Oleh:
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang dengan limpah
rahmat dan berkah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak henti,
shalawat serta salam kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai
suri teladan bagi seluruh umat manusia. Kami juga ingin menyampaikan terima
kasih yang tak terhingga kepada dosen kami yang penuh dedikasi, Bapak
Wahyu Akbar, S.E.Sy., M.E., yang telah memberikan ilmu dan bimbingan
dalam matakuliah Fikih Muamalah Indonesia.
Akhir kata, kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan
yang terdapat dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan menjadi tambahan wawasan dalam memahami konsep jual beli
dalam perspektif Islam.
Kelompok II
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................I
DAFTAR ISI.....................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. LATAR BELAKANG........................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................................2
C. TUJUAN.........................................................................................................2
D. METODE PENULISAN.....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................4
A. DEFINISI JUAL BELI......................................................................................4
B. RUKUN DAN SYARAT JUAL BELI..................................................................5
C. JUAL BELI YANG DI LARANG.....................................................................11
BAB III PENUTUP.........................................................................................18
A. KESIMPULAN..............................................................................................18
B. SARAN........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perlu dipahami bahwa konsep jual beli dalam Islam tidak hanya sekadar
transaksi ekonomi, tetapi juga memiliki dimensi spiritual dan etika yang sangat
penting. Islam mengajarkan prinsip-prinsip yang harus dipatuhi dalam setiap
transaksi jual beli, seperti keadilan, kejujuran, dan saling menghormati. Prinsip-
prinsip ini tercermin dalam berbagai ajaran Islam, termasuk dalam Al-Qur'an dan
hadis-hadis Nabi Muhammad SAW.
Tantangan utama yang dihadapi dalam penerapan konsep jual beli dalam
Islam di Indonesia adalah adanya praktik-praktik yang bertentangan dengan ajaran
agama. Misalnya, praktik riba atau bunga dalam sistem keuangan modern
seringkali tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Selain itu, praktik-
1
Muhammad Ali, Konsep Jual Beli Dalam Islam. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2010), hal. 6.
2
Hamidy, Hamid Fahmy Zarkasyi, Transaksi Jual Beli dalam Perspektif Hukum Islam.
(Jakarta: Kencana, 2015), hal. 4.
1
praktik seperti penipuan, pemalsuan barang, atau spekulasi juga menjadi
tantangan dalam menjaga keadilan dan kejujuran dalam transaksi jual beli. 3
Pada zaman modern, konsep jual beli dalam Islam di Indonesia juga
menghadapi berbagai perubahan dan adaptasi. Perkembangan teknologi dan
globalisasi memberikan dampak yang signifikan terhadap cara masyarakat
melakukan transaksi jual beli. Hal ini menuntut adanya pemahaman yang lebih
dalam tentang bagaimana prinsip-prinsip ekonomi Islam dapat diaplikasikan
dalam konteks yang terus berkembang ini.
B. Rumusan Masalah
Untuk menguraikan beberapa hal terkait, Berikut rumusan masalah yang
digunakan untuk pembahasan makalah adalah sebagai berikut:
1. Seperti apakah Definisi dari Jual Beli dalam Islam?
2. Apa saja rukun dan syarat jual beli dalam islam?
3. Apa saja Jual Beli yang di larang?
C. Tujuan
Adapun tujuan dan kegunaan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memahami Definisi dari Jual Beli dalam Islam
2. Mengetahui rukun dan syarat jual beli dalam islam
3. Memahami Jual Beli yang di larang
D. Metode Penulisan
3
Hasan, Ekonomi Islam di Indonesia: Sejarah dan Perkembangannya. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2015)
2
Penulisan makalah ini menggunakan metode literatur kajian pustaka
(library research) terhadap buku-buku yang berhubungan dengan tema makalah
yang dibuat, dan juga bersumber dari beberapa artikel.
3
BAB II
PEMBAHASAN
a. Menurut Idris (1986), jual beli adalah pertukaran barang dengan barang atau
barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari satu pihak
kepada pihak lain atas dasar saling merelakan.7
b. Menurut Syekh Muhammad ibn Qâsim al-Ghazzi, jual beli adalah memiliki
sesuatu harta (uang) dengan mengganti sesuatu atas dasar izin syara, dengan
hanya memiliki manfaatnya yang diperbolehkan syara untuk selamanya
melalui pembayaran berupa uang.8
c. Menurut Imam Taqiyuddin, jual beli adalah saling tukar harta, saling
menerima, dan dapat dikelola dengan ijab qobul, sesuai dengan syariat.9
4
Haroen, Hukum Perdata Islam di Indonesia. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000),
hal. 111.
5
al-Marbawy, Kamus Arab-Indonesia. (Beirut: Dar al-Ilm lil Malayin, 2000), hal. 136.
6
al-Jaziri, Kitab al-Fiqh 'ala al-Madhahib al-Arba'ah. (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
2003) hal. 172.
7
Idris. Dasar-Dasar Hukum Perdata Islam di Indonesia. (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 1986) hal. 90.
8
al-Ghazzi, Al-Kasyaf 'an Haqaiq al-Syari'ah fi al-Fiqh al-Islami. (Beirut: Dar al-Fikr,
1986), hal. 94
9
Taqiyuddin, Kitab Kiffayatul al-Akhyar. (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1981), hal.
34.
4
d. Syeikh Zakaria al Anshari menjelaskan bahwa jual beli adalah tukar-
menukar benda lain dengan cara yang khusus, yang dibolehkan oleh
syariah.10
e. Menurut Sayyid Sabiq, jual beli adalah penukaran benda dengan benda lain
dengan cara saling memindahkan hak milik dengan penggantinya yang
diperbolehkan.11
f. Sebagian ulama, seperti ulama Hanafiyah dan Imam Nawawi, menjelaskan
bahwa jual beli adalah pertukaran harta dengan harta berdasarkan cara
khusus yang diizinkan syara', yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Rukun dalam jual beli menjadi perdebatan di antara para ulama. Menurut
Ulama Hanafiyah, rukun jual beli hanya satu, yaitu ijab (ungkapan membeli dari
pembeli).12 Mereka berpendapat bahwa yang menjadi inti dalam jual beli adalah
kerelaan kedua belah pihak untuk melakukan transaksi tersebut, namun karena
kerelaan ini sulit untuk diamati secara langsung, maka diperlukan indikasi yang
menunjukkan kesepakatan tersebut, seperti ijab dan qabul, atau melalui pertukaran
barang dan harga.
10
Zakariya, Fath Al-Wahab. (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1989), hal. 67.
11
Sabiq, Fiqh Sunnah. Kairo: Dar al-Fikr, 1997), hal. 2(7.
12
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi Dalam Islam,
(Jakarta: Amzah, 2010), hal. 28.
5
Sementara menurut Jumhur Ulama, terdapat empat rukun dalam jual beli:13
Ulma Hanafiah berpendapat bahwa orang yang berakad, barang yang dibeli,
dan nilai tukar barang termasuk dalam syarat-syarat jual beli, bukan sebagai rukun
jual beli.
Rukun jual beli ini menjadi dasar bagi para pelaku ekonomi dan pedagang
untuk menjalankan transaksi mereka sesuai dengan ketentuan agama dan
menciptakan lingkungan ekonomi yang berkeadilan dan berkah.
Syarat-syarat dalam jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang telah
disebutkan oleh Jumhur Ulama di atas sebagai berikut:14
Para Ulama Fiqh sepakat bahwa orang yang melakukan akad jual beli harus
memenuhi beberapa syarat, yaitu:15
13
Nasrun Haroen, Op. Cit., hal. 114-115
14
al-Jaziri, Kitab al-Fiqh 'ala al-Madhahib al-Arba'ah. (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
2003) hal. 179.
15
Chairuman Pasaribu, dan Suhrawardi. K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam,
6
1) Berakal sehat, oleh karena itu baik penjual maupun pembeli harus
memiliki akal yang sehat agar dapat melakukan transaksi jual beli
dengan kesadaran penuh. Jual beli yang dilakukan oleh anak kecil
yang belum memiliki akal yang sehat atau orang yang tidak berakal
sehat, hukumnya tidak sah.
2) Dilakukan atas dasar suka sama suka, artinya transaksi tersebut harus
dilakukan atas dasar kehendak sendiri dan tidak dipaksa oleh pihak
manapun.16
Syarat-syarat yang berkaitan dengan ijab dan qabul adalah sebagai berikut:
2) Qabul harus sesuai dengan ijab. Jika antara ijab dan qabul tidak
sesuai, maka transaksi jual beli tersebut tidak sah.
3) Ijab dan qabul harus dilakukan dalam satu majelis, yang berarti kedua
belah pihak yang melakukan transaksi jual beli harus hadir dalam satu
tempat dan membahas topik yang sama.
7
Syarat-syarat yang berkaitan dengan barang yang diperjualbelikan adalah
sebagai berikut:18
1) Barang harus suci menurut ajaran Islam. Transaksi jual beli barang-
barang najis seperti bangkai, babi, anjing, dan sebagainya tidak sah.19
Harga merupakan hal yang penting dalam jual beli. Dalam Bahasa Inggris,
harga dikenal dengan istilah "price", sedangkan dalam Bahasa Arab berasal dari
kata "tsaman" atau "si'r", yang mengacu pada nilai dan harga suatu barang yang
terjadi atas dasar suka sama suka (antaradin). 20 Al-tsaman adalah harga pasar yang
berlaku di masyarakat secara aktual, sedangkan al-si'r adalah harga modal barang
yang seharusnya diterima oleh para pedagang sebelum dijual kepada konsumen.
18
Abdul Rahman Ghazaly, Op. Cit., hal, 75.
19
bnu Rusyd, Bidyatul Mujtahid, jilid 2, Penerjemah Abu Usamah Fakhtur Rokhman
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hal. 251.
20
Rozalinda, Ekonomi Islam Teori dan Aplikasi pada Aktifitas Ekonomi, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2015), cet II, hal. 154.
8
Dengan demikian, terdapat dua harga yang perlu diperhatikan dalam jual beli,
yaitu harga antar pedagang dan harga antara pedagang dan konsumen (harga di
pasar).21 Oleh karena itu, harga barang dapat dipermainkan oleh para pedagang.
1) Harga yang disepakati oleh kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
2) Pembayaran dapat dilakukan pada saat akad, bahkan secara hukum bisa
dilakukan dengan menggunakan cek dan kartu kredit. Namun, jika harga
barang dibayar nanti (berutang), maka pembayarannya harus jelas.
3) Jika jual beli dilakukan dengan saling pertukaran barang, maka barang yang
dijadikan nilai tukar tidak boleh merupakan barang yang diharamkan oleh
syara‟, seperti babi dan khamar, karena barang-barang tersebut tidak
memiliki nilai menurut syariat.
Selain syarat-syarat yang berkaitan dengan rukun jual beli di atas, para
Ulama Fiqh juga menetapkan syarat-syarat lain, yaitu:
Syarat sah ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu syarat umum dan syarat
khusus. Syarat umum adalah syarat yang harus ada pada setiap jenis transaksi agar
dianggap sah menurut syara‟. Secara umum, akad jual beli harus terhindar dari
tujuh macam „aib:22
9
3) Pembatasan dengan waktu (At-Tauqit) adalah jual beli yang dibatasi
oleh waktu tertentu. Transaksi semacam ini hukumnya fasid karena
kepemilikan atas suatu barang tidak boleh dibatasi oleh waktu.
23
Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Mu'āmalāt (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1999), hal,
142.
24
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 190-192
10
Adapun syarat-syarat khusus yang berlaku untuk beberapa jenis jual beli
adalah sebagai berikut:
6) Harus diterima dalam utang piutang yang ada dalam perjanjian dan
menjual sesuatu dengan utang kepada selain penjual.
11
kategori, yaitu dilarang karena sebab ahliah, melanggar prinsip tidak menzhalimi,
dan tidak dizhalimi, serta dilarang karena penggunaan akad.25
Para ulama fiqh sepakat bahwa transaksi dianggap sah jika dilakukan oleh
orang yang memiliki ahliah, yaitu kecakapan berdasarkan usia, jasmani, dan
pemikiran. Transaksi akan dianggap sah jika dilakukan oleh orang baligh, berakal,
dan dapat melakukan khiyar atau tashorruf dengan kehendaknya sendiri.
Transaksi menjadi tidak sah jika tidak ada unsur ahliah dalam diri seseorang.
Beberapa contoh adalah:26
a. Transaksi oleh orang yang gila karena tidak mengerti konsekuensi dari
tindakannya.
b. Transaksi jual beli anak kecil yang belum baligh dapat sah jika diizinkan
oleh wali.
c. Transaksi oleh orang yang tidak bisa melihat menjadi tidak sah karena tidak
bisa membedakan jenis barang.
d. Transaksi oleh orang yang terpaksa masih diperdebatkan oleh ulama, namun
mayoritas sepakat bahwa tidak sah.
e. Transaksi fudhul, yaitu jual beli yang dilakukan oleh seseorang dengan
menjual milik orang lain tanpa izin pemilik barang, dianggap tidak sah.
f. Transaksi oleh orang dalam kondisi dilarang, seperti orang yang muflis,
sakit, atau tidak berakal, dianggap tidak sah oleh sebagian ulama.
12
2. Transaksi Dilarang Sebab Melanggar Prinsip Tidak Menzhalimi Dan Tidak
Dizhalimi
Dalam ajaran Islam, transaksi harus dilakukan secara transparan dan tanpa
unsur ghoror. Akad transaksi dilakukan dengan prinsip suka sama suka, atau
saling ridha antara pihak yang melakukan transaksi. Ini merupakan penegasan dari
isi Al-Qur'an yang menyatakan urgensi ridha dalam sebuah akad.27
27
Moqsith, A, Hukum Ekonomi Syariah. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015), hal,
99
28
Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Mu'āmalāt (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1999), hal,
142.
29
Ibnu Rusyd, Fikih Muamalah. (Jakarta: PT RajaGrafindo,2015), hal 28.
13
membuat barang semakin langka dan harga menjadi naik di pasaran. Oleh
karena itu, ihtikar menjadi dilarang dalam Islam.
d. Riba: Riba terjadi ketika ada tambahan dari pekerjaan yang tidak halal yang
dapat merugikan pihak pembeli dan penjual. Ada beberapa jenis riba, seperti
riba fadl dan riba qardhi. Transaksi riba dianggap tidak sah dalam Islam
karena melanggar prinsip tidak menzhalimi.
e. Maysir: Maysir adalah transaksi yang mirip dengan perjudian. Transaksi ini
dilarang dalam Islam karena mengandung unsur penzhalimi.
f. Risywah: Risywah terjadi ketika ada pemberian sesuatu kepada orang lain
untuk memenangkan suatu perkarayang dihadapinya. Transaksi ini dianggap
tidak sah karena mengandung unsur menzhalimi.
h. Transaksi ketika azan jum’at: Transaksi jual beli pada saat azan sholat
jum’at hukumnya adalah haram.
j. Transaksi barang yang sudah dibeli orang lain: Transaksi dengan barang
yang sudah dibeli atau dipesan orang lain juga tidak sah dalam Islam.
14
k. Transaksi buah tidak segar dengan buah segar: Transaksi antara buah yang
segar dengan buah tidak segar dilarang dalam Islam karena mengandung
unsur ghoror atau menzhalimi.
n. Transaksi tanah muhaqallah atau bakallah: Transaksi hasil bumi yang masih
berada di lahan dan belum bisa dipastikan kualitas, kuantitas, dan harganya
juga dilarang dalam Islam.
r. Transaksi muzabanah: Transaksi jual beli antara buah yang basah dengan
buah yang kering juga tidak sah dalam Islam karena dapat merugikan salah
satu pihak.
Para ulama telah menetapkan bahwa transaksi yang sah dalam jual beli
harus dilakukan dengan kerelaan atau saling ridha. Salah satu bentuk kerelaan dan
15
keridhaan dapat diungkapkan pada akad atau sighat ketika bertransaksi (Romli
2021). Sebuah transaksi idealnya dilakukan saat bertemu dan di satu tempat.
b. Transaksi Munjiz: Ini adalah transaksi yang tergantung pada syarat atau
waktu tertentu. Jika syarat atau waktu yang ditentukan tidak terpenuhi,
maka transaksi juga tidak terjadi. Mayoritas ulama memandang transaksi ini
tidak sah karena bisa merugikan penjual atau pembeli.
Transaksi jual beli dalam Islam harus dilakukan dengan saling ridha.
Namun, seringkali terjadi pelanggaran dalam proses transaksi. Ada beberapa
alasan mengapa transaksi jual beli dapat dikategorikan tidak sah atau dilarang:
30
Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Mu'āmalāt (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1999), hal,
112.
16
Kedua, dalam segi usaha atau objek yang diperdagangkan, ekonomi syariah
dihindarkan dari unsur ghoror dan zhalim yang merugikan salah satu pihak.
Transaksi harus transparan, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.
Dengan demikian, transaksi jual beli dalam Islam harus memenuhi prinsip
saling ridha antara penjual dan pembeli, dilakukan dengan barang yang halal,
tanpa unsur ghoror dan zhalim, serta dengan akad yang jelas dan benar.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam Islam, konsep jual beli memiliki landasan yang kokoh dalam ajaran
agama. Prinsip-prinsip seperti keadilan, transparansi, dan keikhlasan menjadi
pondasi utama dalam setiap transaksi. Dari penelusuran terhadap berbagai sumber
literatur dan pandangan ulama, dapat disimpulkan bahwa praktik jual beli dalam
Islam haruslah dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal pokok. Pertama,
transaksi harus didasarkan pada kesepakatan dan keikhlasan antara kedua belah
pihak, serta tidak ada unsur penipuan atau manipulasi. Kedua, barang yang
diperdagangkan haruslah halal dan bermanfaat bagi masyarakat. Ketiga, harga
yang ditetapkan haruslah wajar dan adil, tanpa memanfaatkan kondisi yang
merugikan salah satu pihak. Dengan memahami konsep jual beli dalam Islam
secara mendalam, diharapkan umat Muslim dapat menjalankan aktivitas
ekonominya dengan penuh kesadaran akan nilai-nilai agama dan etika bisnis
Islam.
B. Saran
Dalam mengeksplorasi konsep jual beli dalam perspektif Islam, penting
untuk mempertimbangkan kepatuhan terhadap ajaran agama dalam setiap
transaksi, meningkatkan pemahaman masyarakat akan aturan jual beli Islam, serta
memperhatikan perlindungan konsumen dalam konteks transaksi online. Selain
itu, penting juga untuk memastikan bahwa setiap akad transaksi dilakukan sesuai
dengan syarat dan rukun dalam Islam guna menjaga keabsahan transaksi. Dengan
memperhatikan aspek-aspek tersebut secara komprehensif, makalah ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi penting dalam memahami prinsip-
prinsip jual beli dalam Islam serta implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
18
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. Konsep Jual Beli Dalam Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2010.
Hamidy, Hamid Fahmy Zarkasyi. Transaksi Jual Beli dalam Perspektif Hukum
Islam. Jakarta: Kencana, 2015.
al-Jaziri. Kitab al-Fiqh 'ala al-Madhahib al-Arba'ah. Beirut: Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, 2003.
al-Ghazzi. Al-Kasyaf 'an Haqaiq al-Syari'ah fi al-Fiqh al-Islami. Beirut: Dar al-
Fikr, 1986.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad. Fiqh Muamalat Sistem Transaksi Dalam Islam.
Jakarta: Amzah, 2010.
19
Pasaribu, Chairuman, dan Suhrawardi K. Lubis. Hukum Perjanjian Dalam Islam.
Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2004.
Lubis, Suhrawardi K., dan Farid Wadji. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar
Grafika Offset, 2014.
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunah Jilid 5. Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2011.
Rozalinda. Ekonomi Islam Teori dan Aplikasi pada Aktifitas Ekonomi. Jakarta:
Rajawali Pers, 2015.
Mannan, Abdul. Islamic Economics: Theory and Practice. New Delhi: Sterling
Publishers Pvt. Ltd., 2008.
Ibn Majah, Muhammad bin Yazid, Sunan Ibn Majah. Edisi Terjemahan Bahasa
Indonesia. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2015)
20
Abdullah, A. (2019). The Challenges and Opportunities of Fintech Sharia in
Indonesia: A Lesson from Malaysia. International Journal of
Economics, Commerce and Management,
Ishak, D. (2023). Mengenal Society 5.0 dan Dampaknya Bagi Pendidikan. STAI
YAPATA AL-JAWAMI, 67.
21