Anda di halaman 1dari 86

PROPOSAL TESIS

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH

TERHADAP MOTIVASI GURU MENGIKUTI PROGRAM GURU

PENGGERAK DI KOTA SAWAHLUNTO

Oleh AKMAL KHALIS

NIM: 222011005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAHMUD YUNUS

BATUSANGKAR

2024
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan salah satu sektor kunci dalam pembangunan suatu

negara, karena berkaitan erat dengan pembentukan sumber daya manusia yang

berkualitas. Dalam konteks pendidikan di Indonesia, peran guru sebagai agen

perubahan sangatlah penting. Untuk itu, pemerintah telah meluncurkan berbagai

program pembangunan pendidikan, salah satunya adalah Program Guru

Penggerak. (Harmendi et al., 2021)

Program Guru Penggerak yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan (Kemendikbud) menjadi salah satu inisiatif strategis untuk

meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Program ini menempatkan peran

sentral pada kepala sekolah sebagai pemimpin yang mampu memotivasi dan

membimbing guru-guru di lembaga pendidikan mereka untuk mengikuti program

ini. Dalam implementasinya, kepala sekolah memiliki peran kunci dalam

menggerakkan dan meningkatkan motivasi guru untuk berpartisipasi aktif dalam

Program Guru Penggerak. Sebagai pemimpin, kepala sekolah diharapkan dapat

memberikan dorongan positif, memotivasi, dan menciptakan lingkungan kerja

yang kondusif untuk pembelajaran inovatif dan peningkatan kualitas pendidikan.

Program ini dirancang untuk menciptakan pemimpin pembelajaran, yaitu

guru yang tidak hanya memiliki kecakapan teknis yang tinggi dalam mengajar,

tetapi juga memiliki sifat inovatif, reflektif, mandiri, mampu berkolaborasi, dan

berorientasi pada kepentingan peserta didik. Kepala sekolah sebagai motor utama
dalam penerapan program ini diharapkan dapat menciptakan budaya belajar di

sekolahnya, memotivasi guru untuk terus mengembangkan diri, dan menciptakan

atmosfer positif yang mendorong partisipasi aktif dalam kegiatan pengembangan

profesional.

Hambatan dan tantangan yang mungkin muncul dalam pelaksanaan

program ini diatasi melalui kekuatan dari dalam diri guru. Semangat dan tekad

guru untuk mengembangkan diri menjadi guru pembelajar yang lebih baik

menjadi kunci untuk menghadapi berbagai kendala. Pembekalan pada nilai-nilai

yang diperlukan oleh guru penggerak, seperti inovasi, kemandirian, dan

kolaborasi, dapat menjadi landasan untuk mengatasi hambatan dan mencapai

tujuan program dengan lebih efektif.

Dengan sinergi antara kepala sekolah sebagai pemimpin yang mendorong

dan memotivasi serta semangat guru dalam mengatasi hambatan, Program Guru

Penggerak diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam meningkatkan

mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia.

Program Guru Penggerak menjadi inovasi strategis yang dirancang untuk

meningkatkan kualitas pendidikan melalui peran aktif dan kontribusi guru dalam

pembelajaran. Kota Sawahlunto sebagai bagian dari implementasi program

tersebut telah menerapkan langkah-langkah konkret untuk mendorong partisipasi

guru dalam Program Guru Penggerak. Kepemimpinan dan manajemen kepala

sekolah sebagai pemimpin di lembaga pendidikan menjadi faktor utama yang

mempengaruhi keberhasilan implementasi program ini. (Handayani & Rasyid,

2015)
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kepemimpinan dan

manajemen kepala sekolah memiliki dampak signifikan terhadap motivasi guru.

Namun, belum banyak penelitian yang secara khusus mengkaji hubungan antara

kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah dengan motivasi guru dalam

mengikuti Program Guru Penggerak di Kota Sawahlunto. Data partisipasi dalam

Program Guru Penggerak di Kota Sawahlunto menunjukkan variasi yang

signifikan antara empat angkatan yang diamati. Pada Angkatan 6, sebanyak 10

pengajar praktek berhasil lolos seleksi, sementara terdapat 36 calon guru

penggerak. Angkatan 7 mencatat partisipasi 4 pengajar praktek yang berhasil lolos

dari 18 calon guru penggerak. Angkatan 9 menunjukkan peningkatan dengan 7

pengajar praktek yang berhasil lolos dari 36 calon guru penggerak. Sementara itu,

pada Angkatan 10, jumlah pengajar praktek yang berhasil lolos mencapai 23

orang dari 110 calon guru penggerak. Analisis terhadap data ini dapat

memberikan wawasan mendalam tentang faktor-faktor yang memengaruhi

partisipasi guru dalam Program Guru Penggerak, sementara perbandingan antara

jumlah calon guru penggerak dan pengajar praktek yang berhasil lolos dapat

menjadi dasar untuk pengembangan kebijakan yang lebih efektif dan perbaikan

program di masa mendatang.

Penelitian terdahulu telah secara konsisten menggarisbawahi bahwa

kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap motivasi guru (Bass, 1985; Leithwood et al., 2004; Hallinger, 2011).

Dalam konteks pendidikan, kepala sekolah tidak hanya bertanggung jawab untuk

menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, tetapi juga memiliki peran penting
dalam memotivasi staf akademik untuk terlibat aktif dalam berbagai program

pengembangan profesional.

Namun, hingga saat ini, terdapat kekurangan penelitian yang secara

spesifik membahas hubungan antara kepemimpinan dan manajemen kepala

sekolah dengan motivasi guru dalam mengikuti Program Guru Penggerak.

Penelitian ini memiliki tujuan khusus untuk mengisi celah pengetahuan ini dan

memberikan wawasan lebih mendalam tentang bagaimana gaya kepemimpinan

dan kemampuan manajerial kepala sekolah dapat memengaruhi motivasi guru

untuk berpartisipasi aktif dalam program ini. (Hallinger, 2011)

Sebuah penelitian oleh Smith et al. (2020) menunjukkan bahwa

kepemimpinan transformasional, yang ditandai oleh kemampuan kepala sekolah

untuk menginspirasi dan membimbing staf, memiliki dampak positif terhadap

motivasi guru untuk mengikuti program pengembangan profesional. Selain itu,

studi oleh Jones (2018) menyoroti pentingnya manajemen kepala sekolah dalam

menciptakan struktur organisasi yang mendukung partisipasi guru dalam inisiatif

pengembangan profesional.

Kepemimpinan kepala sekolah memegang peran sentral dalam membentuk

lingkungan kerja yang mendukung dan memotivasi guru untuk mencapai kualitas

pendidikan yang optimal. Hargreaves dan Fink (2017) menyoroti bahwa

kepemimpinan pendidikan yang efektif dapat memberikan dampak positif pada

motivasi guru, menciptakan budaya sekolah yang mendukung inovasi dan

pertumbuhan profesional. Ini menekankan pentingnya peran kepala sekolah dalam

menciptakan atmosfer kerja yang inspiratif dan mendukung.


Leithwood et al. (2020) menambahkan dimensi penting lainnya, yaitu

peran kepala sekolah dalam meningkatkan motivasi guru melalui pembinaan,

memberikan umpan balik positif, dan menciptakan iklim kerja yang mendukung.

Dengan memberikan arah yang jelas, dukungan, dan pengakuan terhadap usaha

guru, kepala sekolah dapat meningkatkan motivasi guru untuk aktif berpartisipasi

dalam program pengembangan profesional seperti Program Guru Penggerak.

Robinson et al. (2018) menyatakan bahwa kepemimpinan kepala sekolah

yang efektif berkorelasi dengan peningkatan kualitas pendidikan. Mereka

menyoroti bahwa kepala sekolah yang memiliki visi jelas, mampu memotivasi tim

pengajar, dan fokus pada peningkatan hasil belajar siswa dapat berkontribusi pada

peningkatan mutu pendidikan. Dengan demikian, kepemimpinan kepala sekolah

bukan hanya berdampak pada motivasi guru tetapi juga berkontribusi pada hasil

belajar siswa secara keseluruhan.

Studi oleh Day et al. (2019) menegaskan bahwa kepemimpinan berkualitas

dapat menciptakan budaya sekolah yang berorientasi pada pembelajaran. Kepala

sekolah yang mampu membangun budaya pembelajaran dan mendorong

kolaborasi di antara stafnya dapat memberikan dampak positif pada peningkatan

kinerja siswa. Ini menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah tidak hanya

berdampak pada aspek pengembangan profesional guru tetapi juga menciptakan

lingkungan belajar yang positif bagi siswa.

Manajemen kepala sekolah memiliki peran krusial dalam mengelola

aspek-aspek operasional dan administratif di sekolah, yang pada gilirannya dapat

berdampak pada kesejahteraan guru dan kualitas pendidikan secara keseluruhan.


Sejumlah penelitian dan literatur terkini menyoroti pentingnya manajemen kepala

sekolah dalam menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif dan efisien.

Menurut Ngalimun et al. (2019), "Manajemen kepala sekolah memiliki

peran strategis dalam mengelola sumber daya manusia, mengorganisir proses

pembelajaran, dan menciptakan iklim sekolah yang mendukung perkembangan

seluruh anggota sekolah." Hal ini menunjukkan bahwa manajemen kepala sekolah

tidak hanya berkaitan dengan tugas administratif tetapi juga membentuk iklim

sekolah yang mendukung pengembangan semua anggota komunitas sekolah.

Studi oleh Wirawan et al. (2021) menekankan bahwa "Manajemen yang

efektif dari kepala sekolah dapat menciptakan stabilitas organisasi, meningkatkan

efisiensi operasional, dan meningkatkan produktivitas guru." Ini menggarisbawahi

peran manajemen kepala sekolah dalam menciptakan kondisi yang

memungkinkan guru untuk fokus pada tugas-tugas pengajaran mereka tanpa

terbebani oleh masalah administratif yang tidak perlu.

Leithwood dan Jantzi (2020) menyatakan bahwa "Kepala sekolah yang

mampu mengelola sumber daya dengan bijak dan memotivasi staf sekolahnya

dapat meningkatkan kinerja guru dan, pada gilirannya, meningkatkan hasil belajar

siswa." Ini menunjukkan bahwa manajemen kepala sekolah bukan hanya tentang

pengelolaan administratif tetapi juga mencakup kemampuan untuk memotivasi

staf dan meningkatkan kinerja mereka.

Dalam konteks Program Guru Penggerak, manajemen kepala sekolah

dapat membantu dalam menyusun strategi untuk meningkatkan partisipasi guru,

memonitor perkembangan program, dan memastikan bahwa sumber daya yang

tersedia digunakan secara efektif. Sehingga, manajemen kepala sekolah tidak


hanya berkontribusi pada kelancaran operasional sekolah tetapi juga pada

kesuksesan program pengembangan profesional.

Motivasi guru untuk mengikuti Program Guru Penggerak merupakan

aspek kunci dalam keberhasilan program tersebut. Berbagai penelitian dalam lima

tahun terakhir telah menyoroti faktor-faktor motivasional yang memengaruhi

partisipasi gru dalam program pengembangan profesional.

Menurut penelitian oleh Sari et al. (2018), "Motivasi guru untuk mengikuti

program pengembangan profesional sangat dipengaruhi oleh kejelasan manfaat

pribadi dan profesional yang dapat diperoleh dari program tersebut." Hal ini

menunjukkan bahwa pemahaman guru terkait manfaat program secara pribadi dan

profesional berkontribusi pada tingkat motivasi mereka.

Studi oleh Susanto (2020) menegaskan, "Dukungan kepala sekolah dan

rekan kerja memiliki dampak signifikan pada motivasi guru untuk terlibat dalam

program pengembangan profesional." Dukungan sosial dari lingkungan sekolah,

termasuk dukungan dari rekan kerja dan pimpinan, dapat menjadi pendorong

motivasi bagi guru untuk mengambil bagian dalam program seperti Guru

Penggerak.

Hasil penelitian oleh Fitriana et al. (2019) menunjukkan bahwa

"Pemberian insentif, baik berupa pengakuan, penghargaan, atau benefit lainnya,

dapat meningkatkan motivasi guru untuk berpartisipasi dalam program

pengembangan." Dukungan finansial dan pengakuan atas upaya guru dalam

mengembangkan diri dapat memberikan dorongan tambahan untuk berpartisipasi

aktif.
Dalam penelitian terbaru oleh Rahayu et al. (2022), ditemukan bahwa

"Guru yang merasakan relevansi program pengembangan dengan kebutuhan dan

tuntutan tugas mereka cenderung memiliki motivasi yang lebih tinggi." Ini

menunjukkan bahwa persepsi guru terhadap keterkaitan program dengan

kebutuhan praktis mereka dapat menjadi faktor kunci dalam memotivasi

partisipasi.

Pentingnya peran kepemimpinan kepala sekolah dalam memotivasi guru

juga disoroti oleh penelitian terkini. Menurut Hidayah et al. (2021), "Kepala

sekolah yang mampu memberikan arahan yang jelas, memberikan dukungan, dan

menciptakan iklim positif dapat meningkatkan motivasi guru untuk mengikuti

program pengembangan profesional."

Berdasarkan temuan-temuan ini, penelitian ini akan lebih mendalam untuk

menjelajahi hubungan antara kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah

dengan motivasi guru dalam mengikuti Program Guru Penggerak. Dengan

demikian, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pandangan yang lebih

komprehensif tentang faktor-faktor yang memotivasi guru dalam konteks program

pengembangan profesional khusus ini.

Dalam konteks tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendalaminya

dengan fokus pada Kota Sawahlunto sebagai studi kasus. Pemahaman yang

mendalam terkait pengaruh kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah

terhadap motivasi guru untuk mengikuti Program Guru Penggerak diharapkan

dapat memberikan kontribusi positif terhadap pengembangan kebijakan

pendidikan di tingkat lokal dan nasional.


Pendidikan merupakan pilar utama pembangunan suatu negara karena

berkaitan erat dengan pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Di

Indonesia, guru memegang peran sentral sebagai agen perubahan, dan untuk

meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah meluncurkan Program Guru

Penggerak. Program ini menekankan peran kepala sekolah sebagai pemimpin

yang mampu memotivasi dan membimbing guru untuk mengikuti program ini,

yang dirancang untuk menciptakan pemimpin pembelajaran.

Kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah menjadi faktor utama

dalam keberhasilan implementasi Program Guru Penggerak di Kota Sawahlunto.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kepemimpinan dan manajemen

kepala sekolah memengaruhi motivasi guru secara signifikan. Namun, kurangnya

penelitian khusus mengenai hubungan ini dalam konteks Program Guru

Penggerak di kota tersebut menjadi pemotivasi utama penelitian ini.

Hasil analisis data partisipasi dalam program ini menunjukkan variasi

yang signifikan antar angkatan, dan analisis lebih lanjut diharapkan dapat

memberikan wawasan mendalam tentang faktor-faktor yang memengaruhi

partisipasi guru. Selain itu, perbandingan antara jumlah calon guru penggerak dan

pengajar praktek yang berhasil lolos dapat menjadi dasar untuk pengembangan

kebijakan yang lebih efektif.

Penelitian terdahulu menekankan bahwa kepemimpinan kepala sekolah

memiliki peran kunci dalam membentuk lingkungan kerja yang kondusif dan

memotivasi guru. Kepala sekolah yang memberikan arahan yang jelas, dukungan,

dan menciptakan iklim positif dapat meningkatkan motivasi guru. Selain itu,
manajemen kepala sekolah juga penting dalam menciptakan lingkungan yang

mendukung pengembangan diri guru dan operasional sekolah yang efisien.

Dalam konteks Program Guru Penggerak, motivasi guru menjadi faktor

kunci untuk keberhasilan program tersebut. Kejelasan manfaat, dukungan kepala

sekolah, insentif, dan persepsi guru terhadap relevansi program dapat memotivasi

partisipasi. Penelitian lebih lanjut di Kota Sawahlunto diharapkan dapat

memberikan pemahaman mendalam tentang interaksi antara kepemimpinan,

manajemen kepala sekolah, dan motivasi guru dalam mengikuti program ini.

Dengan sinergi antara kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah serta

semangat guru dalam mengatasi hambatan, Program Guru Penggerak diharapkan

dapat memberikan dampak positif dalam meningkatkan mutu pendidikan di

Indonesia. Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi kebijakan

pendidikan di tingkat lokal dan nasional serta menjadi dasar teoritis untuk

penelitian lebih lanjut dalam bidang ini.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi guru dalam mengikuti program ini,

sehingga dapat memberikan rekomendasi kebijakan yang lebih efektif dan efisien.

Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

nyata dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan guru di

Kota Sawahlunto serta memberikan landasan teoritis bagi penelitian lebih lanjut di

bidang ini. Berdasarkan hasil Observasi penulis tertarik meneliti tentang:

Pengaruh kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah terhadap motivasi guru

mengikuti program guru penggerak di Kota Sawahlunto


B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan penjelasan di atas, identifikasi masalah untuk penelitian

"Pengaruh Kepemimpinan dan Manajemen Kepala Sekolah terhadap Motivasi

Guru Mengikuti Program Guru Penggerak di Kota Sawahlunto" dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan dampak signifikan

kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah terhadap motivasi guru,

namun belum secara khusus memfokuskan pada hubungan ini dalam

konteks Program Guru Penggerak di Kota Sawahlunto.

2. Data menunjukkan variasi yang signifikan dalam partisipasi guru dalam

Program Guru Penggerak antar angkatan. Angkatan 6 dan 7 memiliki

partisipasi yang relatif rendah dibandingkan dengan jumlah calon guru

penggerak.

3. Angkatan 6 memiliki tingkat keberhasilan seleksi yang lebih rendah

dibandingkan dengan Angkatan 10, meskipun jumlah calon guru

penggerak pada Angkatan 6 lebih sedikit.

4. Meskipun ada perbandingan antara jumlah calon guru penggerak dan

pengajar praktek yang berhasil lolos, belum ada analisis mendalam terkait

faktor-faktor apa yang memengaruhi partisipasi atau ketidakpartisipasian

guru dalam program ini.

5. Terdapat kesenjangan yang signifikan antara jumlah calon guru penggerak

dan pengajar praktek yang berhasil lolos, terutama pada Angkatan 10


C. BATASAN MASALAH

Berdasarkan penjelasan di atas, batasan masalah untuk penelitian "Pengaruh

Kepemimpinan dan Manajemen Kepala Sekolah terhadap Motivasi Guru

Mengikuti Program Guru Penggerak di Kota Sawahlunto" dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Penelitian ini terbatas pada data dan kondisi yang ada pada empat

angkatan (Angkatan 6, 7, 9, dan 10) pada periode tertentu dalam

implementasi Program Guru Penggerak di Kota Sawahlunto.

2. Fokus penelitian hanya pada Kota Sawahlunto sebagai lokasi

implementasi Program Guru Penggerak. Temuan penelitian mungkin tidak

secara langsung dapat diterapkan pada konteks geografis lain.

3. Penelitian akan membatasi analisis pada variasi partisipasi guru antar

angkatan, dengan penekanan khusus pada Angkatan 6, 7, 9, dan 10.

4. Penelitian ini akan memfokuskan analisis pada faktor-faktor yang

memengaruhi partisipasi guru dalam Program Guru Penggerak, termasuk

hambatan dan motivasi yang mungkin memainkan peran dalam keputusan

mereka.

5. Fokus utama penelitian adalah pada pengaruh kepemimpinan dan

manajemen kepala sekolah terhadap motivasi guru. Meskipun faktor lain

dapat mempengaruhi, penelitian ini akan lebih berfokus pada dimensi

kepemimpinan dan manajemen.

6. Penelitian ini akan membatasi analisis pada pengaruh angkatan terhadap

tingkat keberhasilan seleksi guru penggerak, dengan tujuan untuk

memahami faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi hasil seleksi.


7. Penelitian ini akan membatasi analisis pada kesenjangan antara jumlah

calon guru penggerak dan pengajar praktek yang berhasil lolos, dengan

tujuan untuk mengidentifikasi penyebab dan implikasi kesenjangan

tersebut.

D. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan penjelasan di atas, rumusan masalah untuk penelitian "Pengaruh

Kepemimpinan dan Manajemen Kepala Sekolah terhadap Motivasi Guru

Mengikuti Program Guru Penggerak di Kota Sawahlunto" dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Apa pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap motivasi guru

dalam mengikuti Program Guru Penggerak di Kota Sawahlunto?

2. Bagaimana manajemen kepala sekolah berpengaruh terhadap motivasi

guru dalam mengikuti Program Guru Penggerak di Kota Sawahlunto?

3. Bagaimana perbandingan tingkat motivasi antara guru yang mengikuti tes

Guru Penggerak dan guru yang tidak mengikuti tes tersebut di Kota

Sawahlunto?

4. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi motivasi guru untuk mengikuti

Program Guru Penggerak di Kota Sawahlunto?

5. Bagaimana perbandingan pengaruh kepemimpinan dan manajemen kepala

sekolah terhadap motivasi guru di sekolah yang memiliki tingkat

partisipasi tinggi dan rendah dalam Program Guru Penggerak di Kota

Sawahlunto?
E. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan penjelasan di atas, tujuan penelitian untuk penelitian "Pengaruh

Kepemimpinan dan Manajemen Kepala Sekolah terhadap Motivasi Guru

Mengikuti Program Guru Penggerak di Kota Sawahlunto" dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap motivasi

guru dalam mengikuti program Guru Penggerak di Kota Sawahlunto.

2. Mengetahui pengaruh manajemen kepala sekolah terhadap motivasi guru

dalam mengikuti program Guru Penggerak di Kota Sawahlunto.

3. Membandingkan tingkat motivasi antara guru yang mengikuti tes Guru

Penggerak dan guru yang tidak mengikuti tes tersebut di Kota Sawahlunto.

4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi guru untuk

mengikuti program Guru Penggerak di Kota Sawahlunto.

5. Membandingkan pengaruh kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah

terhadap motivasi guru di sekolah yang memiliki tingkat partisipasi tinggi

dan rendah dalam program Guru Penggerak di Kota Sawahlunto.

F. MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan penjelasan di atas, manfaat untuk penelitian "Pengaruh

Kepemimpinan dan Manajemen Kepala Sekolah terhadap Motivasi Guru

Mengikuti Program Guru Penggerak di Kota Sawahlunto" dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Manfaat Praktis:

a. Pengembangan Kepemimpinan dan Manajemen:


i. Memberikan wawasan praktis bagi kepala sekolah untuk

meningkatkan keterampilan kepemimpinan dan manajerial

mereka, dengan fokus pada motivasi guru dalam mengikuti

Program Guru Penggerak.

ii. Memungkinkan pengembangan strategi yang dapat

diterapkan secara langsung untuk memotivasi guru dalam

konteks program pengembangan profesional.

b. Peningkatan Partisipasi Guru:

i. Memberikan informasi bagi pihak sekolah dan pemerintah

lokal untuk merancang kebijakan yang dapat meningkatkan

partisipasi guru dalam program-program pengembangan

profesional.

ii. Memberikan dasar untuk merancang insentif atau sistem

penghargaan yang dapat meningkatkan motivasi guru untuk

mengikuti Program Guru Penggerak.

c. Pembinaan dan Pengembangan Guru:

i. Memberikan informasi bagi kepala sekolah untuk

merancang program pembinaan dan pengembangan guru

yang lebih efektif, terutama dalam hal motivasi dan

partisipasi guru dalam program pengembangan profesional.

d. Peningkatan Kualitas Pendidikan:

i. Dengan motivasi guru yang lebih tinggi, diharapkan akan

terjadi peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan,


seiring dengan partisipasi aktif dalam Program Guru

Penggerak.

2. Manfaat Teoritis:

a. Kontribusi terhadap Literatur Pendidikan:

i. Memberikan kontribusi baru terhadap literatur pendidikan

terkait pengaruh kepemimpinan dan manajemen kepala

sekolah terhadap motivasi guru, khususnya dalam konteks

Program Guru Penggerak

b. Pengembangan Teori Kepemimpinan Pendidikan:

i. Membuka peluang untuk pengembangan teori

kepemimpinan pendidikan yang lebih kontekstual, dengan

mempertimbangkan peran kepemimpinan dan manajemen

dalam motivasi guru di lingkungan program pengembangan

profesional.

c. Pertumbuhan Pengetahuan tentang Motivasi Guru:

i. Mendukung pertumbuhan pengetahuan tentang faktor-

faktor yang memengaruhi motivasi guru, memberikan dasar

teoritis bagi penelitian lebih lanjut dalam bidang ini.

d. Konteks Lokal dalam Pengembangan Teori Pendidikan:

i. Menekankan pentingnya memahami konteks lokal, seperti

Kota Sawahlunto, dalam pengembangan teori dan model

kepemimpinan pendidikan yang dapat diterapkan secara

lebih luas di berbagai konteks pendidikan.


G. DEFENISI OPERASIONAL

Berdasarkan penjelasan di atas, definisi operasional untuk penelitian

"Pengaruh Kepemimpinan dan Manajemen Kepala Sekolah terhadap Motivasi

Guru Mengikuti Program Guru Penggerak di Kota Sawahlunto" dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Kepemimpinan Kepala Sekolah:

a. Variabel: Gaya kepemimpinan kepala sekolah, termasuk dimensi

transformasional dan transaksional.

b. Operasionalisasi: Pengukuran menggunakan kuesioner yang

mengacu pada model kepemimpinan transformasional dan

transaksional, seperti Multifactor Leadership Questionnaire

(MLQ).

2. Manajemen Kepala Sekolah:

a. Variabel: Kemampuan manajerial kepala sekolah dalam

merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, dan mengendalikan

sumber daya untuk mendukung implementasi Program Guru

Penggerak.

b. Operasionalisasi: Evaluasi berdasarkan indikator-indikator

manajerial yang melibatkan perencanaan strategis, organisasi

sumber daya, pengambilan keputusan, dan pengendalian

pelaksanaan program.

3. Motivasi Guru:

a. Variabel: Tingkat motivasi guru untuk berpartisipasi dalam

Program Guru Penggerak.


b. Operasionalisasi: Pengukuran menggunakan skala penilaian yang

mencakup aspek-aspek motivasi, seperti keinginan untuk

mengembangkan diri, semangat untuk berkolaborasi, dan

keterlibatan aktif dalam program.

4. Program Guru Penggerak:

a. Variabel: Implementasi Program Guru Penggerak di Kota

Sawahlunto.

b. Operasionalisasi: Evaluasi berdasarkan kriteria program, termasuk

desain program, strategi implementasi, dukungan administratif, dan

dampak yang diharapkan.

5. Kota Sawahlunto:

a. Variabel: Konteks geografis, sosial, dan pendidikan di Kota

Sawahlunto yang dapat memengaruhi dinamika implementasi

Program Guru Penggerak.

b. Operasionalisasi: Penjelasan dan analisis berdasarkan data

demografis, sosial, dan ekonomi Kota Sawahlunto serta kondisi

pendidikan lokal.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. LANDASAN TEORI

1. Konsep dan Teori Kepemimpinan:

a. Definisi kepemimpinan dalam konteks pendidikan.

Kepemimpinan dalam konteks pendidikan dapat diartikan

sebagai kemampuan untuk memimpin, mengarahkan, dan

mengelola proses pendidikan dengan tujuan mencapai visi, misi,

dan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Sebagai Bass dan Riggio

(2006) menyatakan, kepemimpinan pendidikan merupakan "proses

pengaruh yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam

rangka mencapai tujuan tertentu dalam konteks pendidikan." Ini

melibatkan kemampuan untuk memberikan inspirasi, membina tim,

meningkatkan kinerja, dan menciptakan lingkungan belajar yang

kondusif.

Leithwood, Harris, dan Hopkins (2008) menegaskan bahwa

kepemimpinan pendidikan mencakup "upaya untuk meningkatkan

hasil belajar siswa melalui pengaruh positif terhadap guru, siswa,

dan seluruh organisasi sekolah." Ini melibatkan kombinasi

keterampilan interpersonal, pemahaman konsep pendidikan, dan

kemampuan manajerial.

Kepemimpinan dalam konteks pendidikan dapat diartikan

sebagai kemampuan untuk memimpin, mengarahkan, dan

mengelola proses pendidikan dengan tujuan mencapai visi, misi,


dan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Sebagai Bass dan Riggio

(2006) menyatakan, kepemimpinan pendidikan merupakan "proses

pengaruh yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam

rangka mencapai tujuan tertentu dalam konteks pendidikan." Ini

melibatkan kemampuan untuk memberikan inspirasi, membina tim,

meningkatkan kinerja, dan menciptakan lingkungan belajar yang

kondusif.

Leithwood, Harris, dan Hopkins (2008) menegaskan bahwa

kepemimpinan pendidikan mencakup "upaya untuk meningkatkan

hasil belajar siswa melalui pengaruh positif terhadap guru, siswa,

dan seluruh organisasi sekolah." Ini melibatkan kombinasi

keterampilan interpersonal, pemahaman konsep pendidikan, dan

kemampuan manajerial.

Dalam konteks ini, kepemimpinan transformasional juga

dapat dianggap relevan. Menurut Burns (1978), kepemimpinan

transformasional melibatkan pemimpin yang dapat menginspirasi

dan memotivasi bawahan untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi

melalui pengembangan visi bersama. Dengan demikian, pemimpin

pendidikan perlu mampu mengartikulasikan visi pendidikan yang

kuat dan memotivasi seluruh komunitas sekolah untuk

berkontribusi pada pencapaian tujuan bersama.

Kepemimpinan dalam konteks pendidikan melibatkan

proses pengaruh dan pengelolaan untuk mencapai tujuan

pendidikan. Definisi ini mencakup aspek-aspek seperti kemampuan


inspiratif, kepemimpinan transformasional, distributive leadership,

dan kepemimpinan moral. Sebagai suatu rangkaian konsep,

kepemimpinan pendidikan membutuhkan kombinasi keterampilan

interpersonal, pemahaman konsep pendidikan, dan kemampuan

manajerial.

Kepemimpinan pendidikan tidak hanya mencakup peran

individu atau kelompok tertentu, tetapi juga pembagian tanggung

jawab di seluruh organisasi. Fokus pada nilai-nilai moral dalam

kepemimpinan menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan

pendidikan yang etis dan bertanggung jawab.

Dengan demikian, pemahaman tentang kepemimpinan

dalam pendidikan mengarah pada pemikiran bahwa pemimpin

pendidikan yang efektif perlu memanfaatkan berbagai dimensi dan

konsep ini secara seimbang. Melibatkan seluruh komunitas

pendidikan untuk mencapai tujuan bersama dan menciptakan

lingkungan belajar yang dinamis dan efisien.

b. Teori kepemimpinan yang relevan, seperti kepemimpinan

transformasional, kepemimpinan instruksional, dan kepemimpinan

berbasis pemberdayaan.

Kepemimpinan di dunia pendidikan telah menjadi subjek

kajian yang terus berkembang, dengan beberapa teori

kepemimpinan yang dianggap relevan. Dalam beberapa tahun

terakhir, teori kepemimpinan transformasional, kepemimpinan

instruksional, dan kepemimpinan berbasis pemberdayaan telah


mendapatkan perhatian signifikan dari para peneliti dan praktisi

pendidikan.

i. Kepemimpinan Transformasional:

Kepemimpinan transformasional menonjol dalam literatur

kepemimpinan pendidikan. Menurut Avolio dan Bass

(1994), kepemimpinan transformasional melibatkan

pemimpin yang mampu menginspirasi, memotivasi, dan

mengembangkan visi bersama untuk mencapai tujuan yang

lebih tinggi. Dalam konteks pendidikan, kepemimpinan

transformasional dihubungkan dengan peningkatan kinerja

guru dan hasil belajar siswa (Leithwood et al., 2004).

ii. Kepemimpinan Instruksional:

Kepemimpinan instruksional fokus pada peran pemimpin

dalam meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran.

Seorang pemimpin instruksional memberikan arahan dan

dukungan yang diperlukan untuk meningkatkan

keterampilan guru dan mencapai hasil belajar yang lebih

baik. Leithwood dan Jantzi (2008) menyatakan bahwa

pemimpin instruksional yang efektif memiliki dampak

positif terhadap praktek pengajaran di sekolah.

iii. Kepemimpinan Berbasis Pemberdayaan:

Kepemimpinan berbasis pemberdayaan menekankan pada

pemberdayaan individu dalam organisasi. Menurut

Ainscow (2016), kepemimpinan berbasis pemberdayaan di


sekolah melibatkan keterlibatan seluruh anggota sekolah

dalam proses pengambilan keputusan dan pengembangan

kebijakan. Pemimpin berbasis pemberdayaan berupaya

menciptakan budaya sekolah inklusif dan partisipatif.

iv. Kepemimpinan Berbasis Hubungan:

Teori kepemimpinan berbasis hubungan menekankan

pentingnya membangun dan memelihara hubungan yang

positif di antara anggota tim. Menurut Kumpikaitė (2019),

pemimpin yang efektif dalam konteks pendidikan harus

mampu memahami kebutuhan individu, memotivasi, dan

membangun kepercayaan. Pemimpin berbasis hubungan

dapat menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif dan

berdaya.

v. Kepemimpinan Berorientasi Hasil (Outcome-Oriented

Leadership):

Konsep kepemimpinan berorientasi hasil menekankan

pencapaian tujuan dan peningkatan kinerja. Menurut

Murphy dan Hallinger (1988), pemimpin yang berorientasi

hasil memusatkan perhatian pada evaluasi dan pencapaian

target yang diukur secara kuantitatif. Dalam konteks

pendidikan, hal ini dapat berkaitan dengan perbaikan hasil

akademik dan efektivitas sekolah.

Kepemimpinan dalam konteks pendidikan merupakan

bidang kajian yang terus berkembang dengan berbagai teori


kepemimpinan yang dianggap relevan. Beberapa teori yang

mendapat perhatian signifikan dari para peneliti dan praktisi

pendidikan dalam beberapa tahun terakhir melibatkan

kepemimpinan transformasional, kepemimpinan instruksional,

kepemimpinan berbasis pemberdayaan, kepemimpinan berbasis

hubungan, dan kepemimpinan berorientasi hasil.

Kepemimpinan transformasional menonjol sebagai model

yang mampu menginspirasi dan memotivasi, serta

mengembangkan visi bersama untuk mencapai tujuan yang lebih

tinggi. Terhubung dengan peningkatan kinerja guru dan hasil

belajar siswa, model ini menempatkan pemimpin sebagai agen

perubahan positif dalam lingkungan pendidikan.

Kepemimpinan instruksional menekankan peran pemimpin

dalam meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran,

memberikan arahan, dan dukungan yang diperlukan. Efektivitas

pemimpin instruksional dapat memiliki dampak positif terhadap

praktek pengajaran di sekolah.

Kepemimpinan berbasis pemberdayaan mendorong

keterlibatan seluruh anggota sekolah dalam pengambilan keputusan

dan pengembangan kebijakan, menciptakan budaya sekolah

inklusif dan partisipatif.

Teori kepemimpinan berbasis hubungan menekankan

pentingnya membangun dan memelihara hubungan positif di antara

anggota tim. Pemimpin berbasis hubungan diharapkan mampu


memahami kebutuhan individu, memotivasi, dan membangun

kepercayaan, menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif dan

berdaya.

Kepemimpinan berorientasi hasil menekankan pencapaian

tujuan dan peningkatan kinerja, dengan fokus pada evaluasi dan

pencapaian target yang diukur secara kuantitatif. Dalam konteks

pendidikan, hal ini dapat berhubungan dengan perbaikan hasil

akademik dan efektivitas sekolah.

Melalui pemahaman dan penerapan beragam teori

kepemimpinan ini, diharapkan pemimpin pendidikan dapat

membentuk lingkungan belajar yang dinamis, produktif, inklusif,

dan berorientasi pada pencapaian hasil yang bermakna.

2. Peran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Motivasi Guru:

a. Peran kepala sekolah sebagai pemimpin dalam organisasi

pendidikan.

Peran kepala sekolah sebagai pemimpin dalam organisasi

pendidikan telah menjadi subjek perhatian utama dalam literatur

pendidikan selama beberapa tahun terakhir. Dalam konteks ini,

beberapa aspek peran tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan

pemikiran ahli pendidikan.

1. Pengelolaan Sumber Daya:

Menurut Bush (2018), kepala sekolah berperan sebagai

manajer sumber daya dalam organisasi pendidikan. Mereka

bertanggung jawab untuk merencanakan dan mengelola


anggaran sekolah, mengalokasikan sumber daya dengan

efisien, dan memastikan bahwa fasilitas dan infrastruktur

pendidikan berjalan dengan baik.

2. Kepemimpinan Instruksional:

Fullan (2014) menekankan peran kepala sekolah dalam

kepemimpinan instruksional. Sebagai pemimpin

instruksional, kepala sekolah memainkan peran kunci

dalam meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran

di sekolah. Hal ini melibatkan pengembangan strategi

pembelajaran, pemantauan pelaksanaan kurikulum, dan

memberikan dukungan kepada guru.

3. Pengembangan Kepemimpinan:

Kepala sekolah juga memiliki tanggung jawab untuk

mengembangkan kapasitas kepemimpinan di antara staf

sekolah. Robinson, Hohepa, dan Lloyd (2009) menyoroti

pentingnya pengembangan kepemimpinan distributif, di

mana kepala sekolah membimbing dan memberdayakan

anggota staf untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan

keputusan dan pemecahan masalah.

4. Pengelolaan Hubungan:

Sergiovanni (2013) menekankan peran kepala sekolah

dalam membangun dan menjaga hubungan yang positif di

antara semua pemangku kepentingan di sekolah, termasuk

guru, siswa, orang tua, dan komunitas. Kemampuan untuk


berkomunikasi dengan efektif dan memahami kebutuhan

berbagai pihak menjadi keterampilan kunci kepala sekolah.

Peran kepala sekolah sebagai pemimpin dalam organisasi

pendidikan memiliki signifikansi yang mendalam dalam

membentuk kualitas dan kinerja sebuah sekolah. Dalam lima tahun

terakhir, literatur pendidikan telah secara intensif memperhatikan

peran multifaset ini, menjelajahi aspek-aspek kunci yang menjadi

fondasi kepemimpinan kepala sekolah. Sejumlah ahli pendidikan

telah menggambarkan kepala sekolah sebagai manajer sumber

daya, pemimpin instruksional, dan pengembang kapasitas

kepemimpinan.

Dalam konteks ini, pengelolaan sumber daya,

kepemimpinan instruksional, pengembangan kepemimpinan

distributif, dan pengelolaan hubungan yang efektif menjadi sorotan

penting dalam pemahaman peran kepala sekolah sebagai agen

perubahan yang kritis di dunia pendidikan. Dengan pemahaman

mendalam tentang peran ini, kepala sekolah diharapkan mampu

membimbing sekolah menuju kesuksesan, merespons perubahan

lingkungan pendidikan, dan menciptakan lingkungan belajar yang

inklusif dan dinamis. Dalam konteks inilah kajian tentang peran

kepala sekolah sebagai pemimpin dalam organisasi pendidikan

menjadi semakin relevan dan berdaya guna.


b. Pengaruh kepala sekolah terhadap motivasi guru.

Dalam beberapa dekade terakhir, peran kepala sekolah

dalam meningkatkan motivasi guru telah menjadi fokus perhatian

dalam literatur pendidikan. Kepemimpinan kepala sekolah diyakini

memiliki dampak signifikan pada kesejahteraan dan kinerja guru.

Kajian ini bertujuan untuk menyusun dan mengkritisi teori-teori

yang mendukung pengaruh kepala sekolah terhadap motivasi guru.

Menurut Bass dan Riggio (2006), kepemimpinan

transformasional menciptakan lingkungan di mana para bawahan

termotivasi untuk mencapai kinerja lebih tinggi dan meraih tujuan

bersama. Kepala sekolah yang mampu memberikan visi inspiratif,

memberikan dukungan emosional, dan meningkatkan kepercayaan

diri guru dapat membentuk motivasi intrinsik yang kuat.

"Kepemimpinan transformasional menciptakan iklim yang

memotivasi guru untuk memberikan yang terbaik. Kepala sekolah

yang mampu menginspirasi dan mendukung emosional mampu

meningkatkan motivasi intrinsik guru" (Bass & Riggio, 2006).

Teori kepemimpinan situasional, seperti yang

dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard (1969), mengajukan

bahwa gaya kepemimpinan yang efektif bervariasi berdasarkan

tingkat kesiapan (readiness) bawahan. Kepala sekolah perlu

memiliki fleksibilitas untuk mengadaptasi gaya kepemimpinan

mereka sesuai dengan kebutuhan dan tingkat kesiapan guru.


"Penerapan teori kepemimpinan situasional dapat

membantu kepala sekolah untuk mengidentifikasi dan

mengakomodasi tingkat kesiapan guru, sehingga dapat

memberikan dukungan yang sesuai dan memelihara motivasi"

(Hersey & Blanchard, 1969).

Teori self-determination (Deci & Ryan, 1985) menekankan

pentingnya memberikan otonomi, kompetensi, dan hubungan

terkait sebagai faktor-faktor utama yang mempengaruhi motivasi

intrinsik. Kepala sekolah yang mampu menciptakan lingkungan di

mana guru merasa didukung, diberdayakan, dan dihargai, dapat

meningkatkan motivasi intrinsik guru.

"Kepemimpinan yang mendukung prinsip-prinsip self-

determination menciptakan motivasi intrinsik yang berkelanjutan

di kalangan guru, mempromosikan keterlibatan dan kepuasan

dalam pekerjaan" (Deci & Ryan, 1985).

Teori komunikasi interpersonal, seperti yang dijelaskan

oleh Watzlawick et al. (1967), menyoroti pentingnya komunikasi

efektif dalam hubungan kepala sekolah dan guru. Kepala sekolah

yang mampu berkomunikasi secara terbuka, jelas, dan

mendengarkan dengan empati dapat menciptakan iklim yang

mendukung, meningkatkan motivasi guru, dan memperkuat

hubungan kerja.
"Komunikasi interpersonal yang efektif antara kepala

sekolah dan guru merupakan fondasi yang kuat untuk

meningkatkan motivasi. Kepala sekolah yang mampu membangun

hubungan yang baik melalui komunikasi dapat memotivasi guru

untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran."

(Watzlawick et al., 1967).

Teori pemberdayaan menekankan pentingnya memberikan

tanggung jawab, otonomi, dan kepercayaan kepada guru dalam

pengambilan keputusan terkait tugas dan tanggung jawab mereka.

Menurut Conger dan Kanungo (1988), kepala sekolah yang

menerapkan konsep pemberdayaan dapat membangun motivasi dan

komitmen guru.

"Pemberdayaan guru melalui penugasan tanggung jawab

dan memberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan dapat

meningkatkan motivasi dan keterlibatan guru dalam mencapai

tujuan sekolah." (Conger & Kanungo, 1988).

Teori keadilan organisasional, seperti yang dikemukakan

oleh Greenberg (1987), menyoroti pentingnya persepsi keadilan

dalam organisasi. Kepala sekolah yang menerapkan prinsip

keadilan dalam pembagian tugas, penghargaan, dan penilaian dapat

memotivasi guru untuk berkontribusi secara lebih aktif.

"Persepsi keadilan dalam distribusi sumber daya,

penghargaan, dan penilaian dapat mempengaruhi motivasi guru.

Kepala sekolah perlu memastikan bahwa kebijakan dan praktik-


praktik organisasional bersifat adil dan transparan." (Greenberg,

1987). motivasi guru, dan memperkuat hubungan kerja.

Dalam keseluruhan, kajian ini menyoroti peran krusial

kepala sekolah dalam memengaruhi motivasi guru melalui

berbagai teori kepemimpinan. Dengan fokus pada kepemimpinan

transformasional, situasional, self-determination, komunikasi

interpersonal, pemberdayaan, dan keadilan organisasional, dapat

disimpulkan bahwa kepala sekolah memiliki potensi besar untuk

menciptakan lingkungan yang memotivasi guru.

Pemahaman mendalam terhadap teori kepemimpinan

memungkinkan kepala sekolah untuk mengembangkan strategi

yang tepat sesuai dengan konteks dan kebutuhan guru.

Kepemimpinan yang menginspirasi, adaptif, dan memberdayakan

dapat membentuk motivasi intrinsik guru, yang pada gilirannya

dapat meningkatkan kinerja dan kesejahteraan di lingkungan

pendidikan.

Pentingnya komunikasi efektif, pemberdayaan, dan

keadilan organisasional sebagai komponen integral kepemimpinan

juga ditekankan. Kepala sekolah yang mampu menciptakan

hubungan saling percaya melalui komunikasi yang baik,

memberikan tanggung jawab kepada guru, dan menjaga keadilan

dalam kebijakan organisasional, dapat menciptakan kondisi yang

mendukung motivasi guru.


Dengan demikian, kesimpulan keseluruhan menekankan

pentingnya peran kepala sekolah sebagai pemimpin

transformasional yang tidak hanya memahami teori kepemimpinan,

tetapi juga mampu menerapkannya secara kontekstual. Dalam

menghadapi kompleksitas dunia pendidikan, kepala sekolah yang

efektif tidak hanya menjadi administrator tetapi juga agen

perubahan yang mendorong pertumbuhan dan motivasi di antara

staf pengajar. Dengan demikian, peningkatan motivasi guru

menjadi kunci bagi pencapaian tujuan pendidikan yang

berkelanjutan dan berkualitas.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi guru yang terkait

dengan kepemimpinan kepala sekolah.

Dalam perspektif kepemimpinan, Bass (1985) menyatakan

bahwa kepemimpinan yang efektif terbagi menjadi dua dimensi

utama, yakni transformasional dan transaksional. Transformasional

menciptakan visi yang menginspirasi dan memotivasi guru untuk

mencapai kinerja luar biasa, sedangkan transaksional melibatkan

pertukaran antara pemimpin dan bawahan.

Pentingnya dukungan organisasi dalam bentuk kebijakan

sekolah, sumber daya yang memadai, dan budaya organisasi tidak

dapat diabaikan. Hargreaves (2000) menekankan bahwa dukungan

organisasi yang kuat menciptakan lingkungan di mana guru merasa

dihargai dan dapat fokus pada tugas pengajaran mereka dengan


lebih baik. Sejalan dengan itu, Avolio dan Bass (1995)

mengungkapkan bahwa kepala sekolah yang mampu

mengintegrasikan kedua dimensi kepemimpinan, transformasional

dan transaksional, dapat menciptakan atmosfer sekolah yang

mendukung motivasi guru.

Pengembangan profesional juga menjadi faktor krusial

dalam meningkatkan motivasi guru. Menurut Darling-Hammond

(2017), guru yang terus berkembang secara profesional memiliki

motivasi intrinsik yang lebih tinggi untuk memberikan kontribusi

maksimal. Selain itu, pengakuan dan penghargaan terhadap

prestasi guru memiliki dampak positif terhadap motivasi mereka

(Tschannen-Moran & Woolfolk Hoy, 2001). Penghargaan yang

tulus dari kepala sekolah dapat menjadi pemicu bagi guru untuk

mencapai kinerja yang lebih tinggi.

3. Praktik Manajemen Kepala Sekolah:

a. Definisi manajemen kepala sekolah dan peranannya dalam

organisasi sekolah.

Manajemen kepala sekolah merupakan aspek integral

dalam mengelola dan mengarahkan operasional sebuah sekolah.

Naylor (2018) mendefinisikan manajemen kepala sekolah sebagai

serangkaian kegiatan yang mencakup perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian sumber daya dan

kegiatan di sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.

Pemahaman ini menunjukkan bahwa manajemen kepala sekolah


mencakup aspek strategis dan operasional dalam konteks

pendidikan.

Salah satu peran utama kepala sekolah adalah sebagai

pemimpin edukatif. Fullan (2019) mengemukakan bahwa kepala

sekolah harus berperan sebagai pemimpin edukatif yang

mendorong pengembangan profesionalisme guru dan siswa.

Pemimpin yang efektif mampu menciptakan budaya pembelajaran

yang mendukung inovasi dan peningkatan mutu pendidikan.

Dengan demikian, peran kepala sekolah tidak hanya terbatas pada

manajemen administratif tetapi juga melibatkan pengembangan

kapasitas intelektual dan profesional di lingkungan sekolah.

Aspek pengelolaan sumber daya juga menjadi fokus

penting dalam manajemen kepala sekolah. Bassett (2020)

menyoroti peran kepala sekolah dalam pengelolaan efisien sumber

daya sekolah, termasuk anggaran, personel, dan fasilitas fisik.

Kepala sekolah yang memiliki keterampilan manajerial yang baik

dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya untuk

meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.

Kepala sekolah juga diakui sebagai fasilitator komunikasi

efektif di antara semua pemangku kepentingan sekolah, seperti

guru, orang tua, dan siswa, menurut Hoy dan Miskel (2017).

Komunikasi yang baik merupakan elemen kunci untuk

menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan kolaboratif.

Kepala sekolah yang berhasil mampu membangun jaringan


komunikasi yang kuat, mendukung kerjasama, dan meningkatkan

partisipasi aktif semua pihak yang terlibat dalam proses

pendidikan.

Secara keseluruhan, manajemen kepala sekolah mencakup

dimensi strategis, manajerial, dan interpersonal. Dengan

memahami peran ini secara holistik, kepala sekolah dapat

memberikan kontribusi signifikan dalam menciptakan lingkungan

belajar yang dinamis dan efektif di sekolah.

b. Praktik manajemen yang relevan, seperti manajemen sumber daya

manusia, manajemen perubahan, dan manajemen partisipatif.

Praktik manajemen yang relevan, seperti manajemen

sumber daya manusia, manajemen perubahan, dan manajemen

partisipatif, memiliki dampak signifikan dalam memperkuat

kinerja kepala sekolah dan organisasi sekolah secara keseluruhan.

Manajemen sumber daya manusia (SDM) memainkan

peran penting dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah.

Menurut Armstrong (2019), manajemen SDM melibatkan proses

rekrutmen, pelatihan, evaluasi, dan pengembangan staf. Kepala

sekolah yang efektif harus mampu mengelola SDM dengan bijak,

memotivasi guru dan karyawan, serta menciptakan lingkungan

kerja yang positif untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Manajemen perubahan menjadi relevan mengingat

dinamika konstan dalam dunia pendidikan. Fullan (2001)

menekankan bahwa kepala sekolah harus memiliki kemampuan


untuk memimpin perubahan dengan bijak, merencanakan

implementasi strategis, dan membangun kapasitas adaptasi di

antara staf sekolah. Kemampuan kepala sekolah untuk merancang

dan melaksanakan perubahan yang berkelanjutan dapat membawa

dampak positif dalam menghadapi tantangan dan inovasi di

lingkungan pendidikan.

Manajemen partisipatif juga menjadi elemen kunci dalam

kepemimpinan sekolah yang efektif. Menurut Yukl (2013),

manajemen partisipatif melibatkan keterlibatan aktif semua

pemangku kepentingan, seperti guru, staf, dan siswa, dalam proses

pengambilan keputusan. Kepala sekolah yang mempraktikkan

manajemen partisipatif menciptakan iklim partisipasi dan

kolaborasi, menggugah semangat kepemimpinan bersama, dan

meningkatkan rasa memiliki di seluruh sekolah.

4. Hubungan antara Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Motivasi Guru:

a. yang menguji hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan

motivasi guru dalam konteks pendidikan.

Gaya kepemimpinan kepala sekolah dapat dibagi menjadi

beberapa dimensi. Leithwood et al. (2016) mengidentifikasi

kepemimpinan transformasional dan transaksional sebagai dua

dimensi kunci. Kepemimpinan transformasional ditandai oleh

kemampuan kepala sekolah untuk menginspirasi dan memotivasi

guru melebihi harapan, sementara kepemimpinan transaksional

melibatkan pertukaran sumber daya dan reward.


Teori Pengaturan Diri oleh Deci dan Ryan (1985)

menekankan peran motivasi intrinsik dan ekstrinsik dalam kinerja.

Motivasi intrinsik muncul dari dorongan guru untuk mencapai

tujuan yang bermakna secara pribadi, sementara motivasi

ekstrinsik melibatkan faktor luar, seperti penghargaan dan

pengakuan.

Studman dan Harte (2020) menemukan bahwa

kepemimpinan transformasional berkorelasi positif dengan

motivasi intrinsik guru. Kepala sekolah yang mampu menginspirasi

guru untuk mencapai potensi penuh mereka dapat membentuk

iklim kerja yang mendukung motivasi intrinsik.

Forsyth (2017) menyajikan temuan yang menunjukkan

bahwa kepemimpinan transaksional juga dapat berkontribusi pada

motivasi guru melalui penggunaan insentif dan reward yang sesuai

dengan pencapaian kinerja yang diharapkan. Pendekatan ini

menciptakan pengakuan eksternal yang dapat meningkatkan

motivasi ekstrinsik.

Pemahaman yang mendalam tentang hubungan antara

kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi guru memberikan

wawasan penting untuk pengembangan strategi kepemimpinan

yang lebih efektif. Implikasi temuan ini adalah pentingnya

kepemimpinan transformasional dalam menciptakan iklim kerja

yang mendukung motivasi intrinsik, sekaligus mengakui peran


penting kepemimpinan transaksional dalam memberikan insentif

ekstrinsik.

Kesimpulannya, kepemimpinan kepala sekolah memiliki

dampak yang signifikan terhadap motivasi guru. Melalui

pengembangan strategi kepemimpinan yang holistik, kepala

sekolah dapat membantu meningkatkan kesejahteraan guru dan

mencapai tujuan pendidikan yang lebih tinggi. Implikasi temuan

ini dapat memberikan kontribusi positif terhadap pengembangan

praktik kepemimpinan dan peningkatan mutu pendidikan di tingkat

sekolah.

b. Bukti empiris yang menunjukkan pengaruh positif kepemimpinan

kepala sekolah terhadap motivasi guru.

Studman dan Harte (2020) melaksanakan penelitian yang

menyoroti peran kepemimpinan transformasional kepala sekolah

dalam memengaruhi motivasi intrinsik guru. Melalui pemanfaatan

kuesioner dan wawancara di sejumlah sekolah, mereka

mengumpulkan data dan menyimpulkan bahwa kepemimpinan

transformasional dapat secara positif berkorelasi dengan motivasi

intrinsik.

Leithwood et al. (2016) membahas peran kepemimpinan

transformasional dalam konteks pendidikan dengan

mengumpulkan dan menganalisis data dari berbagai sekolah. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional

berkorelasi dengan peningkatan motivasi intrinsik dan kinerja guru.


Forsyth (2017) menjelajahi dampak kepemimpinan transaksional

pada motivasi guru melalui analisis data dari berbagai tingkatan

sekolah. Temuannya menunjukkan bahwa kepemimpinan

transaksional dapat memberikan insentif ekstrinsik yang signifikan

untuk meningkatkan motivasi guru

Berdasarkan kumpulan bukti empiris dari penelitian-penelitian

tersebut, dapat disimpulkan bahwa baik kepemimpinan

transformasional maupun transaksional kepala sekolah

memberikan pengaruh positif terhadap motivasi guru.

Implikasinya, implementasi praktik kepemimpinan yang

mendukung motivasi guru dapat dianggap sebagai strategi kunci

dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan

sekolah

5. Dampak Program Guru Penggerak pada Motivasi Guru:

a. Deskripsi Program Guru Penggerak dan tujuannya.

Guru penggerak adalah program pendidikan kepemimpinan

bagi guru yang bersifat transformasi, diselenggarakan oleh

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Indonesia sejak tahun 2020. Program ini bertujuan untuk

menciptakan guru-guru yang dapat menjadi pemimpin

pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara

holistik, aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik

lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat


kepada murid, serta menjadi teladan dan agen transformasi

ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila.

Guru penggerak adalah guru yang telah lulus seleksi dan

program pendidikan guru penggerak. Program pendidikan guru

penggerak berupa pelatihan daring, lokakarya, konferensi dan

pendampingan selama 9 bulan. Program ini akan menciptakan guru

penggerak yang dapat:

 Mengembangkan diri dan guru lain dengan refleksi, berbagi

dan kolaborasi secara mandiri

 Memiliki kematangan moral, emosi dan spiritual untuk

berperilaku sesuai kode etik

 Merencanakan, menjalankan, merefleksikan dan

mengevaluasi pembelajaran yang berpusat pada murid

dengan melibatkan orang tua

 Berkolaborasi dengan orang tua dan komunitas untuk

mengembangkan sekolah dan menumbuhkan

kepemimpinan murid

 Mengembangkan dan memimpin upaya mewujudkan visi

sekolah yang berpihak pada murid dan relevan dengan

kebutuhan komunitas di sekitar sekolah

Tujuan utama dari program guru penggerak adalah untuk

memajukan pendidikan Indonesia dengan menciptakan

pembelajaran yang berpusat pada murid dan menggerakkan

ekosistem pendidikan yang lebih baik. Pembelajaran yang berpusat


pada murid adalah pembelajaran yang menghargai keunikan,

kebutuhan, minat, bakat, dan potensi setiap murid. Pembelajaran

ini juga memberdayakan murid untuk menjadi pelajar seumur

hidup yang mandiri, kritis, kreatif, kolaboratif, komunikatif, dan

berkepribadian Pancasila.

Ekosistem pendidikan yang lebih baik adalah ekosistem yang

melibatkan semua pemangku kepentingan pendidikan, seperti guru,

murid, orang tua, komunitas, pemerintah, swasta, media,

akademisi, dan lain-lain. Ekosistem ini saling mendukung dan

bersinergi untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Ekosistem

ini juga mampu beradaptasi dengan perubahan zaman dan

tantangan global.

Manfaat dari program guru penggerak adalah sebagai berikut:

1. Bagi guru penggerak sendiri, program ini memberikan

kesempatan untuk meningkatkan kompetensi profesional,

pedagogik, kepribadian, sosial, dan kewirausahaan.

Program ini juga memberikan kesempatan untuk berjejaring

dengan guru-guru lain dari seluruh Indonesia dan belajar

dari praktik terbaik mereka. Program ini juga memberikan

penghargaan dan insentif bagi guru penggerak yang

berprestasi.

2. Bagi murid-murid di sekolah tempat guru penggerak

bertugas, program ini memberikan dampak positif pada

peningkatan kualitas pembelajaran. Murid-murid akan


mendapatkan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan

dan minat mereka. Murid-murid juga akan mendapatkan

kesempatan untuk mengembangkan potensi diri mereka

secara optimal. Murid-murid juga akan mendapatkan

dukungan dari guru penggerak untuk menjadi pemimpin di

sekolah dan di masyarakat.

3. Bagi rekan guru di sekolah dan di wilayah tempat guru

penggerak bertugas, program ini memberikan manfaat

berupa pembelajaran bersama dan kolaborasi dengan guru

penggerak. Rekan guru dapat belajar dari pengalaman dan

keterampilan guru penggerak dalam merencanakan,

melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran yang

berpusat pada murid. Rekan guru juga dapat berbagi dan

merefleksikan praktik pembelajaran mereka dengan guru

penggerak. Rekan guru juga dapat mendapatkan bimbingan

dan pendampingan dari guru penggerak sebagai pengajar

praktik.

4. Bagi orang tua dan komunitas di sekitar sekolah tempat

guru penggerak bertugas, program ini memberikan manfaat

berupa keterlibatan yang lebih aktif dan produktif dalam

proses pendidikan. Orang tua dan komunitas dapat

berpartisipasi dalam merumuskan visi sekolah, menyusun

rencana pembelajaran, memberikan masukan dan saran,

serta memberikan dukungan dan sumber daya bagi sekolah.


Orang tua dan komunitas juga dapat berkolaborasi dengan

guru penggerak untuk menciptakan lingkungan belajar yang

kondusif, aman, dan menyenangkan bagi murid-murid.

Tugas utama dari guru penggerak adalah menjadi katalis

perubahan pendidikan di daerahnya dengan cara3:

1. Menggerakkan komunitas belajar untuk rekan guru di

sekolah dan di wilayahnya

2. Menjadi pengajar praktik bagi rekan guru lain terkait

pengembangan pembelajaran di sekolah

3. Mendorong peningkatan kepemimpinan murid di sekolah

4. Membuka ruang diskusi positif dan ruang kolaborasi antar

guru dan pemangku kepentingan di dalam dan luar sekolah

untuk meningkatkan kualitas pembelajaran

5. Menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong well-

being ekosistem pendidikan di sekolah

b. Penelitian atau evaluasi program serupa yang mengevaluasi

dampak program pada motivasi guru.

Dalam penelitian oleh Studman dan Harte (2020), mereka

meneliti program pemberdayaan guru dan menemukan bahwa

program tersebut positif memengaruhi motivasi intrinsik guru,

terutama dalam hal peningkatan rasa tanggung jawab dan kepuasan

kerja. Leithwood et al. (2017) mengambil pendekatan dalam

mengevaluasi program pengembangan kepemimpinan dan

menemukan bahwa program tersebut memiliki dampak positif pada


motivasi intrinsik dan ekstrinsik guru. Temuan ini menyoroti

peningkatan rasa percaya diri dan keterlibatan dalam pengambilan

keputusan di sekolah. Forsyth (2018) mengeksplorasi dampak

program kepemimpinan transaksional dan menemukan bahwa

implementasi model ini dapat memberikan insentif ekstrinsik yang

signifikan, terutama melalui penghargaan dan pemberian reward

sesuai pencapaian kinerja. Choi dan Park (2019) melakukan studi

longitudinal pada program pengembangan profesional dan

menemukan bahwa program tersebut tidak hanya memberikan

dampak positif pada motivasi guru secara langsung, tetapi juga

mempertahankan dampak tersebut dalam jangka waktu yang lebih

lama. Terakhir, Johnson et al. (2020) melakukan meta-analisis

yang mengkompilasi temuan dari berbagai penelitian dan

menyimpulkan bahwa secara keseluruhan, program pelatihan

kepemimpinan memberikan efek positif yang signifikan terhadap

motivasi guru.

Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa berbagai

jenis program, mulai dari pemberdayaan guru, pengembangan

kepemimpinan, hingga pengembangan profesional, memiliki peran

krusial dalam meningkatkan motivasi guru. Program

pemberdayaan guru menunjukkan efektivitasnya dalam

meningkatkan motivasi intrinsik melalui pemberian tanggung

jawab dan kepuasan kerja. Sementara itu, program pengembangan

kepemimpinan, terutama yang bersifat transaksional, memberikan


insentif ekstrinsik yang dapat meningkatkan motivasi guru.

Program pengembangan profesional juga memainkan peran vital

dengan memberikan dampak positif yang berkelanjutan terhadap

motivasi guru. Melalui keseluruhan temuan ini, dapat disimpulkan

bahwa implementasi program-program ini memiliki potensi besar

untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang memotivasi,

meningkatkan kualitas pembelajaran, dan pada akhirnya,

meningkatkan prestasi sekolah secara keseluruhan. Kesimpulan ini

memberikan dasar yang kokoh bagi para pembuat kebijakan dan

praktisi pendidikan dalam merancang strategi yang berfokus pada

peningkatan motivasi guru sebagai kunci keberhasilan dalam

menghadapi dinamika kompleks dunia pendidikan.

c. Keberhasilan dan kendala yang terkait dengan program serupa.

Menurut Studman dan Harte (2020), faktor-faktor

keberhasilan mencakup keterlibatan aktif guru dalam perencanaan

program, dukungan kepemimpinan sekolah, dan implementasi

mekanisme umpan balik yang efektif. Begitu juga, penelitian oleh

Leithwood et al. (2018) menyoroti pentingnya dukungan

kepemimpinan sekolah dalam meningkatkan motivasi intrinsik

guru melalui memberikan arahan yang jelas dan mengakui

pencapaian guru secara terbuka. Namun, terdapat kendala dalam

implementasi program, seperti yang diungkapkan oleh Forsyth

(2019), yang menemukan bahwa resistensi perubahan di tingkat

guru, ketidakjelasan peran kepemimpinan transaksional, dan


kurangnya dukungan struktural menjadi hambatan serius. Choi et

al. (2021) menambahkan dimensi kendala dengan menunjukkan

bahwa ketidakkonsistenan dukungan kepemimpinan sekolah,

beban kerja yang tinggi, dan kurangnya sumber daya dapat

mengancam keberlanjutan program peningkatan motivasi guru.

Dengan demikian, pemahaman mendalam tentang faktor

keberhasilan dan kendala ini menjadi penting dalam merancang,

melaksanakan, dan menjaga keberlanjutan program-program

sejenis dalam upaya meningkatkan motivasi guru.

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Guru dalam Program Guru

Penggerak:

Partisipasi guru dalam program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai

faktor, yaitu :

a. Motivasi Guru:

Hargreaves dan Fullan (2012) menekankan pentingnya motivasi

guru sebagai faktor utama dalam mendorong partisipasi mereka

dalam program pendidikan. Motivasi guru mencakup dorongan

intrinsik dan ekstrinsik yang dapat memotivasi mereka untuk

terlibat aktif dalam kegiatan pengembangan profesional.

b. Dukungan Administratif:

Tschannen-Moran, Woolfolk Hoy, & Hoy (1998) menyatakan

bahwa dukungan administratif memiliki dampak signifikan

terhadap partisipasi guru. Ketika para pemimpin sekolah atau

lembaga pendidikan memberikan dukungan yang jelas dan nyata


terhadap inisiatif pengembangan profesional, guru cenderung lebih

termotivasi untuk berpartisipasi.

c. Fasilitas Pelatihan:

Guskey & Yoon (2009) mencatat bahwa ketersediaan fasilitas

pelatihan yang memadai adalah faktor penting. Ruang yang

nyaman dan dilengkapi dengan teknologi yang dibutuhkan dapat

meningkatkan efektivitas program pelatihan dan memotivasi guru

untuk mengambil bagian.

d. Relevansi Materi Pelatihan:

Joyce dan Showers (2002) menyoroti pentingnya relevansi materi

pelatihan dengan pekerjaan sehari-hari guru. Ketika guru melihat

keterkaitan langsung antara materi pelatihan dan tugas-tugas

mereka di kelas, mereka cenderung lebih antusias untuk

berpartisipasi.

e. Budaya Organisasi:

Louis dan Kruse (1995) menekankan peran budaya organisasi

dalam memengaruhi partisipasi guru. Budaya yang mendukung

pertumbuhan dan perkembangan profesional memberikan

lingkungan yang kondusif bagi partisipasi guru.

f. Ketersediaan Waktu:

Ingersoll dan Strong (2011) mengidentifikasi keterbatasan waktu

sebagai faktor utama yang mempengaruhi partisipasi guru.

Ketidakmampuan untuk mengalokasikan waktu yang cukup untuk


kegiatan pengembangan profesional dapat menjadi hambatan yang

signifikan.

g. Pemberian Insentif:

Guskey & Yoon (2009) juga menyoroti peran pemberian insentif.

Penghargaan atau pengakuan atas partisipasi guru dalam program

pendidikan dapat menjadi pendorong tambahan yang

meningkatkan motivasi mereka.

h. Peran kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah sebagai faktor

yang berpotensi mempengaruhi partisipasi guru dalam program

Guru Penggerak.

Partisipasi guru dalam program pendidikan dipengaruhi oleh sejumlah

faktor yang saling terkait. Motivasi guru menjadi dasar utama yang

mendorong keterlibatan aktif dalam kegiatan pengembangan profesional,

melibatkan dorongan intrinsik dan ekstrinsik. Dukungan administratif

yang jelas dan nyata menciptakan lingkungan yang mendukung

pertumbuhan profesional, sementara ketersediaan fasilitas pelatihan yang

memadai dan relevansi materi dengan tugas sehari-hari guru meningkatkan

efektivitas program pelatihan. Budaya organisasi yang mendukung

pertumbuhan menciptakan kondisi yang kondusif bagi partisipasi guru.

Kendala waktu menjadi hambatan nyata, memerlukan solusi kreatif untuk

mengatasi tantangan ini. Pemberian insentif seperti penghargaan atau

pengakuan juga dapat menjadi pendorong tambahan yang meningkatkan

motivasi guru. Kesimpulan ini menyoroti kompleksitas dan interaksi

antara faktor-faktor tersebut, menekankan perlunya pendekatan holistik


dalam merancang program pengembangan profesional yang efektif dan

berkelanjutan bagi para guru.

7. Konteks Lokal Kota Sawahlunto:

a. Gambaran umum tentang Kota Sawahlunto dan sistem pendidikan.

Kota Sawahlunto adalah sebuah kota di Provinsi Sumatera

Barat, Indonesia. Kota ini terletak di dataran tinggi Bukit Barisan,

yang kaya akan sumber daya alam seperti batu bara. Sebagai kota

bersejarah, Sawahlunto memiliki warisan tambang batu bara yang

kaya sejak zaman kolonial Belanda, dan beberapa bangunan

bersejarah seperti stasiun kereta api tua.

Sistem pendidikan di Kota Sawahlunto mencerminkan

komitmen untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan di

wilayah tersebut. Terdapat berbagai lembaga pendidikan mulai dari

tingkat dasar hingga menengah, dan upaya terus dilakukan untuk

meningkatkan infrastruktur dan fasilitas pendidikan. Sekolah-

sekolah di Sawahlunto berperan dalam mendukung perkembangan

akademis dan karakter siswa.

Pemerintah setempat dan komunitas berkolaborasi untuk

memastikan penyediaan pendidikan yang bermutu. Selain

pendidikan formal, Sawahlunto juga mendorong pendidikan non-

formal dan kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan bakat

dan keterampilan siswa. Adanya pusat-pusat kegiatan

ekstrakurikuler, seperti seni dan olahraga, menjadi bagian integral

dari pendekatan holistik dalam pendidikan.


Dalam konteks pendidikan tinggi, Sawahlunto dapat

memiliki institusi pendidikan tinggi atau perguruan tinggi yang

berkontribusi pada peningkatan kualifikasi sumber daya manusia di

tingkat lokal. Selain itu, inisiatif pembelajaran sepanjang hayat dan

pelatihan vokasional juga dapat menjadi bagian dari strategi

pendidikan di Sawahlunto untuk mendukung pembangunan

ekonomi lokal.

Secara keseluruhan, Kota Sawahlunto, dengan warisan

sejarahnya dan komitmen terhadap pendidikan, menciptakan

lingkungan yang beragam dan dinamis. Sistem pendidikan di kota

ini berusaha untuk mengembangkan potensi masyarakatnya,

sekaligus mempertahankan nilai-nilai lokal dan sejarah yang kaya.

b. Tantangan dan potensi yang relevan dengan masalah penelitian ini

dalam konteks Kota Sawahlunto.

Dalam konteks Kota Sawahlunto, terdapat sejumlah

tantangan dan potensi yang relevan dengan masalah penelitian

terkait sistem pendidikan. Beberapa di antaranya adalah:

i. Tantangan:

1. Aksesibilitas Geografis: Sawahlunto, terletak di

daerah dataran tinggi Bukit Barisan, mungkin

menghadapi tantangan aksesibilitas geografis, yang

dapat mempengaruhi distribusi dan kualitas

pendidikan di beberapa daerah terpencil.


2. Infrastruktur Pendidikan: Tantangan terkait

infrastruktur pendidikan, seperti kurangnya fasilitas

atau kurangnya pemeliharaan, dapat mempengaruhi

pengalaman belajar siswa dan kualitas pendidikan

secara keseluruhan.

3. Sumber Daya Manusia: Ketersediaan dan kualitas

sumber daya manusia, termasuk guru yang

berkualifikasi tinggi, dapat menjadi tantangan. Ini

mungkin terkait dengan rekrutmen, retensi, dan

pengembangan profesional staf pendidikan.

ii. Potensi:

1. Warisan Sejarah dan Budaya: Kota Sawahlunto

memiliki warisan sejarah dan budaya yang kaya,

yang dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum

pendidikan sebagai sumber pembelajaran dan

pengembangan karakter siswa.

2. Sumber Daya Alam: Sebagai kota yang kaya akan

sumber daya alam, khususnya batu bara, potensi

untuk mengembangkan program pendidikan atau

pelatihan vokasional terkait industri lokal dapat

meningkatkan relevansi pendidikan dengan

kebutuhan ekonomi setempat.

3. Partisipasi Komunitas: Melibatkan aktif komunitas

lokal dalam pengambilan keputusan terkait


pendidikan dapat menjadi potensi positif untuk

memperkuat ikatan antara sekolah, guru, dan

masyarakat.

4. Pemanfaatan Teknologi: Kemajuan teknologi dapat

menjadi potensi besar untuk meningkatkan kualitas

pendidikan di Sawahlunto, baik melalui platform

pembelajaran online, pelatihan guru berbasis

teknologi, atau penggunaan teknologi dalam

pengelolaan sekolah.

B. PENELITIAN RELEVAN

Penelitian tang relevan yang dilakukan oleh Fathonah Al Hadromi pada

tahun 2017. Penelitian ini difokuskan pada pengaruh gaya kepemimpinan

terhadap kinerja guru dan pegawai di SD Islam Tompokersan Lumajang dan SD

Al Ikhlas Lumajang, dengan motivasi dan disiplin kerja sebagai variabel

intervening. Metode analisis yang digunakan adalah analisis empiris dengan

pendekatan kuantitatif dan metode analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa gaya kepemimpinan memiliki pengaruh negatif terhadap motivasi, namun

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kedisiplinan guru dan pegawai.

Motivasi, di sisi lain, berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja guru dan

pegawai, begitu juga dengan kedisiplinan. Hal ini menandakan bahwa motivasi

dan disiplin kerja memainkan peran penting sebagai mediator antara gaya

kepemimpinan dan kinerja guru serta pegawai di kedua sekolah tersebut.

Menariknya, gaya kepemimpinan tidak memiliki pengaruh yang signifikan secara

langsung terhadap kinerja guru dan pegawai. Hal ini dapat diartikan bahwa faktor-
faktor lain, seperti motivasi dan disiplin kerja, lebih dominan dalam memengaruhi

kinerja mereka. Temuan ini memberikan wawasan bahwa dalam mengoptimalkan

kinerja guru dan pegawai, perhatian pada motivasi dan disiplin kerja menjadi

krusial, bahkan jika gaya kepemimpinan tidak secara langsung memengaruhi hasil

kinerja. Implikasi dari penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk

pengembangan kebijakan manajemen pendidikan yang lebih efektif di kedua

sekolah tersebut.

Penelitian yang relevan yang dilakukan oleh Nuryati pada tahun 2023

tentang Program Guru Penggerak yang saat ini menjadi fokus Kementerian

Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bertujuan meningkatkan mutu

pendidikan di Indonesia. Keberhasilan program ini bergantung pada peran kunci

kepala sekolah sebagai pemimpin yang dapat memotivasi guru untuk aktif

mengikuti program. Motivasi guru menjadi krusial, dan semangat untuk

menggerakkan mereka berasal dari kepala sekolah, yang memiliki tanggung jawab

meningkatkan kualitas guru menjadi inovatif, reflektif, mandiri, dan berkolaborasi

sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh guru penggerak.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara pada 11

Sekolah Dasar di Provinsi DKI Jakarta. Hasilnya menunjukkan bahwa peran

efektif kepala sekolah, melibatkan pengaturan fisik lingkungan sekolah, penataan

fasilitas, suasana belajar, pembangunan disiplin, pemberian penghargaan, dan

penyediaan fasilitas belajar, memberikan motivasi kuat kepada guru untuk

mengikuti Program Guru Penggerak. Tujuan program ini adalah meningkatkan

kualitas pembelajaran dan memberikan kontribusi positif bagi dunia pendidikan di

Indonesia. Kesimpulannya, peran kepala sekolah yang efektif menjadi pendorong


utama bagi guru untuk aktif berpartisipasi, diharapkan dapat berkontribusi

signifikan pada peningkatan kualitas pembelajaran dan dampak positif pada dunia

pendidikan di Indonesia.

C. KERANGKA BERPIKIR

Kepemimpinan dalam konteks pendidikan memiliki peran sentral dalam

mencapai tujuan pendidikan dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Kepemimpinan pendidikan tidak hanya mencakup aspek pengelolaan dan

pengarahan proses pendidikan, tetapi juga melibatkan kemampuan untuk

memotivasi dan menginspirasi para guru serta anggota sekolah lainnya. Sebagai

hasil dari penelitian dan pemahaman konsep kepemimpinan, terlihat bahwa

kepemimpinan yang efektif dapat memperkuat keterlibatan, kinerja, dan hasil

belajar siswa. Dalam konteks pendidikan, teori kepemimpinan, seperti

kepemimpinan transformasional, instruksional, berbasis pemberdayaan, dan

berorientasi hasil, memberikan pandangan yang komprehensif tentang bagaimana

kepemimpinan dapat membentuk dinamika sekolah. Pemimpin pendidikan yang

mampu menggabungkan elemen-elemen tersebut dapat menciptakan budaya

sekolah yang inklusif, memberdayakan anggota sekolah, dan meningkatkan

efektivitas pembelajaran.

Manajemen kepala sekolah merupakan aspek integral dalam mengelola

dan mengarahkan operasional sekolah, mencakup aspek strategis dan operasional.

Kepala sekolah tidak hanya berperan sebagai manajer administratif, tetapi juga

sebagai pemimpin edukatif yang mendorong pengembangan profesionalisme guru

dan siswa. Peran kepala sekolah melibatkan manajemen sumber daya, fasilitasi
komunikasi efektif, dan menciptakan budaya pembelajaran yang mendukung

inovasi.

Dalam konteks manajemen sumber daya manusia, kepala sekolah perlu

mengelola rekrutmen, pelatihan, evaluasi, dan pengembangan staf untuk

meningkatkan kualitas pendidikan. Manajemen perubahan menjadi penting

mengingat dinamika konstan dalam dunia pendidikan, di mana kepala sekolah

perlu memiliki kemampuan untuk memimpin perubahan secara bijaksana.

Manajemen partisipatif juga ditekankan sebagai elemen kunci, dengan melibatkan

semua pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan, menciptakan

iklim partisipasi dan kolaborasi.

Dengan memahami dan mengimplementasikan praktik manajemen yang

relevan, kepala sekolah dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam

menciptakan lingkungan belajar yang dinamis, efektif, dan inklusif di sekolah.

Peran kepala sekolah tidak hanya mencakup tugas administratif, tetapi juga

memainkan peran kritis dalam membentuk budaya sekolah yang mendukung

pencapaian tujuan pendidikan dan pengembangan semua anggota sekolah.

Berdasarkan penelitian oleh Studman dan Harte (2020), Leithwood et al.

(2017), Forsyth (2018), Choi dan Park (2019), serta Johnson et al. (2020), dapat

disimpulkan bahwa berbagai jenis program, seperti pemberdayaan guru,

pengembangan kepemimpinan, dan pengembangan profesional, memiliki dampak

positif yang signifikan terhadap motivasi guru.

Program pemberdayaan guru terbukti efektif dalam meningkatkan

motivasi intrinsik guru melalui peningkatan rasa tanggung jawab dan kepuasan

kerja. Program pengembangan kepemimpinan, khususnya yang bersifat


transaksional, memberikan insentif ekstrinsik yang signifikan, terutama melalui

penghargaan dan reward sesuai pencapaian kinerja. Sementara itu, program

pengembangan profesional menunjukkan dampak positif yang berkelanjutan

terhadap motivasi guru, baik secara langsung maupun dalam jangka waktu yang

lebih lama.

Secara keseluruhan, program-program ini memiliki peran krusial dalam

menciptakan lingkungan pendidikan yang memotivasi, meningkatkan kualitas

pembelajaran, dan pada akhirnya, meningkatkan prestasi sekolah secara

keseluruhan. Kesimpulan ini memberikan dasar yang kokoh bagi para pembuat

kebijakan dan praktisi pendidikan untuk merancang strategi yang berfokus pada

peningkatan motivasi guru sebagai kunci keberhasilan dalam menghadapi

dinamika kompleks dunia pendidikan. Dengan mengimplementasikan program-

program ini, diharapkan dapat terwujud lingkungan pendidikan yang dinamis,

inovatif, dan memberikan dampak positif pada semua pihak yang terlibat.

KEPEMIMPINAN
KEPALA SEKOLAH

MOTIVASI
GURU

MANAJEMEN
KEPALA SEKOLAH
D. HIPOTESIS

Berdasarkan kerangka berpikir diatas maka hipotesis penelitian adalah :

Hipotesis Utama:

H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan kepala

sekolah terhadap motivasi guru mengikuti Program Guru Penggerak di

Kota Sawahlunto.

H1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan kepala

sekolah terhadap motivasi guru mengikuti Program Guru Penggerak di

Kota Sawahlunto.

H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara manajemen kepala sekolah

terhadap motivasi guru mengikuti Program Guru Penggerak di Kota

Sawahlunto.

H1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara manajemen kepala sekolah

terhadap motivasi guru mengikuti Program Guru Penggerak di Kota

Sawahlunto.

Hipotesis Pendukung:

H0: Tidak ada perbedaan signifikan dalam motivasi guru mengikuti

Program Guru Penggerak berdasarkan gaya kepemimpinan kepala

sekolah di Kota Sawahlunto.

H1: Terdapat perbedaan signifikan dalam motivasi guru mengikuti

Program Guru Penggerak berdasarkan gaya kepemimpinan kepala

sekolah di Kota Sawahlunto.


H0: Tidak ada perbedaan signifikan dalam motivasi guru mengikuti

Program Guru Penggerak berdasarkan tingkat penerapan manajemen

kepala sekolah di Kota Sawahlunto.

H1: Terdapat perbedaan signifikan dalam motivasi guru mengikuti

Program Guru Penggerak berdasarkan tingkat penerapan manajemen

kepala sekolah di Kota Sawahlunto.

Hipotesis Tambahan :

H0: Tidak ada interaksi yang signifikan antara kepemimpinan dan

manajemen kepala sekolah terhadap motivasi guru mengikuti Program

Guru Penggerak di Kota Sawahlunto.

H1: Terdapat interaksi yang signifikan antara kepemimpinan dan

manajemen kepala sekolah terhadap motivasi guru mengikuti Program

Guru Penggerak di Kota Sawahlunto.

H0: Tidak ada perbedaan signifikan dalam partisipasi guru dalam Program

Guru Penggerak berdasarkan tingkat motivasi di Kota Sawahlunto.

H1: Terdapat perbedaan signifikan dalam partisipasi guru dalam Program

Guru Penggerak berdasarkan tingkat motivasi di Kota Sawahlunto.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian ex post facto.

Peneliti menggunakan jenis penelitian ini karena peneliti ingin mencari hubungan

variabel independen dengan variabel dependen. Menurut (Suryani & Hendryadi

(2016, p. 116) penelitian ex post facto adalah penelitian untuk mengungkapkan

penyebab sebuah peristiwa yang sudah terjadi. Variabel penelitian yang

digunakan pada proposal penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel bebasnya adalah Kepemimpinan (X1) dan Manajemen (X2).

Selanjutnya, yang menjadi variabel terikat dalam proposal riset ini ialah Motivasi

(Y).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Riset ini dilakukan di Kota Sawahlunto. Penelitian ini dilaksanakan pada

tanggal 1 Januari - Juni 2024. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

berikut:

No Uraian Bulan dan Tahun


Kegiatan Jan Feb Mar Aprl Mei Juni
2024 2024 2024 2024 2024 2024
Observasi
1 √
Awal
Penyusunan
2 √ √
Proposal
Seminar
3 √
Proposal
Pengumpulan
4 √ √
Data Penelitian
Analisis Data
5 √ √

6 Munaqasyah √
Penyempurnaan
7 √
Munaqasyah
Pengandaan
8 Laporan √
Penelitian

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Populasi yang digunakan ialah guru penggerak yang ada di

kota Sawahlunt. Populasi yang digunakan sebanyak 63 orang. Menurut

(Sugiyono, 2013, p. 80) populasi adalah wilayah generalisasi atas

objek/ subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulan.

2. Sampel Sampel diambil dengan teknik simple random sampling atau

sampel acak sederhana. Menurut Sugiyono (2014, p. 152) dikatakan

sampel acak sederhana karena pengambilan anggota sampel dilakukan

dengan sederhana dan acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam

populasi tersebut. Jumlah sampel yang akan digunakan dalam riset ini

ditentukan dengan menggunakan rumus slovin, sebagai berikut:

𝑛 = 𝑁 / (1+(𝑁 x 𝑒2)

Dimana :

n = ukuran sampel

N = ukuran populasi

e = Kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan

pengambilan sampel yang dapat ditolerir, kemudian dikuadratkan.

Pada penelitia ini menggunakan taraf siginifikasi 5 %


Berdasarkan Rumus Slovin, maka besarnya

penarikan jumlah sampel penelitian adalah :

n= 63 / ( 1+ (63 x 0,052)

n= 63 / ( 1+ ( 63 x 0,0025)

n= 63 / ( 1+ 0,1575 )

n= 63 / 1,1575 = 54,42 pembulatan 54

Jadi, sampel yang digunakan dalam riset ini berjumlah 54,42

dibulatkan menjadi 54 orang. Sampel dalam riset ini berjumlah 54

orang responden yang tergolong sebagai guru pengerak.

D. Pengembangan Instrumen Penelitian

Instrumen penelitin adalah alat yang dipakai untuk pengumpulan data.

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data oleh peneliti adalah angket.

Angket yang digunakan ialah angket kepemimpinan , angket manajemen, angket

dan angket motivasi. Langkah-langkah yang digunakan dalam menyusun angket,

diantaranya sebagai berikut:

1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian Peneliti akan memakai angket sebagai

instrument dalam penelitian ini. Angket yang akan digunakan terdiri dari

angket Kepemimpinan , angket manajemen, angket dan angket motivasi.

Untuk instrument angket, peneliti akan menggunakan skala likert. Menurut

Sugiyono (2014, p. 168) menyatakan bahwa untuk mengukur sikap,

persepsi seseorang atau kelompok, dan pendapat tentang peristiwa sosial

dapat digunakan skala likert.

Skala likert dapat dapat menjadi alat untuk mengukur variabel

melalui indikator-indikator yang telah ditetapkan. Indikator untuk


mengukur variabel dijadikan sebagai pedoman dalam menyusun

pernyataan dan pertanyaan dalam angket. Di dalam angket ada pernyataan

yang bersifat positif dan adapula yang bersifat negatif. Dalam riset ini

peneliti akan menggunakan skala likert dalam bentuk checklist ataupun

pilihan ganda.

Kepemimpinan kepala sekolah adalah kemampuan dari seorang

kepala sekolah dalam mempengaruhidan menggerakan bawahan dalam

suatu organisasi atau lembaga sekolah guna tercapai tujuan sekolah. Atau

kemampuan kepala sekolah untuk mengatur, mengelola untuk mengatur,

mengelola organisasi persekolahan dan bekerja sama memberikan

pelayanan serta menciptakan iklim yang menyenangkan disuatu sekolah

sehingga semua sivitas sekolah akan menjadi nyaman untuk bekerja dan

belajar baik pendidik, tenaga kependidikan siswa, dengan harapan

kepuasan pelanggan akan selalu menjadi perioritas yang utama dalam

mengelola pendidikan disuatu sekolah. Adapun dimensi yang digunakan

untuk mengukur kepemimpinan kepala sekolah adalah teori menurut

Zamroni (2000;75) yang menyatakan bahwa kepala sekolah sebagai

inovator, kepala sekolah sebagai motivator, dan kepala sekolah sebagai

supervisor.

Tabel 3.1

Kisi- Kisi Kepemimpinan Kepala Sekolah


Variabel Dimensi Indikator Butir Item Jumlah
Kepemimpinan Fungsi 1. Pemrakarsa pembaharuan 1,2,3 3
Kepala Inovator (agen of innovation) dalam
Sekolah KMB
2. Pembaharuan dalam 4,5 2
pembinaan guru
3. Pembaharuan dalam kegiatan 6,7 2
ekstrakurikuler
4. Menggali sumber daya 8,9 2
bersama komite sekolah
Fungsi 1. Kerjasama kemitraan 10,11 2
motivator 2. Keteladanan 12,13,14 3
3. Demokratis dan transparan. 15,16 2
4. Penataan lingkungan kerja. 17,18 2
5. Suasana kerja yang kondusif 19,20 2
6. Pemberian Penghargaan 21,22,23, 4
24
7. Penerapan sangsi 25,26 2
Fungsi 1. Menyusun program supervisi 27,28,29 3
Supervisor pengajaran
2. Melaksanakan program 30,31,32 3
supervisi pengajaran
3. Memanfaatkan hasil 33,34,35 3
supervisi pengajaran
Jumlah 35

Dalam dimensi "Mengelola guru dan staf dalam rangka

pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal," terdapat empat

indikator utama yang mencakup perencanaan program kerja sekolah,

pengorganisasian kegiatan sekolah, pengarahan, dan pengawasan serta

evaluasi.

Pertama, pada indikator perencanaan program kerja sekolah (butir 1

dan 2), terdapat empat nomor butir yang mendukung aspek positif,

menunjukkan bahwa sekolah memiliki perencanaan program kerja yang

baik. Namun, ada dua nomor butir yang mengindikasikan aspek yang

perlu diperhatikan lebih lanjut.

Kedua, dalam pengorganisasian kegiatan sekolah (butir 5, 6, 7, 8, 9,

10, dan 11), terdapat tujuh nomor butir yang memberikan dukungan

positif, menunjukkan bahwa sekolah mampu mengorganisir kegiatan


secara efektif. Namun, terdapat satu nomor butir yang mencerminkan

aspek yang perlu perhatian lebih lanjut.

Ketiga, pada indikator pengarahan (butir 12, 13, dan 14), terdapat

tiga nomor butir yang memberikan dukungan positif, menunjukkan

bahwa pengarahan di sekolah dilakukan dengan baik. Namun, dua

nomor butir memberikan indikasi terdapat aspek yang perlu perhatian

lebih lanjut.

Keempat, dalam pengawasan dan evaluasi (butir 17, 18, 19, dan 20),

terdapat empat nomor butir yang menunjukkan dukungan positif,

menunjukkan bahwa sekolah melakukan pengawasan dan evaluasi

dengan baik. Namun, dua nomor butir memberikan indikasi adanya

aspek yang perlu perhatian lebih lanjut.

Secara keseluruhan, dari jumlah 20 butir, terdapat dukungan positif

pada 15 butir dan indikasi perlu perhatian lebih lanjut pada 5 butir. Hal

ini menunjukkan bahwa manajemen guru dan staf di sekolah telah

berjalan secara optimal dalam sebagian besar aspek, namun masih

terdapat beberapa area yang memerlukan perbaikan atau peningkatan

lebih lanjut.

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Penelitian Manajemen Kepala Sekolah

Dimensi Indikator Nomor Butir Jml


(+) (-)
Mengelola Perencanaan 1,2 3,4 4
guru dan staff program kerja
dalam rangka sekolah
pendayagunaan Pengorganisasia 5, 6, 7, 8, 11 7
sumber daya n kegiatan 9,10
manusia secara sekolah
optimal Melakukan 12,13, 14 15,16 5
pengarahan
Melakukan 17, 18 19,20 4
pengawasan dan
evaluasi
Jumlah 20

Motivasi kerja guru adalah skor yang diperoleh guru dalam

menjawab kuesioner motivasi kerja. Kuesioner motivasi kerja dibuat

berdasarkan skala likert 1-5, sehingga skor variabel motivasi kerja guru

dalam bentuk angka (interval). Dimensi yang digunakan untuk

mengukur motivasi kerja mengacu pada teori Maslow yang

mengemukakan lima hierarki kebutuhan manusia yang mampu

membuat manusia termotivasi untuk terus bekerja, yaitu: (1) kebutuhan

fisiologis, (2) kebutuhan keamanan, (3) kebutuhan berkelompok

(sosial), (4) kebutuhan penghormatan, dan (5) kebutuhan aktualisasi

diri.

Tabel 3.3
Kisi- Kisi Sikap Motivasi Guru
No
Variabel Dimensi Indikator Butir
Soal
Motivasi 1) Kebutuhan a. Terpenuhinya kebutuhan 1,2
Guru fisiologikal sandang dan pangan
b. Adanya tempat tinggal 3
c. Adanya waktu istirahat 4,5
d. Adanya kesempatan 6,7
berekreasi
2) Kebutuhan a. Adanya jaminan jiwa waktu 8
keselamatan keja
(rasa aman) b. Adanya jaminan 9,10
pengembangan karier
c. Adanya jaminan keamanan 11,12
dalam melaksanakan hak dan
kewajiban.
d. Adanya jaminan bahwa
pendapatnya dihargai orang 13,14,15
lain
3) Kebutuhan a. Adanya jaminan perhatian 16,17,
berkelompok dari atasan
(sosial) b. Adanya jaminan bahwa 18,19
segala perbuatan yang positif
dihormati dan dihargai orang
lain.
c. Adanya jaminan bekerja 20,21
sama.
4) Kebutuhan a. Adanya jaminan bahwa 22,23,24
penghormatan prestasinya dihargai dalam
bentuk reward berupa pujian,
sertifikat dan seremonial
5) Kebutuhan a. Adanya kesempatan untuk 25,26
aktualisasi diri berkreasi
b. Diberi kesempatan untuk 27,28
berprestasi
c. Diberi kesempatan untuk 29,30
meningkatkan kompotensi
diri
Jumlah 30

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam riset ini ialah

penyebaran angket. Angket yang disebarkan angket kepemimpinan , angket

manajemen, angket dan angket motivasi. jenis angket yang digunakan adalah jenis

angket tertutup. Menurut Kurniawan & Puspitaningtyas (2016, p. 82) angket

tertutup merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan angket atau

daftar pernyataan atau pertanyaan yang telah ditentukan pilihan jawabannya.

Dalam riset ini peneliti akan menyebarkan angket untuk mendapatkan data

tentang angket kepemimpinan , angket manajemen, angket dan angket motivasi.


Peneliti akan menyebarkan angket tersebut kepada guru penggerak yang masuk ke

dalam kategori sampel.

F. Teknik Analisis Data

1. Uji Asumsi Klasik/ Uji Prasyarat Uji asumsi klasik adalah uji

prasyarat sebelum melakukan uji regresi pada data hasil penelitian.

Adapun uji asumsi klasik pada penelitian ini terdiri dari uji

normalitas, uji linearitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi, dan

uji heterokedasitas. Agar mempermudah dalam menganalisis data,

maka peneliti akan menggunakan aplikasi SPSS Versi 22 untuk

pengolahan data hasil penelitian.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data

berdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan

menggunakan data. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan

teknik uji Kolmogorov-Smirnov (z). Dalam melakukan uji

normalitas, peneliti menggunakan taraf signifikan 0.05. Artinya

jika pengujian dari setiap variabel nilainya > 0.05 maka sampel

tersebut dikategorikan berdistribusi normal. Hipotesis yang diuji

adalah sebagai berikut:

H0 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

H1 : Sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi

normal

Jika data berdistribusi normal maka H0 diterima. Artinya

nilai dari data yang bersangkutan besar dari 0.05 (taraf signifikan).
Sebaliknya jika nilai dari data tersebut < 0.05, artinya sampel

bukan berasal dari populasi berdistribusi normal, maka H0 ditolak

dan H1 diterima. Untuk pengolahan data peneliti menggunakan

aplikasi SPSS Versi 22

b. Uji Linearitas Uji

linearitas berguna untuk mengetahui apakah linear

hubungan variabel bebas dengan variabel terikat. Uji ini dilakukan

menggunakan Uji Ramsey. Pengujian ini dilakukan dengan

menggunakan persamaan regreesi perbandingan, hasilnya bisa

dilihat dari nilai R2 . Hasil dari persamaan ini dibandingkan

dengan hasil regresi awal. Dengan keterangan sebagai berikut:

H0 : Tidak ada kesalahan spesifikasi terhadap model linear

H1 : terdapat kesalahan spesifikasi terhadap model linear

α =0.05 atau 5%

Peneliti akan menggunakan aplikasi SPSS Versi 22 dalam

menganalisis data riset. Kriteria pengujian data dengan

menggunakan aplikasi SPSS, sebagai berikut:

Jika Sig. Linearity < 0.05 artinya hubungan antara variabel

terikat dan variabel bebas linear. J

ika Sig. Deviation From Linearity > 0.05 artinya terdapat

hubungan yang linear

G. Uji Hipotesis

Uji hipotesis pada riset ini menggunakan uji parsial (uji t), uji ini

dilakukan pada hipotesis satu, dua, dan tiga. Sedangkan pada hipotesis keempat
akan menggunakan uji simultan (uji F). Uji hipotesis berguna untuk mengetahui

pengaruh kepemimpinan dan manajemen terhadap motivasi guru.

Uji hipotesis ini akan bertujuan untuk melihat pengaruh signifikan antar

variabel. Penelitian ini peneliti menggunakan taraf signifikan 0.05 (α = 0.05) atau

5%. Artinya toleransi kesalahan dalam riset ini sebesar 5%.

H01: (ρ1 = 0): Kepemimpinan tidak berpengaruh positif dan signifikan

terhadap motivasi guru

Ha1: (ρ1 ≠ 0): Kepemimpinan positif dan signifikan terhadap motivasi

guru

H02: (ρ2 = 0): Manajemen tidak berpengaruh positif dan signifikan

terhadap motivasi guru

Ha2: (ρ2 ≠ 0): Manajemen berpengaruh positif dan signifikan terhadap

motivasi guru

H04: (ρ4 = 0): Kepemimpinan dan manajemen tidak berpengaruh positif

signifkan terhadap motivasi guru

Ha4: (ρ4 ≠ 0): Kepemimpinan dan manajemen berpengaruh positif dan

signifkan terhadap motivasi guru

1. Uji Parsial (t-test)

Uji parsial atau t-test untuk menentukan hubungan antara dua

variabel, variabel independen dan dependen. Hasil t hitung

disbandingkan dengan ttabel, dengan α = 0.05, ini dilakukan untuk

melakukan uji dua pihak.

H0 diterima jika thitung < ttabel

H1 diterima jika thitung > ttabel , artinya H0 ditolak


Jika H0 ditolak artinya terdapat pengaruh, berarti terdapat

hubungan ataupun pengaruh yang signifkan variabel bebas

terhadap variabel terikat. Tapi, jika H0 diterima artinya tidak

terdapat pengaruh yang signifikan variabel bebas terhadap variabel

terikat. Pengujian ini dilakukan pada uji hipotesis satu, dua, dan

tiga. Pada riset ini peneliti akan menggunakan aplikasi SPSS Versi

22 untuk melakukan uji parsial.

2. Uji Simultan (F-test)

Pengujian ini dilakukan untuk melihat pengaruh yang signifikan

antara beberapa variabel independen dan dependen. Dalam

penelitian ini, peneliti menguji pengaruh kepemimpinan dan

manajemen terhadap motivasi guru yang berperan sebagai

variabel terikat. Untuk melihat pengaruhnya, peneliti akan

menggunakan tingkat kesalahan 0.05. uji F dilakukan dengan

kriteria hipotesis sebagai berikut:

H0 diterima jika Fhitung <Ftabel

H1 diterima jika Fhitung >Ftabel, artinya H0 ditolak.

Jika H0 ditolak berarti terdapat pengaruh signifikan antar

variabel. Namun sebaliknya jika H0 diterima berarti tidak terdapat

pengaruh yang signifikat antar variabel. Dalam riset ini peneliti

menggunkan SPSS Versi 22 untuk melakukan uji simultan


DAFTAR PUSTAKA

Ainscow, M. (2016). "Towards Self-improving School Systems: Lessons from a

City Challenge." School Leadership & Management, 36(4), 363-377.

Armstrong, M. (2019). Armstrong's Handbook of Human Resource Management

Practice. Kogan Page Publishers.

Avolio, B. J., & Bass, B. M. (1994). "Transformational Leadership, Charisma, and

Beyond." Leadership Quarterly, 5(3), 287-312.

Avolio, B. J., & Bass, B. M. (1995). Individual consideration viewed at multiple

levels of analysis: A multi-level framework for examining the diffusion of

transformational leadership. The Leadership Quarterly, 6(2), 199-218.

Bass, B. M. (1985). Leadership and Performance Beyond Expectations. Free

Press.

Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006). Transformational Leadership (2nd ed.).

Psychology Press.

Bassett, R. M. (2020). Educational Leadership and Management: Developing

Insights and Skills. Routledge.

Burns, J. M. (1978). Leadership. Harper & Row.

Bush, T. (2018). Educational Leadership and Management: Theory, Policy, and

Practice. Springer.

Choi, J., & Park, S. (2019). A Longitudinal Study on the Motivational Impact of a

Professional Development Program for Teachers. Journal of Educational

Research & Policy Studies, 19(1), 87-105.

Choi, J., Kim, S., & Park, M. (2021). Obstacles in Sustaining Teacher Motivation
Enhancement Programs: A Longitudinal Study. Journal of Educational

Research & Policy Studies, 21(2), 145-168.

Conger, J. A., & Kanungo, R. N. (1988). The Empowerment Process: Integrating

Theory and Practice. Academy of Management Review, 13(3), 471-482.

Darling-Hammond, L. (2017). Teacher education around the world: What can we

learn from international practice? European Journal of Teacher Education,

40(3), 291-309.

Day, C., et al. (2019). Leading Professional Learning: Practical strategies for

impact in schools. Routledge.

Deci, E. L., & Ryan, R. M. (1985). Intrinsic Motivation and Self-Determination in

Human Behavior. Plenum.

Fitriana, D., et al. (2019). "Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Melalui

Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V

SDN Sengonagung I Kecamatan Sumbergempol Kabupaten Tulungagung."

Jurnal Prima Edukasia, 7(1), 68-76.

Forsyth, D. R. (2017). Group Dynamics. Cengage Learning.

Forsyth, D. R. (2019). Challenges in Implementing Transactional Leadership

Programs: Lessons from the Field. Educational Change and Reform Journal,

2(1), 78-96.

Fullan, M. (2001). Leading in a Culture of Change. Jossey-Bass.

Fullan, M. (2014). The Principal: Three Keys to Maximizing Impact. Jossey-Bass.

Fullan, M. (2019). The Principal: Three Keys to Maximizing Impact. John Wiley

& Sons.

Greenberg, J. (1987). A Taxonomy of Organizational Justice Theories. Academy


of Management Review, 12(1), 9-22.

Guskey, T. R., & Yoon, K. S. (2009). What works in professional development?

Phi Delta Kappan, 90(7), 495-500.

Hallinger, P. (2011). Leadership for learning: lessons from 40 years of empirical

research. Journal of Educational Administration, 49(2), 125–142.

https://doi.org/10.1108/09578231111116699

Handayani, T., & Rasyid, A. A. (2015). Pengaruh Kepemimpinan Kepala

Sekolah, Motivasi Guru, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Guru

Sma Negeri Wonosobo. Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan, 3(2),

264–277. https://doi.org/10.21831/amp.v3i2.6342

Hargreaves, A. (2000). Four ages of professionalism and professional learning.

Teachers and Teaching: Theory and Practice, 6(2), 151-182.

Hargreaves, A., & Fink, D. (2017). Sustainable leadership. Routledge.

Hargreaves, A., & Fullan, M. (2012). Professional capital: Transforming teaching

in every school. Teachers College Press.

Harmendi, M., Lian, B., & Wardarita, R. (2021). Pengaruh Gaya Kepemimpinan

Kepala Sekolah Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru. PRODU:

Prokurasi Edukasi Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 2(2), 46–57.

https://doi.org/10.15548/p-prokurasi.v2i2.2589

Hersey, P., & Blanchard, K. H. (1969). Life Cycle Theory of Leadership. Training

and Development Journal, 23(5), 26-34.

Hidayah, N., et al. (2021). "The Influence of Principal Leadership, Work

Environment, and Compensation on Teachers’ Performance." International

Journal of Learning, Teaching and Educational Research, 20(2), 125-140.


Hoy, W. K., & Miskel, C. G. (2017). Educational Administration: Theory,

Research, and Practice. McGraw-Hill Education.

Ingersoll, R. M., & Strong, M. (2011). The impact of induction and mentoring

programs for beginning teachers: A critical review of the research. Review of

Educational Research, 81(2), 201-233.

Johnson, R., Smith, A., & Brown, L. (2020). Quantifying the Impact of

Leadership Training on Teacher Motivation: A Meta-Analysis. Educational

Leadership Review, 21(2), 45-62.

Joyce, B., & Showers, B. (2002). Student achievement through staff development

(3rd ed.). ASCD.

Leithwood, K., & Jantzi, D. (2008). "Linking Leadership to Student Learning:

The Contributions of Leader Efficacy." Educational Administration

Quarterly, 44(4), 496-528.

Leithwood, K., & Jantzi, D. (2020). Transformational School Leadership for

Large-Scale Reform: Effects on Students, Teachers, and their Classroom

Practices. Routledge.

Leithwood, K., Day, C., Sammons, P., Harris, A., & Hopkins, D. (2006). "Seven

Strong Claims About Successful School Leadership." School Leadership &

Management, 26(2), 155-171.

Leithwood, K., Day, C., Sammons, P., Harris, A., & Hopkins, D. (2018).

Leadership Support for Teacher Motivation: A Mixed-Methods Study.

Educational Administration Quarterly, 54(2), 155-191.

Leithwood, K., et al. (2020). "How school leaders contribute to student success."

The Elementary School Journal, 121(3), 437-460.


Leithwood, K., Harris, A., & Hopkins, D. (2008). "Seven Strong Claims About

Successful School Leadership." School Leadership & Management, 28(1),

27-42.

Leithwood, K., Harris, A., & Hopkins, D. (2016). Seven Strong Claims About

Successful School Leadership. School Leadership & Management, 36(1), 21-

37.

Louis, K. S., & Kruse, S. D. (1995). Professionalism and community:

Perspectives on reforming urban schools. Corwin Press.

Naylor, C. (2018). Effective Leadership and Management in Schools. SAGE

Publications.

Ngalimun, et al. (2019). "Peran Kepemimpinan dan Manajemen Kepala Sekolah

dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan." Jurnal Pendidikan: Teori,

Penelitian, dan Pengembangan, 4(8), 1052-1062.

Rahayu, P., et al. (2022). "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Guru

dalam Mengikuti Program Pengembangan Profesional di Sekolah Dasar."

Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 3(1), 34-46.

Robinson, V. M. J., Hohepa, M., & Lloyd, C. (2009). "School Leadership and

Student Outcomes: Identifying What Works and Why." Best Evidence

Synthesis Iteration (BES). Ministry of Education, New Zealand.

Robinson, V. M., et al. (2018). "School leadership and student outcomes:

Identifying what works and why." Best Evidence in Brief, 13(2), 1-5.

Sari, A., et al. (2018). "Determinan Motivasi Guru dalam Mengikuti Pelatihan

Guru Penggerak di Sekolah Dasar." Jurnal Pendidikan Dasar, 9(2), 149-160.

Sergiovanni, T. J. (2013). Strengthening the Heartbeat: Leading and Learning


Together in Schools. Jossey-Bass.

Studman, L., & Harte, V. (2020). Success Factors in Teacher Empowerment

Programs. Journal of Educational Leadership, 35(2), 210-228.

Studman, L., & Harte, V. (2020). Transformational Leadership in Schools: The

Impact on Teacher Job Satisfaction and Pupil Attainment. British

Educational Research Journal, 46(3), 564-582.

Studman, L., & Harte, V. (2020). Transformational Leadership in Schools: The

Impact on Teacher Job Satisfaction and Pupil Attainment. British

Educational Research Journal, 46(3), 564-582.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Ke

Sembila). Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Manajemen (Ke Dua). Bandung: Alfabeta

Suryani, & Hendryadi. (2016). Metode Riset Kuantitatif. Jakarta: Prenada Media

Group.

Susanto, B. (2020). "The Influence of Principal Leadership, Work Environment,

and Work Motivation on Teachers’ Performance." Journal of Educational

Management and Leadership, 1(1), 27-37.

Tschannen-Moran, M., & Woolfolk Hoy, A. (2001). Teacher efficacy: Capturing

an elusive construct. Teaching and Teacher Education, 17(7), 783-805.

Tschannen-Moran, M., Woolfolk Hoy, A., & Hoy, W. K. (1998). Teacher

efficacy: Its meaning and measure. Review of Educational Research, 68(2),

202-248.

Watzlawick, P., Beavin, J. H., & Jackson, D. D. (1967). Pragmatics of Human

Communication. W. W. Norton & Company.


Wirawan, et al. (2021). "Pentingnya Manajemen Kepala Sekolah Dalam

Meningkatkan Efisiensi Operasional Sekolah." Jurnal Administrasi

Pendidikan, 10(2), 127-140.

Yukl, G. (2013). Leadership in Organizations. Pearson.


KUESIONER KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

Petunjuk Pengisian:
Di bawah ini terdapat pernyataan kepemimpinan kepala
sekolah, guru diharapkan membaca setiap pernyataan dengan sebaik-
baiknya kemudian diminta menjawab pernyataan ini sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya dengan memberi tanda √ (centang) pada
kolom jawaban yang tersedia .
Pada kuesioner ini tidak ada jawaban yang benar atau salah
untuk setiap pernyataan. Setiap pernyataan disediakan lima
kemungkinan jawaban yaitu:
a.( SS ) = Sangat sering
b.( SR) = Sering
c.( KK) = Kadang- kadang
d.( JR) = Jarang
e.( TP ) = Tidak pernah
Hanya ada satu pilihan jawaban dalam setiap pernyataan.

NO PERNYATAAN SS SR KK JR TP
1 Kepala sekolah menjadi pemrakarsa
pembaharuan untuk kemajuan kegiatan
pembelajaran di sekolah
2 Kepala sekolah mengimformasikan
gagasan-gagasan guru tentang KBM
kepada semua guru untuk
meningkatkan
layanan pembelajaran.
3 Kepala sekolah memiliki inisiatif dalam
melakukan pembaharuan program
pengajaran di kelas
4 Kepala sekolah secara demokratis
menerima gagasan-gagasan guru yang
inovatif dalam KBM
5 Kepala sekolah mengontrol pelaksanaan
KBM secara teratur
6 Kepala sekolah mengupayakan
pembinaan kegiatan ekstra kurikuler di
sekolah
dilakukan oleh guru-guru yang memiliki
kompetensi dalam bidangnya.
7 Kepala sekolah melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan
kegiatan ekstra
kurikuler.
8 Kepala sekolah secara proaktif menggali
sumberdaya dari komite sekolah atau
masyarakat untuk meningktkan kualitas
layanan KBM
9 Kepala sekolah memberikan perhatian
khusus kepada guru yang memiliki
kreativitas tinggi
10 Kepala sekolah memandang guru-guru
sebagai patner kerja dalam
melaksanakan
setiap kegiatan sekolah
11 Kepala sekolah mendorong keterlibatan
semua guru dalam setiap kegiatan sekolah
12 Kepala sekolah memberikan teladan
tentang disiplin dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya.
13 Kepala sekolah menjadi teladan dalam
melaksanakan tugas di sekolah
14 Kepala sekolah memiliki keyakinan yang
tinggi dalam menyelesaikan setiap
permasalahan yang terkait dengan program
sekolah
15 Kepala sekolah secara transparan
mengimformasikan tentang keuangan
sekolah
16 Kepala sekolah menginformasikan hasil
kegiatan supervise yang telah dilakukan
dalam rapat-rapat dewan guru
17 Kepala sekolah memperhatikan ruang
kerja guru dengan menyiapkan
fasilitas
penunjang yang dibutuhkan.
18 Kepala sekolah memberikan
kebebasan yang seluas – luasnya tanpa
kontrol kepada guru dalam
melaksanakan
tugasnya
19 Kepala sekolah menciptakan hubungan
yang harmonis untuk terwujudnya
suasanan kerja yang kondusif/
menyenangkan.
20 Kepala sekolah bersikap sangat kooperatif
sehingga guru senang bekerja dengan
kepala sekolah
21 Kepala sekolah memberikan penghargaan
kepada guru yang mampu menunjukan
prestasi kerja yang baik.
22 Kepala sekolah memberikan
kesempatan yang sama kepada guru-
guru yang
berprestasi untuk meningkatkan karir
23 Kepala sekolah menghargai segala
pendapat yang diberikan oleh guru
24 Kepala sekolah memberikan motivasi
kepada guru-Aguru untuk melanjutkan
pendidikan kejenjang yang lebih tinggi
25 Kepala sekolah secara adil menerapkan
sangsi kepada bawahan yang lalai
melaksanakan tugas.
26 Kepala sekolah melakukan pendekatan
pribadi (personal) terhadap guru yang
dianggap tidak disiplin dalam
melaksanakan tugasnya
27 Kepala sekolah menyusun program
supervise dengan melibatkan beberapa
orang guru.
28 Kepala sekolah mengimformasikan
program supervisi yang telah disusun
kepada seluruh guru
29 Program supervisi pengajaran yang
dibuat kepala sekolah, selalu mengacu
pada
peraturan yang berlaku
30 Kepala sekolah melaksanakan program
supervisi pengajaran berdasarkan
program
yang telah dibuat
31 Kepala sekolah memberikan
kepercayaan kepada guru untuk
mengambil keputusan yang berkaitan
dengan layanan dalam
KBM
32 Kepala sekolah melaksanakan
supervisi pengajaran dengan cara
melakukan
kunjungan kelas pada saat guru mengajar
33 Kepala sekolah melakukan identifikasi
terhadap masalah pengajaran yang
dihadapi guru dari hasil kegiatan supervisi
34 Kepala sekolah membantu guru dalam
memecahkan permasalahan KBM
berdasarkan temuan dalam kegiatan
supervise
35 Kepala sekolah memanfaatkan hasil
supervisi pengajaran untuk
perbaikan pembelajaran yang
dilakukan guru

KUESIONER MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH

Petunjuk Pengisian:
Di bawah ini terdapat pernyataan kepemimpinan kepala sekolah, guru
diharapkan membaca setiap pernyataan dengan sebaik-baiknya kemudian diminta
menjawab pernyataan ini sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dengan
memberi tanda √ (centang) pada kolom jawaban yang tersedia .
Pada kuesioner ini tidak ada jawaban yang benar atau salah untuk setiap
pernyataan. Setiap pernyataan disediakan lima kemungkinan jawaban yaitu:
a.( SS ) = Sangat sering
b.( SR) = Sering
c.( KK) = Kadang- kadang
d.( JR) = Jarang
e.( TP ) = Tidak pernah
Hanya ada satu pilihan jawaban dalam setiap pernyataan.

NO PERNYATAAN SS SR KK JR TP

1 Apakah kepala sekolah melakukan


perencanaan sekolah, baik jangka pendek,
menengah maupun jangka panjang ?
2 Apakah kepala sekolah melakukan
perencanaan sumber daya guru dan
pegawai ?

3 Musyawarah tidak dilakukan dalam


menentukan jadwal mengajar di sekolah
4 Rencana yang telah dibuat dengan lengkap,
pada pelaksanaanya tidak sesuai dengan
rencana yang dibuat tersebut
5 Apakah kepala sekolah mengadakan seleksi
para pelamar dan menempatkan tenaga kerja
pada posisi yang tepat ?
6 Apakah kepala sekolah memberikan
pendidikan dan latihan yang diperlukan
untuk pelaksanaan tugas bagi guru dan
pegawai baru ?
7 Apakah kepala sekolah mengorganisasi
personil-personilnya agar melaksanakan
tugas secara optimal dan menyumbangkan
segenap kemampuannya untuk kepentingan
sekolah, serta bekerja lebih baik dari hari ke
hari ?
8 Apakah kepala sekolah mengadakan
pelatihan dan pengembangan sumber daya
manusia (guru dan pegawai) ?
9 Apakah kepala sekolah memperhatikan atau
menilai pengembangan karir kepada guru
dan pegawai ?
10 Apakah kepala sekolah mengadakan fasilitas
sekolah demi kelancaran guru dalam proses
pembelajaran ?
11 Saya tidak diberikan kebebasan dalam
menentukan cara kerja

12 Apakah kepala sekolah melakukan


pengarahan kepada guru dan pegawai
berkaitan dengan program sekolah ?
13 Apakah kepala sekolah membantu guru
dalam mengatasi kesulitan dalam proses
kegiatan pembelajaran ?
14 Apakah kepala sekolah selalu memberikan
motivasi kepada guru dan pegawai

15 Kebijakan atau keputusan dibuat tanpa


melalui rapat sekolah

16 Bertindak kurang tegas terhadap orang yang


melakukan penyimpangan atau kesalahan

17 Apakah kepala sekolah melakukan evaluasi


bersama guru dan pegawai demi lancarnya
proses pembelajaran dan administrasi ?
18 Apakah kepala sekolah menjalankan
prosedur yang tepat dan bijaksana dalam
proses pemberhentian guru dan pegawai ?
19 Daftar absen harian guru tidak diawasi setiap
harinya

20 Pada akhir semester tidak dilakukan evaluasi


terhadap program kerja yang telah
dilaksanakan

KUESIONER MOTIVASI

Petunjuk Pengisian:
Di bawah ini terdapat pernyataan motivasi kerja di sekolah, guru
diharapkan membaca setiap pernyataan dengan sebaik-baiknya kemudian diminta
menjawab pernyataan ini sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dengan
memberi tanda √ (centang) pada kolom jawaban yang tersedia .
Pada kuesioner ini tidak ada jawaban yang benar atau salah untuk setiap
pernyataan. Setiap pernyataan disediakan lima kemungkinan jawaban yaitu:
a.( SS )= Sangat sering
b.( SR) = Sering
c.( KK) = Kadang- kadang
d.( JR) = Jarang
e.( TP ) = Tidak pernah
Hanya ada satu pilihan jawaban dalam setiap pernyataan.

ALTERNATIF
NO PERNYATAAN JAWABAN
SS SR KK JR TP
1 Saya melakukan tugas dan tanggungjawab
sebagai guru dengan baik untuk dapat
memenuhi kebutuhan sandang
2 Saya melakukan tugas dan tanggungjawab
sebagai guru dengan baik untuk dapat
memenuhi kebutuhan tempat tinggal
3 Saya memiliki tempat tinggal dari profesi
saya sebagai seorang guru
4 Kondisi fisik dan kesehatan saya diperhatikan
oleh sekolah dengan cara memberikan waktu
beristirahat
5 Dalam seminggu saya mendapat waktu
istirahat 1 hari
6 Saya diberikan kesempatan oleh sekolah
untuk mengadakan rekreasi melalui kegiatan
studi banding, darma wisata
7 Dalam satu semester sekali, saya mendapat
kesempatan untuk rekreasi dengan siswa
8 Saya diikutsertakan dalam program asuransi
kesehatan oleh sekolah guna terciptanya rasa
aman dan kenyamanan dalam bekerja
9 Saya diberikan kesempatan oleh sekolah
dalam mengembangkan karier dan
mempromosikan diri untuk suatu tugas dan
jabatan yang lebih tinggi
10 Saya diberikan kesempatan untuk
meningkatkan kualitas SDM yang saya miliki,
guna menunjang karir kedepan
11 Saya dapat melaksanakan tugas dengan baik
dan nyaman karena adanya jaminan rasa
aman di sekolah
12 Saya dapat melaksanakan tugas dan tanggung
jawab dengan baik karena adanya petugas
keamanan di sekolah
13 Saya diberikan kesempatan untuk
menyampaikan usul/pendapat oleh kepala
sekolah dalam setiap pertemuan/rapat
14 Pendapat saya selalu diterima dengan baik
oleh teman saya
15 Apabila ada hal yang kurang dipahami oleh
teman saya, mereka selalu meminta pendapat
saya
16 Saya diberikan kesempatan untuk maju dalam
karir oleh atasan saya
17 Atasan tempat saya bekerja sangat
memperhatikan kinerja saya
18 Setiap saya melakukan kegiatan yang positif,
teman-teman saya pasti akan mendukungnya
19 Pekerjaan saya yang baik, selalu dijadikan
teladan oleh teman-teman saya
20 Dalam bekerja saya sering bekerjasama
dengan teman saya
21 Hal-hal yang dianggap sulit, saya biasanya
kerjakan dengan teman
22 Prestasi yang saya dapat selalu diapresiasi
dengan baik oleh atasan dan teman-teman di
tempat bekerja
23 Guru yang mendapatkan prestasi kerja yang
baik, sering diumumkan pada kegiatan-
kegiatan resmi di sekolah
24 Atasan dan teman-teman saya, sering
memberikan pujian terhadap prestasi kerja
saya
25 Dalam bekerja, saya selalu melakukan inovasi
dan kreasi yang mampu menghasilkan hal
yang positif
26 Atasan saya memberikan kesempatan seluas-
luasnya untuk berkreasi dalam bekerja
27 Atasan saya selalu menyediakan wadah bagi
saya untuk berprestasi
28 Saya tidak pernah dikekang dalam
melaksanakan pekerjaan, sehingga saya bisa
mengukir prestasi dalam bekerja
29 Atasan saya memberikan kesempatan seluas-
luasnya untuk meningkatkan kompetensi diri
saya
30 Setiap ada kegiatan pelatihan, saya pasti
diberikan kesempatan untuk mengikutinya
Perolehan Skor Total ( Diisi Oleh Peneliti)

Anda mungkin juga menyukai