BPP MML 2021
BPP MML 2021
MESIN-MESIN LISTRIK
NAMA : ..............................................
NIM : ..............................................
KELAS : ……………………………..
ii
SOP & TATA TERTIB PRAKTIKUM
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Dosen dan Asistensi wajib hadir pada pelaksanaan praktikum.
2. Teknisi dan asisten laboratorium harap selalu memeriksa jadwal dan menyiapkan
alat maupun bahan praktikum.
3. Pelaksanaan praktikum harus mengacu pada SOP & Tata Tertib Praktikum,
penjadwalan serta buku petunjuk praktikum yang telah disepakati bersama.
4. Laporan praktikum berbentuk jobsheet/ LKS dengan nama "Buku Petunjuk
Praktikum (BPP)".
5. Data praktikum yang berupa angka atapun huruf dapat ditulis pada BPP.
6. Data praktikum yang berupa gambar dapat dicetak kemudian ditempel pada BPP.
7. Praktikum dilaksanakan 14 kali pertemuan ditambah ujian praktikum dengan
jadwal sesuai SISTER.
8. Satu kali kegiatan praktikum sama dengan satu SKS sama dengan 150 menit
dengan kapasitas 20 mahasiswa.
9. Kegiatan praktikum terdiri dari beberapa percobaan dengan jenis kegiatan antara
lain Pre-Test, Pengambilan Data, Post-Test, dan Asistensi.
10. Tidak ada kegiatan praktikum yang diperbolehkan diluar jadwal praktikum.
B. ASISTEN LABORATORIUM
1. Asisten laboratorium diperbolehkan memandu jalannya praktikum namun tetap
dalam pengawasan dosen.
2. Asisten laboratorium tidak diperkenankan memberi hukuman/sanksi serta
penilaian.
3. Asisten laboratorium diperbolehkan melakukan pengecekan data-data hasil
praktikum.
C. MAHASISWA
1. Mahasiswa wajib memakai jas lab saat pelaksanaan kegiatan praktikum. Bagi
mahasiswa yang tidak menggunakan jas lab dilarang mengikuti kegiatan
praktikum.
2. Toleransi keterlambatan 15 menit bagi mahasiswa, terlambat lebih dari itu
mahasiswa dilarang mengikuti kegiatan praktikum.
3. Jika dalam suatu percobaan mahasiswa tidak mengikuti salah satu dari kegiatan
tersebut, maka tetap diperbolehkan mengikuti kegiatan lain.
4. Tidak ada susulan bagi mahasiswa yang melewatkan pre-test, pengambilan data
maupun post-test. Hal ini berkaitan dengan tidak diperbolehkannya kegiatan
praktikum diluar jadwal praktikum. Namun, dosen diperbolehkan (tidak wajib)
memberikan tugas pengganti/ tambahan kepada mahasiswa untuk mengganti
kegiatan yang dilewatkan.
5. Sama seperti perkuliahan, mahasiswa diperbolehkan mengikuti ujian praktikum
jika memenuhi 75% kehadiran.
6. Mahasiswa WAJIB mengikuti setiap instruksi dosen pengampu. Setiap tindakan
mahasiswa dalam laboratorium yang diluar instruksi atau tanpa seizin dosen
pengampu dapat disanksi nilai nol.
iii
DAFTAR ISI
iv
TRAFO 1
1 (OPEN CIRCUIT & SHORT
CIRCUIT)
V1 RC jXM aV2
IW IM
- -
(b)
Rangkaian ekivalen trafo riil dalam Gambar 1.1(a) dapat dinyatakan dengan
rangkaian ekivalen pendekatan seperti dalam Gambar 1.1(b).
Jika rangkaian sekunder tidak dibebani (No Load), maka nilai Z1 = R1 + jX1 adalah
kecil sekali bila dibandingkan dengan ZM = RC + jXM sehingga Z1 dapat diabaikan. Arus
yang mengalir pada rangkaian primer (I1) sama dengan arus rugi inti (I0) dan daya yang
masuk (POC) dapat dianggap sebagai rugi inti, yaitu:
Jika rangkaian sekunder dihubung singkat (short-circuit), arus yang mengalir dan
terbaca pada ammeter dianggap arus pada kumparan saja karena arus rugi inti bernilai
kecil sekali dibandingkan dengan arus nominal. Dengan kata lain I0 dapat diabaikan
sehingga:
𝑃𝑆𝐶 = ̅̅̅̅ 𝐼𝑆𝐶 cos 𝑆𝐶 𝑢𝑘𝑢𝑟
𝑉𝑆𝐶 ̅̅̅̅ (1.6)
𝑃𝑆𝐶 (1.7)
𝑂𝐶 = cos−1 ( )
𝑉𝑆𝐶 𝐼𝑆𝐶
𝑉𝑆𝐶 , 𝑉𝑆𝐶 (1.8)
𝑅1′ = 𝑋1′ =
𝐼𝑆𝐶 cos 𝑆𝐶 𝐼𝑆𝐶 sin 𝑆𝐶
𝑅1′ = 𝑅1 + 𝑎2 𝑅2 , 𝑋1′ = 𝑋1 + 𝑎2 𝑋2 (1.9)
𝑃𝐶𝑈 𝐿𝑜𝑠𝑠 = 𝑃𝑆𝐶 (1.10)
Dengan,
𝑉𝑆𝐶 = Tegangan sisi primer yang terukur pada saat uji hubung singkat (short circuit)
𝐼𝑆𝐶 = Arus sisi primer yang terukur pada saat uji hubung singkat
𝑃𝑆𝐶 = Daya yang terukur pada wattmeter pada saat uji hubung singkat
𝑆𝐶 = Sudut fasa arus dan tegangan pada saat uji hubung singkat
Load
220V V
N
watt COM 0V 0V
Load
220V
A
N
watt COM 0V 0V
No. VOC1 (volt) VOC2 (volt) I0 (ampere) POC (watt) cos OC
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tabel 1.2 Parameter yang Didapat dari Uji Trafo Tanpa Beban
a RC () XM ()
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tabel 1.4 Parameter yang Didapat dari Uji Trafo Tanpa Beban
TTD
No. Kegiatan Keterangan Nilai Assisten/Tgl.
1. Pre-Test
2. Pengambilan Data
3. Assistensi Laporan
4. Post-Test
R2' + jX 2' I2
aI1
+ Io +
RC XM
V1/a j
a2 a2 V2
IW IM
- -
Gambar 2.1 Rangkaian Ekivalen Pendekatan Dilihat dari V2 (Tegangan Sisi Sekunder)
Hal yang perlu diingat di sini adalah bahwa semua nilai-nilai di atas adalah nilai-
nilai yang sudah didapatkan dalam percobaan sebelumnya kecuali nilai IW, IM.
Selanjutnya, karena nilai I0 ini adalah cukup kecil dibandingkan dengan arus yang
mengalir pada kumparan primer (I1) dan kumparan sekunder (I2), maka I0 bisa diabaikan
dan rangkaian ekivalen pendekatan menjadi seperti terlihat dalam Gambar 2.2 dan
impendansi ekivalen dilihat dari sisi tegangan rendah:
𝑅1′ 𝑅1 𝑋1′ 𝑋1 (2.1)
𝑅2′ , ′
= 2 = 2 + 𝑅2 𝑋2 = 2 = 2 + 𝑋2
𝑎 𝑎 𝑎 𝑎
+ +
Z 2' = R2' + jX 2'
V1/a V2 ZL
- -
Gambar 2.2 Rangkaian Ekivalen Pendekatan tanpa cabang Dilihat dari V2 (Tegangan Sisi Sekunder)
Dari Persamaan (2.3) dan Persamaan (2.4) terlihat bahwa efisiensi trafo sangat
dipengaruhi oleh power factor beban dan arus besarnya arus beban, sedangkan VArating
adalah parameter yang tergantung dari perancangan dan tidak terpengaruh pada saat trafo
beroperasi. VArating adalah kapasitas nominal dari trafo dalam satuan VA.
Source
Load
220V
V ZL
N
0V 0V watt COM
Daya
No. Nominal V2 (volt) I2 (ampere) cos SC
Beban (watt)
%VR
1. 0 (No Load)
Jenis Beban 1
1. 15
2. 40
3. 75
Jenis Beban 2
1. 15
2. 40
3. 75
Daya Nominal
No PCU-Loss (watt) PFLoad
Beban (watt)
Jenis Beban 1
1. 15
2. 40
3. 75
Jenis Beban 2
1. 15
2. 40
3. 75
TTD
No. Kegiatan Keterangan Nilai Assisten/Tgl.
1. Pre-Test
2. Pengambilan Data
3. Assistensi Laporan
4. Post-Test
Sesuai dengan sifat arus bolak-balik, maka polaritas trafo bergantian setiap saat.
Pada saat tertentu sebuah terminal memiliki potensial yang lebih tinggi dibandingkan
dengan terminal lain pada fasa yang sama, sedangkan pada saat yang lain bisa terjadi hal
yang sebaliknya. Polaritas seperti ini disebut dengan polaritas sesaat. Pada dua buah
kumparan polaritas sesaat ini bisa berbeda dan bisa sama tergantung dari arah lilitan dari
kumparan. Informasi tentang polaritas ini diperlukan untuk kerja paralel beberapa trafo
dan juga untuk menentukan arah menghadapnya trafo arus (current transformer/CT)
untuk keperluan pengukuran arus dan daya.
Polaritas trafo ada dua macam, subtractive polarity (pengurangan) dan additive
polarity (penambahan) ANSI (American National Standards Institute) menggunakan
penanda H1, H2, H3 dan seterusnya untuk terminal sisi tegangan tinggi dan X1, X2, X3
dan seterusnya untuk menandai terminal trafo pada sisi tegangan rendah. Konvensi untuk
polaritas trafo ini ANSI menyatakan bahwa jika diamati/dilihat dari sisi tegangan rendah
maka penanda H1 harus selalu berada di sisi sebelah kiri pengamat. Kemudian, jika tanda
X1 berada di sisi sebelah kiri pengamat maka hubungan polaritas trafo disebut dengan
subtractive polarity (pengurangan), sebaliknya jika penanda X1 berada di sisi sebelah
kanan pengamat maka hubungan polaritas disebut additive polarity (penambahan).
Gambar 3.1 menjelaskan hubungan polaritas sesuai dengan aturan ANSI ini. Dalam
Gambar 3.1 (a) digambarkan hubungan polaritas subtractive di mana jika pengamat
melihat dari sisi sekunder (bawah) maka H1 dan X1 sama-sama terlihat di sebelah kiri.
+ +
H1 H2 H1 H2
- -
+ +
- X1 X2 X2 X1 -
H1 IH H1 IH
H2 H2
X1 X2 X2 IL X1
IL
Gambar 3.1 Polaritas Trafo 1 Fasa; (a) Subtractive Polarity, (b) Additive Polarity.
Dalam Gambar 3.1 juga diperlihatkan hubungan antara perjanjian ANSI ini dengan
penanda polaritas titik (dot) yang sudah akrab dengan anda di mata kuliah Rangkaian
Listrik. Juga digambarkan bagaimana bentuk sinyal sinusoida pada terminal H1 dan X1
untuk menjelaskan kondisi sesaat dari polaritas pada dua terminal tersebut.
Jika pada sebuah trafo tidak terdapat penanda seperti perjanjian ANSI maka harus
dilakukan pengujian atau test polaritas trafo. Metode atau cara yang digunakan untuk
pengujian ini ada dua macam; (1) metode test polaritas trafo tunggal (jika kita sama sekali
tidak punya trafo yang memiliki penanda polaritas sesuai konvensi ANSI), dan (2)
metode test polaritas trafo paralel (jika kita memiliki setidaknya satu trafo yang sudah
memiliki penanda polaritas sesuai dengan konvensi ANSI atau trafo yang sudah diuji dan
ditandai polaritasnya).
Prosedur pengujian ini dilakukan jika kita belum mempunyai trafo yang sudah
diketahui polaritasnya. Pengujian atau test polaritas trafo tunggal ini dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut:
V3
H2 b2
Ω Ω 0-220 V V1 V2
N b1
H1
1. Rangkailah peralatan seperti dalam Gambar 3.2 (a) lalu catat pembacaan ohm-meter.
Sisi yang nilai resistansinya lebih tinggi adalah sisi HV dan sebaliknya, sisi yang
menunjukkan pembacaan ohm-meter lebih rendah adalah sisi LV.
2. Tandai terminal HV dengan H1 dan H2 dan terminal LV dengan b1 dan b2 sesuai
dengan konvensi ANSI seperti dalam Gambar 3.2 (b). Hubungkan terminal H1
dengan terminal yang sejajar pada sisi LV dan tandai terminal LV yang dihubungkan
dengan H1 ini dengan b1. Tempatkan V1, V2 dan V3 seperti dalam Gambar 3.2 (b).
3. Atur tegangan sumber 0-220 volt dan catat hasilnya dalam Tabel 3.1.
Jika terdapat dua buah trafo indentik, misalnya (Trafo 1: 220/48V, 500VA; Trafo
2: 220/48V, 500VA) di mana salah satu trafo sudah diketahui polaritasnya, maka bisa
dilakukan pengujian polaritas trafo dengan menggunakan prosedur uji polaritas trafo
identik seperti terlihat dalam Gambar 3.3. Trafo yang sudah diketahui polaritasnya
disebut dengan trafo referensi sedangkan trafo yang dicari atau belum diketahui
polaritasnya disebut dengan trafo blank.
Hal yang perlu diperhatikan untuk melakukan pengujian dengan metode ini adalah
sisi HV dan LV dari trafo blank harus dicari terlebih dahulu dan dengan mengacu pada
konvensi ANSI diberikan penandaan H1 dan H2 trafo sisi HV seperti terlihat dalam
Gambar 3.3.
Jika trafo referensi yang sudah diketahui polaritasnya adalah subtractive polarity,
rangkaian pengujian adalah seperti terlihat dalam Gambar 3.3 (a). Sebaliknya jika trafo
refersensinya additive polarity maka rangkaian percobaan adalah seperti Gambar 3.3 (b).
Jika hasil pengukuran V3 V1 + V2 maka polaritas trafo blank adalah sama dengan
trafo referensi. Sebaliknya jika pengukuran V3 |V1 - V2| maka polaritas trafo blank
adalah berkebalikan dengan trafo referensi. Amati hasil pengukuran semua volt-meter isi
Tabel 3.3.
H1 H2 H1 H2
X1 X2 b1 b2
V1 V2
V3
(a) Pengujian trafo identik dengan menggunakan trafo referensi subtractive polarity
N
Trafo referensi Trafo yang
additive polarity polaritasnya
tidak diketahui
H1 H2 H1 H2
X2 X1 b1 b2
V1 V2
V3
(b) Pengujian trafo identik dengan menggunakan trafo referensi additive polarity
V1
Subractive/ Subractive/
V2 b1 = ….., b2 = ……
Additive Additive
V3
TTD
No. Kegiatan Keterangan Nilai Assisten/Tgl.
1. Pre-Test
2. Pengambilan Data
3. Assistensi Laporan
4. Post-Test
Untuk meningkatkan kapasitas dan keandalan dari trafo, maka dua atau lebih trafo
1 dapat dioperasikan secara paralel dengan syarat:
1. Perbandingan tegangan atau angka transformasi (a) harus sama dan rating
tegangan trafo sebaiknya sama. Jika perbandingan tegangan tidak sama maka
tegangan induksi pada kumparan sekunder masing-masing transformator tidak sama.
Perbedaan ini menyebabkan terjadinya arus sirkulasi dari trafo yang satu ke trafo
yang lain pada kumparan sekunder ketika transformator dibebani. Arus ini
menimbulkan panas pada kumparan sekunder tersebut.
𝑉1 𝑉1 (4.1)
𝑎 𝑇1 = ( ) = 𝑎 𝑇2 = ( )
𝑉2 𝑇1 𝑉2 𝑇2
Dengan,
2. Polaritas trafo sebaiknya sama. Jika polaritas trafo yang dioperasikan paralel
berbeda maka (misalkan: trafo 1 additive polarity dan trafo 2 subtractive polarity,
maka harus diperhatikan hubungan pada sisi sekundernya. Terminal X1 trafo 1 harus
terhubung ke terminal X1 trafo dua).
4. Rating frekuensi harus sama. Jika tidak, walaupun pada trafo-trafo tersebut
memiliki impendansi ekivalen yang sama ketika dioperasikan pada rating
frekuensinya masing-masing, trafo-trafo tersebut akan menghasilkan nilai impedansi
ekifalen yang berbeda ketika dioperasikan paralel.
5. Rasio reaktani dan resistansi ekivalen dari trafo yang dioperasikan paralel
sebaiknya sama. Jika tidak maka trafo-trafo tersebut tidak bekerja dengan power
factor yang sama.
Cara merangkaikan dua trafo 1 yang dioperasikan paralel adalah seperti terlihat
dalam Gambar 4.1 (a) dan Gambar 4.1 (b). Sedangkan Gambar 4.1 (c) menunjukkan
rangkaian pengganti pendekatan yang dilihat dari sisi primer dua trafo, dan Gambar 4.1
(d) menunjukkan rangkaian pengganti pendekatan yang dilihat dari sisi sekunder dua
trafo yang dioperasikan secara paralel.
H1 H2 H1 H2 H1 H2 H1 H2
X1 X2 X1 X2 X1 X2 X2 X1
Beban Beban
(a) Paralel dua Trafo 1 dengan polaritas yang sama (b) Paralel dua Trafo 1 dengan polaritas yang berbeda
ZP' −T1 = RP' −T1 + jX P' −T1 ZS' −T1 = RS' −T1 + jX S' −T1
IP-T1 IS-T1/a aIP-T1 IS-T1
IP IS/a aIP IS
+ + + +
IP-T2 IS-T2/a aIP-T2
ZP' −T 2 = RP' −T 2 + jXP' −T 2 ZS' −T 2 = RS' −T 2 + jXS' −T 2
IS-T2
VP aVS ZL VP/a VS ZL
- - - -
(c) Rangkaian pengganti pendekatan dua trafo paralel (d) Rangkaian pengganti pendekatan dua trafo paralel
dilihat dari sisi primer. dilihat dari sisi sekunder.
X2 H2 10A V
A1
Source
Load
T1
Beban
X1 H1 watt COM
Power
X2 H2
A2 Analyzer
220V
V T2
N
X1 H1
1. 0
2. 15
3. 25
4. 50
5. 75
6. 100
TTD
No. Kegiatan Keterangan Nilai Assisten/Tgl.
1. Pre-Test
2. Pengambilan Data
3. Assistensi Laporan
4. Post-Test
Tm Tm
Jangkar
Seri
Ea Ea PM Ea Load
Tm Tm Tm
Ea Ea PM Ea Load
(d) Motor Kompon Panjang (e) Motor Seri (f) Generator Seri
Tm Tm Tm
PM Ea Load Ea PM Ea Load
(g) Generator Kompon Panjang (h) Motor Kompon Pendek (i) Generator Kompon Pendek
Daya
Daya
Mekanik
Listrik
Output
Input
Stray
Rugi Losses
Mekanik
Rugi Inti
Rugi Tembaga
Gambar 5.2 Diagram Rugi-rugi Motor dc
Rugi-rugi di atas dapat dikelompokkan menjadi dua macamm yaitu rugi-rugi yang
dipengaruhi oleh pembebanan dan rugi-rugi tetap. Rugi-rugi tetap ini diukur ketika motor
tidak dibebani atau dapat diuji ketika beban nol.
𝑃𝐹𝐿 = Rugi-rugi daya tetap yang dianggap tidak berubah ketika motor dibebani
𝑃𝑀𝐿 = Rugi daya mekanis berupa rugi gesek dan rugi angin
𝑃𝑆ℎ = Rugi tembaga pada kumparan medan ketika mesin dioperasikan sebagai
mesin dc shunt atau kompon.
𝑃𝑠𝑡𝑟𝑎𝑦 = Rugi-rugi lain yang dianggap 1% dari rugi-rugi saat beban penuh.
Rugi-rugi yang berubah dengan pembebanan adalah rugi tembaga jangkar, rugi
penguatan seri dan rugi daya pada sikat arang.
𝐼𝑎 = Arus jangkar
𝑅𝑆 = Resistansi kumparan medan seri. Rugi tembaga pada kumparan seri ini terjadi
jika mesin dioperasikan sebagai mesin dc seri atau kompon.
Dengan demikian, persamaan daya pada mesin dc dapat dituliskan seperti
Persamaan (5.3) untuk motor dan Persamaan (5.4) untuk generator.
𝑉𝑡 = Tegangan terminal
𝑃𝑚 = Daya mekanis
1 3 R3 3 1 -
R1
Ra Ω
R2
2 4 R4 4 2 +
Gambar 5.3 Pengukuran Resistansi Kumparan Mesin dc
1. Gunakan ohm-meter untuk mengukur resistansi kumparan dari terminal motor
seperti terlihat dalam Gambar 5.3.
Saat mengukur resistansi jangkar (Ra) poros mesin diputar-putar pelan untuk
mendapatkan nilai resistansi yang terkecil karena terminal keluaran jangkar
terhubung ke kumparan melalui sikat arang dan komutator.
2. Catat hasil pengukuran dalam Tabel 5.1.
Motor dc
VR
1 3 3 1 -
Tachometer Rectifier
220V
V -
N
2 4 4 2 + A +
A2 Rectifier
L1 L2 L3 L4 Beban
-
V2 V1 VR
A1 +
220V
Resistansi Ra R1 R2 R3 R4
Kumparan
Motor Generator
Rangkaian Pin (watt) PVL (watt) Pm (watt) M Pout (watt) G&kopel
Mesin dc
Shunt 3
Motor Generator
Rangkaian Pin (watt) PVL (watt) Pm (watt) M Pout (watt) G&kopel
Mesin dc
Shunt 3 & 4
Motor Generator
Rangkaian Pin (watt) PVL (watt) Pm (watt) M Pout (watt) G&kopel
Mesin dc Seri
1
Motor Generator
Rangkaian Pin (watt) PVL (watt) Pm (watt) M Pout (watt) G&kopel
Mesin dc Seri
1&2
TTD
No Kegiatan Keterangan Nilai Assisten/Tgl.
1 Pre-Test
2 Pengambilan Data
3 Assistensi Laporan
4 Post-Test
Motor Induksi 3 phasa merupakan motor arus bolak-balik (AC) yang paling banyak
digunakan untuk keperluan dalam kelangsungan proses suatu industri. Kontruksinya
sederhana, murah dan mudah pemeliharaannya menjadi alasan keluasan pemakaiannya.
Selain itu motor induksi mempunyai efisiensi yang baik dan putaran konstan untuk setiap
perubahan beban. Motor induksi 3 phasa banyak digunakan untuk berbagai macam
kebutuhan di industri, contohnya sebagai kompressor, blower, mixer, dll. Motor induksi
3 phase dapat disebut sebagai jantung proses dari sebuah industri. Starting motor induksi
tiga fasa tidak memiliki permasalahan yang cukup besar seperti pada motor sinkron. Pada
dasarnya motor induksi daya kecil dapat distart langsung hanya dengan menghubungkan
dengan sumber tegangan. Namun untuk motor induksi yang besar hal ini tidak dapat
dilakukan, karena arus start yang relatif besar yaitu 2 sampai 7 kali arus nominal
Besar arus starting merupakan hal yang harus diperhatikan dalam pengoperasian
motor listrik. Penarikan arus starting oleh belitan stator yang berlebihan dapat merusak
belitan itu sendiri, serta dapat menggangu tegangan jaringan, seperti halnya saat beban
penerangan. Dengan metode ini, motor akan dihubungkan dengan konfigurasi belitan star
kemudian setelah mencapai arus nominal konfigurasi belitan diubah menjadi delta.
Jika tegangan kerja motor ingin dihubungkan dengan belitan delta yang sudah
terkonfigurasi dengan belitan star, maka torsi dan arus yang dihasilkan adalah sekitar tiga
kali dari torsi dan arus belitan star. Oleh karena itu, jika dalam kasus terjadi peningkatan
arus dari 40 menjadi 130 ampere hal tersebut masih berada dalam sistem yang normal.
Jika arus tidak kembali ke arus nominal dalam rentang waktu enam sampai sepuluh detik
setelah transisi, maka motor tidak direkomendasikan untuk terhubung dengan beban. Hal
ini bisa diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti fasa yang belum saling terhubung,
masalah mekanis, serta kekeliruan dalam rangkaian kontrolnya. Hubungan antara arus,
kecepatan dan torsi dapat diketahui dalam Gambar 6.2 seperti dibawah ini.
1. Rangkailah rangkaian kontrol dalam Gambar 6.3 pada fault and control electrical
1 Pre-Test
2 Pengambilan Data
3 Assistensi Laporan
4 Post-Test