Anda di halaman 1dari 20

Psikodimensia Vol. 14 No.

1, Januari - Juli 2015, 67 - 86

PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA PUTERI PENDERITA LUPUS

Lucia Regina Arnita Citra dan Praharesti Eriany


Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

ABSTRAKSI
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
penerimaan diri dan tahapan-tahapan dalam penerimaan diri pada remaja putri
penderita Lupus. Subjek penelitian berjumlah tiga orang, dengan karakteristik usia 13-
18 tahun, minimal telah hidup dengan penyakit Lupus selama dua tahun, tergabung
dalam Komunitas Panggon Koepoe Semarang dibawah naungan Yayasan Lupus
Indonesia.. Data diperolah dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan
dianalisis secara kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tahapan penerimaan diri yang dilewati oleh masing-masing
subyek tidaklah sama. Dimulai dari tahap pengingkaran, kemarahan, depresi, tawar
menawar sampai penerimaan diri. Dalam proses menuju penerimaan diri, ada enam
faktor yang mempengaruhi. Faktor pemahaman diri, tidak adanya tekanan emosi,
konsep diri yang stabil dan harapan yang realistis mempengaruhi penerimaan diri dari
ketiga subyek. Sedangkan faktor tidak hadirnya hambatan dari lingkungan serta
sukses yang terjadi tidak mempengaruhi penerimaan diri ketiga subyek. Hambatan
yang dirasakan ketiga subyek sebagai seorang remaja semua sama, yaitu adanya
hambatan dalam bidang pendidikan. Hambatan ini mempengaruhi faktor sukses yang
terjadi pada ketiga subyek. Namun penerimaan diri yang terjadi disini bersifat
episodik.
Keyword : Tahapan Penerimaan Diri, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan
Diri.

Penyakit Systemic Lupus adalah perempuan. Dengan data


Erythematosus (Lupus) bukanlah suatu statistik tersebut Lupus disebut sebagai
penyakit yang baru, akan tetapi “penyakit perempuan”.
penyakit lupus ini tidak sepopuler Wachyudi (2006, hal 1-4)
penyakit kanker atau jantung. Penyakit mendefinisikan Lupus sebagai suatu
Lupus ini ada pertama kali di Amerika penyakit autoimun multisistem yang
sekitar tahun 1948. Wallace (2007, hal
berat dimana tubuh membentuk
17) mengungkapkan secara
berbagai jenis antibodi termasuk
keseluruhan, 80 sampai 90 persen
antibodi terhadap antigen nuklear yang
orang Amerika yang mengidap Lupus
Penerimaan Diri Pada Remaja Puteri Penderita Lupus

menyebabkan kerusakan berbagai kemampuan fisik misalnya seperti daya


organ tubuh. Lupus terjadi akibat tahan tubuh yang cepat sekali melemah,
produksi antibodi berlebih sehingga dan tidak dapat lagi beraktivitas diluar
justru menyerang sistem kekebalan sel secara normal karena harus selalu
dan jaringan tubuh. Hingga sekarang menghindari kepekaan sinar matahari.
belum diketahui apa penyebab penyakit Berubahnya penampilan fisik misalnya
lupus dan belum ada obatnya. Penderita seperti penampilan wajah yang
Lupus atau lebih dikenal sebagai membengkak dengan ruam-ruam
ODAPUS (Orang dengan Lupus). kemerahan, wajah yang dipenuhi
Wallace (2007, hal 173) dengan koreng, tubuh yang menjadi
mengungkapkan bahwa penyakit Lupus kurus serta kerontokkan rambut yang
ini lebih banyak menyerang wanita tidak wajar.
karena faktor hormonal. Hormon
Reaksi lingkungan terhadap
estrogen yang terdapat pada wanita
perubahan fisik odapus dapat
ternyata bersifat mempercepat laju mengakibatkan dampak perubahan
perkembangan penyakit Lupus psikis yang besar yang dialami oleh
sedangkan hormon androgen dan odapus. Dijauhkan dan dikucilkan oleh

hormon testosteron yang terdapat pada lingkungan akan membuat odapus


merasa dirinya diasingkan, merasa
pria bersifat menekan laju pertumbuhan
dirinya tidak berharga, merasa tidak
penyakit Lupus.
dapat diterima lagi oleh lingkungan,
Penyakit lupus ini menimbulkan merasa rendah diri, malu, dan bersikap

berbagai dampak perubahan, baik itu tertutup serta perasaan negatif lainnya.
Hal ini kurang menguntungkan bagi
dampak perubahan fisik maupun
remaja odapus dalam meningkatkan
dampak perubahan psikis. Dari segi
rasa kepercayaan diri serta harga diri
fisik yang terjadi antara lain
individu dimana hal tersebut sangat
berubahnya kemampuan fisik dan membantu dalam menjalani keseharian
penampilan fisik. Berubahnya hidup remaja yang menderita penyakit
Lucia Regina Arnita Citra dan Praharesti Eriany

lupus agar tetap bisa berinteraksi dan Penerimaan diri dibutuhkan bagi
diterima dilingkungannya. penderita lupus untuk tidak hanya

Remaja putri penderita Lupus, mengakui kelemahan dan terpaku pada

walaupun dalam keadaan sakit tetap keterbatasan yang dimiliki, namun


harus melewati tahapan-tahapan untuk meningkatkan rasa berharga dan
perkembangan sosial remaja pada kepercayaan diri sehingga dapat
umumnya (Syarief, 2009). Salah satu
menjalani kehidupannya secara normal.
tuntutan sosial tersebut adalah
Pandangan individu yang merasa puas
stereotype yang berkaitan dengan
akan keadaan dirinya membuat
penilaian cantik atau tidaknya seorang
wanita. Dengan berusaha memenuhi individu menerima dirinya secara

standar cantik berdasarkan stereotype akurat dan realistis, tidak akan


ini, para remaja wanita ini memusuhi dirinya walaupun ia tahu ia
mengembangkan suatu bentuk bukanlah orang yang sempurna dan
kepercayaan diri dan penerimaan diri karena ia menganggap orang lain juga
sebagai awal penemuan jati diri
menerima dirinya (Hurlock, 1994, hal
mereka. Dapat dibayangkan jika usia
231). Dalam kamus besar Psikologi
remaja, para remaja putri ini justru
(Chaplin, 2004, hal 451) dikemukakan
didiagnosis menderita Lupus. Tentu
saja stereotype cantik tersebut tidak bahwa penerimaan diri adalah sikap

akan bisa dicapai. Terlebih lagi yang pada dasarnya merasa puas
penurunan kondisi fisiknya tentu akan dengan diri sendiri, kualitas-kualitas
membuat para remaja putri yang dan bakat-bakat sendiri, dan pengakuan
didiagnosis menderita Lupus ini akan
akan keterbatasan-keterbatasan diri.
tersingkir perlahan-lahan dari
Hjelle (1992, hal.221) mengatakan
pergaulan dengan teman sebayanya.
bahwa penerimaan diri berarti memiliki
Hal ini tentu saja akan memberikan
dampak negatif yang cukup besar bagi gambaran positif terhadap diri, dan

perkembangan psikis penderita itu dapat bertahan dalam kegagalan atau


sendiri. kepedihan serta dapat mengatasi
Penerimaan Diri Pada Remaja Puteri Penderita Lupus

keadaan emosionalnya seperti depresi, berarti individu tersebut sudah tidak


marah dan rasa bersalah. memiliki ambisi lagi, melainkan
mereka masih memiliki keinginan
ODAPUS memiliki masalah
untuk memperbaiki keadaan dan
yang kompleks, salah satunya tentang
mengembangkan dirinya.
penerimaan diri, karena jika odapus
telah menerima diri mereka apa adanya, Penerimaan diri berada pada
maka mereka akan lebih dapat urutan kedua dari 17 ciri-ciri pribadi
memahami diri sendiri, memiliki yang memiliki aktualisasi diri (self-
konsep diri yang stabil, merasa aman, actualizing person) dari Maslow
nyaman, dan dapat mandiri dalam (dalam Alwisol, 2009, hal 211).
menyelesaikan hambatan yang Menurut Maslow individu yang sehat
dialaminya, serta mendorong mentalnya menampilkan rasa hormat
keterlibatan mereka untuk memberikan terhadap dirinya dan orang lain,
semangat bagi penderita Lupus lainnya. menerima dirinya dengan keterbatasan,
kelemahan, kerapuhannya, terbebas
TINJAUAN TEORI
dari rasa bersalah, malu, rendah diri
Penerimaan diri adalah tingkat
dan kecemasan akan penilaian orang
kesadaran individu terhadap
lain terhadap dirinya. Dikatakan bahwa
karakteristik pribadinya, dapat
penerimaan diri masuk dalam
menerima dan bersedia menjalani
kebutuhan harga diri (self esteem)
kehidupannya apa adanya (Hurlock,
dimana harga diri sendiri dibagi dalam
1979, hal 433). Sartain (dalam
dua jenis yaitu menghargai diri sendiri
Handayani, 2000, hal 41-49)
dan mendapat penghargaan dari orang
mengatakan bahwa penerimaan diri
lain. Penerimaan diri termasuk dari
adalah kemampuan individu untuk
bagian menghargai diri sendiri (self
menerima dirinya sebagaimana adanya
respect). Orang membutuhkan
dan untuk mengakui keberadaan
pengetahuan tentang dirinya sendiri,
dirinya secara obyektif. Hal ini tidak
Lucia Regina Arnita Citra dan Praharesti Eriany

bahwa dirinya berharga dan mampu ada banyak kebutuhan, tetapi semuanya
menghadapi tantangan hidup. tunduk melayani kecenderungan dasar
Kepuasan kebutuhan harga diri organisme untuk mencapai aktualisasi
menimbulkan perasaan dan sikap diri, dua kebutuhan yang terpenting
percaya diri, diri berharga, diri mampu, diantaranya adalah kebutuhan
dan perasaan berguna dan penting penerimaan positif dari orang lain
dalam kehidupan. Pada akhirnya, ketika (positive regards of others) dan
seseorang mampu menerima keadaan penerimaan positif dari diri sendiri (self
dirinya sendiri apa adanya akan regard). Kebutuhan untuk diterima
menghantar seseorang pada aktualisasi positif ada pada semua manusia, dan
diri. Aktualisasi diri adalah keinginan tetap menjadi motivasi yang kuat
untuk memperoleh kepuasan dengan sepanjang hayat. Rogers
dirinya sendiri (self fulfilment), untuk mengungkapkan bahwa kesadaran
menyadari semua potensi dirinya, memiliki konsep diri akan
untuk menjadi apa saja yang dia dapat mengembangkan penerimaan positif:
melakukannya, dan untuk menjadi kebutuhan diri agar diterima baik,
kreatif dan bebas mencapai puncak dicintai dan diakui lingkungan.
prestasi potensinya.
Bersamaan dengan
Bila remaja putri penderita berkembangnya penerimaan positif dari
Lupus mampu menerima keadaan orang lain, manusia juga
dirinya maka akan menghantar dia pada mengembangkan penerimaan positif
kebahagiaan dan kenyamanan hidup. dari diri sendiri. Penerimaan diri ini
Menurut Maslow, orang gagal merupakan akibat dari pengalaman
mencapai aktualisasi diri karena kepuasan/ frustrasi dari kebutuhan
mereka takut menyadari kelemahan penerimaan positif dari orang lain.
dirinya sendiri. Sedangkan menurut Orang merasa puas menerima
Rogers (dalam Alwisol, 2009, hal 272) penerimaan positif, kemudian juga
Penerimaan Diri Pada Remaja Puteri Penderita Lupus

merasa puas dapat memberi diri ; e. Optimis dalam menjalani hidup


penerimaan positif kepada orang lain. dan f. Tidak mengharapkan belas
Ketika penerimaan positif itu kasihan orang lain
diinternalisasi, orang dapat
Tahapan Penerimaan Diri
memperoleh kepuasan dari menerima
Menurut Kubler dan Ross (dalam
dirinya sendiri, atau menerima diri
Taylor, 1999, hal 328) ada lima tahap
positif (positive self regard). Menurut
reaksi emosi, ketika seseorang
Rogers, penerimaan diri positif
beradaptasi dengan penyakit yang akan
mencakup perasaan kepercayaan diri
menyebabkan kematian, yaitu :
dan keberhargaan diri (Alwisol, 2009,
1. Pengingkaran (denial)
hal 271).
Menurut Taylor (1999, hal 328)

Hurlock (1994, hal 434) penyangkalan adalah sistem pertahanan

menyatakan bahwa banyak faktor yang (defense mechanism), dimana

mempengaruhi orang menyukai dan seseorang berusaha menghindari

menerima dirinya, yaitu : a. implikasi yang ditimbulkan oleh

Pemahaman Diri ; b. Harapan yang penyakit dan biasanya berlangsung

realistis; c. Tidak hadirnya hambatan- dalam beberapa hari. Saat seseorang

hambatan dari lingkungan ; d. Tidak mengetahui bahwa dirinya terdiagnosis

adanya tekanan emosi yang berat ; menderita penyakit serius, mereka tidak

e.Sukses yang terjadi dan f. Konsep diri mempercayainya, menjadi gelisah,

yang stabil. Adapun ciri-ciri orang menyangkal dan gugup. Lebih lanjut

yang mempunyai penerimaan diri yang dijelaskan bahwa penyangkalan

positif menurut Osborne (1992, hal 77) merupakan bentuk pertahanan diri yang

adalah: a. Mampu mengendalikan primitif dan biasanya tidak pernah

emosi ; b. Berpikir positif dan realistis ; berhasil, karena hanya berfungsi sesaat

c. Mengenal kelebihan dan kekurangan dan menimbulkan kecemasan (anxiety).

diri sendiri; d. Mampu menempatkan


Lucia Regina Arnita Citra dan Praharesti Eriany

2. Kemarahan (anger) 3. Depresi (depression)

Apabila pengingkaran tidak dapat Depresi adalah perasaan tak berdaya


dipertahankan lagi, maka fase pertama dan putus asa. Hal ini dicirikan dengan
berubah menjadi kemarahan. Pasien kehilangan atau meningkatnya nafsu
berusaha mempertanyakan, “Mengapa makan, sering menangis, tidur tidak
harus saya yang menderita penyakit nyenyak, kehilangan harga diri, kurang
ini?”, karena setiap orang pasti konsentrasi, kurang minat sosial, ragu-
memiliki peluang untuk menderita ragu dan kehilangan minat terhadap
penyakit kronis semacam Lupus. Para dunia luar. Penderita Lupus harus
pasien Lupus memiliki ketakutan yang menjalani masalah dengan kondisi
beralasan. “Apakah saya mampu fisik, psikologis dan stres emosional
menjalani kehidupan dengan penyakit yang berkelanjutan. Perasaan yang
ini?”, “Bisakah saya menjaga diri?”. umumnya timbul dan menjadi faktor
Selanjutnya perasaan-perasaan seperti terjadinya depresi pada ODAPUS
ini akan memicu timbulnya rasa marah. adalah perasaan takut mati,
Menurut Taylor (1999, hal 329) ketidakmampuan, merasa tidak
kemarahan yang dirasakan adalah salah berharga, tidak bisa merawat diri
satu kondisi sulit yang akan dihadapi sendiri dan ketergantungan terhadap
oleh keluarga dan teman-teman orang lain, serta menyalahkan diri
disekelilingnya, dimana keluarga pun sendiri.
juga menjadi merasa bersalah akan
4. Tawar menawar (bargaining)
penyakit ini, tidak dipungkiri faktor
Menurut Taylor (1999, hal 329)
gen juga dapat menjadi penyebab.
penawar untuk mendapat sesuatu yang
Keluarga dan teman-teman pasien
lebih seringkali berbentuk kesepakatan
harus memahami bahwa pasien tidak
dengan Tuhan, dimana remaja putri
betul-betul marah pada mereka, tetapi
penderita Lupus menyetujui atau
marah pada kondisi kesehatannya.
Penerimaan Diri Pada Remaja Puteri Penderita Lupus

sepakat untuk terikat dalam suatu ginjal. Tubuh melakukan reaksi yang
aktivitas religi atau setidaknya berlebihan terhadap stimulus asing dan

meninggalkan keegoisannya demi memproduksi banyak antibody atau


protein-protein yang melawan jaringan
kesehatan atau umur panjang.
tubuh (Wallace, 2007, hal 7). Terdapat
5. Penerimaan (acceptance) tiga jenis tipe Lupus yaitu Cutaneous
Lupus, juga dikenal sebagai Discoid
Remaja putri penderita Lupus yang
Lupus, Drug Induced Lupus dan LES
dapat menerima dirinya akan lebih
(Lupus Eritematosus Sistemik)
mudah untuk memahami keadaan
(Yayasan Lupus Indonesia, 2007).
dirinya, memiliki harapan, dan tujuan
dalam hidupnya, dan dengan keinginan
Pentingnya Penerimaan Diri Pada
tersebut diharapkan dapat mewujudkan Remaja Putri Penderita Lupus
keinginannya. Menurut Kubler Ross, Remaja ODAPUS yang mudah
akhir dari proses psikologis adalah stres akan membawa dampak negatif

menerima nasib. pada penerimaan dirinya, merasa


dirinya tidak mempunyai harapan untuk
Lupus sembuh, merasa diri tidak berguna, dan
Secara sederhana, Lupus terjadi merasa segala sesuatu yang
ketika tubuh menjadi alergi terhadap dilakukannya sia-sia. Tentu saja
dirinya sendiri. Secara harafiah, Lupus kondisi seperti ini dapat memberi
adalah nama Latin untuk serigala, dan dampak buruk bagi penderita. Lebih
dikenal luas dalam ilmu kedokteran dari 60% penderita Lupus mengalami
bahwa ruam-ruam kemerahan pada pipi depresi yang justru memperburuk
yang berbentuk seperti kupu-kupu pada kondisi kesehatan mereka (Yayasan
sebagian penderita Lupus serupa Lupus Indonesia, 2006).
dengan wajah serigala (Wallace, 2007, Penerimaan diri sangat penting
hal 12). Lupus adalah suatu penyakit bagi remaja putri penderita Lupus,
inflamasi kronis yang dapat menyerang karena mereka mengalami dampak
berbagai macam bagian dari tubuh psikologis akibat dampak yang
terutama kulit, sendi, sel darah dan dimunculkan dari penyakit Lupus, baik
Lucia Regina Arnita Citra dan Praharesti Eriany

karena penurunan kondisi kesehatan didiagnosis dan akhirnya dapat


maupun perubahan fisik. Apabila mengantisipasi dampak psikologis yang
mereka mengalami gangguan psikis mungkin terjadi.
dan membuat mereka pasrah serta Ada beberapa tahapan yang akan
putus asa tanpa adanya keinginan utnuk dilewati oleh remaja putri penderita
menjalani kenyataan kehidupan yang Lupus dalam usahanya untuk dapat
dijalani akan berakibat fatal. Akan
menerima diri apa adanya. Seperti yang
berbeda apabila remaja putri penderita
diungkapkan Kubler-Ross dalam
Lupus mampu menerima semua
teorinya (dalam Taylor, 1999, hal 328),
kenyataan tersebut dan berfikir positif
dalam kehidupannya, maka hal itu akan tahap pertama adalah pengingkaran.

membuatnya mampu memiliki Penyangkalan akan status baru mereka


penerimaan diri yang baik sehingga sebagai ODAPUS akan berubah
dalam kesehariannya akan selalu menjadi kemarahan. Remaja putri
tampak berbahagia baik dalam dirinya
penderita Lupus merasa marah pada
ataupun diluar dirinya.Seberat apapun
dirinya sendiri akibat dampak-dampak
dampak yang ditimbulkan oleh
fisik yang ditimbulkan oleh Lupus.
penyakit Lupus pada penderitanya,
penderita Lupus harus bisa menerima Apabila kemarahan ini terus berlanjut

kondisi mereka. Mereka harus akan membuat remaja putri penderita


melakukan penyesuaian, memahami Lupus stress atau bahkan depresi.
penyakit dan menerima kondisi bahwa Kemudian berlanjut pada tahapan tawar
dirinya menderita Lupus, agar dapat menawar, dimana tawar menawar yang
berfungsi baik secara sosial, tanpa
biasa dilakukan oleh seorang penderita
terhalangi oleh kekurangan-kekurangan
penyakit adalah peningkatan hubungan
dalam dirinya dan siap menghadapi
dengan Tuhan. Pada akhirnya dengan
dampak yang lebih buruk dari
penyakitnya. Selain itu dampak lebih mendekatkan diri pada Tuhan,

psikologis akan lebih mudah diatasi adanya dukungan keluarga dan


bila sudah ada kesiapan mental sejak lingkungan sekitar akan memunculkan
awal atau sejak pertama kali motivasi pada diri remaja putri
Penerimaan Diri Pada Remaja Puteri Penderita Lupus

penderita Lupus. Mereka akan akan membantu memecahkan


menyadari bahwa terus menerus masalahnya sendiri dan berkembang
meratapi keadaan bukanlah hal yang menjadi pribadi atau individu yang
patut mereka lakukan, namun mereka inginkan. Selain itu, remaja
menerima keadaan diri apa adanya putri penderita Lupus berharap dengan
justru akan memberikan kedamaian kesuksesan yang terjadi pada hidup
yang dapat meningkatkan kualitas akan membuatnya mampu
hidup mereka. Penerimaan diri akan berpandangan positif dan tidak menilai
semakin baik apabila ada dukungan buruk pada masa depan. Mereka
dari keluarga, karena keluarga adalah mampu memiliki penerimaan diri yang
orang yang paling dekat sejak individu baik dan ketika dia memiliki konsep
lahir serta sedih dan gembira dilalui diri yang stabil maka pada situasi
selama bersama keluarga. apapun akan terlihat lebih optimis,
Faktor-faktor-faktor yang penuh percaya diri dan selalu bersikap
mempengaruhi penerimaan diri pada positif terhadap segala sesuatu, mampu
remaja putri penderita Lupus dapat menghargai dirinya dan melihat hal-hal
menjadi penentu dalam proses positif yang dapat dilakukan demi
penerimaan diri. Tidak adanya keberhasilan di masa yang akan datang
hambatan dari lingkungan dan tidak (Rini, dalam Rasyida, 2008, h.30).
adanya stress yang berat akan
METODE PENELITIAN
mempengaruhi penerimaan diri pada
Penelitian ini menggunakan pendekatan
remaja putri penderita Lupus. Adanya
studi kasus agar bisa memahami suatu
kebutuhan dicintai dan dikasihi akan
kasus, orang-orang tertentu atau situasi
membuat mereka merasa dipedulikan
unik secara mendalam. Ciri
atau diperhatikan. Dengan lingkungan populasinya : usia 13-18 tahun,
yang dapat menerima dan memahami minimal telah hidup dengan penyakit
situasi dan keadaan penderita, maka Lupus selama dua tahun, tergabung
alam Komunitas Panggon Koepoe
Lucia Regina Arnita Citra dan Praharesti Eriany

Semarang dan berdomisili di Kota digunakan adalah wawancara dan


Semarang. Subjek penelitian berjumlah observasi.
tiga orang. Metode utama yang

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1.Bagan Penerimaan diri Subjek A

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan


diri:
Tahapan-tahapan penerimaan diri :

1. Pemahaman diri 1. Bingung dengan diagnosa Lupus, menyangkal hasi l


Cukup, meski tidak mampu mengungkapkan tes, merasa diri baik-baik saja, sempat
kekurangan dan kelebihan diri namun menghentikan pengonsumsian obat
mengetahui karakteristik dirinya ketika 2. –
menghadapi masalah 3. Menangis, murung yang membuat kondisi kesehatan
2. Tidak adanya tekanan emosi memburuk, menutup diri
Mampu menyikapi permasalahan dengan
4. –
bijak, berfokus pada studi, karier dan orangtua
5. Ayah subyek mengirim surat pembaca untuk YLI
3. Konsep diri yang stabil
Menganggap Lupus sebagai anugerah dari
Semarang, kunjungan dari teman-teman YLI
Tuhan agar lebih sabar dan memperhatikan membangkitkan semangat subyek
kesehatan
4. Tidak adanya hambatan dari lingkungan
Muncul hambatan dari bidang pendidikan,
minim kehadiran karena sering sakit membuat
Penerimaan Diri
subyek kesulitan mengejar materi baik saat
sekolah mapun kuliah
5. Harapan yang realistis
Ciri-ciri penerimaan diri :
Ingin menjadi yang terbaik bagi keluarga dan
orang di sekitar, percaya rencana Tuhan 1. Menerima status baru sebagai
6. Sukses yang terjadi ODAPUS
Tidak berpengaruh pada penerimaan diri 2. Berfikir positif
subyek, tidak mempunyai prestasi dan tidak 3. Tetap menjalin hubungan baik dengan
memiliki keinginan untuk mencapai prestasi lingkungan
4. Tetap semangat menjalani kehidupan
namun tidak ingin memaksakan diri,
menyadari batas kemampuan diri saat
ini
5. Tidak ingin bercerita kepada orang
lain mengenai penyakitnya hanya
untuk mendapatkan simpati
Penerimaan Diri Pada Remaja Puteri Penderita Lupus

2. Bagan Penerimaan Diri Subjek B

Faktor-faktor yang mempengaruhi


penerimaan diri:
Tahapan-tahapan penerimaan diri :
1. Pemahaman diri
Memahami karakteristik diri, 1. Menyangkal hasil tes, terkadang tidak
mengetahui kekurangan dan kelebihan mengonsumsi obat karena merasa tidak
membuat subyek pandai bergaul dan menderita Lupus
mudah diterima lingkungan 2. Marah pada diri sendiri karena perubahan
2. Tidak adanya tekanan emosi kondisi fisik yang membuat aktivitas menjadi
Tidak mempermasalahkan perubahan terbatas, malu dgn perubahan fisik, marah pada
fisik, memilih untuk menyiasati dengan keluarga karena menganggap Lupus adalah
berpakaian muslim genetik, marah pada Tuhan mengapa memberi
3. Konsep diri yang stabil penyakit Lupus, menghentikan kegiatan
Memahami diri sebagai ODAPUS beribadah
sehingga tidak mau memaksakan diri 3. Mengurung diri, menangis, merasa diri tidak
untuk menjadi seperti dulu, bersyukur berharga, takut mati
karena Tuhan memberi banyak orang 4. -
yang menyayangi dalam keadaan 5. Suport luar biasa dari keluarga besar dan teman-
terpuruk teman membangkitkan semangat hidup
4. Tidak adanya hambatan dari
lingkungan
Muncul hambatan dari bidang
pendidikan, tinggal kelas, tidak dapat
berprestasi seperti dulu lagi berdampak
pada kepercayaan diri
5. Harapan yang realistis
Berharap pada pemerintah untuk lebih Penerimaan Diri
memperhatikan penderita Lupus, ingin
memberikan banyak informasi tentang
Lupus pada orang lain
Ciri-ciri Penerimaan Diri :
6. Sukses yang terjadi
Tidak berpengaruh pada penerimaan 1. Mengerti kekurangan dan kelebihan dirinya
diri subyek, sebelumnya memiliki 2. Pandai bergaul dan mampu menempatkan diri
prestasi di bidang akademis namun 3. Memahami kondisi saat ini dan menjadi realitis,
menyadari kondisinya sudah berbeda tidak memaksakan diri untuk seperti dulu lagi
sehingga tidak ingin memaksakan diri 4. Tetap semangat menjalani kehidupan
untuk berprestasi
Lucia Regina Arnita Citra dan Praharesti Eriany

3.Bagan Penerimaan Diri Subjek C

Faktor-faktor yang mempengaruhi


penerimaan diri:
Tahapan-tahapan penerimaan diri :
1. Pemahaman diri
Menempuh pendidikan dan jauh dari 1. Shock, tidak mempercayai hasil tes, ibu subyek
keluarga membuat subyek mandiri juga tidak bisa menerima hasil diagnosa
dan terbuka, keterbukaan membuat 2. -
subyek diterima baik oleh teman- 3. Pengingkaran dari ibu membuat subyek merasa
temannya bersalah, menjadi beban bagi subyek, sedih,
2. Tidak adanya tekanan emosi menangis
Mampu mengatasi masalah 4. Meningkatkan religiusitas, berserah dan percaya
penyesuaian diri dengan lingkungan pada Tuhan
baru, menjaga kondisi kesehatan 5. Berpikir positif menumbuhkan semangat dari
untuk menghindarkan kekambuhan dalam diri sendiri
3. Konsep diri yang stabil
Mampu membiasakan diri berpikir
positif untuk menghindarkan stress
4. Tidak adanya hambatan dari
lingkungan
Muncul hambatan dari bidang
akademis, tidak dapat mengikuti Penerimaan
kegiatan perkuliahan diluar ruangan, Diri
aktivitas terbatas
5. Harapan yang realistis
Ingin melanjutkan studi S2,
berkarier, segera ditemukan obat
untuk Lupus
6. Sukses yang terjadi
Ciri-ciri :
Tidak berpengaruh pada penerimaan
diri subyek, tidak memiliki prestasi 1. 1. Berpikir positif terhadap diri sendiri
dan tidak ada keinginan untuk dan orang lain
berprestasi 2. 2. Meskipun jauh dari keluarga, namun
mampu menyesuaikan diri dengan baik
dengan lingkungan. Mampu membangun
relasi yang baik dan terbuka akan kondisi
dirinya
3. 3. Mengenal betul kelebihan dan
kekurangan diri sendiri
4. 4. Optimis, ingin menunjukkan pada ibu
bahwa ia mampu menjalani kehidupan
dengan baik meskipun menderita Lupus
Penerimaan Diri Pada Remaja Puteri Penderita Lupus

4. Bagan Penerimaan Diri Subjek A, B, C

Subyek A, B, C

Faktor-faktor yang
mempengaruhi
penerimaan diri : Tahapan-tahapan penerimaan diri :

1. Pemahaman diri 1. Penyangkalan : (Subyek A, B, C)


(Subyek A, B, C) 2. Kemarahan : (Subyek B)
2. Tidak adanya 3. Depresi : (Subyek A, B, C)
tekanan emosi 4. Tawar Menawar : (Subyek C)
(Subyek A, B, C) 5. Penerimaan : (Subyek A, B, C)
3. Konsep diri yang
stabil
(Subyek A, B, C)
4. Tidak adanya
hambatan dari
lingkungan Penerimaan
(-) Diri
5. Harapan yang
realistis
(Subyek A, B, C)
6. Sukses yang terjadi Ciri-Ciri Penerimaan Diri:
(-)
1. Mampu mengendalika emosi
2. Berpikir positif dan realistis
3. Mengenal kelebihan dan kekurangan
diri sendiri
4. Mampu menempattkan diri
5. Optimis dalam menjalani hidup
6. Tidak mengharapkan belas kasihan
orang lain

Dari hasil wawancara pada ketiga Taylor, 1999, hal 328) pada remaja putri
subyek diperoleh tahapan-tahapan penderita Lupus. Tahapan pertama yaitu
penerimaan diri (Kubler dan Ross dalam pengingkaran, pada ketiga subyek
Lucia Regina Arnita Citra dan Praharesti Eriany

(Subyek A, B dan C) saat mereka merasa kesal dengan kondisi tubuhnya


mengetahui bahwa mereka menderita yang seperti ini. Sebelum terdiagnosis
Lupus, awalnya mereka mengalami Lupus, subyek B adalah seorang yang
kebingungan karena belum mengetahui pandai dan memiliki banyak prestasi.
apa itu penyakit Lupus. Setelah Rasa kesal ini dilampiaskan dengan
mendapat banyak informasi mengenai menyalahkan diri sendiri, menyalahkan
Lupus, mereka merasa cemas, orang tua, serta menujukan
menyangkal dan tidak mempercayai kemarahannya kepada Tuhan. Perilaku
hasil tes. Mereka merasa kondisi kemarahan yang ditunjukkan subyek B
kesehatannya baik-baik saja dan tidak membawanya dalam kondisi stress.
seperti info atau buku yang mereka baca
Tahap kemarahan ini kemudian
tentang Lupus. Tetapi pengingkaran ini
menjadi fase depresi. Pada subyek A, B
bersifat sementara dan segera berubah
dan C mereka menangis, mengurung
menjadi fase lain dalam menghadapi
diri, menyalahkan diri sendiri dan
kenyataan, dan fase itu adalah
orang-orang diskitar hingga menutup
kemarahan.
dirinya dengan orang lain untuk
Perilaku kemarahan remaja putri beberapa waktu sampai akhirnya
penderita Lupus ini dihubungkan mereka menyadari bahwa ini adalah
dengan marah dan rasa bersalah. kenyataan yang harus mereka hadapi.
Kemarahan ini hanya ditunjukkan oleh Kondisi ini justru membuat subyek
subyek B, dimana subyek B marah menjadi stress dan akhirnya berdampak
dengan banyaknya penurunan yang buruk pada kondisi kesehatannya.
terjadi pada kondisi tubuhnya. Rasa
Tahap depresi ini kemudian
lelah berlebihan, nyeri sendi yang hebat,
menjadi tahap sikap tawar menawar,
mutah serta kepala pusing menjadi
tahapan ini hanya terjadi pada subyek C,
hambatan bagi dirinya untuk bisa
dimana subyek C semakin
beraktivitas seperti dulu lagi. Subyek B
meningkatkan religiusitasnya. Subyek
Penerimaan Diri Pada Remaja Puteri Penderita Lupus

berserah pada Tuhan dan percaya bahwa Tahap depresi ini memang tidak
Tuhan tidak akan memberikan cobaan berlangsung terus menerus, seiring

melebihi batas kemampuan umatnya. berjalannya waktu dan dukungan yang


kembali diterima oleh subyek kemudian
Dengan lebih mendekatkan diri pada
mampu kembali pada tahap penerimaan
Tuhan, subyek mendapat ketenangan
dan segera menyadari kenyataan.
dan optimis bahwa keadaan akan segera
Mereka kembali menjalani hidupnya
membaik. dengan sikap optimis dan berpikir
positif.
Menurut Kubler dan Ross (dalam
Taylor, 1999, hal 328) tahap kelima Faktor-faktor yang
yaitu penerimaan. Akhir dari proses mempengaruhi penerimaan diri pada
psikologis pada penderita Lupus ini remaja putri penderita Lupus salah
adalah menerima nasib. Ketiga subyek satunya yaitu pemahaman diri.
akhirnya mampu menerima kenyataan Pemahaman diri mempengaruhi subyek
bahwa dirinya menderita penyakit A, B dan C. Meskipun subyek A tidak
Lupus. Subyek C mengalami tahapan- dapat mengungkapkan kekurangan dan
tahapan penerimaan diri ini dengan urut, kelebihan dirinya, namun subyek A
tetapi pada ketiga subyek terkadang memahami karakteristik dirinya saat
tahapan ini dapat berulang kembali pada menghadapi masalah. Pemahaman ini
tahap depresi yaitu merasakan membuat subyek A pandai mengatur
kesedihan dan putus asa ketika penyakit emosinya sendiri dan memilah mana
Lupus ini kambuh. Kekambuhan yang harus benar-benar dipikirkan dan
penyakit Lupus bisa saja semakin jauh diabaikan.. Subyek B mengaku bangga
memperburuk kondisi sebelumnya, dan dengan kepandaian yang ia miliki, hal
apabila kekambuhan ini tidak segera ini ia anggap sebagai kelebihan dirinya,
ditangani dengan baik akan berakibat meskipun ia tahu bahwa rasa malas juga
pada keadaan koma atau bahkan melekat pada dirinya dan ia anggap
meninggal dunia. Dalam kondisi yang sebagai salah satu kekurangan dirinya.
kembali lemah tidak berdaya dapat Sedangkan subyek C memahami betul
mengakibatkan remaja putri penderita tentang dirinya, meskipun ia adalah
Lupus kembali dalam fase depresi. orang yang kurang percaya diri, namun
Lucia Regina Arnita Citra dan Praharesti Eriany

subyek C selalu berpikir positif dalam membahagiakan orang tua merupakan


segala hal, ini dinilai subyek sebagai tujuan utama mereka, selain pendidikan
kelebihan dirinya. dan karier. Pada subyek C, meskipun
dirinya mengetahui hingga saat ini
Penerimaan diri dipengaruhi oleh
ibunya masih belum bisa menerima
tidak hadirnya tekanan emosi yang
kondisi dirinya sebagai ODAPUS,
berat. Ketiga subyek tidak memiliki
namun besar tekad subyek C untuk
tekanan emosi yang berat. Sedangkan
menunjukkan kepada ibunya bahwa ia
faktor Konsep diri yang stabil, ketiga
bisa hidup dengan baik meskipun
subyek memiliki konsep diri yang baik.
menderita Lupus. Ketiga subyek
Tidak hadirnya hambatan-hambatan di
menganggap bahwa membahagiakan
lingkungan dapat membuat seseorang
orang tua merupakan pencapaian
mencapai tujuannya dan mendukung
prestasi tertinggi yang membuat
terbentuknya penerimaan diri. Bagi
kehidupan mereka menjadi lebih damai
ketiga subyek yang masih memiliki
dan bahagia.
kewajiban dalam bidang pendidikan,
menderita penyakit Lupus cukup Ketika pengharapan seseorang
memberikan hambatan. Hal ini terhadap sukses yang akan dicapai
dikarenakan kemampuan tubuh yang merupakan penghargaan yang realistik,
terbatas membuat subyek harus kesempatan untuk mencapai sukses
membatasi aktivitas mereka. Kondisi tersebut akan muncul. Adanya
kesehatan yang tidak bisa diprediksi kesempatan tersebut mendukung
seringkali membuat subyek harus terbentuknya kepuasan terhadap diri
meninggalkan kewajiban mereka untuk sendiri yang pada akhirnya membentuk
menempuh pendidikan. Padahal di usia sikap penerimaan terhadap diri sendiri
remaja pendidikan merupakan hal yang (Hurlock, 1994, h. 434). Ketiga subyek
penting. yang masih remaja rata-rata memiliki
harapan realistis yang sama. Dimana
Ketiga subyek tidak
membahagiakan orang tua, menuntut
menganggap kesuksesan yang terjadi
pendidikan setinggi mungkin, serta
sebagai hal yang penting. Bagi ketiga
keinginan untuk berkarier merupakan
subyek yang masih remaja,
harapan terbesar mereka. Sebagai
Penerimaan Diri Pada Remaja Puteri Penderita Lupus

ODAPUS mereka juga mengharapkan mempengaruhi dan ciri-ciri penerimaan


kelak ada penyuluhan yang lebih diri yang sesuai dengan ketiga subyek.
informatif tentang Lupus untuk Namun hasil akhir berupa penerimaan
masyarakat awam. Mereka juga
diri ini sifatnya adalah penelitian
berharap pemerintah akan lebih
episodik dimana pengulangan tahapan
memperhatikan penyakit Lupus dan
setelah menerima diri tidak dijelaskan.
penderitanya, serta segera ditemukannya
obat serta adanya bantuan keringanan Tahapan yang diteliti hanyalah satu kali

obat-obatan bagi para ODAPUS. episode dari tahapan penerimaan diri.

Salah satu karakteristik remaja KESIMPULAN DAN SARAN


pada umumnya yaitu kondisi emosional
yang fluktuatif dalam proses pencarian Hasil penelitan menunjukkan bahwa:

jati diri maupun pencapaian identitas 1. Ketiga subyek dapat menerima


diri. Karakteristik emosional remaja kondisi mereka sebagai remaja putri
secara umum yang berfluktuasi juga yang menderita Lupus.
terjadi pada ketiga subyek. Saat merasa
2. Pada tahapan pertama penerimaan
telah menerima keadaan dirinya apa diri remaja putri penderita Lupus yaitu
adanya, namun kondisi fisik mereka pengingkaran atau penyangkalan.
kembali menurun dan menyebabkan Ketiga subyek melakukan

kekambuhan, hal ini akan berdampak penyangkalan terhadap hasil tes


laboratorium.
pada kondisi psikis dan membawa
subyek kembali pada tahap kemarahan 3. Di tahap kedua yaitu kemarahan,

atau depresi ataupun tawar menawar. hanya dialami oleh subyek B

4. Pada tahap ketiga yaitu depresi,


Hasil dari penelitian ini pada
ketiga subyek merasakan kesedihan
akhirnya ketiga subyek mampu
yang mendalam, mengurung diri dan
menerima diri. Dengan melewati
lebih sering menangis membayangkan
beberapa tahapan yang berbeda satu masa depan mereka setelah menderita
sama lain, dengan faktor-faktor yang penyakit ini. Rasa takut mati juga
Lucia Regina Arnita Citra dan Praharesti Eriany

membayangi diri subyek hingga subyek 2. Bagi Peneliti Selanjutnya


menutup diri dari lingkungan.
Menambahkan tes kepribadian untuk
5. Tahap keempat yaitu tawar menawar, mengetahui dinamika kepribadian
hanya dialami oleh subyek C. subyek dan melakukan pendekatan yang
lebih baik dan lebih mendalam kepada
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi
subyek maupun keluarga.
penerimaan diri pada remaja putri
penderita Lupus yaitu pemahaman diri,
3. Bagi Komunitas Panggon Koepoe
konsep diri yang stabil, tidak adanya
Semarang
tekanan emosi yang berat, harapan yang
realistis. Faktor tidak adanya hambatan Lebih sering mengadakan kegiatan atau

dari lingkungan dan sukses yang terjadi gathering bersama agar semakin terjalin
tidak muncul pada ketiga subyek. keakraban antar anggota, memberikan
Ketiga subyek mendapatkan hambatan motivasi, bertukar informasi guna
dari bidang pendidikan yang disebabkan
pengembangan diri masing-masing
oleh dampak dari penyakit Lupus.
anggota.
Penurunan konsentrasi, keterbatasan
aktivitas serta minimnya kehadiran saat
mereka mengalami kekambuhan Daftar Pustaka

membuat subyek tertinggal secara Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian .


akademik. Pada akhirnya ketiga subyek Malang : UMM Press
sadar diri akan kemampuan dirinya, Chaplin, J.P. 2004. Kamus Lengkap
tidak berambisi mengejar prestasi. Psikologi. Cetakan ke 9. Alih
Bahasa : Kartini Kartono. Jakarta
Saran
: PT Grafindo.
1. Kepada Remaja Putri Penderita Handayani, A. 2012. Hubungan Antara
Lupus/ ODAPUS Penerimaan Diri Dengan Depresi
Berbagi pengalaman dan pengetahuan Pada Wanita Perimenapause.
dengan sesama teman-teman penderita Jurnal Psikologi Klinis dan
Lupus yang lain yang dapat membantu Kesehatan Mental, Vol 1, No
menerima status baru sebagai ODAPUS.
Penerimaan Diri Pada Remaja Puteri Penderita Lupus

02. Surabaya : Fakultas Psikologi Yayasan Lupus Indonesia. 2007. Apa


Universitas Airlangga. Sih Penyakit Lupus Itu.
Hjelle, L.A & Zeigler, D.J. 1992. http://YLI.com
Personality Theories : Basic
Assumptions, Research and
Application. Tokyo : Mc Graw
Hill.
Hurlock, E. B.1994. Psikologi
Perkembangan : Suatu
Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Ed.
Keenam. Alih Bahasa: Isti
Widiyanti dan Sujarwo. Jakarta :
Erlangga.
Osborne, C.G.1992. Seni Mengasah
Diri : Yogyakarta : Kanisius.
Syarief, D. 2009. Bagaimana Hidup
Dengan Lupus.
http://Syamsidhuhafoundation.or
g (9Mei 2014).
Taylor, S.E. 1999. Health Psychology.
Second ed. Amerika Serikat :
Tata Mc Graw Hill, Inc.
Wachyudi, R.G. 2006. Diagnosis dan
Penatalaksanaan Lupus
Eritematosus Sistemik. Jakarta :
Sagung Seto.
Wallace, D.J. 2007. The Lupus Book.
Bandung : Mizan Media Utama.

Anda mungkin juga menyukai