Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak penjualan, yang merupakan pajak konsumsi yang dikenakan atas penjualan
barang dan jasa, merupakan sumber pendapatan penting bagi pemerintah di tingkat negara
bagian dan daerah. Meskipun, dalam banyak kasus, bisnis diharuskan membebankan dan
memungut pajak penjualan dari konsumen, mengetahui kapan dan bagaimana membebankan
pajak penjualan bisa menjadi hal yang rumit. Hal ini terutama berlaku dalam lingkungan
peraturan pajak penjualan yang terus berkembang saat ini.
Pajak penjualan adalah pajak yang dikenakan atas penjualan barang dan jasa. Biasanya
berupa persentase dari harga pembelian dan ditambahkan ke biaya akhir produk atau
layanan. Tarif pajak penjualan bervariasi berdasarkan lokasi, dengan negara bagian dan
daerah yang berbeda memiliki tarifnya sendiri. Di Amerika Serikat, ini bukan pajak federal,
melainkan pajak negara bagian dan lokal. Pendapatan pajak penjualan digunakan untuk
mendanai berbagai program dan layanan pemerintah seperti pendidikan, transportasi, dan
kesehatan.
Selain itu, ini juga merupakan bentuk pajak tidak langsung, artinya pajak yang dapat
dialihkan kepada orang lain. Pajak penjualan mengacu pada pajak yang ditambahkan ke harga
jual suatu barang atau jasa dan kemudian dibebankan oleh pengecer kepada konsumen
akhir. Pengecer kemudian menyetorkan pajak yang dikumpulkan dari penjualan eceran
kepada pemerintah. Yurisdiksi perpajakan hanya menerima pendapatan pajak ketika
penjualan dilakukan ke konsumen akhir.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan PPnBM?
2. Apa pertimbangan suatu barang dikenai PPnBM?
3. Apakah ada tarif dalam PPnBM?
4. Bagaimana cara menghitung ppnbm?

C. Tujuan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PPnBM
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ialah pajak yang dikenakan pada barang
yang tergolong mewah kepada produsen untuk menghasilkan atau mengimpor barang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya. PPnBM hanya dikenakan 1 kali pada saat penyerahan
barang ke produsen.
Pengertian menghasilkan barang ialah kegiatan:
 merakit, yaitu menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu barang menjadi barang
setengah jadi atau barang jadi. Contohnya merakit mobil, barang elektronik, dan
perabot rumah tangga.
 memasak, yaitu mengolah barang dengan cara memanaskan baik dicampur bahan lain
maupun tidak.
 mencampur, yaitu mempersatukan dua atau lebih unsur untuk menghasilkan satu atau
lebih barang lain.
 mengemas, yaitu menempatkan suatu barang ke dalam suatu benda untuk
melindunginya dari kerusakan atau meningkatkan pemasarannya.
 membotolkan, yaitu memasukkan minuman atau benda cair ke dalam botol yang
ditutup menurut cara tertentu.
 kegiatan lain yang sama dengan kegiatan tersebut yang dikerjakan dengan bantuan
orang atau badan usaha lain.
Dasar hukum pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Terhadap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) disamping dikenakan Pajak


Pertambahan Nilai sebagaimana telah disebut dalam Pasal 4 Undang-undang PPN dan
PPnBM dikenakan juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

1. PPnBM merupakan pungutan tambahan disamping PPN


2. Pengenaan terhadap PPnBM ini hanya satu kali yaitu pada saat penyerahan BKP yang
tergolong mewah oleh Pengusaha yang menghasilkan atau pada saat impor.
3. PPnBM tidak dapat dilakukan pengkreditannya dengan PPN. (Namun demikian,
apabila Eksportir mengekspor BKP yang tergolong mewah, maka PPnBM yang telah
dibayar pada saat perolehan dapat direstitusi).
B. Latar Belakang Pengenaan PPnBM
1. PPN berdampak regresif, yaitu semakin tinggi kemampuan konsumen,
semakin ringan beban pajak yang dipikul. Untuk mengurangi regresivitas ini,
terhadap konsumen yang mengkonsumsi BKP yang tergolong mewah
dikenakan beban pajak tambahan yaitu PPnBM.
2. Konsumsi BKP yang tergolong mewah bersifat kontraproduktif. Hal ini
merupakan upaya untuk mengurangi pola konsumsi tinggi yang tidak
produktif dalam masyarakat.
3. Produsen kecil dan tradisional menghadapi saingan berat dari komoditi impor.
Dengan motivasi ini, pengenaan PPnBM dimaksudkan untuk melindungi
produsen kecil dan tradisional atau untuk tujuan proteksi
4. Tuntutan peningkatan penerimaan negara dari tahun ke tahun

C. Pertimbangan Suatu Barang Dikenai PPnBM


Pajak penjualan atas barang mewah dikenakan dengan pertimbangan :
a. Perlu adanya keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang
berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi
b. Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKB yang tergolong mewah
c. Perlu adanya perlindungan terhadap konsumen kecil tradisional
d. Perlu untuk mengamankan penerimaan Negara
D. Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah
 barang yang bukan barang kebutuhan pokok
 barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
 barang yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
 barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status
E. PPnBM dikenakan atas:
 Penyerahan BKB yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang
menghasilkan BKB yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya
 Impor BKB yang tergolong mewah oleh siapapun
F. Beberapa karakteristik yang perlu dipahami dalam PPnBM yaitu :
1. PPnBM merupakan pungutan tambahan disamping PPN
2. Pengenaan terhadap PPnBM ini hanya satu kali yaitu pada saat penyerahan
BKP yang tergolong mewah oleh Pengusaha yang menghasilkan atau pada saat
impor.
3. PPnBM tidak dapat dilakukan pengkreditannya dengan PPN. (Namun
demikian, apabila Eksportir mengekspor BKP yang tergolong mewah, maka
PPnBM yang telah dibayar pada saat perolehan dapat direstitusi.)

Pemungutan PPnBM
1. Prinsip pemungutannya hanya 1 kali saja, saat:
 penyerahan oleh pabrikan atau produsen barang yang tergolong mewah
 impor barang yang tergolong mewah
2. Penyerahan pada tingkat berikutnya tidak lagi dikenai PPnBM
barang yang dikenakan PPnBM

 Kendaraan bermotor, kecuali untuk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah,


kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan angkutan umum,
kepentingan negara
 Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, totan
house, dan sejenisnya
 Kelompok pesawat udara, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga
 Kelompok balon udara
 Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara
 Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk kepentingan negara, angkutan umum
atau usaha pariwisata

G. Berapa tarif PPnBM


1. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah serendah-rendahnya 10% (sepuluh
persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dapat diteteapkan dalam beberapa
pengelompokan tarif, yaitu tarif terendah sebesar 10% (sepuluh persen) dan paling
tinggi 75% (tujuh puluh lima persen). Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan
pada pengelompokan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang atas
penyerahannya dikenakan juga Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Pengelompokan
Barang Kena Pajak ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2. Atas ekspor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif
0% (nol persen).
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi
Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu,
Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang diekspor atau dikonsumsi di luar
Daerah Pabean, dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dengan tarif 0% (nol
persen). Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang telah dibayar atas perolehan
Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang diekspor tersebut dapat diminta
kembali.

KELOMPOK BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH


BERUPA KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Tarif
Jenis Barang Kena Pajak
(%)

10 kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15


(lima belas)orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala
kompresi (diesel/semidiesel), dengan semua kapasitas isi silinder;
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang
termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus
api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan sistem 1 (satu) gandar
penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder tidak lebih dari 1500 cc;

25 kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang


termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus
api atau dengan nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu)
gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai
dengan 2500 cc;
kendaraan bermotor dengan kabin ganda (double cabin), dalam bentuk kendaraan
bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3 (tiga) orang
termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi
(diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan
sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan semua kapasitas isi silinder,
dengan massa total tidak lebih dari 5 (lima) ton.

30 kendaraan bermotor sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau
nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan
1500 cc;
kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus
api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 2 (dua) gandar
penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.
50 kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang
termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus
api, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder
lebih dari 2500 cc sampai dengan 3000 cc;
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang
termasuk pengemudi dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station
wagon dan selain sedanatau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar
penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan
3000 cc;
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang
termasuk pengemudi dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel),
berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan
sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari
1500 cc sampai dengan 2500 cc; dan
semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.

60 kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 cc
sampai dengan 500 cc; dan
kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung,
dan kendaraan semacam itu.

75 kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang


termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station
wagon dan selain sedanatau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar
penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 3000 cc;
kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk
pengemudi, dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel) berupa sedan
atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu)
gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4),
dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc;
kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc;
trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.
KELOMPOK BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH

SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK PENJUALAN


ATAS BARANG MEWAH

Tarif
Jenis Barang Kena Pajak
(%)

10 kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan pesawat
penerima siaran televisi;
kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga;
kelompok mesin pengatur suhu udara;
kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima siaran radio;
kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapannya;

20 kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, selain yang
dikenakan tariff 10%;
kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town
house, dan sejenisnya;
kelompok pesawat penerima siaran televisi dan antena serta reflektor antena,
selain yang dikenakan tariff 10%;
kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin pencuci piring, mesin pengering;
pesawat elektromagnetik dan instrumen musik;
kelompok wangi-wangian;

30 kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk
keperluan negara atau angkutan umum;
kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang dikenakan tariff 10%;

40 kelompok minuman yang mengandung alcohol;


kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan;
kelompok permadani yang terbuat dari sutra atau wool;
kelompok barang kaca dari kristal timbal dari jenis yang digunakan untuk meja,
dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itu;
kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia
atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanya;
kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, selain yang
dikenakan tarif 30%, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;
kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara
lainnya tanpa tenaga penggerak;
kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan
negara;
kelompok jenis alas kaki;
kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor;
kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung cina atau
keramik;
Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu selain
batu jalan atau batu tepi jalan;

50 kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan halus;


kelompok pesawat udara selain yang dikenakan tarif 40%, kecuali untuk
keperluan negara atau angkutan udara niaga;
kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang dikenakan tarif 10%
dan tarif 30%;
kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.

75 kelompok minuman yang mengandung alkohol selain yang dikenakan tariff 40%;
kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu mulia
dan/atau mutiara atau campuran daripadanya;
kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan
umum."

Pengecualian Pengenaan PPnBM Atas Kendaraan Bermotor

Untuk kendaraan bermotor yang dikecualikan dari pengenaan PPnBM adalah

1. Kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah,


kendaraan pamadam kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan angkutan umum;
2. Kendaraan yang digunakan untuk tujuan Protokoler Kenegaraan; dan
3. Kendaraan bermotor angkutan orang untuk 10 (sepuluh) orang atau lebih termasuk
pengemudi dengan motor bakar nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan
semua kapasitas isi silinder sebagaimana dimaksud dalam kendaraan bermotor
kelompok 1 huruf “a” (10%) yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau Polri.

Apabila kendaraan bermotor yang dikecualikan dari pengenaan PPnBM di atas dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor atau perolehannya ternyata depindahtangankan
atau diubah peruntukannya sehingga tidak sesuai dengan tujuan semula, maka Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang pada saat impor atau perolehannya tersebut
wajib dibayar kembali dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak
dipindahtangankan atau diubang peruntukannya. Demikian pula halnya apabila jangka 1
(satu) bulan tersebut Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang tidak atau
kurang debayar,maka Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar (SKPKB) ditambah dengan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
Impor yang tidak dikenakan PPnBM

Atas impor dan atau bangunan yang tidak dikenakan PPn BM adalah :

a. Kendaraan Bermotor roda dua yang isi silindernya sampai dengan 250cc
b. Kendaraan sasis

Terhadap kendaraan bermotor jenis angkutan orang dan Van yang diubah dari kendaraan
sasis dikenakan PPnBM sesuai ketentuan

Saat Terutang PPn BM

Penetapan saat terutangnya PPn BM sesuai Direktur jendral Pajak diatur :

a. Saat terutangnya PPn BM atas impor BKP yaitu saat barang masuk pabean sesuai
ketentuan UU Kepabean. Pemungutannya yaitu bersamaan dengan pemungutann Bea
masuk. Kendaraan Brmotor bentuk CBU, PPn BM dipungut oleh Ditjen Bea dan
Cukai
b. Atas penyerahan Kendaraan Bermotor
1. Hasil rakitan eks CKD
2. Kendaraan Bermotor yang telah diubah dari kendaraan sasis atau angkutan barang

Mekanisme Pengenaan PPn BM Atas Kendaraan Bermotor

a. Impor kendaraan bermotor dalam keadaan terbongkar (CKD) oleh ATPM atau
Pabrikan tidak dikenakan PPnBM
b. Penyerahan didalam daerah pabean kendaraan bermotor dalam keadaan CKD tersebut
oleh ATPM dikenakan PPnBM dengan DPP 125% (biaya karoseri ditetapkan 25%)
c. Impor kendaraan jenis sedan dalam keadaan terpasang/CBU oleh bukan ATPM
dikenakan PPnBM. Dalam nilai CIF < 80% nilai CIF kendaraan sejenis yang diimpor
ATPM, maka DPPnya untuk menghitung PPN dan PPnBM sebesar 150%
d. Impor kendaraan bermotor jenis sedan dalam keadaan terpasang oleh ATPM tidak
dikenakan PPnBM. Penyerahan didaerah pabean kendaraan jenis impor dikenakan
PPnBM.
Cara Menghitung PPnBM
Cara menghitung Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang adalah dengan
mengalikan Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dengan Dasar Pengenaan
Pajak (DPP). Untuk itu perlu diperhatikan DPP-nya apakah harga jual, nilai impor,
nilai pengganti, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan Menteri Keuangan.

1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak
termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga
yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP),ekspor
Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak
termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga
yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau
seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau
oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang
dipungut menurut Undang-Undang PPN.
4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
5. Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut :
1. untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian
setelah dikurangi laba kotor;
2. untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian
setelah dikurangi laba kotor;
3. untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-
rata;
4. untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
5. untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;
6. untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan, adalah harga pasar wajar;
7. untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga
perolehan;
8. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang;
9. untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10 % (sepuluh persen) dari jumlah
yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau
10. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh
persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

Rumus yang digunakan :

PPnBM Terutang = Tarif PPnBM x Dasar Pengenaan Pajak


Contoh 1:
Apabila harga jual mobil (DPP) Rp 280.000.000,00
PPnBM terutang (tarif 30%) = 30% x Rp 280.000.000,00

= Rp 84.000.000,00

Contoh 2:

Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai
Impor sebesar Rp15.000.000,00. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai
=10%xRp15.000.000,00
= Rp 1.500.000,00

PPnBM Bukan Kredit Pajak

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sudah dibayar pada waktu perolehan atau
impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah, tidak dapat dekreditkan dengan Pajak
Pertambahan Nilai maupun Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut
berdasarkan undang-undang PPN dan PPnBM.

Berbeda dengan Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut pada setiap tingkat penyerahan,
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah hanya dipungut pada tingkat penyerahan oleh
Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah
atau atas impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah. Dengan demikian, Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah bukan merupakan Pajak masukan sehingga tidak dapat
dikreditkan. Oleh karena itu, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dapat ditambahkan ke
dalam harga Barang Kena Pajak yang bersangkutan atau debebankan sebagai biaya sesuai
ketentuan perundang-undangan Pajak Penghasilan.

Contoh soal

1. Bpk.Andi seorang importir mengimpor BKP Barang Mewah dengan tarif 20% seharga Rp
200.000.000,- hitung :
- PPN dan PPN-BM
- jumlah yang di bayar Bpk.Andi

jawab :
Jumlah pembayaran Rp200.000.000,-
PPN 10% X Rp 200.000.000 Rp 20.000.000,-
PPN-BM 20% X Rp 200.000.000 Rp 40.000.000,-
----------------------+
jumlah yang harus dibayar Rp 260.000.000,-

Anda mungkin juga menyukai