Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 2 PENGANTAR SOSIOLOGI

Nama : Ferdy Adiwijaya

Nim : 051721753

Tugas ke : 2

Kode Matkul : ISIP4110

Kelas Matkul : 143

Saudara Mahasiswa, silakan Anda baca artikel berita pada media online berikut:

https://www.republika.id/posts/38178/fenomena-kekerasan-remaja-dari-medsos-ke-
pembacokan

Setelah Anda membaca dengan seksama, silakan kerjakan soal no 1 dan 2 dengan
menggunakan bahasa dan penjelasan sendiri. Kemudian kerjakan soal no 3 terkait
stratifikasi sosial. Dilarang keras mengumpulkan jawaban hasil plagiasi dari jawaban
dan tulisan orang lain. Jangan lupa cantumkan sumber ya!

1. Jelaskan jenis sosialisasi yang ketika tidak dilaksanakan maksimal, maka bisa memicu
terjadinya fenomena kekerasan yang dilakukan remaja di Indonesia.
2. Berikan analisis terbaik Anda terkait penyebab fenomena kekerasan yang dilakukan
remaja. Kaitkan jawaban Anda dengan materi agen sosialisasi!
3. Hingga kini, stratifikasi sosial masih sering kali memicu terjadinya konflik sosial.
Mengenai hal ini, coba Anda analisis, stratifikasi sosial seperti apa yang sering kali
menyebabkan konflik sosial di Indonesia dan berikan contohnya. Berikan jawaban
orisinil dan berdasar pada data dalam berbagai sumber.

JAWABAN

1. Menurut hasil dari saya membaca terkait dengan berita yang disampaikan di atas tentang
kekerasan yang di lakukan di Indonesia, pertama saya akan memberi tanggapan terhadap berita
tersebut bahwasanya prilaku yang dilakukan remaja di dalam berita sangat mengerikan dan
tidak menunjukan rasa kemanusiaan. Berdasarkan hasil membaca saya pada modul pengantar
sosiologi materi sosialisasi, saya membaca tentang jenis sosialisasi ada sosialisasi primer dan
sosialisasi sekunder. Menurut pendapat saya jenis sosialisasi yang ketika tidak dilaksanakan
secara maksimal bisa memicu kekerasan yang dilakukan oleh remaja di Indonesia adalah
sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Menurut Peter Berger dan Luckman sosialisasi
primer mengacu pada sosialisasi yang pertama kali dialami oleh individu pada masa kanak-
kanaknya ketika dia mulai menjadi anggota suatu masyarakat, sosialisasi primer yakni
penanaman nilai-nilai yang dialami seorang individu pada awal dia lahir biasanya sosialisasi
ini terjadi pada salah satu agen sosialisasi yaitu keluarga. Ketika suatu individu di dalam suatu
keluarga, maka individu tersebut akan diberikan pengajaran tentang nilai-nilai, perasaan dan
tujuan oleh kedua orang tua nya agar menjadi individu yang memiliki peran yang diharapkan
oleh masyarakat luar. Orang tua tentunya tidak ingin anak nya melakukan tindakan yang tidak
sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku di lingkungan masyarakat sekitarnya, oleh karena
itu pasti orang tua akan mengajarkan nilai-nilai, perasaan dan tujuan kepada anaknya tentang
hal-hal yang baik dan terpuji, kemudian akan mengajarkan kepada anaknya tentang prilaku
yang buruk dan tercela agar senantiasa anak tersebut menjauhi dan tidak melakukan prilaku
yang buruk dan tercela tersebut. Oleh karena itu peran agen sosialisasi yakni keluarga terutama
orang tua dalam proses sosialisasi primer pada seorang individu sangatlah penting dan harus
dilaksanakan secara maksimal agar seorang individu dalam menjalankan kehidupan sosialnya
di dalam suatu masyarakat dapat sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku, jika tidak maka
seorang individu akan berprilaku secara menyimpang dengan aturan dan norma yang berlaku
di suatu masyarakat serta akan berprilaku seenaknya tanpa memikirkan akibatnya kepada orang
lain, kemudian ketika sosialisasi primer tidak dilaksanakan secara maksimal maka seorang
individu akan dapat dengan mudah terpengaruh oleh orang-orang di luar lingkungan
keluarganya seperti teman sebaya maupun anggota masyarakat yang lain, serta yang
dikhawatirkan adalah pengaruh yang diberikan oleh orang-orang di luar lingkungan keluarga
maupun anggota masyarakat terhadap seorang individu adalah pengaruh yang memiliki nilai
negatif dan tidak sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku seperti bentuk-bentuk
kekerasan. Jika individu dengan mudah terpengaruh dan kemudian menerapkan nilai-nilai yang
negatif dalam prilaku nya, maka seorang individu bisa melakukan tindak kejahatan seperti
contoh kekerasan yang dilakukan oleh remaja seperti kasus yang di paparkan pada link di atas
yakni kasus pembacokan pada remaja yang terjadi di kota Bandung. Dapat disimpulkan jenis
sosialisasi primer ini ketika tidak dilaksanakan secara maksimal akan menimbulkan atau
memicu prilaku kekerasan yang dilakukan oleh remaja terutama kalangan remaja di Indonesia.

Kemudian jenis sosialisasi yang berikutnya adalah sosialisasi sekunder, menurut saya pribadi
jenis sosialisasi yang satu ini ketika tidak dilaksanakan secara maksimal akan memicu tindak
kekerasan yang dilakukan terutama pada kalangan remaja di Indonesia. Sosialisasi sekunder
ini merupakan jenis sosialisasi yang dialami oleh seorang individu setelah dia menginjak usia
remaja atau sosialisasi ini dialami oleh seorang individu di luar lingkungan keluarganya, dalam
sosialisasi sekunder ini terdapat suatu proses yang dinamakan resosialisasi, proses resosialisasi
menekankan pada pengajaran sikap dan prilaku yang tidak sama atau bertolak belakang dengan
hal-hal yang pernah dipelajari oleh individu di masa lalunya. Seperti contohnya ketika seorang
remaja mulai memasuki dunia pendidikan seperti sekolah tingkat SD, SMP dan SMA maka
prilaku seperti kebebasan akan terbatasi oleh tata tertib atau aturan yang berlaku di dalam
lingkungan dunia pendidikan, hal ini tentu bertolak belakang dengan hal-hal yang sering
dilakukan oleh seorang remaja pada masa kanak-kanak ketika berada di lingkungan
keluarganya seperti memakai pakaian bebas, bangun tidur siang dan lain-lain, hal tersebut
tentunya akan berubah ketika seorang individu yang menginjak masa remaja dan mulai
memasuki dunia pendidikan, hal yang akan berubah adalah remaja harus menggunakan pakaian
formal yang ditetapkan oleh sekolah atau perguruan tinggi, remaja harus bangun pagi agar tidak
terlambat ketika datang ke sekolah dan masih banyak lagi. Ketika proses sosialisasi sekunder
ini dilaksanakan dengan maksimal seperti contohnya di lingkungan sekolah, dengan
mengajarkan berbagai hal yang mengandung nilai-nilai positif kepada peserta didik seperti
meningkatkan pemahaman dan pelaksanaan ahlak dengan sangat baik agar bisa menjalankan
kehidupan sosial yang tidak menyimpang dengan norma dan aturan yang berlaku, maka prilaku
remaja yang bisa memicu kekerasan bisa berkurang dengan adanya proses sosialisasi sekunder
yang maksimal yang telah disebutkan sebelumnya. Maka kesimpulan yang dapat di ambil
adalah, ketika remaja memasuki dunia pendidikan seperti sekolah di tingkat SD, SMP dan
SMA kemudian proses sosialisasi sekunder yang dialami remaja tersebut sudah maksimal
maka remaja tersebut tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari aturan
dan norma yang berlaku dalam suatu masyarakat seperti kekerasan, dengan adanya sosialisasi
sekunder dari lingkungan pendidikan dengan meningkatkan kualitas ahlak kepada remaja maka
akan menghindarkan remaja melakukan prilaku kekerasan, dengan demikian sosialisasi
sekunder jika tidak dilaksanakan secara maksimal bisa memicu kekerasan yang dilakukan oleh
remaja di Indonesia.
2. Berdasarkan hasil analisis saya terhadap penyebab fenomena kekerasan yang dilakukan oleh
remaja adalah sebagai berikut :

 Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan salah satu agen sosialisasi yang berperan sangat penting bagi
perkembangan suatu individu pada masa kanak-kanak. Dalam keluarga proses
sosialisasi yang dilakukan akan berpengaruh besar terhadap suatu individu dan akan
tertanam sepanjang hidupnya. Oleh karena itu remaja-remaja yang melakukan tindak
kekerasan disebabkan oleh remaja tersebut mengalami kekurangan dalam artian kurang
diperhatikan di dalam lingkungan keluarganya serta peran orang tua dalam menerapkan
dan mengajarkan nilai-nilai seperti ahlak dan budi pekerti kurang dilaksanakan secara
maksimal, maka dari itu seorang remaja melakukan tindak kekerasan disebabkan oleh
kurangnya perhatian serta sosialisasi oleh agen sosialisasi yang dinamakan keluarga.
Ketika seorang remaja pada masa kanak-kanak dibesarkan pada keluarga pembunuh,
maka dia akan menjadi seorang pembunuh, ketika seorang remaja pada masa kanak-
kanak dibesarkan dengan cara-cara kasar oleh keluarganya, maka dia akan menjadi
pemberontak. Akan tetapi ketika seorang remaja pada masa kanak-kanak dibesarkan
dengan cinta dan penuh kasih sayang serta perhatian yang cukup dari kedua orang tua
nya, maka remaja tersebut akan menjadi seorang individu yang cemerlang yang
memiliki budi pekerti luhur. Kesimpulannya lingkungan keluarga bisa menjadi
penyebab fenomena kekerasan yang dilakukan oleh remaja.
 Pengaruh dari kelompok sebaya
Kelompok sebaya merupakan salah satu agen sosialisasi, seorang individu ketika mulai
memasuki lingkungan masyarakat akan menemukan orang-orang dengan tingkatan
umur yang sama, kemudian individu tersebut akan bergaul dengan orang-orang
tersebut, pergaulan inilah yang dinamakan pergaulan kelompok sebaya. Sosialisasi
yang dialami oleh seorang individu dalam kelompok sebaya biasanya memiliki
pengaruh yang kuat sehingga bisa saja seorang individu meninggalkan nilai-nilai yang
telah diterapkan pada lingkungan keluarganya dan menjadikan nilai-nilai yang diterima
dari kelompok sebaya untuk berprilaku dalam kehidupan sosialnya di dalam suatu
masyarakat. Di dalam sebuah penelitian yang dilakukan kepada remaja yang menjadi
siswa dari SMP Negeri 25 Purworejo dihasilkan sebuah data antara pengaruh dari orang
tua dan pengaruh dari teman sebaya data tersebut menunjukan bahwa pengaruh orang
tua terhadap siswa dari SMP Negeri 25 Purworejo sebesar 16,3%, sementara itu
pengaruh teman sebaya terhadap siswa dari SMP Negeri 25 Purworejo sebesar 70,04%.
Berdasarkan data bahwasanya memang benar jika pengaruh kelompok sebaya berperan
sangat besar dalam proses sosialisasi seorang individu, jika ada seorang individu
bergaul dengan kelompok sebaya yang sering tawuran maka individu tersebut akan ikut
menjadi seorang yang sering tawuran, sementara itu ketika seorang individu bergaul
dengan kelompok sebaya yang sering mengaji maka seorang individu akan menjadi
seorang yang sering mengaji. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa penyebab
fenomena kekerasan remaja di Indonesia disebabkan dari pergaulan kelompok sebaya,
terutama pergaulan kelompok sebaya yang sering melakukan tindakan kekerasan dan
kejahatan-kejahatan yang mengandung nilai-nilai negatif serta tidak sesuai dengan
aturan dan norma di dalam suatu masyarakat.
 Kurangnya penerapan pendidikan ahlak di dalam lingkungan sekolah
Berdasarkan apa yang saya baca pada link berita yang tercantum dalam tugas ke 2 ini
saya membaca bahwasanya penerapan ahlak di dalam dunia pendidikan belum
maksimal dan bukan hanya ujian matematika saja yang harus diperhatikan, namun
peningkatan, penerapan dan pelaksanaan ahlak di dalam dunia pendidikan terutama
sekolah haruslah diperhatikan agar menjadi suatu bekal terhadap siswa untuk menjadi
remaja yang menjauhi prilaku kekerasan. Seperti yang kita tahu sekolah merupakan
salah satu agen sosialisasi yang berperan penting dalam menjadikan seorang remaja
menjadi individu yang memiliki tidak hanya tingkat intelektual yang tinggi namun
karakter dan budi pekerti luhur, serta menjadikan individu memperoleh nilai-nilai yang
positif yang bisa diterapkan di dalam kehidupan sosial dalam masyarakat. Ketika sistem
pendidikan terutama dalam lingkungan sekolah, kurang menerapkan pendidikan
karakter yang meliputi ahlak dan budi pekerti luhur maka bisa menyebabkan siswa
menjadi remaja yang kurang akan pengetahuan di dalam berprilaku yang baik dan yang
buruk, dengan demikian ketika pendidikan ahlak dan budi pekerti luhur kurang
diberikan kepada siswa dalam lingkungan sekolah bisa menyebabkan siswa nya
melakukan tindak kekerasan, karena kurangnya pendidikan ahlak dan budi pekerti
luhur yang menjadi bekal dan pegangan siswa dalam menjalani kehidupan sosialnya.
 Pengaruh negatif dari media massa
Media massa merupakan alat efektif untuk menyampaikan pesan yang dapat
menjangkau sejumlah besar khalayak dan tidak dibatasi oleh wilayah geografis. Media
massa memiliki pengaruh yang cukup besar sebagai agen sosialisasi terhadap seorang
individu, pada zaman sekarang dengan kemajuan teknologi segala macam informasi
dan komunikasi bisa diterima serta dijalankan dimana saja tanpa terbatas oleh ruang
dan waktu, maka dari itu proses sosialisasi individu dipengaruhi oleh media massa
karena dengan adanya media massa segala bentuk informasi yang mengandung nilai-
nilai baik itu positif dan negatif bisa tersalurkan dengan cepat. Maka dari itu seorang
individu jika mudah dipengaruhi oleh informasi negatif di dalam media massa bisa
menyebabkan individu tersebut menanamkan nilai-nilai negatif ke dalam prilakunya
dalam kehidupan sosial. Dalam berita pada link di atas saya membaca bahwa kasus
pembacokan yang dilakukan remaja di kota Bandung disebabkan oleh adanya rasa
tersinggung yang dialami pelaku setelah korban memberikan komentar pada postingan
di salah satu platform media massa atau media sosial yakni tiktok. Dapat disimpulkan
bahwa penyebab munculnya fenomena kekerasan yang dilakukan remaja yakni dari
pengaruh negatif media massa, ketika proses sosialisasi yang diperankan oleh media
massa memberikan suatu informasi yang mengandung nilai negatif kepada seorang
individu maka nilai negatif tersebut lama-kelamaan akan tertanam pada diri seorang
individu tersebut maka dari itu pengaruh negatif media massa menjadi salah satu
penyebab fenomena kekerasan yang dilakukan oleh remaja.

3. Stratifikasi sosial dalam sosiologi diartikan sebagai pembedaan anggota masyarakat


berdasarkan status yang dimilikinya. Stratifikasi sosial ini dapat memicu terjadinya konflik
sosial. Seperti yang kita tahu Indonesia merupakan negara yang memiliki corak ragam budaya
yang sangat beragam di dalam masyarakatnya, seperti keberagaman suku bangsa atau etnik,
agama, ras, dan golongan-golongan lainnya. Keberagaman budaya dalam suatu bangsa atau
negara memiliki intensitas konflik yang tinggi dibandingkan dengan bangsa yang memiliki
struktur sosial yang homogen. Heterogenitas suatu bangsa sering kali menimbulkan konflik
sosial, seperti konflik suku, agama, ras dan antar golongan. Terdapat stratifikasi sosial yang
biasa menyebabkan konflik di Indonesia, di antaranya sebagai berikut:

 Stratifikasi berdasarkan etnik (Ethnic Stratification)


Beberapa kasus konflik sosial di Indonesia yang melibatkan kelompok etnik disebabkan
dengan adanya stratifikasi berdasarkan etnik, contoh kasus nya seperti pada tahun 1967
terjadi konflik antar etnik yang melibatkan etnis Dayak dan Tionghoa di Kalimantan
Barat, kemudian pada tahun 1979, 1996/1997 antara etnis Dayak dan Madura, dan pada
tahun 1999 antara etnis Dayak dan Melayu dengan etnis Madura. Berdasarkan
penelitian Al-Qadri dalam (Al Humaidy, 2012) memaparkan data pada tahun 1999 di
Kalimantan Barat terdapat etnik melayu berkisar 47%, termasuk komunitas Dayak yang
masuk islam dan menyatakan diri sebagai melayu, Dayak 37%, Tionghoa 12%, Jawa
3%, Bugis 2%, Sunda 1% dan sisanya 2%. Melihat data-data tersebut maka
kemungkinan terjadinya konflik sosial yang disebabkan dari keberagaman etnik di
wilayah Kalimantan Barat sangat mungkin terjadi bahwa bisa saja sering terjadi.
Konflik antar etnik disebabkan dengan adanya stratifikasi berdasarkan etnik yang
dimana etnis asli Kalimantan Barat ingin mempertahankan kekuasaannya dan
memandang etnis pendatang sebagai ancaman dan memandang status etnis pendatang
lebih rendah dibandingkan dengan etnis asli Kalimantan Barat.
 Stratifikasi berdasarkan keagamaan (Religious Stratification)
Stratifikasi berdasarkan keagamaan di Indonesia banyak ditemukan, karena masyarakat
Indonesia memiliki keberagaman agama yang berbeda-beda dalam suatu wilayah,
dengan adanya perbedaan agama, maka stratifikasi berdasarkan agama dapat muncul.
Seperti anggapan bahwa agama kristen sebagai agama minoritas dalam suatu wilayah
sehingga orang-orang yang menganut agama bisa saja melakukan diskriminasi kepada
umat beragama kristen. Contoh kasus konflik sosial yang disebabkan adanya stratifikasi
berdasarkan keagamaan adalah kasus yang melibatkan kelompok beragama kristen dan
islam pada kurun waktu tahun 1999-2000 yang terjadi di Ambon, Maluku. Konflik ini
terjadi berawal dari adanya kerusuhan antara kelompok yang kemudian membawa-
bawa nama agama kemudian terjadilah konflik yang melibatkan kelompok islam
Ambon dengan kelompok kristen Ambon. Kemudian ada juga konflik sosial yang
melibatkan umat beragama kristen dan islam konflik ini terjadi di Singkil, Aceh pada
tahun 2015 pertengahan Oktober, massa yang beragama islam merusaka dan menutup
gereja yang terdapat di Singkil, Aceh karena alasan tidak memiliki ijin selain merusak
dan menutup tempat beribadah umat kristen, kerusuhan yang dilakukan massa umat
islam juga menimbulkan korban jiwa. Hal ini berkaitan dengan stratifikasi berdasarkan
keagamaan dikarenakan umat islam yang memiliki banyak penganut sehingga
memandang umat kristen yang memiliki lebih sedikit penganut dipandang sebelah mata
oleh karena itu tempat beribadah umat kristen di Singkil, Aceh dirusak dan ditutup.
SUMBER REFERENSI :

1. BMP ISIP4110 PENGANTAR SOSIOLOGI (Modul 4 dan Modul 5)

2.Agustin, D. S., Suarmini, N. W., & Prabowo, S. (2015). Peran Kleuarga Sangat Penting
dalam Pendidikan Mental, Karakter Anak serta Budi Pekerti Anak. JURNAL SOSIAL
HUMANIORA, 46-54.

3. Al Humaidy, M. A. (2012). ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL SEBAGAI SUMBER


KONFLIK ANTARA ETNIK DI KALIMANTAN BARAT. KARSA, 186-195.

4.Harahap, S. (2018). KONFLIK ETNIS DAN AGAMA DI INDONESIA. JURNAL ILMIAH


SOSIOLOGI AGAMA, 28-46.

5.Susanto, A. A., & Aman. (2016). PENGARUH PPOLA ASUH ORANG TUA,
PERGAULAN TEMAN SEBAYA, MEDIA TELEVISI TERHADAP KARAKTER SISWA
SMP. HARMONI SOSIAL, 105-111.

Anda mungkin juga menyukai