Anda di halaman 1dari 2

Nama : Nabila Nursyabrina

NIM : G1A123024

Prodi : Kedokteran

REVIEW BERITA

Identitas berita

Judul berita : “Solusi Melawan Polusi Udara Jakarta yang Semakin Parah”

Penulis : Cazadira Fediva Tamzil

Sumber : CNBC Indonesia

Review berita

Guna memenuhi tugas pasca PKKMB-FKIK Unja 2023, di sini saya akan mereview berita terkait
isu Polusi Udara di Jakarta yang sempat hangat diperbincangkan di twitter beberapa waktu lalu, berita
yang saya review berikut berjudul “Solusi Melawan Polusi Udara Jakarta yang Semakin Parah”.
Dalam berita tersebut dikatakan bahwa beberapa waktu belakangan, isu polusi udara semakin menyita
perhatian warga daerah khususnya ibukota Jakarta dan sekitarnya. Semakin memburuknya kondisi
udara ibukota ini menjadikan Jakarta sebagai kota dengan polusi terburuk di dunia. Tentu saja ini
adalah suatu hal yang sangat memalukan untuk Indonesia di mata dunia.

Dari data yang tertera dalam berita tersebut dikatakan bahwa Indeks Kualitas Udara (Air Quality
Indicator, AQI) Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2023, misalnya, menunjukkan angka 170 dengan
Partikel Debu (Particle Matter, PM) 2.5 - kategori "TIDAK SEHAT".

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono pun telah menyampaikan 50% polusi Jakarta
berasal dari sektor transportasi. Hal ini hanya bisa diselesaikan dengan kebijakan jangka menengah
maupun panjang, misalnya elektrifikasi fleet transportasi umum dan peningkatan integrasi antarsatu
transportasi umum dengan lainnya. Namun, di tengah kegentingan polusi udara saat ini, kita
memerlukan eksperimentasi yang bersifat quick wins. Mobilitas warga yang paling rutin dan bersifat
wajib adalah terkait urusan pekerjaan. Dalam konteks ini, kita perlu untuk mengurangi mobilitas
transportasi DKI Jakarta dengan melibatkan para pemberi kerja (employer), yang memiliki pengaruh
dan kanal komunikasi langsung kepada para pekerja.

Perubahan perilaku terjadi ketika ada tiga hal. Awareness (kenal terhadap isu), understanding
(paham isu dan solusi), serta enabling environment (komitmen dan sumber daya untuk berubah).
Pemberitaan yang meluas mengenai kabut asap dan semakin timbulnya asap pekat, mayoritas
masyarakat Jakarta secara alamiah memiliki awareness dan understanding terhadap isu polusi udara.
Paling tidak di level bahwa mobilitas mereka sehari-hari juga berkontribusi terhadap buruknya polusi
udara saat ini. Namun, dalam hal enabling environment, pemerintah masih harus melakukan upaya-
upaya untuk merealisasikannya. Apalagi, saat ini, sebagian besar pemberi kerja sudah kembali
mewajibkan Work From Office (WFO) di semua hari kerja.

Pertama, harus adanya koordinasi antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Kementerian
Ketenagakerjaan untuk mewajibkan pemberi kerja, baik sektor pemerintah, BUMN, korporasi,
startup, maupun komunitas masyarakat untuk memberlakukan wajib dua hari Work From Home
(WFH) dalam seminggu, hal ini sejatinya sudah pernah dilakukan oleh sebagian pemberi kerja pada
era covid-19. Pemberi kerja dapat memberlakukan shift agar karyawan melakukan dua kali WFH
seminggu secara bergantian maupun memberlakukan hari-hari tertentu sebagai hari-hari WFH untuk
seluruh pekerja.

Selain itu, harus adanya koordinasi antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Kemenaker
untuk mewajibkan pemberi kerja melakukan sosialisasi teknis mengenai kondisi krisis polusi udara di
Jakarta. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara perusahaan dapat mengkurasi video-video
informasi di internet atau mengundang pembicara ahli untuk membahas terkait isu polusi udara di
ibukota Jakarta.

Untuk usaha lebih lanjut pemerintah dapat memberlakukan mekanisme insentif. Misalnya,
pemerintah dapat memberikan apresiasi, misalnya "Anti-Pollution Award" ataupun insentif pajak,
terhadap pemberi kerja yang paling kreatif dan konsisten dalam mendukung upaya penurunan emisi di
sektor transportasi.

Selain upaya dari pemerintah, beberapa usaha di atas dapat terealisasikan dengan adanya dukungan
penuh dari pemberi kerja, serta seluruh masyarakat DKI Jakarta agar dapat mengurangi mobilitas
menggunakan kendaraan pribadi, dan lebih memilih untuk menggunakan kendaraan umum demi
menciptakan kembali udara sehat di DKI Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai