12 JP (540 menit)
PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, terdiri atas
berbagai suku bangsa, agama, bahasa, budaya, dan adat istiadat yang
berbeda-beda. Kondisi tersebut merupakan anugerah dan perekat
persatuan bangsa. Namun di sisi lain apabila tidak dikelola dengan tepat,
kondisi itu dapat menjadi sumber potensi konflik sehingga konflik sosial
akan sering mewarnai situasi Kamtibmas di berbagai wilayah.
Potensi konflik yang bersumber dari berbagai akar masalah
tersebut seharusnya bisa dideteksi dan diidentifikasi lebih dini melalui
fungsi intelijen dan strategi Pemolisian Masyarakat (Polmas) atau
community policing, sehingga dapat dilakukan upaya antisipasi dan
pencegahannya agar potensi konflik tidak berkembang menjadi konflik
nyata.
Polmas merupakan strategi yang digunakan dalam melaksanakan
tugas Pembinaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat
(Binkamtibmas), sehingga melalui strategi ini diharapkan dapat
terbangun kepedulian, kepekaan, dan kebersamaan antaranggota Polri
dengan masyarakat dalam memecahkan berbagai permasalahan sosial,
khususnya dalam mengeliminasi berbagai potensi konflik yang ada.
Strategi Polmas selama ini belum sepenuhnya diterapkan dalam
mengantisipasi berbagai potensi konflik yang muncul, begitu juga
dengan langkah penanganan ketika terjadi konflik terbuka seringkali
bersifat reaktif, parsial dan tidak sistematis yang mengakibatkan
munculnya komplain terhadap tindakan Polri yang eksesif, dugaan
terjadinya pelanggaran HAM, bahkan ada penilaian ragu-ragu, serta
seolah ada kesan terjadi pembiaran.
Berbagai potensi konflik yang bersumber dari akar masalah yang
TEKNIK PENANGANAN KONFLIK SOSIAL
72
HANJAR SATUAN PENDIDIKAN - DIKBANGSPES PAMEN MOP
PUSDIKMIN LEMDIKLAT POLRI
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Materi PELAJARAN
1. Pokok Bahasan 1:
Pengertian, sumber terjadinya konflik social dan dasar penanganan
konflik sosial;
Sub pokok bahasan 1:
a. pengertian-pengertian yang berkaitan dengan penanganan
konflik sosial;
b. sumber terjadinya konflik sosial;
c. dasar penanganan konflik sosial;
2. Pokok Bahasan 2
identifikasi potensi konflik.
Indikator Hasil Belajar :
a. Menjelaskan inventarisasi potensi konflik;
b. Menjelaskan pendalaman potensi konflik;
c. Menjelaskan prioritas penangana potensi konflik
3. Pokok Bahasan 3
Memahami pencegahan konflik
Indikator Hasil Belajar :
a. Menjelaskan cara memelihara kondisi damai dalam
masyarakat;
b. Menjelaskan pengembangan system penyelesaian
perselisihan secara damai;
c. Menjelaskan langkah meredam potensi konflik.
d. menjelaskan system peringatan dini.
4. Pokok Bahasan 4
Memahami penghentian konflik
5. Pokok Bahasan 5
Memahami pemulihan pasca konflik
Indikator Hasil Belajar :
a. menjelaskan kegiatan rekonsiliasi
b. menjelaskan kegiatan rehabilitasi
c. menjelaskan kegiatan rekonstruksi
6. Pokok Bahasan 6
Memahami penanganan konflik sebelum dan setelah diberlakukan
penetapan status keadaan konflik
Indikator Hasil Belajar :
a. menjelaskan penanganan konflik sebelum diberlakukan
penetapan status keadaan konflik
b. menjelaskan penangan konflik setelah diberlakukan status
keadaan konflik
Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran yang digunakan dalam modul ini menggunakan
metode yang bervariatif meliputi :
1. Metode ceramah
Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang Teknis
penanganan konflik sosial.
2. Metode tanya jawab
Metode ini digunakan untuk memberikan kesempatan peserta didik
untuk bertanya (tanya jawab) tentang materi yang belum dipahami
tentang Teknis penanganan konflik sosial.
3. Metode diskusi
Metode ini digunakan untuk memberikan kesempatan peserta didik
untuk mengembangkan kreatifitas berfikir mengeluarkan ide dan
gagasan dalam memahami materi tentang Teknis penanganan
konflik sosial
1. Alat/Media:
a. laptop.
b. white Board.
c. pengahpus.
d. LCD/Proyektor.
e. laser Pointer.
f. papan flip chart.
2. Bahan:
a. spidol.
b. kertas HVS.
c. kertas flip chart.
d. fomat penilaian praktek (lembar pengamatan).
3. Sumber Belajar:
a. Undang-undang Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan
Konflik Sosial
b. Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2013 tentang Teknis
Penanganan Konflik Sosial.
KEGIATAN Pembelajaran
TagihanTugas
Lembar Kegiatan
Bahan Bacaan
POKOK BAHASAN 1
PENGERTIAN, SUMBER DAN DASAR PENGANGANAN KONFLIK SOSIAL
C. Dasar :
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4168);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan
Konflik Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
POKOK BAHASAN 2
IDENTIFIKASI POTENSI KONFLIK
masyarakat;
b. masyarakat lokal tidak merasakan manfaat dari SDA yang
dieksploitasi.
keagamaan;
5) menyelenggarakan FGD dalam rangka mencari solusi
dengan mengikutsertakan tokoh agama, masyarakat,
pemuda, adat, Parpol, Ormas dan LSM, key person,
instansi terkait, serta para pakar di bidangnya;
6) mengedepankan pranata adat atau pranata sosial
dalam penyelesaian konflik melalui musyawarah untuk
mufakat;
7) melakukan penegakan hukum terhadap para pihak
yang melakukan perbuatan melawan hukum.
POKOK BAHASAN 3
PENCEGAHAN KONFLIK
rekomendasinya;
5) fungsi Reskrim, melakukan pencarian saksi-saksi dan
barang bukti untuk bahan penyelidikan dan penyidikan
lebih lanjut; dan
6) apabila kejadian tersebut berdampak pada
pengumpulan massa, dilakukan langkah-langkah
persuasif untuk mengimbau agar membubarkan diri.
b. penanganan terhadap kejadian yang
bernuansa Suku, Agama, Ras dan Adat (SARA), dengan
segera melakukan:
1) penanganan secara cepat dengan memperkirakan
dampak yang akan timbul serta langkah antisipasinya;
2) koordinasi dengan unsur Forum Koordinasi Pimpinan
Daerah (FKPD), instansi terkait, tokoh adat, dan tokoh
masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan atau
kejadian;
3) koordinasi dengan Forum Komunikasi Antarumat
Beragama (FKUB) dan tokoh agama untuk
memberikan pemahaman kepada umatnya masing-
masing agar menahan diri dan tidak terprovokasi oleh
isu-isu yang berkembang;
4) penyiapan kekuatan satuan Dalmas, Brimob, dan
meminta perbantuan satuan TNI untuk mengantisipasi
jika terjadi konflik;
5) penyebaran personel intelijen pada kelompok-
kelompok yang potensial bereaksi agar dapat
dideteksi rencana aksi dan aspirasi yang berkembang
dan dapat juga dilakukan sebagai upaya
penggalangan;
6) kerja sama dengan penyedia layanan (provider)
telepon selular untuk mencegah provokasi dan isu
yang berkembang; dan
terjadinya konflik;
f. melakukan koordinasi dan kerja sama dengan berbagai
pihak di wilayah penugasannya untuk meminimalkan
berbagai potensi konflik;
g. menempatkan 1 (satu) atau lebih anggota
Bhabinkamtibmas pada setiap kelurahan/desa yang
memiliki bobot potensi konflik tinggi; dan
h. membuat laporan hasil pelaksanaan tugas yang berisi
informasi potensi konflik dan perkembangannya yang
dapat dijadikan sebagai bahan masukan kepada pimpinan
guna menyusun rencana tindak lanjut;
3. mengoptimalkan peran patroli fungsi Sabhara, dengan cara:
a. melakukan patroli dialogis untuk memperoleh informasi
tentang perkembangan situasi wilayah;
b. meningkatkan intensitas patroli pada tempat/lokasi yang
rawan potensi konflik;
c. memahami prosedur patroli baik sebelum, pada saat
maupun setelah melaksanakan kegiatan;
d. melaksanakan metode patroli yang tepat disesuaikan
dengan karakteristik wilayah, antara lain: patroli blok,
beranting, bersinggungan, dan sambang kampung;
e. mewajibkan pembuatan laporan hasil patroli yang berisi
informasi potensi konflik yang dapat dijadikan sebagai
bahan rencana tindak lanjut;
4. mengoptimalkan peran Polsek sebagai basis deteksi dengan
cara:
a. mewajibkan Kapolsek untuk melakukan pengawasan dan
pengendalian setiap hari atau secara periodik sekurang-
kurangnya 1 (satu) minggu sekali terhadap unit intelijen
dan Bhabinkamtibmas;
b. mengembangkan metode lapor cepat melalui jejaring
sosial, kotak pengaduan, kontak polisi 110 dan SMS diikuti
POKOK BAHASAN 4
PENGHENTIAN KONFLIK
menembak;
Prosedur penggunaan kekuatan diterapkan sesuai tahapan
dalam menghadapi tindakan massa yang bersifat eskalatif,
sedangkan untuk menghadapi tindakan massa yang
bersifat anarki spontan/ sporadis dapat dilakukan langsung
pada tahap V atau tahap VI, disesuaikan dengan tingkat
ancaman yang dihadapi;
7. melakukan tindakan tegas dan terukur kepada para pihak
yang berkonflik dengan mempedomani ketentuan:
a. apabila terjadi kerumunan massa (crowd), tetapi belum
mengarah pada tindakan anarki (situasi tertib/hijau),
tindakan dilakukan dengan cara:
1) menempatkan personel Polri berseragam (Dalmas
awal dan Dalmas lanjutan) untuk melakukan
pengamanan di tempat kerumunan massa/para pihak
yang berkonflik;
2) melakukan upaya pencegahan agar massa tidak
melakukan tidakan destruktif (merusak, menyerang
kelompok lainnya);
3) membatasi/melokalisasi kerumunan massa dari para
pihak yang berkonflik agar tidak terjadi benturan fisik
dan bergerak meluas ke lokasi lain;
4) menugasi negosiator untuk melakukan imbauan
kepada para pihak yang berkonflik untuk dapat
menahan diri dan tidak terprovokasi;
5) mendokumentasikan (foto maupun video) selama
kerumunan massa berlangsung;
6) satuan fungsi lain melakukan kegiatan sesuai dengan
fungsi masing-masing yang mendukung kegiatan
pengamanan, contoh:
a) fungsi Intel melakukan penyelidikan,
pengamanan dan penggalangan terhadap
Korlap;
b) fungsi Reserse melakukan penegakan hukum
terhadap para pelaku pelanggar hukum;
c) fungsi Lantas melakukan pengaturan arus lalu
lintas;
d) fungsi Binmas melakukan imbauan dan
penerangan kepada massa;
e) fungsi Sabhara melakukan pengaturan
penjagaan, pengawalan dan patroli di daerah
konflik dan sekitarnya;
f) fungsi Propam melakukan pengamanan
terhadap anggota agar tidak melakukan tindakan
yang melampaui batas kewenangannya;
7) pertimbangan untuk meminta back up kekuatan baik
rayonisasi, hirarkis maupun perbantuan TNI dilakukan
dengan memperhatikan perkembangan/prediksi
eskalasi ancaman;
8) pertimbangan untuk penggunaan alat Dalmas
disesuaikan dengan eskalasi ancaman;
b. apabila menghadapi kerumunan massa yang bersifat pasif
(situasi tertib/hijau), dilakukan tindakan:
1) menempatkan polisi berseragam dan/atau Dalmas awal
untuk melakukan pengamanan;
2) negosiator berada di depan polisi berseragam dan/atau
Dalmas awal untuk:
a) melakukan perundingan/negosiasi dengan Korlap
guna menenangkan anggota kelompoknya;
b) memberikan imbauan kepada para pihak yang
berkonflik untuk tidak melakukan tindakan yang
destruktif (merusak, menyerang kelompok lainnya);
c) mempertemukan para Korlap dari para pihak yang
berkonflik untuk menyelesaikan persoalannya
cara:
a. sebelum pelaksanaan tugas, kepala kesatuan
melaksanakan Acara Arahan Pimpinan (AAP) kepada
seluruh anggota yang ditugasi dalam pengamanan dan
menyampaikan:
1) gambaran umum pelaksanaan tugas:
a) tujuan dan sasaran dalam pelaksanaan tugas;
b) gambaran massa yang akan dihadapi (jumlah,
perlengkapan, senjata, dan karakternya);
c) gambaran situasi objek tempat konflik;
d) pembagian tugas dan tanggung jawab baik dalam
ikatan kelompok/satuan maupun perseorangan
termasuk penanggung jawab pemegang
peralatan/senjata;
e) rencana urutan tindakan yang akan dilakukan oleh
satuan fungsi;
2) larangan bagi anggota Polri:
a) bersikap arogan dan terpancing oleh perilaku
massa;
b) melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai
dengan prosedur;
c) membawa peralatan di luar peralatan Dalmas;
d) membawa senjata tajam dan senjata api kecuali
petugas yang ditunjuk;
e) keluar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan
pengejaran massa secara perseorangan;
f) mundur membelakangi massa;
g) mengucapkan kata-kata kotor atau memaki-maki
massa dan melakukan pelecehan seksual serta
perbuatan asusila;
h) melakukan perbuatan lainnya yang melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan;
B. Penyelamatan
dan Perlindungan Terhadap Korban
1. memberikan pertolongan dan evakuasi korban konflik secara
cepat dan tepat, dengan cara:
a. melakukan pencarian korban konflik;
b. membantu memberikan pertolongan pertama kepada
korban yang kritis, sesuai dengan petunjuk tim kesehatan
lapangan;
c. melakukan evakuasi korban manusia, yang dalam
keadaan kritis dan perlu mendapatkan pertolongan
lanjutan segera;
d. memberikan pertolongan dan mengevakuasi korban
menuju lokasi penampungan sementara yang aman; dan
e. menyerahkan penanganan korban di tempat evakuasi
sementara kepada petugas kesehatan;
2. melakukan identifikasi terhadap korban konflik, baik korban
meninggal maupun luka-luka, dengan cara:
a. mengumpulkan dan mengevakuasi korban meninggal
ke rumah sakit terdekat;
b. mengidentifikasi jenazah di rumah sakit sesuai dengan
standar identifikasi jenazah;
c. mendata jumlah korban konflik, baik yang meninggal dunia
maupun yang luka-luka;
d. koordinasi dengan instansi terkait dalam upaya
penanganan para korban dan juga pengamanan para
korban di rumah sakit;
e. memuktahirkan data korban untuk diberikan kepada
C. Membatasi
Perluasan Area dan Mencegah Terulangnya Konflik
1. melakukan isolasi untuk menghambat penyebaran konflik
POKOK BAHASAN 5
PEMULIHAN PASCA KONFLIK
B. Kegiatan Rehabilitasi
1. pemulihan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang
meliputi:
a. melakukan pengawasan dan pengamanan pada daerah
pascakonflik, dengan cara:
1) patroli, dan bila diperlukan mengikutsertakan unsur TNI
dan/atau pihak-pihak yang berkonflik;
2) penjagaan pada pos-pos pengamanan, baik pos tetap
maupun pos sementara;
3) pemeriksaan atau razia pada pos pemeriksaan pada
pintu ke luar/masuk daerah pascakonflik; dan
4) pengamanan terbuka dan tertutup pada kegiatan
masyarakat dan pemerintah di daerah pascakonflik;
b. melakukan kegiatan sambang dan patroli pada komunitas
pihak-pihak yang berkonflik;
c. meningkatkan kegiatan Polmas di daerah pascakonflik;
2. melakukan kegiatan bakti sosial dan kesehatan pada daerah
pascakonflik, dengan cara:
a. menugasi tenaga medis Polri untuk membantu melakukan
pengobatan terhadap korban dan pengungsi;
C. Kegiatan Rekonstruksi
Kegiatan rekonstruksi dilakukan di daerah pascakonflik dengan
tujuan untuk percepatan perbaikan sarana prasarana, dengan
cara membantu:
1. pengamanan kegiatan rekonstruksi yang dilakukan oleh
Pemerintah dan Pemda di daerah pascakonflik;
2. perbaikan lingkungan tempat tinggal, fasilitas umum, dan
fasilitas sosial yang rusak;
3. pemulihan dan penyediaan akses pendidikan, kesehatan, dan
mata pencaharian;
4. pemulihan dan peningkatan fungsi pelayanan publik di
lingkungan dan/atau daerah pascakonflik; dan
5. perbaikan dan pemulihan tempat-tempat ibadah yang rusak
akibat konflik.
POKOK BAHASAN 6
PENANGANAN KONFLIK SEBELUM DAN SETELAH
DIBERLAKUKAN PENETAPAN STATUS KEADAAN KONFLIK
undangan.
RANGKUMAN
POKOK BAHASAN 1
Pengertian, Sumber dan Dasar Penganganan Konflik Sosial
C. Dasar :
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4168);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan
Konflik Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5315);
3. Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
4. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 2013 tentang Teknis Penanganan Konflik
Sosial
POKOK BAHASAN 2
Identifikasi Potensi Konflik
POKOK BAHASAN 3
Pencegahan Konflik
POKOK BAHASAN 4
Penghentian Konflik
POKOK BAHASAN 5
Pemulihan Pasca Konflik
B. Kegiatan Rehabilitasi
1. pemulihan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat
2. melakukan kegiatan bakti sosial dan kesehatan pada daerah
pascakonflik
3. memperbanyak kegiatan simpatik
C. Kegiatan Rekonstruksi
1. pengamanan kegiatan rekonstruksi yang dilakukan oleh
Pemerintah dan Pemda di daerah pascakonflik;
2. perbaikan lingkungan tempat tinggal, fasilitas umum, dan
fasilitas sosial yang rusak;
POKOK BAHASAN 6
Penanganan Konflik Sebelum dan Setelah Diberlakukan
Penetapan Status Keadaan Konflik
LATIHAN