian adalah hal yang penting bagi konselor untuk menyadari sepenuhnya

akan perkembangan teknologi terkini dan implikasinya terhadap profesi yang

digelutinya di tengah masyarakat yang semakin terbiasa dengan teknologi atau

technologically literate socially (Martin: 2007).

32
Konseling melalui internet memang memiliki banyak kekurangan jika

dibandingkan dengan konseling secara tatap muka akan tetapi, konseling melalui

internet juga memiliki kelebihannya sendiri. Sebelum penulis membahas

mengenai kelebihan dan kekurangan layanan konseling melalui internet, terlebih

dahulu perlu dibahas mengenai perbedaan antara layanan konseling tradisional

dengan layanan konseling melalui internet. Martin (2007) menggambarkan

perbedaan karakteristik secara umum antara layanan konseling secara langsung

tatap muka dengan layanan konseling melalui internet sebagai berikut.

Tabel 2.2
Perbedaan bentuk layanan konseling

Layanan Konseling Secara Langsung Layanan Konseling Melalui Internet


Tatap Muka
Konseling merupakan suatu hubungan Layanan konseling melalui internet adalah suatu
pemberian bantuan yang melibatkan dua hubungan pemberian bantuan yang melibatkan
orang atau lebih yang saling berinteraksi interaksi antara dua orang atau lebih
(verbal dan non-verbal) dimana seseorang (kebanyakan berbasis teks) dari tempat atau
diantaranya yang mencari bentuan dan yang jarak yang terpisah, dimana seseorang
lainnya terlatih secara professional untuk diantaranya mencari bantuan dan yang lainnya
memberi bantuan. terlatih secara profesional untuk membantu.
Kegiatan konseling dilakukan dalam setting Kegiatan konseling dilakukan dalam setting
ruangan yang sangat aman, pribadi dan tidak dunia maya yang mungkin saja bisa dimasuki
terlihat oleh orang lain. oleh pihak ketiga maupun beresiko dibajak oleh
hacker.
Didalamnya terdapat keadaan yang secara Kedua belah pihak akan berpikir dan berbagi
nyata ditampilkan yang tidak terbatas dalam pemikiran biasanya melalui teks. Hal ini bisa
bentuk verbal (tampak) dari kedua belah juga dilakukan secara langsung atau
pihak, seperti berpikir, berbicara dan berbagi synchcronous (chatt, video conference dan
pemikiran. instant messaging maupun secara virtual
asynchronous (email).
Pada umumnya merupakan percakapan konseling melaui internet dilakukan melalui
bersahabat, hangat dan ekspresif dan secara interaksi yang kebanyakan berbasis teks,
langsung yang bertujuan untuk memberikan beberapa huruf berubah menjadi kode-kode atau
perubahan dalam perilaku. singkatan, untuk menggambarkan emosi, yang
ditunjukan dengan menggunakan emoticon.

Berdasarkan gambaran perbedaan karakteristik antara konseling secara

langsung tatap muka dengan konseling melalui internet di atas, maka bisa dilihat

pula beberapa kelebihan dan kekurangan dari layanan konseling melalui internet,

33
berikut ini tabel yang menjelaskan kelebihan dan kekurangan dari konseling

melalui internet yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber.

Tabel 2.3
Kelebihan dan Kekurangan layanan konseling melalui internet

Kelebihan Kekurangan

Memberikan kesempatan bagi calon Konseli Tidak adanya hubungan atau kontak secara
yang merasa kurang nyaman untuk bertemu dan tatap muka. Sehingga menyulitkan bagi
berkomunikasi secara langsung dan beratap konselor untuk melihat ekspresi wajah Konseli.
muka dengan konselor.
Konselor dapat mengetahui gambaran perasaan Tidak adanya kegiatan berbicara secara
atau emosi Konseli melalui emoticon yang langsung, sehingga tidak memunculkan reaksi
biasanya terintegrasi dalam aplikasi chat emosional yang secara langsung dapat di
interpretasikan oleh konselor.
Melalui email yang merupakan interaksi yang Tidak terjadinya interaksi secara langsung,
dilakukan secara tidak langsung, individu diberi kondisi ini membatasi konselor terhadap bahasa
kesempatan untuk berpikir sebelum menulis tubuh Konseli yang merupakan bagian dari
sehingga individu dapat dengan mudah petunjuk penunjang dalam kegiatan konseling.
mengungkapkan perasaan yang sebenarnya
melalui tulisan.
Berbagai transaksi data seperti informasi dan Dilakukan diruang virtual, yang memiliki
formulir bisa diberikan dan dikumpulkan secara resiko keamanan online. Dalam hal ini, bukan
online. Hal ini akan memudahkan proses tidak berbagai informasi mengenai data Konseli
administrasi dan penyimpanan data dan dapat disusupi oleh pihak ketiga.
rekaman konseling.
Menghilangkan jarak untuk mendapatkan Keterbatasan ekonomi, dimana tidak seluruh
Konseli, keluwesan dalam perencanaan, populasi target layanan memiliki akses terhadap
menghemat anggaran, dan memberikan pilihan fasilitas digital yang memungkinkan bagi
yang lebih banyak bagi Konseli. mereka untuk mendapatkan layanan konseling
melalui internet.

Tabel diatas merupakan gambaran kelebihan dan kekurangan layanan

konseling melalui internet yang dikumpulkan dan dielaborasi berdasarkan

beberapa hasil penelitian yang antara lain dilakukan oleh Akohari, Kato & Ota:

2002; Krause et.al: 2004; Mallen et.al: 2005; Martin: 2007; Tyler & Guth: Bloom

and Walz: 2004; Law: 2001.

34
G. Isu-isu dalam Layanan Konseling Melalui Internet

Konseling online atau konseling melalui internet relatif merupakan

pengembangan jenis pelayanan konseling dengan metode yang relatif baru,

sehingga hal ini masih memerlukan sebuah kerangka hukum atau aturan maupun

kode etik yang jelas. Selain ada masalah ketidakmengertian secara profesional,

terdapat pula berbagai bentuk kecurangan yang biasa terjadi dalam ruang cyber.

Kondisi-kondisi tersebut menjadikan layanan psikologis melalui internet akan

menghadirkan resiko yang lebih besar dalam hal pelanggaran secara etika dan

hukum untuk tiga alasan utama:

Pertama adalah mengenai kesadaran konselor akan prinsip-prinsip umum

etika konseling sebagai hasil dari pelatihan ataupun pendidikan yang pernah

ditempuh konselor masih dalam setting layanan tradisional. Keadaan ini

cenderung menjadikan konselor tidak memiliki pemahaman yang cukup untuk

memenuhi keunikan dan kompleksitas permasalahan etika terkait dengan layanan

konseling secara online atau konseling melalui internet (Sampson: 2006: Khelifa:

2007)

Kedua, karena terus berkembangnya regulasi dan kode etik dalam internet

itu sendiri semenjak berjalannya layanan konseling berbasis komputer dan

internet (Baltimore: 2000: Rosik: 2001: Khelifa: 2007). Terakhir karena

terjadinya perubahan yang demikian pesat dalam teknologi informasi dan

komunikasi, sehingga akan sangat menyulitkan pengembangan etika dan regulasi

untuk konseling internet yang bisa disesuaikan dengan langkah percepatan

perkembangan teknologi tersebut (Khelifa: 2007).

35
Khelifa (2007) memberikan beberapa daftar isu terkait dengan etika dan

aspek hukum dalam konseling melalui internet yang harus disadari oleh para

pengembang dan praktisi konseling melalui internet. Isu-isu tersebut antara lain

yang dengan hubungan profesional, konselor dan konseli memerlukan bingkai

yang secara jelas menerangkan dasar-dasar yang membangun hubungan antara

keduanya melalui internet, konselor menyadari resiko-resiko yang dihadapi terkait

dengan persoalan hukum dan etika. Meskipun keduanya baik konselor dan atau

konseli meyakini bahwa layanan elektronik tidak akan melewati batas hubungan

professional, tetap diperlukan persetujuan antara kedua belah pihak mengenai

layanan konseling yang akan diberikan yang memuat hak dan kewajiban kedua

belah pihak.

Isu kedua adalah mengenai aspek legal yang terkait dengan legalitas

praktek konselor. Konselor harus bekerja sesuai dengan kewenangannya. Grohol

(1997) menyarankan bahwa konselor di internet yang baik akan secara tegas

membuat kebijakan mengenai keluhan dan menyarankan siapa yang harus

dihubungi jika konseli meyakini bahwa konselor telah berlaku tidak etis atau

melakukan kesalahan. Saat ini belum ada sistem yang melindungi konsumen dari

“penipuan cyber”.

Isu yang paling sering dibahas dalam berbagai literatur terkait dengan

layanan konseling melalui internet adalah adalah isu kerahasiaan. Penggunaan

media elektronik dalam konseling menuai banyak perhatian khususnya mengenai

kerahasiaan konseli (Jerome: 2001). Rosik (2001) menyatakakan kebanyakan

konseli memiliki pemikiran bahwa pertukaran informasi antara konseli dan

36
konselor dalam konseling online itu aman dan terjaga kerahasiaanya.

Kenyataannya, bagaimana pun juga kerahasiaan dalam komunikasi online, tidak

semudah itu terjaga (Welfel: 2003), karena rekaman elektronik lebih mudah

terbuka ke pihak yang tidak memiliki wewenang daripada rekaman dalam bentuk

kertas atau suara (Dodek & Dodek: 1997).

Rosik (2001) menggarisbawahi beberapa cara yang bisa dilakukan

konselor untuk menjaga kerahasiaan rekaman elektronik, sebagaimana yang

dikatakan oleh Huang dan Alessi (1996) bahwa penerobosan keamanaan bisa

terjadi di semua tingkatan keamanan dalam setiap pertukaran elektronik.

Perlindungan keamanan sangat diperlukan dalam rangka mengamankan

pertukaran online antara konselor dengan konseli terkait dengan kerahasiaan dan

hal-hal yang bersifat pribadi mengenai diri konseli. Guna memenuhi keamanan

melawan berbagai kemungkinan penerobosan, konselor harus menjaga keamanan

dengan menggunakan situs yang yang aman, menggunakan teknologi encryption

(ACA: 2005; Ford: 2005; Mallen: 2005; NBCC: 2001; Zack: 2003) dalam

melakukan perpindahan elektronik dan rekaman data dan juga penggunaan

password atau kata sandi yang akan melindungi jalur masuk kedalam informasi-

informasi yang bersifat rahasia, baik pada komputer konselor maupun konseli

(Kirk:1997).

Isu keempat adalah etika, berbagai upaya yang dilakukan untuk membuat

spesifikasi etika standar bagi praktek konseling secara online yang senantiasa

mengalami kendala. Kendala ini terjadi karena kesulitan penyesuaian dengan

kecepatan perkembangannya teknologi komunikasi itu sendiri. Banyak organisasi

37
profesional dan badan akreditasi yang membuat panduan etika bagi praktisi yang

memberikan layannnya secara online (ACA: 2005; American Psychological

Association [APA]:2002; The International Society for Mental Health

Online [ISMHO]: 1997 ;NBCC: 2001). Hal penting yang harus dilakukan oleh

konselor yang memberikan layanan secara online, adalah mengikuti panduan etika

konseling melalui internet yang sudah ada dan membaca jurnal-jurnal terbaru

mengenai hal tersebut.

Kelima adalah isu mengenai kompetensi Konselor: ACA (1999)

Menyatakan bahwa konselor yang melakukan praktek secara online harus

menyertakan informasi mengenai latar belakang pendidikan, lisensi dan sertifikasi

dan area praktek konselor.

Isu terakhir atau isue keenam adalah tanggung jawab konselor atas

persoalan-persoalan yang terkait dengan Konseli selama konseling berlangsung.

Konselor harus mempertimbangkan jika terjadi keadaan-keadaan yang darurat

yang mungkin terjadi pada konseli, seperti kemungkinan bunuh diri, melukai diri

sendiri, orang lain. Selanjutnya jika terjadi kasus pengabaian dan kekerasan

terhadap anak. Konselor bertanggung jawab untuk melakukan alih tangan, jika

memang diperlukan. Hal lain yang harus dipertimbangkan adalah persoalan

teknis, seperti akses internet dan atau kegagalan teknologi, sehingga konselor

hendaknya menawarkan alternatif cara berkomunikasi dengan metode lain kepada

konselinya. Sementara permasalahan etika dan hukum tetap berlangsung (Mulvey:

2004) hendaknya konselor senantiasa membangun kesadaran dan mencari arahan

yang tepat untuk berpraktek secara etik dan dalam lingkungan global yang aman.

38
H. Etika Dalam Layanan Konseling Melalui Internet

Ketika komputer pertama kali diperkenalkan sebagai alat komunikasi,

maka kesempatan besar tidak boleh terlewatkan begitu saja, karena kekuatannya

dapat digunakan dalam konseling dan psikologi (Caspar & Berger: 2005).

Cannabis (2000) telah memperkirakan bahwa dalam waktu delapan tahun,

penggunaan teknologi dalam konseling akan mengisi lebih dari 90% pekerjaan

konselor.

Tidak diketahui secara pasti mengenai siapa konselor yang memberikan

layanan konseling melalui internet pertama kali, akan tetapi Ainsworth (2002)

dalam E.Shaw dan F. Shaw (2006) menemukan bahwa terdapat kurang lebih

duabelas situs konseling mulai bermunculan semenjak tahun 1990-an. Jumlahnya

senantiasa berkembang seiring berkembangnya waktu, akan tetapi secara jelas

Mallen, Vogel & Rochlen (2005) telah menyatakan bahwa pemberian layanan

kesehatan mental dan perilaku secara online melalui internet menuai banyak

pertanyaan-pertanyaan baru mengenai proses terapeutik, dan pentingnya dasar-

dasar etika, hukum (legal), latihan dan isu-isu teknologi sebelum konselor

berhadapan dengan calon konseli dengan menggunakan media komputer sebagai

sarana berkomunikasi.

Courtland Lee, mantan presiden ACA telah menekankan, bahwa konseling

melalui internet, harus dilakukan dengan cara yang etis sebagaimana yang

dilakukan dalam bentuk layanan konseling lainnya (Lee: 1998 dalam Shaw &

Shaw: 2006). Secara khusus NBCC (2001) dan ACA (2005) membahas mengenai

pedoman dan etika dalam layanan konseling melalui internet. Donna Ford,

39
President ACA periode 1999-2000 bakan telah memberikan panduan mengenai

cybercounseling untuk praktik yang baik dalam pelayanan terhadap mahasiswa.

Secara umum, etika dalam layanan konseling melalui internet

menyangkut: (1) pembahasan mengenai informasi mengenai kelebihan dan

kekurangan dalam layanan, (2) penggunaan bantuan teknologi dalam layanan, (3)

ketepatan bentuk layanan, (4) akses terhadap aplikasi komputer untuk konseling

jarak jauh, (5) aspek hukum dan aturan dalam penggunaan teknologi dalam

konseling, (6) hal-hal teknis yang menyangkut teknologi dalam bisnis dan hukum

jika seandainya layanan diberikan antar wilayah atau negara, (7) berbagai

persetujuan yang harus dipenuhi oleh konseli terkait dengan teknologi yang

digunakan, dan (8) mengenai penggunaan situs dalam memberikan layanan

konseling melalui internet itu sendiri (ACA: 2005 Sek.A.12).

Kedelapan hal tersebut, dapat kita kategorikan menjadi menjadi tiga

bagian besar sebagaimana sebelumnya pembagian kategori yang telah dilakukan

oleh NBCC (2001), yaitu mengenai (1) hubungan dalam konseling melalui

internet (2) kerahasiaan dalam konseling melalui internet, dan (3) aspek hukum,

lisensi dan sertifikasi. Berikut ini penjelasan dari masing-masing aspek tersebut

1. Hubungan dalam konseling melalui internet.

Dalam hal ini konselor yang memberikan layanannya melalui internet

memiliki kewajiban untuk menginformasikan berbagai keadaan,ketentuan dan

persyaratan konseling yang harus diketahui, dipahami dan diterima oleh calon

konseli yang menyangkut dengan pelayanan konseling melalui internet yang

40
diberikan oleh konselor tersebut. Keadaan, ketentuan dan persyaratan yang harus

diinformasikan kepada konseli tersebut sebagaimana yang dijelaskan berikut ini.

a. Perlunya dinyatakan mengenai kelebihan dan kekurangan konseling melalui

internet, dalam hal ini konselor menginformasikan kepada konseli mengenai

kelebihan dan kekurangan menggunakan aplikasi teknologi informasi dalam

proses konseling maupun dalam hal urusan prosedur pembayaran. Teknologi

ini tidak terbatas, termasuk didalamnya perangkat keras dan lunak komputer,

telepon, world wide web (www), internet, assessment onine, dan berbagai

intrumen komunikasi lainnya (ACA Sek.A.12.a).

b. Informasi berupa pernyataan yang harus dinyatakan konseli yang memastikan

bahwa calon konseli pengguna layanan konseling melalui internet memiliki

kemampuan baik secara intelektual, emosional dan fisik dalam menggunakan

berbagai aplikasi internet, dan sebaliknya aplikasi tersebut itupun dapat

memenuhi kebutuhan konseli (ACA Sek.A.12.b).

c. Informasi yang harus diketahui konseli mengenai ketepatan bentuk layanan

yang seharusnya diberikan oleh konselor, jika ternyata permasalahan yang

dialami oleh konseli lebih cocok dibantu melalui konseling secara tatap muka

dan akan sulit jika layanan diberikan melalui internet, sehingga dalam hal ini

hendaknya konselor memberitahukan kepada konseli mengenai bentuk

layanan yang lebih tepat bagi permasalahan yang dialaminya (ACA

Sek.A.12.c).

41
d. Penggunaan aplikasi yang memudahkan dan umum digunakan oleh calon

konseli dalam proses konseling jarak jauh dengan bantuan teknologi (ACA

Sek.A.12.d).

e. Penggunaan teknologi yang dapat memverifikasi identitas konseli di internet,

biasanya dengan menempatkan kode atau angka-angka tertentu (ACA

Sek.A.12.h..4; NBCC: 2001 No.1.a).

f. Konselor menyiapkan persetujuan tertulis mengenai hak perwalian yang sah

jika ternyata yang menjadi konselinya adalah anak dibawah umur, termasuk

juga melakukan verifikasi identitas wali yang bersangkutan (ACA

Sek.A.12.h.5; NBCC: 2001 No.1.b).

g. Sebagai bagian dari proses orientasi konseling, konselor di internet

menjelaskan kepada konseli mengenai prosedur dalam kontrak ketika konselor

sedang tidak online dan dalam keadaan konseling asynchronous melalui email,

seberapa sering konselor akan memeriksa email yang masuk (NBCC: 2001

No. 1.c).

h. Konselor di internet memberikan penjelasan kepada konseli mengenai

kemungkinan terjadinya kegagalan teknologi dan memberikan beberapa

alternatif bentuk komunikasi yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak jika

terjadi kegagalan teknologi tersebut (ACA Sek.A.12.g.8: g.2; NBCC: 2001

No. 1.d).

i. Konselor di internet hendaknya memberikan menjelaskan kepada konseli

bagaimana menghadapi dan mengatasi berbagai potensi kesalahpahaman yang

42
terjadi dikarenakan tidak adanya petunjuk secara visual (NBCC: 2001 No.

1.e).

j. Konselor di internet menginformasikan kepada konseli atau memberikan

rujukan berupa alamat-alamat dan nomer telepon profesional atau lembaga-

lembaga diwilayah setempat dan lembaga-lembaga yang memberikan

intervensi dalam keadaan krisis (ACA Sek.A.12.g.9; NBCC: 2001 No. 1.f).

k. Konselor di internet memberikan informasi berupa peringatan akan

pengaksesan internet untuk proses konseling ditempat umum, validitas dan

reliabilitas informasi yang ditemukan di internet juga asesmen berbasis

internet. (ACA Sek.A.12.h.9; NBCC: 2001 No.1.g).

l. Kesadaran konselor akan keterbatasan teknologi membaca sehingga

hendaknya konselor menjadikan websitenya bebas hambatan bagi konseli

yang mengalami ketunaan (ACA Sek.A.12.h.6; NBCC: 2001 No. 1.h).

m. Kesadaran konselor akan kemungkinan terdapatnya beberapa perbedaan antara

dirinya dengan konseli, seperti waktu, bahasa, perspektif budaya, keadaan di

wilayah tempat konseli menghabiskan waktunya hingga pengalaman individu

tertentu yang mempengaruhi keadaan konseli (ACA Sek. A.12.g.10: h.8;

NBCC: 2001 No 1.i).

n. Konselor melalui internet menginformasikan kepada konseli mengenai

prosedur pembiayaan (ACA Sek.A.12.g.11; NBCC: 2001 No.3.1).

43
2. Kerahasiaan dalam konseling melalui internet

Kerahasiaan dan keterbatasannya merupakan isu yang sangat penting

untuk dipahami untuk individu yang berhati-hati terhadap berbagai tindakan

bantuan. Pada umumnya, orang-orang yang berprofesi sebagai seorang konselor

akan dengan teguh menjaga dan memelihara kerahasiaan. Bahkan bagi konselor,

hal tersebut secara khusus diatur dalam kode etik profesional yang diembannya.

Karena itulah, sangat penting bagi konselor untuk menginformasikan mengenai

aspek kerahasiaan bagi konseli, termasuk juga mengenai kerahasiaan dalam

layanan konseling melalui internet (Kraus: 2004). Berikut ini merupakan aspek

etika layanan konseling melalui internet yang menyangkut kerahasiaan.

a. Konselor di internet menginformasikan kepada konseli mengenai kesulitan

kemanan dalam transmisi komunikasi secara elektronik (ACA Sek.A.12.g.1).

b. Konselor di internet menginformasikan konseli mengenai metode keamanan

ecryption yang digunakan dalam komunikasi konseling. Jika ternyata konselor

tidak menggunakan metode ecryption, maka hendaknya konselor

memberitahukan hal tersebut kepada konseli termasuk konsekuensi dari

keadaan tersebut sebelum proses pemberian layanan dilakukan (ACA

Sek.A.12.g.5: g.6; NBCC: 2001 No. 2.a).

c. Konselor di internet menginformasikan kepada konseli mengenai pihak-pihak

yang memiliki akses dan otoritas dan tidak memiliki terhadap data konseli dari

sisi lembaga (ACA Sek.A.12.g.2).

d. Konselor di internet menginformasikan kepada konseli mengenai pihak-pihak

yang memiliki otoritas ataupun tidak, termasuk anggota keluarga maupun

44
rekan sejawat yang memiliki akses pada setiap aplikasi teknologi yang

digunakan konseli dalam proses konseling, dalam hal ini konselor dapat

menggunakan prosedur mengenai pertanggungjawaban atas hak dan

kerahasiaan email konseling yang tidak diperkenankan untuk diteruskan

kepada pihak lain (ACA Sek.A.12.g; NBCC: 2001 No. 2.c).

e. Konselor melalui internet menginformasikan kepada konseli mengenai

prosedur rekaman data konseling antara konselor dengan konseli, prosedur ini

meliputi cara penyimpanan, lama penyimpanan data rekaman seperti email

konseling, hasil tes, dan rekaman konseling lainnya. (ACA Sek.A.12.g.7;

NBCC: 2001 No.2.b).

3. Aspek hukum, lisensi dan sertifikasi

Tidak terdapatnya batasan geografi memberi kesempatan konseli dan

konselor yang berasal dari berbagai wilayah, bahkan negara terlibat dalam proses

terapeutik. Jika dilihat dari sisi hukum, tentu saja hal ini akan mengundang

permasalahan-permasalahan terkait dengan wilayah praktek dan lisensi konselor,

untuk itulah dalam hal ini terdapat etika layanan konseling melalui internet diatur

mengenai aspek hukum, lisensi dan sertifikasi bagi konselor yang memberikan

layanannya secara online melalui internet. Berikut ini merupakan etika yang

mengatur hal sebagaimana yang dimaksudkan tersebut.

a. Konselor di internet harus memastikan bahwa penggunaan teknologi tidak

melanggar hukum dan ketetapan/aturan yang berlaku di wilayah setempat

(ACA Sek.A.12.e; NBCC: 2001 No.3.a).

45
b. Konselor menginformasikan kepada konseli mengenai hukum yang berlaku

dan keterbatasan area pemerintahan dalam praktek profesi pada suatu batasan

wilayah atau antar Negara (ACA.Sek.A.12.g.4; NBCC: 2001 No.3.a).

c. Konselor juga hendaknya memberikan informasi mengenai prosedur

pembayaran atas layanan konseling yang diberikannya, termasuk jika

merupakan bagian dari yang ditanggung oleh asuransi dan pelaporan masalah

kekerasan di dalam perjanjian tertulis (NBCC: 2001 No.3.a).

d. Konselor memberikan tautan ke situs-situs lembaga resmi profesi, sertifikasi

dan lisensi yang dapat memfasilitasi perlindungan konsumen dan situs-situs

referensi lainnya(ACA Sek.a.12.h.3; NBCC: 2001 No.3.b).

I. Hasil Penelitian Sebelumnya

Terdapat beberapa hasil penelitian baik di dalam dan luar negeri yang

telah dilakukan terkait dengan pengembangan media layanan konseling melalui

internet diantaranya adalah:

Pengembangan weblog sebagai Media Layanan Bimbingan dan Konseling,

oleh: Iip Shalihat (2009). Latar belakang penelitian ini adalah adanya tuntutan

perkembangan teknologi yang harus dikuasai oleh konselor sesuai dengan

kompetensinya. Pengembangan weblog sebagai media layanan bimbingan dan

konseling dalam penelitian ini disebut sebagai weblog counseling. Weblog

counseling ini adalah sebuah media online yang berisi curahan hati, pikiran dan

pengalaman konseli/blogger (user/pernulis weblog) yang dibuat berdasarkan

kronologis waktu dengan perluasan akses yang diinginkan konseli/blogger yang

46
memenuhi teknik katarsis serta berada dalam situs lembaga bimbingan dan

konseling, yang dibimbing oleh konselor professional.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa weblog counseling dinilai baik

oleh pakar/praktisi Bimbingan dan Konseling, pakar/praktisi Ilmu Komputer, dan

pengelola TIK/UPI. Secara umum. Mahasiswa menyatakan puas dengan layanan

yang diberikan melalui weblog counseling.

Penelitian lain berkenaan dengan pengembangan media layanaan

kesehatan mental si perguruan tinggi adalah Using Online Technology for Student

Support Services oleh: John Hamilton, Susan M. Larsen, Barbara A. McDowell

dan Stephen Brown (2004). Dasar dilakukannya penelitian ini adalah karena

kesadaran pihak California State University (CSU) akan kecenderungan nasional

kebutuhan mahasiswa akan pendidikan dan semakin tingginya mahasiswa CSU

yang beresiko tinggi terhadap permasalahan emosional. Sehingga sebuah online-

hotline dibangun melalui kerjasama dengan Pusat Perempuan CSU Fullerton

dengan nama proyek “University Blues” (www.fullerton.edu/universityblues).

Tagline dari University Blues adalah “What Got You Blue?”. Proyek ini

dibuat untuk memberikan pelayanan online-hotline yang aman bagi mahasiswa.

Mahasiswa dapat megakses support services dan akses terhadap berbagai tautan

yang memiliki konsentrasi pada permasalahan emosional dan sosial. Tambahan

lainnya, University Blues juga memberikan layanan konseling kelompok sebaya

secara tatap-muka pada saat jam kerja kampus. Proyek University Blues ini juga

memberikan penawaran magang bagi para mahasiswa yang berasal dari jurusan

psikologi dan konseling. Salah satu tujuan proyek ini adalah sebagai kesempatan

47
bagi mahasiswa untuk mengembangkan keahliannya dalam konseling sebaya dan

pelayanan online-hotline di bawah supervisi professional yang berlisensi.

Penelitian lainnya adalah “Emotional support and Suicide Prevention

through the Internet: a Field Project Report” oleh Azy Barak (2007). Dasar

pengembangan yang dilakukan adalah bahwa internet dapat dimanfaatkan secara

efisien untuk membantu individu yang mengalami tekanan emosional, termasuk

juga diantaranya mereka yang berkeinginan untuk bubuh diri. Berdasarkan premis

tersebut, dengan panduan prinsip dasar psikologi dalam memandang komunikasi

dan perilaku berinternet, dan di sisi lain dengan pertimbangan faktor-faktor yang

terkait dengan dukungan emosional, maka SAHAR sebuah proyek untuk orang

Israel dengan pengantar bahasa Hebrew (http://www.sahar.org.il) dikembangkan.

Pemikiran yang melatarbelakangi pengembangan Sahar adalah untuk

menginisiasi percakapan anonimus pada lingkungan online yang menjunjung

tinggi kerahasiaan, sehingga mampu menjaring individu-individu yang

mengalami keadaan krisis dan memberikan penawaran bagi mereka pendengar

yang memberi dukungan secara mental dan penerimaan yang hangat. Pemberi

layanan ini adalah pemberi bantuan terlatih dan juga anonimus.

Sahar menawarkan komunikasi pribadi bagi pengguna melalui jenis

layanan dalam bentuk dukungan synchronous dan asynchronous. Sahar

menyiapkan forum online untuk komunikasi kelompok. Situs ini dikunjungi lebih

dari 10.000 kali perbulannya, atau 350 kali perhari. Angka yang luar biasa untuk

jumlah masyarakat Israel yang populasinya sedikit. Dari 1000 yang menghubungi

48
Sahar secara pribadi setiap bulannya, sepertiganya merupakan individu yang

berkeinginan untuk bunuh diri.

Forum menerima lebih dari 200 pesan perhari, sehingga dalam berbagai

kesempatan Sahar telah berpartisipasi membantu mengurangi angka bunuh diri di

Israel. Pada beberapa kasus, percakapan yang memberi dukungan ataupun

pengalihan kepada sumber pertolongan mampu mencegah keputusan yang

terburu-buru dikarenakan kondisi yang tertekan, dimana banyak individu yang

berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Umpan balik dari pengguna

mengindikasikan kesuksesan Sahar sebagai aplikasi psikologi yang unik di

internet.

49

Anda mungkin juga menyukai