Anda di halaman 1dari 50

ANATOMI FISIOLOGI GINJAL

A. Anatomi Ginjal
1. Posisi Ginjal :
a. Organ ginjal berbentuk seperti kacang (bean)
b. Terletak retroperitoneal
c. Ginjal kiri lebih tinggi dibandingkan ginjal kanan
d. Berat setiap ginjal ± 150 gram dengan panjang 10-12 cm
e. Ginjal menerima 20 – 25% dari CO melalui arteri renalis yang berasal dari Aorta
abdominalis
f. Ginjal terdiri dari 400 ribu- 1,2 juta unit fungsi yang disebut nefron
g. Anterior :
- ginjal kanan → liver, duodenum, colon
- ginjal kiri → lambung, pankreas, limpa,yeyunum & colon descendens
h. Posterior : diafragma, m. quadrus lumborum, psoas, rusuk 12 & 3 syaraf (subcostal,
iliohypogastric, ilioinguinal)
i. Medial : hilum ( tempat arteri & vena renalis, syaraf, saluran limfe serta pelvis ginjal)
j. Superior : kelenjar adrenal
k. Norfologi ginjal dibagi menjadi bagian luar (kortek) dan bagian dalam (medula)

2
2. Bagian dari Ginjal:
a. Korteks Ginjal
Korteks ginjal atau korteks renalis merupakan bagian ginjal yang paling luar. Bagian ini
dikelilingi oleh lapisan jaringan lemak yang berfungsi untuk melindungi bagian dalam
ginjal.
b. Medula Ginjal
Bagian ini merupakan jaringan halus yang terdapat di dalam ginjal. Struktur medula
terdiri atas piramida ginjal yang meliputi nefron dan tubulus, serta saluran medula.
Tubulus berfungsi untuk mengangkut cairan tubuh dan darah menuju ginjal.
Setelah cairan zat limbah dan racun di dalam darah disaring, maka ginjal akan
mengeluarkan zat-zat tersebut melalui urine. Urine ini kemudian akan dialirkan menuju
saluran ureter di bagian pelvis ginjal.
c. Pelvis Ginjal
Pelvis ginjal merupakan bagian ginjal yang terletak di lapisan paling dalam. Bagian
ginjal ini berbentuk seperti corong yang berfungsi sebagai saluran yang
menghubungkan ginjal dan kandung kemih.
Pada pelvis ginjal, terdapat bagian yang disebut calyces atau kaliks ginjal. Bagian ini
berfungsi untuk mengumpulkan cairan tubuh sebelum disalurkan ke kandung kemih.

3
Kelebihan sisa cairan tubuh, racun, dan limbah yang tidak diperlukan tubuh akan
terkumpul menjadi urine di bagian nefron lalu dialirkan menuju kaliks ginjal.
Urine ini kemudian akan dibuang melalui bagian pelvis ginjal yang disebut hilum. Pada
bagian ini, ginjal terhubung ke kandung kemih melalui saluran ureter. Saluran inilah
yang membawa urine untuk ditampung di kandung kemih untuk kemudian dibuang
keluar dari tubuh.
d. Nefron
Selain ketiga bagian di atas, bagian penting lain dari ginjal adalah nefron. Nefron
terletak di sepanjang korteks hingga medula.
Bagian ini berfungsi untuk mengambil nutrisi dan cairan di dalam darah agar tidak
terbuang, serta menyaring dan membuang limbah hasil metabolisme serta racun di
dalam darah agar tidak menumpuk di dalam tubuh.
Dua tipe nefron , tergantung dari panjangnya loop of Henle :
1) Cortical nephrons (85%) → bagian luar cortex, dengan loop of Henle yang pendek
2) Juxtamedullary nephrons (15%) → 1/3 bagian dalam dari cortex dengan loops of
Henle yang memanjang sampai ke medulla
Nefron sebagai unit fungsional ginjal yang terkecil terdiri dari:
1) Korpus (kapsula bowman& glomerulus)
2) Tubulus (proximal, loop of henle, distal, collecting duct)
a) Kapsula Bowman
Kapsula bowman yaitu semacam kapsul/kantong yang membungkus
glomerulus. Sir William Bowman merupakan penemu kapsula bowman.
Fungsi kapsula bowman yaitu untuk mengumpulkan cairan hasil penyaringan
glomerulus.
b) Glomerulus
Glomerulus yaitu pembuluh darah kecil atau kapiler yang terlihat seperti bola
benang. Fungsi glomerulus adalah sebagai tempat penyaringan darah yang
akan menyaring air, glukosa, asam amino, garam, dan urea untuk
menghasilkan urin primer.
c) Tubulus Kontortus Proksimal
Tubulus kontortus proksimal yaitu tempat penyerapan kembali (reabsorpsi)
urin primer yang menyerap air, garam, glukosa, dan asam amino. Fungsi
tubulus kontortus proksimal yaitu untuk menghasilkan urin sekunder dengan
kadar urea tinggi.
d) Lengkung Henle
Lengkung henle yaitu saluran berbentuk U atau setengah lingkaran dan
menjadi penghubung antara tubulus kontortus proksimal dan tubulus
kontortus distal. Lengkung henle berfungsi supaya urine tidak kembali ke
tubulus kontortus proksimal. Bagian menurun dari lengkung henle sangat
permeabel terhadap air tapi sangat kedap ion-ion, menyebabkan sejumlah
besar air diserap kembali, yang meningkatkan osmolaritas cairan hingga
sekitar 1200 mOsm/L. Sebaliknya, bagian menaik dari lengkung Henle kedap
air namun sangat permeabel terhadap ion, yang mengakibatkan penurunan
besar pada osmolaritas cairan, dari 1200 mOsm/L sampai 100 mOsm/L.

4
e) Tubulus Kontortus Distal
Tubulus kontortus distal yaitu tempat untuk melepaskan zat tidak berguna lain
atau berlebihan dalam urin sekunder. Proses yang dilakukan tubulus kontortus
distal disebut proses augmentasi (Pengumpulan). Hasil dari cairan yang telah
melewati tubulus kontortus distal adalah urin yang sesungguhnya.
f) Tubulus Kolektivus
Tubulus kolektivus yaitu tabung sempit panjang dalam ginjal yang
mengumpulkan urin dari nefron, untuk disalurkan ke pelvis menuju kandung
kemih. Dengan kata lain Tubulus kolektivus berfungsi untuk mengumpulkan
urin dari beberapa tubulus kontortus proksimal lalu dibawa ke pelvis.

Bowman’s capsule
• di cortex
Proximal Convoluted Tubule
• di cortex
Loop of Henle
→ di medual
• pars descenden
• pars ascenden
Distal Convoluted Tubule
• di cortex
Collecting Tubules / duct
→ di medula

5
3. Sirkulasi Darah Ginjal

Ginjal menerima ¼ dari cardiac output


Ada 2 kelompok jaringan kapiler yang
berhubungan dengan nefron :
1.Glomerulus→ memproduksi filtrat dalam
lumen nefron
2. Kapiler Peritubuler→ berfungsi re-
absorpsidan sekresi dari filtrat
Pasokan limpatik ;
Aliran limpatik dimulai dari aliran
intralobuler,bergabung dengan limpatik
lainnya dan keluar dari hilus ginjal.
Limpatik akhirnya mengalir ke kelanjar
getah bening dan para aorta.
Tidak ada pembuluh limpatik peritubuler
ataupun periglomeluar

4. Persarafan Ginjal
Ginjal mendapatkan persarafan melalui pleksus renalis yang seratnya berjalan bersama
dengan arteri renalis. Impuls sensorik dari ginjal berjalan menuju korda spinalis segmen
T10-11 dan memberikan sinyal sesuai dengan level dermatomnya. Oleh karena itu, dapat
dimengerti bahwa nyeri di daerah pinggang (flank) bisa merupakan nyeri alih dari ginjal
B. Fisiologi Ginjal
1. Fungsi Eksresi Ginjal :
a. Mempertahankan osmolaritas plasma dengan eksresi air
b. Mempertahankan kadar elektrolit dalam batas normal
c. Mempertahankan pH dengan mengeluarkan H+ dan membentuk kembali HCO3-
d. Mengekresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam
urat dan kreatinin
2. Fungsi Non-Eksresi Ginjal :

6
a. Menghasilkan renin : penting untuk pengaturan tekanan darah
b. Menghasilkan erytropoetin : stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang
c. Metabolisme vit.D menjadi bentuk aktifnya
d. Degradasi insulin
e. Menghasilkan prostaglandin
3. Proses Pembentukan Urine
Pembentukan urine dimulai dari ginjal. Di ginjal, ada tiga proses utama pembentukan
urine, yaitu filtrasi, sekresi, dan reabsorpsi. Hasil dari ketiga proses inilah yang disebut
dengan ekskresi (pengeluaran) ginjal dalam bentuk urine.
a. Tahap filtrasi
Dimulai dari ginjal menerima aliran darah yang membawa air dan zat sisa
metabolisme dari dalam tubuh seperti urea. Kemudian, nefron di dalam ginjal akan
menyaring darah yang mengalir masuk ke dalam ginjal untuk membuang racun dan
zat sisa metabolisme tubuh.Filtrat glomerulus terbentuk sewaktu sebagian plasma
yang mengalir melalui tiap-tiap glomerulus terdorong secara pasif oleh tekanan
menembus membrane glomerulus untuk masuk ke dalam lumen kapsul Bowman di
bawahnya.Tekanan filtrasi netto yang memicu filtrasi ditimbulkan oleh
ketidakseimbangan dalam gaya-gaya fisik yang bekerja pada membrane
glomerulus.Tekanan darah kapiler glomerulus yang tinggi dan mendorong filtrasi
mengalahkan kombinasi dan tekanan osmotic koloid plasma dan tekanan hidrostatik
kapsul Bowman yang bekerja berlawanan. Biasanya, 20% sampai 25% curah jantung
disalurkan ke ginjal untuk mengalami proses regulatorik dan ekskretorik ginjal. Dari
plasma yang mengalir melalui ginjal, dalam keadaan normal 20% difiltrasi melalui
glomerulus, menghasilkan laju filtrasi glomerulus (GFR) 125 ml/menit. Komposisi
filtrate tersebut identik dengan plasma, kecuali protein plasma yang tertahan oleh
membrane glomerulus.
b. Tahap reabsorpsi,
Yaitu penyerapan kembali air dan zat-zat yang masih diperlukan oleh tubuh,
seperti elektrolit, garam, dan protein.Setelah plasma bebas-protein difiltrasi melalui
glomerulus, setiap zat ditangani secara tersendiri oleh tubulus, sehingga walaupun
konsentrasi semua konstituen dalam filtrate glomerulus awal identik dengan
konsentrasinya dalam plasma (dengan kekecualian protein plasma), konsentrasi
berbagai konstituen mengalami perubahan-perubahan saat cairan filtrasi mengalir
melalui system tubulus.Kapasitas reabsorptif system tubulus sangat besar.Lebih dari
99% plasma yang difiltrasi dikembalikan ke darah melalui reabsorpsi.
Zat-zat utama yang secara aktif direabsorpsi adalah Na+ (kation utama CES),
sebagian besar elektrolit lain, dan nutrient organic, misalnya glukosa dan asam
amino. Zat terpenting yang direabsorpsi secara pasif adalah Cl–, H2O, dan urea. Hal
utama yang berkaitan dengan sebagian besar proses reabsorpsi adalah reabsorpsi
aktif Na+. Perpindahan Na+ ini memicu reabsorpsi netto Na+ dari lumen tubulus ke
plasma kapiler peritubulus, yang sebagian besar terjadi di tubulus proksimal.
Dari sel tubulus, zat-zat tersebut akhirnya masuk ke plasma.Klorida direabsorpsi
secara pasif mengikuti penurunan gradient listrik yang diciptakan oleh reabsorpsi aktif
Na+. Air secara pasif direabsorpsi akibat gradient osmotic yang diciptakan oleh

7
reabsorpsi aktif Na+, 65 % H2O yang difiltrasi akan direabsorpsi dari tubulus
proksimal melalui cara ini. Reabsorpsi ekstenif H2O meningkatkan konsentrasi zat-
zat lain yang tertinggal di dalam cairan tubulus, yang sebagian besar adalah zat-zat
sisa.
Molekul urea yang kecil merupakan satu-satunya zat sisa yang dapat secara pasif
menembus membrane tubulus. Dengan demikian, urea adalah satu-satunya zat sisa
yang direabsorpsi secara parsial akibat efek pemekatan ini; sekitar 50% urea yang
difiltrasi akan direabsorpsi.
Zat-zat sisa lain, yang tidak dapat direabsorbsi, akan tetap berada di urin dalam
konsentrasi yang tinggi. Di awal nefron, reabsorpsi Na+ terjadi secara konstan dan
tidak dikontrol, tetapi di tubulus distal dan tubulus pengumpul, reabsorpsi sebagian
kecil Na+ yang difiltrasi berubah-ubah dan dapat di control. Tingkat reabsorpsi
Na+ yang dapat dikontrol ini terutama bergantung pada system rennin-angiotensin-
aldosteron yang kompleks. Karena Na+ dan anion penyertanya Cl–, merupakan ion-
ion yang paling aktif secara osmotis di CES, volume CES ditentukan oleh beban
Na+ dalam tubuh, pada gilirannya, volume plasma, yang mencerminkan volume CES
total, penting untuk penentuan jangka-panjang tekanan darah.
Apabila volume CES di bawah normal, ginjal mensekresikan rennin, suatu hormone
enzimatik yang memicu serangkaian proses yang berakhir pada peningkatan sekresi
aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron meningkatkan reabsorpsi Na+ dari bagian
distal tubulus, sehingga memperbaiki beban volume CES yang semula menurun.
Penanganan glukosa oleh ginjal sebagai fungsi dari konsentrasi glukosa
plasma.Pada GFR yang konstan, jumlah glukosa yang difiltrasi per menit berbanding
lurus dengan konsentrasi glukosa di dalam plasma. Ambang ginjal adalah toleransi
ginjal terhadap kadar glukosa plasma, glukosa bisa muncul di urin jika melebihi
ambang batas ginjal.
c. Tahap sekresi tubular
Yaitu pembuangan zat-zat tertentu dari pembuluh darah kapiler ke tubulus ginjal.
Setelah ketiga tahapan ini selesai, terbentuklah urine.
Sekresi tubulus melibatkan transpotasi transepitel seperti yang dilakukan reabsorpsi
tubulus, tetapi langkah-langkahnya berlawanan arah.Seperti reabsorpsi, sekresi
tubulus dapat aktif atau pasif. Bahan yang paling penting yang disekresikan oleh
tubulus adalah ion hydrogen (H+), ion kalium (K+), serta anion dan kation organic,
yang banyak diantaranya adalah senyawa-senyawa yang asing bagi tubuh.
Sekresi H+ ginjal sangatlah penting dalam pengaturan keseimbangan asam-basa
tubuh. Ion hydrogen dapat ditambahkan ke cairan filtrasi melalui proses sekresi di
tubulus proksimal, distal, dan pengumpul. Tingkat sekresi H+ bergantung pada
keasaman cairan tubuh.Sebaliknya, sekresi H+ berkurang apabila konsentrasi H+ di
dalam cairan tubuh terlalu rendah.
Sekresi ion kalium adalah contoh zat yang secara selektif berpindah dengan arah
berlawanan di berbagai bagian tubulus, zat ini secara aktif direabsorpsi di tubulus
proksimal dan secara aktif disekresi di tubulus distal dan pengumpul.Reabsorpsi ion
kalium di awal tubulus bersifat konstan dan tidak diatur, sedangkan sekresi K+ di
bagian akhir tubulus bervariasi dan berada di bawah control. Dalam keadaan normal,

8
jumlah K+ yang diekskresikan dalam urin adalah 10% sampai 15% dari jumlahnya
yang difiltrasi. Namun, K+ yang difiltrasi hamper seluruhnya dereabsorpsi, sehingga
sebagian besar K+ yang muncul di urin berasal dari sekresi K+ yang dikontrol dan
bukan dari filtrasi.
Tubulus proksimal mengandung dua jenis pembawa sekretorik yang terpisah, satu
untuk sekresi anion organic dan suatu system terpisah untuk sekresi kation
organic.System-sistem ini memiliki beberapa fungsi penting:
1) Pertama, dengan menambahkan lebih banyak ion organic tertentu ke cairan
tubulus yang sudah mengandung bahan yang bersangkutan melalui proses
filtrasi, jalur sekretorik organic ini mempermudah ekskresi bahan-bahan tersebut.
2) Kedua, pada beberapa keadaan yang penting, ion organic secara ekstensif tetapi
tidak ireversibel terikat ke protein plasma.
3) Ketiga, paling penting adalah kemampuan system sekresi ion organic
mengeliminasi banyak senyawa asing dari tubuh.
Kecepatan ekskresi senyawa organic asing tidak berada di bawah control.Walaupun
system sekretorik ion organicyang secara relative nonselektif ini meningkatkan
pengeluaran bahan-bahan tersebut dari tubuh, mekanisme ini tidak berada di bawah
control fisiologis.
Banyak obat, misalnya penisilin, dieliminasi dari tubuh melalui system sekretorik ion-
organik di tubulus proksimal. Agar konsentrasi obat ini dalam plasma tetap berada
pada tingkat yang efektif, dosis obat harus diulang secara teratur dan sering untuk
mengimbangi kecepatan pengeluaran obat ini dalam urin.
Urine kemudian akan dialirkan dari ginjal ke kandung kemih melalui ureter. Kandung
kemih akan menampung urine yang dihasilkan dari ginjal. Setelah ditampung di
kandung kemih, pada proses pembuangan, urine akan dikeluarkan dari dalam tubuh
melalui saluran kemih.

Daftar Pustaka
American Nephrology Nurses’ Association (ANNA) (2008). Core Curriculum for the
Dialysis Technician.Medical education institute
Ganong,WILIAM f (2003).Fisiologi Kedokteran.Edisi:20.Jakarta.EGC
Guyton dan Hall (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Kallenbach, .Z, Gutch, C.F., Stoner, M. H., dan Corca, A.L (2012). Hemodialysis For
Nurses and Dialysis Personnl (8 th Edition). St. Louise Missouri : Elsevier
Mosby.
Silbernagl&Lang.(2006). Teks & Atlas Fatofisiologi. Jakarta:EGC
Smeltzer &nBare (2001). Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Vol 2. Jakarta :EGC.
Sukandar.(2006). Gagal Ginjal Dan Panduan Terapi Dialisis. Pusat Informasi Ilmiah
(PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam F.K.UNPAD/RSHS Bandung.
Sylvia A. Price dan Loraine M. Wilson.(1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 4 Jilid 2. Jakarta: EGC.

9
KONSEP PENYAKIT GINJAL

A. Ganguan Ginjal Akut (GGA)


1. Definisi
Definisi konseptual : secara tradisional GGA adalah penurunan fungsi ginjal mendadak,
dalam beberapa jam sampai beberapa minggu, diikuti oleh kegagalan ginjal dalam
mengeksresikan sisa metabolisme nitrogen atau tanpa disertai terjadinya ganguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
Acute Dialysis Quality Initia-tive (ADQI) yang beranggotakan para nefrolog dan intensivis
di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah Acute Renal Failure (ARF)
menjadi Acute Kidney Injury (AKI). Penggantian istilah renal menjadi kidney diharapkan
dapat membantu pemahaman masyarakat awam, sedangkan penggantian istilah failure
menjadi injury dianggap lebih tepat menggambarkan patologi gangguan ginjal.
Akut kidney injury (AKI) ditandai dengan penurunan mendadak fungsi ginjal yang terjadi
dalam beberapa jam sampai hari. Diagnosis AKI saat ini dibuat atas dasar adanya
kreatinin serum yang meningkat dan blood urea nitrogen (BUN) dan urine output yang
menurun, meskipun terdapat keterbatasan. Perlu dicatat bahwa perubahan BUN dan
serum kreatinin dapat mewakili tidak hanya cedera ginjal, tetapi juga respon normal dari
ginjal ke deplesi volume ekstraseluler atau penurunan aliran darah ginjal.
Cedera ginjal akut didefinisikan ketika salah satu dari kriteria berikut terpenuhi :
- Serum kreatinin naik sebesar ≥ 0,3 mg/dL atau ≥ 26μmol /L dalam waktu 48 jam
- Serum kreatinin meningkat ≥ 1,5 kali lipat dari nilai referensi, yang diketahui atau
dianggap telah terjadi dalam waktu satu minggu atau
- Output urine < 0,5 ml/kg/hr untuk > 6 jam berturut-turut
2. Klasifikasi
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria Risk-Injury-Failure-Loss-End
stage (RIFLE) yang terdiri dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau
penurunan LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi
ginjal dan 2 kategori yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal. Pada tabel di
bawah ini menggambarkan Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007 :

10
Pada tahun 2011 Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) menetapakan
tahapan AKI sebagai berikut

3. Menentukan Penurunan Laju Filtrasi Glomelurus (LPG)


Pemeriksaan LFG pada penderita kritis seperti yang di rawat di ICU sangatlah sulit,
dalam praktikm klinik LFG dapat di perkirakan berdasarkan kreatinin serum:

Dalam beberapa penelitian menunjukan bahwa kadar kreatinin serum tidak selalu sejalan
dengan LFG, penurunan kadar kreatinin serum bisa dapat terjadi beberapa hari lebih
lambat dari penurunan LFG sehingga tidak selalu menggambarkan keadaan klinik
sebenarnya, Acute Kidney Injury Network (AKIN) bahkan tidak lagi menjadikan LFG
sebagai parameter untuk penurunan fungsi ginjal.
4. Terapi Pengganti Ginjal (TPG)
Menurut Ballomo dan Ronco (1999) TPG adalah usaha untuk mengambil alih fungsi ginjal
yang telah menurun dengan menggunakan ginjal buatan atau dialiser dengan teknik
dialisis, atau hemofiltrasi. Pada TPG dialisis atau hemofiltrasi hanya fungsi eksresi yang
dapat digantikan sedangkan fungsi non eksresi atau endokrin tidak dapat digantikan
dengan terapi jenis ini.
TPG pada GGA adalah untuk membantu fungsi ginjal (renal support), pada kondisi kritis
diharapkan dapat mencapai tujuan dibawah ini :
a. Mencegah perburukan fungsi ginjal lebih lanjut atau di kemudian hari

11
b. Membantu mempercepat proses penyembuhan penyakit dan pemulihan fungsi
ginjal dan organ lain yang terganggu (kondisi klinis akibat AKI)
c. Memungkinkan dilakukan tindakan pengobatan yang banyak memerlukan cairan.
Pada pasien dengan gagal ginjal terminal TPG bertujuan untuk mengambil alih fungsi
ginjal (renal replacement) untuk memperbaiki keadaan azotemia sehingga yang menjadi
tujuan keberhasilannya adalah survival dan kualitas hidup.
Tujuan TGP dapat di gambarkan pada tabel di bawah ini :
Indikasi memualai TPG pada AKI :

Waktu yang tepat untuk menghentikan renal support pada AKI :


a. Tujuan awal melakukan renal support sudah tercapai (overhidrasi,hiperkalemia,asidosis)
b. Urin output > 400 cc/hr
c. Klirens creatinin berdasarkan kumpulan urin selama 6 jam – 12-200 cc/mnt

12
Robco dkk (2015), mehta dkk (2017) mengatakan ketepatan menghentikan renal suport pada
AKI dengan mengikuti panduan ini adalah 79%.

B. Ganguan Ginjal Kronik (PGK)


PGK umumnya merupakan proses kehilangan nefron secara lambat. Orang akan merasa
tetap sehat walaupun jumlah nefron sudah kurang dari 50%. Orang mungkin tidak
memperhatikan gejala awal PGK. Pemeriksaan kesehatan secara rutin dengan tes urine dan
tekanan darah adalah skrining yang baik. Tes darah untuk memeriksa kreatinin
memungkinkan memeriksa PGK pada tahap awal.
Penanganan PGK tergantung dari penyebabnya. Progresifitas penurunan fungsi ginjal
mungkin dapat dihambat dengan mengontrol tekanan darah, diet, mengontrol gula darah
pada penderita diabetes, dan mengurangi faktor risiko seperti merokok dan kolesterol yang
tinggi. Pada waktunya, PGK berkembang menjadi gagal ginjal, dimana tindakan dialisis atau
transplantasi ginjal diperlukan.
The Kidney Disease Outcome Quality Initiative (K/DOQI-2012) mendifinisikan CKD sebagai
kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan kriteria sebagai berikut :
- Penanda kerusakan ginjal (satu atau lebih): Albuminuria (AER ≥30 mg / 24 jam; ACR ≥
30 mg/g (≥3 mg / mmol),Kelainan sedimen urin
- Elektrolit dan kelainan lain akibat kelainan tubular
- Kelainan yang terdeteksi oleh histologi
- Kelainan struktural yang terdeteksi oleh pencitraan
- Riwayat transplantasi ginjal
- Penurunan GFR:GFR menurun <60 ml / menit / 1,73 m2 (kategori GFR G3a-G5)
The National Kidney Foundation (NKF) membagi ke dalam 5 tahap berdasarkan laju
filtrasi glomerulus (LFG). Tahap 5 merupakan tahap gagal ginjal. Tenaga Medis akan
dengan mudah memperkirakan fungsi ginjal menggunakan suatu rumus, berdasarkan
hasil pemeriksaan darah.
Tahap eGFR Deskripsi
2
ml/menit/1,73 m
1 ≥90 Normal atau peningkatan eGFR dengan kerusakan
ginjal
2 60-89 Penurunan ringan dari eGFR dengan kerusakan ginjal
3A 45-59 Penurunan eGFR sedang dengan atau tanpa
3B 30-44 kerusakan ginjal
4 15-29 Penurunan eGFR berat dengan atau tanpa kerusakan
ginjal
5 <15 Kegagalan fungsi ginjal,
5D Dialisis,
5T Transplantasi

C. Penyebab PGK
Penyebab PGK bermacam-macam, diantaranya Gagal ginjal akut (GGA), diabetes, tekanan
darah tinggi, atau penyakit glomerulus.

13
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI)tahun 2012 menjelaskan etiologi GGK adalah

Berikut di uraikan mengenai berbagai penyebab gagal ginjal :


1. Gagal ginjal akut (GGA) adalah kehilangan fungsi ginjal secara cepat. Hal ini disebabkan
oleh suatu penyakit, trauma, atau racun yang menyebabkan stress pada ginjal. GGA
dikenal dengan istilah pre renal, intra renal, post renal, tergantung dari mana masalah itu
mulai terjadi.
a) GGA pre renal, terjadi jika ginjal kurang mendapatkan suplai darah. Ini bisa disebabkan
oleh trauma, dehidrasi yang parah, atau penyakit jantung. Terbendungnya arteri renalis
oleh bekuan darah juga dapat menyebabkan GGA.
b) GGA intra renal, terjadi jika kerusakan terletak di dalam ginjal. Kerusakan itu bisa
disebabkan oleh glomerulonephritis, pukulan fisik, keracunan oleh obat-obatan atau
racun.
c) GGA post renal, terjadi disebabkan oleh terbendungnya saluran urine, sehingga
kembali ke atas dan membahayakan ginjal. Bendungan tersebut dapat disebabkan
oleh pembesaran prostat, batu ginjal, dan ureter yang menekuk.
GGA dapat berlangsung beberapa hari, beberapa minggu atau bulan. Penderita GGA
dapat berakhir dengan kematian, mengalami gagal ginjal kronik, atau pulih kembali.
Tindakan (intensif & dialisis) dapat membantu penderita sampai penyebab GGA teratasi
dan atau fungsi ginjal kembali.
2. Diabetes, dapat menyebabkan penyakit ginjal diabetik atau nefropati diabetik. Merupakan
penyebab utama PGK tahap 5. Kedua penyakit diabetes merupakan penyebab PGK.
Pada diabetes tipe 1, system imun dapat merusak sel yang menghasilkan insulin. Pada
diabetes tipe 2, tubuh tidak menghasilkan insulin dalam jumlah yang cukup atau tidak
dapat menggunakannya. Sebagian besar orang menderita diabetes tipe 2. Diabetes
berefek pada pembuluh darah, menyebabkan kerusakan jantung dan saraf. Hal itu juga
terjadi pada pembuluh darah ginjal di nefron. Beberapa etnis tertentu juga memiliki risiko
terkena diabetes tipe 2. Pada program pencegahan diabetes, sebagian besar studi
menunjukan perubahan gaya hidup seperti menurunkan berat badan (BB) sebanyak 5%
dan melakukan latihan selama 30 menit sebanyak 5X/minggu, menurunkan risiko
diabetes.
3. Hipertensi (tekanan darah tinggi), merupakan penyebab berikutnya dari PGK. Penyebab
hipertensi umumnya tidak diketahui. Hal itu disebut hipertensi primer. Pada sebagian
orang, hipertensi disebabkan oleh masalah pada ginjal, stenosis arteri renalis, atau

14
masalah aorta bawaan lahir. Masalah tersebut dapat di atasi dengan tindakan
pembedahan. Hipertensi primer dapat dikendalikan dengan pemberian obat, latihan fisik,
pembatasan garam, dan diet. Sejak muncul tekanan darah tinggi biasanya tanpa gejala,
sehingga banyak orang tidak meyadari bahwa mereka sebagai penderita, atau tidak
mengkonsusi obat secara teratur.
4. Penyakit glomerulus (Glomerulopati) penyakit glomerulus termasuk glomerulonephritis
(peradangan pada glomerulus) dan glomerulosclerosis (pengerasan pada glomerulus).
Terjadinya penyakit ini dapat berlangsung cepat atau lambat.
5. Penyakit ginjal polikistik, merupakan penyakit genetik yang menyebabkan pembesaran,
cairan masuk ke dalam kista yang tumbuh dalam ginjal. Kista menjadi sangat besar dan
bertambah banyak sehingga mendesak jaringan ginjal yang sehat, menyebabkan gagal
ginjal.
Penyebab lain PGK masih banyak lagi. Penyakit bawaan lahir, batu ginjal, konsumsi obat-
obatan, kanker, infeksi pada ginjal, penyakit imunologi (Lupus, AIDS). Pada beberapa kasus
tidak diketahui penyebabnya. Namun apapun penyebabnya, saat mengalami gagal ginjal
maka pilihannya adalah sama yaitu terapi pengganti fungsi ginjal.

D. Manifestasi Klinis
Pasien dengan GGK stadium 1-3 tidak menimbulkan gejala awal seperti ganguan cairan-
elektrolit, endokrin dan metabolik, berbagai gejala muncul pada GGK stadium 4-5, adapun
gambaran kondis pasien GGK diuraikan sebagai berikut:

1. Uremia
Para penderita gagal ginjal akan mengalami uremia. Pengkajian terhadap riwayat
kesehatan dan pengkajian fisik diperlukan untuk mendiagnosa penyakit ginjal dan uremia.
Gejala timbul secara perlahan, atau penderita sendiri tidak menyadari timbulnya gejala.
Gejala tersebut diantaranya :
a. Kelelahan, kelemahan, pusing, merasa kedinginan sepanjang waktu, bingung, pucat
pada kulit, gusi dan kuku.
b. Edema pada kaki, tangan dan wajah akibat kelebihan cairan
c. Urine lebih sedikit atau lebih banyak dari biasanya, berbusa atau timbul gelembung
(adanya protein), sering mengalami nocturia.
d. Gatal-gatal
e. Sering mengalami gejala seperti flu : nyeri otot, mual, muntah, penurunan nafsu
makan.
f. Nafas berbau amoniak,
g. Nyeri punggung atau panggul
h. Dyspnea
i. Kulit kekuningan
j. Masalah tidur
k. Masalah sexual
l. Pembengkakan sendi dan nyeri tulang

15
Dialisis akan membantu mengatasi gejala tersebut. Namun jika pasien kurang
mendapatkan penanganan yang cukup, akan mengalami gejala uremia.
2. Anemia
Ginjal yang sehat akan memproduksi hormon yang disebut erythropoietin (EPO), yang
merangsang sumsum tulang untuk mengeluarkan sel darah merah. Saat terjadi gagal
ginjal, maka jumlah EPO berkurang, dan terjadi anemia. Sel darah merah mengandung
hemoglobin (Hb) yang berfungsi sebagai pembawa oksigen ke seluruh sel tubuh.
Penurunan jumlah sel darah merah, menyebabkan jumlah oksigen tidak cukup ke seluruh
jaringan tubuh. Anemia pada PGK bekaitan dengan penyakit jantung (left ventricular
hipertrophy/LVH), yang mana menjadi salah satu penyebab kematian pasien dengan
penyakit ginjal.
3. Hipertiroid skunder
Merupakan keadaan kelebihan produksi hormon paratiroid (PTH) oleh kelenjar paratiroid
yang terletak di leher. Ginjal yang sehat menghasilkan hormon calcitriol, merupakan
vitamin D aktif. Calcitriol membantu tubuh dalam menyerap kalsium dari makanan. Ketika
terjadi gagal ginjal, jumlah calcitriol mejadi sedikit sehingga kalsium yang diserap juga
menjadi sedikit. Saat yang bersamaan, ginjal hanya mampu mengeluarkan sedikit pospor
yang beredar dalam darah. Jumlah kalsium yang sedikit merangsang kelenjar paratiroid
mengeluarkan PTH. PTH mengontrol jumlah kalsium dan pospor dalam darah. Serum
kalsium rendah, pospor yang tinggi, dan calcitriol yang rendah berperan dalam
meningkatkan kadar PTH. Akhirnya, kelenjar paratiroid akan tumbuh menjadi besar dan
tidak dapat dihentikan, ini merupakan siklus hiperparatiroid sekunder.

4. Pruritus (gatal-gatal)
Gatal yang parah dan terus-menerus atau pruritus adalah hal umum pada pasien PGK.
Penyebabnya kadar pospor yang tinggi, hiperparatiroid skunder, perubahan metabolisme
kalsium, kulit kering dan racun uremik. Rasa gatal mulai membaik saat kelenjar paratiroid
diangkat, pengobatan yang tepat hiperparatiroid sekunder juga mungkin dapat membantu
mengurangi gatal. Gatal yang timbul sewaktu-waktu, misal terjadi saat dialisis dapat
disebabkan reaksi alergi. Dermatitis kontak, alergi obat, atau reaksi alergi terhadap zat
kimia yang digunakan sebagai agen sterilant dialyzer.
5. Pericarditis
Pasien dengan gagal ginjal mungkin akan mengalami pericarditis, merupakan inflamasi
pada membran atau kantung di sekitar jantung. Pericarditis dapat disebabkan oleh
kualitas dialisis yang buruk, infeksi, pembedahan, atau penyakit akut lainnya. Hal ini
ditandai oleh nyeri yang menetap pada area tengah dada, demam, tekanan darah rendah,
irama jantung yang tidak teratur, dan gejala lainnya. Timbul juga tipe bunyi jantung
“pericardial friction rub” jika didengarkan dengan stetoskop.
6. Amyloidosis
Suatu kondisi dimana sampah protein tersimpan pada jaringan lunak, tulang , dan sendi.
Protein tersebut, β2-mikroglobulin (β2-m) normalnya terdapat pada permukaan sel dan
pada cairan tubuh. Ginjal yang sehat dapat mengeluarkan ini dari tubuh. Ketika gagal
ginjal terjadi, maka serum β2-m akan meningkat, ini akan masuk ke dalam jaringan, dan

16
berubah menjadi amyloid. Penumpukan amyloid akan membentuk carpal tunel sindrom,
nyeri sendi, kista tulang, dan fraktur kompresi.
7. Neuropati
Seiring berjalannya waktu, beberapa pasien terutama dengan diabetes mungkin
mengalami kerusakan saraf yang dikenal dengan neuropati perifer. Gejalanya berupa
terasa panas pada area tangan dan kaki, merasa seperti ditusuk-tusuk, dan kelumpuhan
pada kaki. Neuropati perifer dapat menyebabkan kesulitan dalam berjalan. Penyebabnya
belum diketahui secara jelas, termasuk hiperparatiroid skunder, ketidakseimbangan
natrium, dan serum kalsium yang tinggi. Penumpukan racun akibat dialisis yang kurang
efektif juga berpengaruh terhadap masalah neuropati.
8. Masalah tidur
Kelumpuhan dan kesulitan tidur (insomnia) meupakan masalah yang umum terjadi pada
pasien. Penybabnya tidak diketahui secara jelas.
9. Perdarahan
Perdarahan pada pasien PGK karena banyak faktor darah yang berubah. Tandanya
mudah memar, perdarahan saluran cerna, dan perdarahan hidung.
10. Ketidakseimbangan elektrolit
Elektrolit adalah senyawa yang jika dipecah akan menjadi ion, yang merupakan partikel
yang bermuatan listrik ketika mereka larut dalam cairan. Elektrolit ditemukan dalam sel
dan cairan tubuh, dan berperan dalam banyak fungsi dasar sel tubuh, seperti mengirim
sinyal saraf menuju otot. Ginjal yang sehat menjaga elektrolit dalam batas normal, tapi
keseimbangan ini terganggu pada PGK. Ketika kadar elektrolit dalam darah terlalu tinggi
(hiper) atau terlalu rendah (hipo), dampaknya kan berbahaya atau menjadi fatal.

Dari uraian diatas kita bisa menyimpukan beberapa penyebab tanda dan gejala pada
GGK sebagai berikut :

17
E. Pemeriksaan penunjang (Hurst, 2016)
Laboratorium :
- BUN dan kreatinin meningkat
- GFR normal atau abnormal dengan atau tanpa abnormalitas struktur ginjal
- Adanya albumin urin atau protein, glikosuria, dan terdapat sedimetasi, leukosit, sel darah
merah, dan kristal
- Endokrin
- Hyperparatiroid sekunder
- Penurunan aktivasi vit D, hiperglikemi
- Deposisi β2-microglobulin, gout
- Hematologi : Anemia, defisiensi besi, pendarahan
- Pemeriksaan AGD → asidosis metabolic
Pemeriksaan radiologi :
- Scan ginjal, arteriografi ginjal, urografi → adanya penurunan ukuran ginjal

18
- Biopsi ginjal → identifikasi histologi dari proses penyakit
- EEG → ensefalopati metabolik

F. Pilihan tindakan untuk pasien PGK tahap 5


Pemilihan modalitas tindakan dialisis merupakan sebuah proses pengambilan keputusan
yang melibatkan pasien, keluarga, pelaku rawat yang berkolaborasi dengan nefrologist dan
tim kesehatan lainnya. Pendekatan yang terintegrasi tentang TPG harus dipersiapkan secara
seimbang dan lengkap dari berbagai modalitas, dan mungkin diperlukan diskusi antara
pasien dan keluarga untuk berpindah dari satu modalitas ke modalitas lain.
Pengkajian aspek psikologi : bagaimana penyesuaian jadwal rutin harian terkait dengan
pekerjaan, aktivitas sosial dan pekerjaan rumah. Identifikasi juga hal yang berkaitan dengan
sikap dan kepercayaan (bagaimana seseorang berpendapat tentang sakit dan petugas
kesehatan yang akan memberikan perawatan secara jangka panjang dalam menghadapi
kondisi kronis.
Berikan dorongan dan fasilitasi pasien untuk dapat melakukan self-management (libatkan
pasien/keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan sejauh mereka mampu). Sarankan
juga untuk berkomunikasi dengan pasien penderita PGK. Tindakan yang dilakukan pada
pasien PGK tahap 5 :
1. Peritoneal dialisis terdiri dari CAPD dan APD
2. Hemodialisis (HD) umumnya dilakukan di rumah sakit atau klinik HD, walaupun tidak
menutup kemungkinan untuk dapat dilakukan dirumah.
3. Transplantasi, pemilihan donor (hidup atau cadaver) dan hal-hal yang berkaitan dengan
hubungan darah atau tidak.
4. Manajemen konservatif untuk menunjang tindakan yang dipilih.

Daftar Pustaka

Daurgidas, John T. (2007). Handbook Of Dialysis Fourth Edition. Philadelphia: Lippincott


William & Wilkins
Daugirdas,Blake&Todd.(2000).Handbook Of Dialysis Third Edition .Philadelphia :
Lippincott Williams&Wilkins.
Mahon, Althea. et.al. 2013. Oxford Handbook of Renal Nursing. Oxford University Press.
Hampshire : Ashford Colour Press Ltd.
Indonesian Renal Registry
KDIGO.2012. Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic
Kidney Disease
KDIGO.2012.Clinical Practice Guideline for Acute Kidney Injury
Referensi elektronik:
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/69ad21dd30011661b784fb47b432db42.pdf
Thomas, Nicola. 2014. Renal Nursing. London: John Wiley & Sons, Ltd.
Nissenson, Allen R. 2017. Handbook of Dialisis Therapy. Philadelphia: Elsevier.

19
Roesli.( 2011 ). Diagnosis Dan Pengelolaan Gagal Ginjal Akut (Acute Kidney
Injur).Edisi:2. Bandung : Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam
F.K.UNPAD/RSHS Bandung.
Sukandar.(2006). Gagal Ginjal Dan Panduan Terapi Dialisis. Pusat Informasi Ilmiah
(PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam F.K.UNPAD/RSHS Bandung.

20
KONSEP HEMODIALISA

A. Konsep Hemodialisis
Hemodialisa merupakan salah satu terapi ginjal pengganti (TGP) buatan dengan
tujuan mengeliminasi sisa produk metabolisme (protein) dan koreksi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit antara kompartemen darah dan dialisat melalui membran
semipermiabel yang berperan sebagai ginjal buatan. (Sukandar,2006:162)
Pada TGP seperti dialisis atau hemofiltrasi yang dapat diganti hanya fungsi eksresi, yaitu
fungsi pengaturan cairan dan elektrolit dan sisa sisa metabolisme tubuh (protein). Sedangkan
fungsi endokrin seperti pengaturan tekanan darah, pembentukan eritrosit, fungsi hormonal,
maupun integritas tulang tidak dapat digantikan oleh terapi jenis ini. (Ronco,1999)
1 Prinsip HD (Sukandar ,2006:162)
a. Difusi adalah pergerakan zat-zat terlarut (solute) dari larutan berkonsentrasi tinggi ke
larutan berkonsentrasi rendah melalui membran semipermeabel. Difusi adalah proses
spontan dan pasif dari solute.

Beberapa hal dapat mempengaruhi terhadap terjadinya difusi :


1) Perbedaan konsentrasi zat terlarut pada kedua larutan. Semakin besar perbedaan
zat terlarut antara kedua larutan maka difusi yang terjadi akan semakin cepat. Atau
jika larutan itu mengalir maka perpindahan solut dpat ditingkatkan dengan
menambahkan kecepatan aliran larutan tersebut. Seperti halnya pada
hemodialisis terdapat kecepatan aliran darah dan kecepatan aliran dialisat.

21
2) Permeabilitas membran terhadap solut. Ditentukan oleh jumlah pori-pori, ukuran
pori-pori, dan ketebalan membran. Difusi akan menjadi lebih cepat pada membran
dengan jumlah pori-pori yang lebih banyak. Pori-pori yang lebih besar dapat
melewatkan molekul yang lebih besar juga. Membran yang lebih tipis dapat
meningkatkan kecepatan difusi.
3) Luas permukaan membran. Membran yang lebih luas memungkinkan memuat
pori-pori lebih banyak sehingga terjadi difusi lebih banyak.
4) Berat molekul solut. Molekul yang lebih besar bergerak lebih lambat dibandingkan
dengan molekul yang lebih ringan, walaupun memiliki gradient konsentrasi yang
sama. Oleh karena itu hemodialisis lebih efektif dalam mengeluarkan melekul-
molekul kecil.
5) Protein darah. Hal ini berkaitan dengan ikatan solut dengan protein dan pengaruh
terbentuknya lapisan protein pada permukaan membran dializer.

22
Tabel Toksin Uremik (Vanholder, et.al 2003)

b. Ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air dan zat-zat terlarut yang permeabel melalui
membran semipermeabel, karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik. Pergerakan
air terjadi dari kompartemen bertekanan hidrostatik tinggi ke kompartemen yang
bertekanan hidrostatik rendah. Ultrafiltrasi dipengaruhi oleh :
1) Transmembrane pressure (TMP) merupakan selisih perbedaan tekanan pada
kedua sisi membran dializer. Dalam hal ini perbedaan tekanan terjadi pada
kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Ultrafiltrasi terjadi jika tekanan di
dalam kompartemen dialisat lebih kecil daripada di dalam kompartemen darah.
2) Koefisien ultrafiltrasi (KUF) merupakan Jumlah air (ml) per jam (jam) yang dapat
lewat melalui membran setiap 1 mm Hg perbedaan tekanan yang terjadi.
3) Kecepatan aliran darah dan pembentukan formasi lapisan protein pada
membran. Pada tindakan HD konvesional hal ini tidak berpengaruh signifikan.
Namun pada tindakan tindakan dengan konveksi yang tinggi (hemofiltrasi &
Hemodiafiltrasi) hal tersebut akan cukup berpengaruh.
4) Karakteristik kondisi darah pasien. Hal ini akan berpengaruh pada kekentalan
(viskositas) darah, tekanan onkotik dan konsentrasi sel darah
5) Osmotik ultrafiltrasi. Berperan secara tidak langsung. Karena perpindahan air
antar kompartemen tubuh (plasma refilling) akan dipengaruhi oleh sebuah agen
osmotik, misalnya Natrium.
c. Konveksi adalah gerakan solute akibat adanya perbedaan tekanan hidrostatik, melalui
membran semipermeabel, disebut juga dengan ’solvent drag’. Perpindahan solut
zengan cara konveksi dipengaruhi oleh ukuran solut, ukuran dan jumlah pori-pori
membran. Solut yang lebih kecil dan tidak terikat protein akan pindah lebih cepat.

23
2 Sistem HD
Sistem hemodialisis terdiri atas 2 elemen dasar yaitu:
a. Sistem sirkulasi darah ekstrakorporeal
Sistem ini menunjukan darah yang berada di area luar tubuh → Akses vaskuler inlet,
blood line (AVBL), dialiser dan Akses vaskuler outlet. Volume priming / sirkulasi
ekstrakorporeal + 200cc.
Dialiser adalah suatu alat berupa tabung atau lempeng, terdiri dari kompartemen
darah dan kompartemen dialisat yang dibatasi oleh membran semipermeabel. Proses
hemodialisis terjadi di dalam dialiser.
Hal penting yang diperhatikan :
1) Clearance/Klirens : kemampuan membran untuk membersihkan darah dari suatu
solut
a) Tergantung dari kecepatan aliran darah (quick blood/QB)
b) Satuan : ml/menit
2) Koefisien ultrafiltrasi (Kuf)
a) Kemampuan membran dializer dalam melewatkan air
b) Jumlah air (ml) per jam (jam) yang dapat lewat melalui membran setiap 1
mm Hg perbedaan tekanan yang terjadi.
c) Satuan : ml/jam/mm Hg
d) Satuan ultrafiltrasi : ml/mm Hg/jam
3) Total Cell Volume
Jumlah darah yang mengisi penuh lumen kapiler dialyzer
4) Flux: berhubungan dengan Kuf
High Flux : dapat dilewati molekul sedang dan besar (Kuf > 15 ml/jam/mmHg
atau klirens β2m > 20 ml/menit)
Low Flux : hanya dapat dilewati molekul kecil

24
b. Dialisat
Dialisat terbentuk dari 2 bahan yaitu cairan dialisat pekat dan air. Ada dua komponen
dalam dialisat bikarbonat yaitu bicarbonat dan acid. Dialisat merupakan cairan yang
terdiri dari nilai normal elektrolit tubuh.
Fungsi cairan dialisat :
- Membuang sampah nitrogen, air dan kelebihan elektrolit
- Menjaga keseimbangan elektrolit
- Mencegah penurunan air yang berlebihan

B. Persiapan HD
1. Persiapan Pasien
a. Kelengkapan administrasi
Kelengkapan adimistrasi : jaminan atau asuransi kesehatan, resep HD, persetujuan
tindakan, dan yang menjadi aspek legal dalam menjalankan tindakan dialisis.
b. Assessment
1) Keluhan utama
2) Riwayat kesehatan
3) Pemeriksaan fisik
Head To Toe
a) Keadaan umum:
• Tingkat Kesadaran
• Vital Sign : Tensi, Nadi, Respirasi dan Suhu
b) Pemeriksaan kepala
• Inspeksi: red eye syndrome, kunjungtiva anemis, sklera icterik, rambut
rontok, muka sembab.
• Auskultasi: bau nafas amoniak
c) Pemeriksaan leher
• Inspeksi: JVP meningkat/tidak
• Palpasi: pembesaran kelenjar
d) Pemeriksaan dada
• Inspeksi:gerakan dinding dada, bentuk simetris/tidak,insersi double
lumen
• Palpasi: ketinggalan gerak,adanya masa
• Auskultasi : suara nafas, suara jantung
• Perkusi:dullness
e) Pemeriksaan abdomen
• Inspeksi: acites, bekas garukan, pusar datar, mual, muntah
• Palpasi: ketegangan, kram otot perut,lingkar perut, nyeri tekan
• Auskultasi:suara peristaltik
• Perkusi:acites, batas organ dalam
f) Pemeriksaan kulit dan kelamin
• Inspeksi: adanya bekas garukan, luka lecet, gatal - gatal

25
• Palpasi:odema kaki/tangan, kulit kering, kasar, akral dingin,
lembab/kering,turgor kulit
g) Pemeriksaan ekstremitas
• Inspeksi:tampak odem kaki/tangan atau keduanya, kelemahan gerak,
luka di jari jari kaki, kondisi lokasi akses vaskuler,cyanosis
• Palpasi: odema, kram otot
• Perkusi:reflek patela
Per Sistem
a) Sistem Kardiovaskuler
• Data subyektif:sesak nafas, batuk,nyeri dada(pericardial), merasa
ampeg, berdebar-debar,dada berat
• Data obyektif:sembab, batuk produktif,suara jantung, hypertensi,
kardiomegali,nadi cepat/lemah, capiler refill lambat/cepat,heart rate
b) Sistem Pernafasan
• Data subyektif:merasa sesak nafas, nafas berat / susah, terengah –
engah, nafas cepat, batuk ada darahnya
• Data obyektif:suara nafas,RBB,odema paru,tipe pernafasan: cusmaul,
dyspnea de effort, ortopnea
c) Sistem Pencernaan
• Data subyektif:mual, muntah, tidak nafsu makan, lidah hilang rasa,
cegukan, perubahan pola BAB:diare, konstipasi, encer, sering,bercampur
darah / hitam
• Data obyektif: cegukan, melena, acites
d) Sistem Neuromuskuler
• Data subyektif: kurang rasa / parastesis, gangguan konsentrasi / daya
ingat, susah tidur, terbangun pada malam hari, gelisah, sakit kepala,
penurunan libido
• Data obyektif:reflek patella,nerupoti perifer asteriksis, mioklonus,tampak
kesakitan
e) Sistem Muskuloskeletal
• Data subyektif:tungkai lemah, sulit digerakkan, kram otot, nyeri area
perifer dari ekstrimitas
• Data obyektif:reflek patella, penurunan tinggi badan, gejala osteoporesis,
oedema ekstremitas
f) Sistem genitor –urinari
• Data subyektif:gangguan rangsangan seksual / libido, nocturia, anuria,
oliguria, sering kencing / kencing banyak
• Data obyektif:odema scrotal / labia, odem sekitar genital dan lipat paha,
gangguan kesuburan / infertile, amenore, impotensi
g) Sistem Integumen
• Data subyektif: gatal, kulit kering,bersisik
• Data obyektif: bekas garukan, warna kulit berubah
h) Sistem psiko-sosial

26
• Data subyektif:merasa tidak mampu, denial, cemas, takut, marah, mudah
tersinggung,perubahan gambaran tubuh, perubahan peran, perubahan
mekanisme koping, kurang pengetahuan
• Data obyektif:menarik diri, menghindari tatapan mata / pandangan,
denial, perubahan fungsi / peran,stressor : financial, hubungan dan
komunikasi
c. Data Penunjang
1) Laboratorium :BUN, elektrolit, Kreatinin, Protein serum, Glukose, Darah rutin,
Analisa gas darah
2) Radiologis : BNO, IVP, USG abdomen, Rontgen abdomen 3 posisi, thorak
2. Persiapan Alat dan bahan :
a. Persiapan Mesin Hemodialisis : pemasangan sirkuit HD pada mesin, priming,
soaking. Setting (Time, Uf target, Qb, Qd, Suhu, antikoagulan)
b. Persiapan dialisat : Air RO dan konsentrat

C. Memulai HD
Memulai HD adalah proses di mana petugas melakukan koneksi antara selang darah dan
AV-Fistula untuk melakukan sirkulasi ekstra korporeal.
Selama berlangsung HD perawat haru melakukan monitoring terhadap respon pasien dan
indikator-indikator yang ada pada mesin untuk memastikan bahwa tindakan yang dilakukan
sesuai dengan yang diharapkan.

D. Mengakhiri HD
Beberapa hal yang dilakukan pada sesi mengakhiri HD
1. Mengembalikan darah ke dalam sirkulasi tubuh sesui prosedur.
2. Perawatan akses vaskular post HD
3. Evaluasi kondisi pasien meliputi : keadaan umum, keluhan, tanda-tanda vital,
pemeriksaan fisik (edema, BB, bunyi nafas, dll)
4. Edukasi pasien
5. Desinfeksi mesin dengan cara yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Daugridas, JT. Ing TS ( Eds ) Handbook of Dialisis


PERNEFRI, 2003, konsensus dialisis. Sub Bagian ginjal dan Hipertensi-Bagian Ilmu Penyakit
Dalam. FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Vanholder R, De smet SR: Pathophysiologic effects of uremiuc retention solute. J. Am Soc
Nephrol 10:1815-1823, 1999.
American Nephrology Nurses’ Association (ANNA) (2005). Nefrology Nursing Standards of
Practice and Guidelines For care.Anthony J-Jannetti.Inc.Est Holly Avenue/Bok
56.Pitman.NJ

27
Kallenbach, .Z, Gutch, C.F., Stoner, M. H., dan Corca, A (2005). Hemodialisis For Nurses and
Dialisis Personnl (7 th Edition). St. Louise Missouri : Elsevier Mosby.
Kallenbach, .Z, Gutch, C.F., Stoner, M. H., dan Corca, A.L (2012). Hemodialisis For Nurses and
Dialisis Personnl (8 th Edition). St. Louise Missouri : Elsevier Mosby.
Renal Society of Australasia. (2012). New Zealand Nephrology Nursing Knowledge & Skill
Framework
Hell et al,New Directiom Iin Peritoneal Dialisis Patien Training.NephrologyNursing Journal
2004:31
Kallenbach, .Z, Gutch, C.F., Stoner, M. H., dan Corca, A.L.(2005). Hemodialisis For Nurses and
Dialisis Personnl (7 th Edition). St. Louise Missouri : Elsevier Mosby
Azar, Taher Ahmad. 2013. Modeling and Control of Dialysis Systems Volume 1. New York :
Springer

28
MATERI 2

ASUHAN KEPERAWATAN PRE HD

I. DESKRIPSI SINGKAT

Asuhan Keperawatan Pre Hemodialisis adalah suatu bentuk pelayanan keperawatan


yang merupakan bagian yang integral dari pelayanan hemodialisis meliputi kebutuhan biologis,
psikologis, sosial dan spiritual yang diberikan langsung kepada klien. Hemodialisis (HD) adalah
proses yang berkesinambungan dari mulai pre sampai post HD. Karena berkesinambungan
itulah maka suatu proses harus dilalui secara bertahap dan jika tahap sebelumnya belum atau
tidak dapat dilaksanakan maka tidak akan berlanjut ke tahap selanjutnya.

Keberhasilan dalam pengelolaan asuhan keperawatan Pre-HD akan menjadi titik tolak
kelancaran program HD yang di rencanakan, mencegah berbagai kendala teknis maupun non
teknis termasuk komplikasi intradialisis. Pada modul ini akan lebih di fokuskan pada
pembahasan alat dan bahan HD serta akses vaskular HD. Pemahaman terhadap materi ini akan
banyak diaplikasikan dilapangan sebagai bentuk sinkronisasi anatara ranah kognitif dan
psikomotor, perawat harus benar-benar memahami konsep yang ada di materi ini sehingga
mempunyai rasionalisasi dari setiap asuhan keperawatan pre HD yang dikerjakan.

Modul ini akan mengajak kita mempelajarai tentang Akep Pre-HD : alat dan bahan serta akses
vaskular,

SELAMAT BELAJAR

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami asuhan keperawatan pre HD
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta diharapkan mampu memahami :
1. Alat dan bahan HD
2. Akses vaskular HD

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKO BAHASN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut :

Pokok bahasan 1 : Alat dan bahan HD


Pokok bahasan 2 : Akses Vaskular HD :

- Akses vaskular permanen (AV-Fistula)


- Akses vaskular Temporer (CVC HD)

29
MATERI II : ASUHAN KEPERAWATAN PRE HD

ALAT DAN BAHAN HEMODIALISA

Tindakan hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal pada pasien
yang mengalami gangguan fungsi ginjal. Dari tahun ketahun terjadi peningkatan jumlah
pelayanan hemodialisis.
Untuk memenuhi standart mutu pelayanan dalam mencapai pelayanan yang prima dan
paripurna sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisis, maka setiap
penyelenggaraan pelayanan hemodialisis harus bisa menyediakan alat dan bahan sesuai
standart yang telah ditetapkan.
Adapun alat dan bahan tersebut antara lain:
A. Dialiser / Ginjal Buatan
1. Jenis Dialiser
a. Coil Dialiser
1) Populer pada awal masa hemodialisis
2) Terdiri dari membran yang digulung-gulung dan bentuknya menjadi pipih
3) Membran awalnya terbuat dari fiber glass dan pada perkembangan selanjutnya
terbuat dari polypropylane
4) Panjang saluran sekitar 2,5 meter, lebar  10-15 cm
5) Terdapat celah antar membran yang dilalui dialisat
6) Kelemahan :
a) Ultrafiltrasi tidak stabil
b) Bila terjadi kebocoran darah yang terbuang relatif besar
c) Darah yang tertinggal dalam kompartemen darah relatif banyak pada saat
mengakhiri proses hemodialisis
b. Pararel Plate Dialiser
1) Pertama kali dialiser oleh Steggs dan Leonard pada th 1948 di Cleveland Ohio,
dan di modifikasi oleh Kill pada th 1960 di Norway
2) Membran terbentuk dari cellulose, bentuknya merupakan lempengan atau plate
3) Bentuk dialisernya merupakan kompartemen yang paralel
4) Bersifat kaku dan tertutup pada kedua ujungnya
5) Aliran darah mengalir diantara lempengan membran dan aliran dialisat
berlawanan arah
6) Bentuknya segiempat, persiapannya sukar
c. Capilary Dialiser / Hollow Fiber (HF)
1) Pertamakali diperkenalkan oleh Richard Stewart pada th 1966
2) Cappilary dialiser disebut juga Hollow Fiber Kidney (HFK) atau Hollow Fiber
Artificial
3) Terdiri dari ribuan fiber/kapiler, yaitu 10.000 s/d 15.000, dengan diameter internal
antara 200-300 m dengan ketebalan 10-40 m yang terkumpul dalam satu muara
4) Aliran darah ada dalam fiber dan aliran dialisat ada diluar fiber dengan arah aliran
yang berlawanan (countercurrent). Dinding fiber disebut sebagai membrane
semipermeable.

30
5) Teoritis bentuk dialiser ini paling baik dan paling banyak dipakai sekarang ini
6) Keuntungan :
a) Praktis penggunaannya
b) Ultrafiltrasi dapat diduga dan diatur
c) Tidak mudah bocor
d) Kapiler yang pecah hanya membuang darah kira-kira 0,02 ml/mnt pada Qb :
200 ml/mnt
2. Membran Dialiser
a. Material Membran Dialiser
Membran dialiser dirancang sedemikian rupa sehingga menyerupai basal membran
glomerulus. Membran dialiser berasal dari bahan alamiah (misal : polymer cellulose)
atau bahan kimia (synthetic polymer). Ada 4 tipe membran dialiser, yaitu :
1) Cellulose
a) Merupakan polisakarida yang diambil dari dinding sel tumbuhan yang dapat
diuraikan dengan reaksi kimiawi
b) Macam membran ini, yang beredar dipasaran adalah regenereted cellulose,
cuprophane (cuprammonium cellulose), cuprammonium rayon dan saponified
cellulose ester
2) Substitude Cellulose
a) Merupakan ikatan kimia yang membentuk group free hidroxyl pada permukaan
cellulose primer
b) Macam membran ini antara lain : cellulose acetate, cellulose diacetate,
cellulose triacetate
3) Cellulosynthetic
a) Membran ini merupakan gabungan antara bahan cellulose dan bahan sintetis
(tersier amino), sehingga area membran dan biokompatibilitasnya meningkat
b) Macamnya : cellosyn dan hemophan
4) Synthetic
a) Materialnya berasal dari bahan sintetis
b) Macamnya : polyacrylonitril (PAN), polysulfone (PS), polycarbonat (PC),
polyamide (PA), polimethylmethacrylate (PMMA)
b. Permeabilitas Membran
1) Efisiensi Membran vs Flux
a) Efisiensi membran adalah kemampuan dialiser untuk membuang zat terlarut
(solute) dengan berat molekul kecil
b) “High-efficiency dialyser” adalah dialiser yang mempunyai area permukaan
membran yang luas, kemampuan membuang urea yang tinggi dan bisa
memiliki pori-pori besar atau kecil (sesuai karakteristik dialisernya).
c) “High-flux dialyser” adalah dialiser yang mempunyai membran dengan pori-
pori besar dan Kuf yang tinggi ( lebih dari 15 ml/jam/mmHg), sehingga mampu
membuang solute dengan Berat Molekul (BM) besar dan memiliki
permeabilitas terhadap air yang tinggi
2) Interpretasi Dialiser
a) Kuf (Koefisien Ultrafiltrasi)

31
• Kuf adalah jumlah mililiter cairan yang dapat dipindahkan melalui membran
per 1 mmHg dalam satu jamnya
• Berkaitan dengan permeabilitas air dan ultrafiltrasi
• Pada sintetik membran mempunyai permeabilitas terhadap air yang tinggi
(Kuf : 10-60 ml/jam/mmHg)
b) Klirens
• Urea (BM :60)
Klirens urea dipengaruhi oleh QB (kecepatan aliran darah), QD(kecepatan
aliran dialisat), luas permukaan membran dan permeabilitas membran.
Efisiensi klirens urea dapat dilihat dari nilai KoA, yaitu koefisien mass area
transfer dialiser untuk urea.
• Kreatinin (BM : 113)
Klirens kreatinin ini, kira-kira 80 % dari klirens urea
• Vitamin B12 (BM : 1355) dan 2-microglobulin (BM : 11.800)
c. Surface Area Membran
Luasnya permukaan membran kira-kira 0,8-2,1 m2. Semakin luas area permukaan
membran semakin tinggi klirens terhadap ureanya
d. Priming Volume
Priming volume adalah pengisian pertamakali AVBL (Arterial-Venous Blood Line) dan
kompartemen darah pada dialiser dengan menggunakan cairan NaCl. Priming volume
pada kompartemen darah pada dialiser antara 60-120 ml, primimg volume untuk
AVBL antara 100-150 ml. Total priming pada sirkuit ekstrakorporeal adalah 160-270
ml
3. Sterilisasi Dialiser
Sterilisasi dialiser yang umum adalah dengan memakai gas ethylene oxide. Alternatif lain
adalah dengan memakai sinar gamma (gamma-irradiation) atau dengan autoclave

Gambar skematis dializer

Arah aliran darah

Inlet darah Outlet darah


(merah) (biru)
Arah aliran dialisat

Outlet cairan dialisat Inlet cairan dialisat

32
Anatomy of a Hemofilter
blood in

Cross Section
dialysate hollow fiber membrane
out

dialysate Outside the Fiber (effluent)


in Inside the Fiber (blood)

blood out
8

B. Blood Line (AVBL)


Adalah pipa-pipa atau slang yang mengalirkan darah dari pasien ke dialiser dan yang
membawa darah dari dialiser kembali ke pasien.
Terdiri dari :
1. Arteri Blood Line (ABL)/ Inlet
ABL mengalirkan darah dari pasien ke dialiser, umumnya ada tanda warna merah pada
bagian tertentu
2. Venous Blood Line (VBL)/ Outlet
VBL mengalirkan darah dari dialiser kembali ke tubuh pasien, umumnya ditandai dengan
warna biru pada bagian tertentu

Kontinus heparin Segment pump

Dihubungkan
arteri monitor Slang udara Dihubungkan
infus

Perangkap
udara
Klem

Klem Fistula outlet

Dialiser Fistula inlet

Untuk memasukkan
obat

Dihubungkan
Perangkap monitor venous
udara

33
C. Larutan Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu. Di pasaran
beredar 2 macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat bicarbonat. Dialisat asetat menurut
komposisinya ada beberapa macam, yaitu : jenis standard, free potasium, low calcium, dll.
Bentuk bikarbonat ada yang powder, sehingga sebelum di pakai perlu dilarutkan dalam air
murni/air dari water treatment sebanyak 9,5 liter dan ada yang bentuk cair (siap pakai).
Komposisi Larutan Dialisat adalah sebagai berikut :

Komponen Asetat (mEq/L) Bikarbonat (mEq/L)


Sodium 135-145 135-145
Potasium 0-4,0 0-4,0
Calcium 2,5-3,5 2,5-3,5
Magnesium 0,5-1,0 0,5-0,75
Chloride 100-119 98-124
Acetate 35-38 2-4@
Bikarbonat 0 30-40
Dextrose 11 11
PCO2 (mmHg) 0,5 40-110
PH variasi 7,1-7,3
komponen asetat pada dialisat bicarbonat terdapat pada “Acid” yang dipakai sebagai
campuran dengan cairan bikarbonat
1. Komposisi cairan dialisat :
a. Sodium/Natrium (Na)
Natrium merupakan determinan utama untuk osmolaritas larutan dialisat.
Konsentrasinya minimal harus sebanding dengan plasma untuk mencegah kehilangan
Na, akibat difusi. Bila konsentrasi Na rendah (hyponatric dialysate) dapat
menyebabkan episode hipotensi, sakit kepala dan kram dari otot-otot (betis)
b. Potasium/Kalium (K)
Umumnya konsentrasi K dalam dialisat 2 mEq per liter untuk dapat mengeliminasi
akumulasi K selama antar HD atau selama HD 4-5 jam. Larutan dialisat tanpa K (free
potasium), dipakai untuk mengatasi keadaan darurat hiperkalemia berat. Larutan ini
dipakai selama 1-2 jam sampai normokalemi, kemudian diganti dengan larutan dialisat
standard.
c. Asetat
Pada pasien selama HD acetate utilization rate maksimal mencapai 3,0-3,5 mmol per
kg BB per jam. Bila digunakan dialiser high-efficiency, maka transfer rate of acetate
dari dialisat mungkin melebihi kemampuan (kapasitas) metabolisme hati, yang bisa
menyebabkan hiperasetemia, dengan gambaran klinis : hipotensi, kram otot
(terutama otot betis), sakit kepala, mual dan muntah
d. Bikarbonat
Larutan bikarbonat dalam larutan dialisat lebih fisiologis untuk koreksi asidosis
metabolik dibandingkan dengan larutan dialisat asetat. Konsentrasi bikarbonat yang
dianjurkan 23-26 mmol per liter.
e. Glukosa

34
Selama terapi HD, selalu terjadi pergeseran glukosa dari kompartemen darah ke
dalam kompartemen dialisat. Setiap kali terapi HD diperkirakan akan kehilangan 25-
35 gram glukosa. Kehilangan glukosa selama HD sering menyebabkan keluhan-
keluhan : sakit kepala, mual, muntah dan lemah badan pasca HD. Kehilangan glukosa
juga akan diikuti kehilangan asam amino 10 gram per HD.
D. Air Water Treatment
Air dalam tindakan hemodialisis dipakai sebagai pencampur dialisat pekat
(Konsentrat/Diasol). Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air sumur,
yang harus dimurnikan dulu dengan cara “Pengolahan air”, sehingga memenuhi standard
AAMI (Association for the Advancement of Medical Instrument). Jumlah air yang dibutuhkan
untuk satu sesi HD seorang pasien adalah sekitar 30 liter/jam.
E. Mesin Hemodialisis
Ada bermacam-macam mesin hemodialisis sesuai dengan merknya, tetapi prinsipnya sama
yaitu terdiri dari : blood pump, sistem dialisat dan berbagai monitor sebagai deteksi adanya
kesalahan.
Komponen yang ada pada mesin Hemodialisis
1. Blood Pump (Pompa Darah)
Pompa darah ini berfungsi untuk mengalirkan darah dari pasien (lokal akses) ke ginjal
buatan dan sebaliknya. Kecepatan dapat diatur, antara 200-300 ml/menit.
2. Sistem Pengaturan Larutan dialisat
Dialisat adalah campuran antara dialisat konsetrat dengan air, umumnya perbandingan
1 liter diasol dengan 34 liter air, untuk dialisat asetat. Sedangkan dialisat bikarbonat
pencampurannya lebih beragam, berbagai merk dipasaran memiliki komposisi
pencampuran yang berbeda. Seperti berikut ini :

Jenis mesin Air Treatment (L) Acid (L) Bikarbonat pekat


A 34 1 1,83
B 32,775 1 1,225
C 32,74 1 1,26

3. Suhu larutan dialisat


Dialisat sebelum masuk ke dialiser (kompartemen dialisat), harus dipanaskan dulu sampai
temperatur mencapai 33-39C. Cara pemanasan dilakukan oleh mesin HD.
4. Sensor tekanan
Tekanan negatif (Transmembran Pressure/TMP) diperlukan untuk mengendalikan
ultrafiltrasi. Umumnya mesin HD yang digunakan saat ini telah menggunakan sistem
volumetrik. Tekanan Arterial dan Venous untuk mengukur tekanan pada AVBL yang
berguna untuk mengidentifikasi permasalahan pada sirkuit dialisis.
5. Desinfektan
Mesin HD secara rutin harus di bilas setiap selesai dipakai dan didesinfeksi pada setiap
harinya. Pembilasan menggunakan larutan cuka berguna untuk menghilangkan kristal-
kristal bikarbonat pada aliran tubing dialisat. Desinfeksi mesin dapat menggunakan
pemanas atau dengan bahan kimia (Bleach).

35
6. Komponen tambahan
a. Heparin pump
b. Pengaturan dialisat
c. Kontrol Ultrafiltrasi
d. Program Ultrafiltrasi
e. Kt/V monitor
f. Sensor udara
g. Sensor kebocoran darah
F. Perlengkapan Tindakan Hemodialisis Lainnya
1. Jarum Punksi
Jarum punksi adalah jarum yang dipakai pada saat melakukan punksi akses vaskuler,
macamnya :
a) Jarum Tunggal (Single Needle)
Jarum yang dipakai hanya satu, tetapi mempunyai 2 cabang, yang satu untuk darah
masuk dan yang satu untuk darah keluar. Punksi hanya di lakukan sekali.
b) Jarum AV-Fistula
Jarum yang bentuknya seperti wing needle, tetapi ukurannya besar. Jika
menggunakan AV-fistula ini, dilakukan dua kali penusukkan
2. Infus Set
Untuk mengalirkan NaCl ke AVBL dan kompartemen darah.
3. Spuit 10 cc
Untuk pemberian antikoagulan dan atau aspirasi akses vaskuler
4. Spuit 3 cc
Untuk injeksi lidocain sebagai anestesi local pada saat punksi akses vaskuler dan atau
aspirasi akses vaskuler
5. Spuit 1cc
Untuk pemberian antikoagulan pada saluran ekstrakorporeal

DAFTAR PUSTAKA

Daugirdas, J. T., Van Stone, J. C., Boag, J. T. 2001, Hemodialisis Aaparatus in Handbook Of
Dialysis, Third Edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia
Ismail, N. and Hakim, R. 1991. Hemodialysis. D. Z. Levine (ed:), Care of The Renal Patient. 2nd,
W.B. Saunders Company. Pp 220-8
Sidabutar, R. P. dan Suharjono. 1989. Penanganan pada Pasien Gagal Ginjal Terminal. Jakarta
: Universitas Indonesia
Sukandar, E. 1997. Nefrologi Klinik. Edisi II. Bandung : Penerbit ITB
Pernefri, 2002. Kursus Nefrologi Klinik : Tatalaksana Gagal Ginjal Kronis, Surabaya

36
AKSES VASKULER

Akses Vaskular adalah istilah yang berasal dari bahasa lnggris yang berarti jalan untuk
memudahkan mengeluarkan darah yang diperlukan dari pembuluhnya. Kegunaan vascular
access dalam kasus gagal ginjal menahun adalah untuk keperluan hemodialisa (cuci darah).
Vascular (Circulatory) access sering dikelompokan menjadi akses vaskular permanen (berupa
pembuluh vena yang di sambungkan baik prostetik maupun biological) dan akses vaskular
temporer yaitu sejenis alat berupa saluran atau kanula (kateter) yang dimasukkan ke dalam
lumen pembuluh darah, berikut adalah gambarannya :

A. AKSES VASKULAR PERMANEN


1. Akses AV-Fistula
a. Pengertian
Operasi anastomosis arteri dengan vena adalah salah satu vascular access yang
tersering dikerjakan pada penderita gagal ginjal kronis tingkat akhir (End Stage
Chronic Renal Disease). Sering kali disebut Arterio-venous shunt (AV shunt) atau
arterio-venous fistua (AV fistula), atau disebut juga operasi Brescia-Cimino.

37
b. Iindikasi
AV-Fistula di indikasikan bagi pasien yang akan menjalin HD rutin (Gagal Ginjal
Terminal) karena tingkat infeksi yang tergolong rendah
c. Area Pemasangan AV-Fistula
Diantaranya dan sering dilakukan :
1) Radiocephalic fistula
2) Brachiocephalic fistula
3) Brachiobasilic fistula

d. Teknik penyambungan (anastomosis)


Biasanya operasi ini dilakukan pada lengan bawah pada lengan yang tidak dominan
(biasanya lengan kin). Diketahui ada beberapa teknik penyambungan (anastomosis)
yang dapat dilakukan, ditulis (dibaca) sesuai dengan arah aliran darah, yaitu:
1) Side to end: Side (sisi) adalah bagian dari arteri (misalnya sisi A.Radialis di
pergelangan tangan kin), sedangkan end (ujung) adalah bagian dari vena
(misalnya ujung V.Cephalica di pergelangan tangan kiri).
2) Side to side: Di sini yang disambungkan adalah sisi arteri (misalnya sisi
A.Radialis kin) dan sisi vena (misalnya sisi V.Cephalica kin).
3) End to end: Dalam hal ini yang disambungkan adalah ujung arteri (misalnya ujung
A.Radialis kin) dengan ujung vena (misalnya ujung V.Cephalica kiri).
4) End to side: Di sini yang dimaksudkan adalah melakukan anastomosis antara
ujung arteri (misalnya ujung A.Radialis kiri) dengan sisi vena (misalnya sisi
V.Cephalica kiri).

38
Gambaran teknik penyambungan pembuluh darah pada AV-Fistula

Teknik anatomosis (penyambungan) yang sering digunakan adalah side to end, dan
side to side, yang lainnya lebih jarang dilakukan. Teknik penyambungan side to end
tersering digunakan mengingat bahwa aliran darah ke vena yang menuju jantung
adalah yang terbesar volumenya, mencegah terjadinya hipertensi vena. Tetapi teknik
operasi relatif agak sulit karena vena sering terputar (torsi).
Tipe side to side, mudah terjadi pembengkakan pada tangan, karena aliran darah
dari arteri yang menuju ke distal (ke arah tangan) mengganggu drainase vena dari
tangan, sehingga mudah terjadi hipertensi vena pada daerah tangan..
e. Persiapan Pemasangan AV-Fistula
Akses AV-Fistula sebaiknya di siapkan beberapa bulan sebelum HD dilakukan,
bahkan ketika pasien dengan CKD stage IV menjelang pelaksanaan dialisis.
Pemasangan AV-Fistula sebaiknya dilakukan pada masa awal setelah pasien
dinyatakan harus menjalani HD rutin, keuntungan operasi lebih awal :
1) Memungkinkan kemudahan dalam proses operasi
2) Kualitas pembuluh darah yang masih baik karena belum terkena pajanan jarum
HD,
3) Memudahkan perawat HD dalam melakukan akses vaskuler dan mengindari
resiko akses femorals.
Bagian lengan yang terbaik untuk dilakukan tindakan operasi AV shunt pada
umumnya adalah lengan kiri bagian paling distal (daerah pergelangan tangan).
Lengan untuk pemasangan AV fistula diusahakan lengan yang tidak dominan dan
memenuhi syarat yang ditentukan.
f. Asessment preopertif
1) Diperlukan riwayat menyeluruh
2) Riwayat sebelumnya :
a) Pemasangan CVC/CDL atau pemasangan alat pacu jantung / implantasi
intravena, penggunaan garis PICC sebelumnya, dan pembedahan vaskular
sebelumnya.

39
b) Kondisi komorbid seperti gagal jantung kongestif, diabetes mellitus, atau penyakit
pembuluh darah perifer dapat membatasi pilihan untuk pemasangan akses.
c) Pasien dengan gagal jantung berat tidak dapat mentolerir output jantung
tambahan yang diperlukan untuk mensirkulasikan darah melalui akses.
d) Pasien dengan penyakit vaskular berat karena aterosklerosis atau diabetes atau
pasien dengan kerusakan luas pada vena lengan mereka karena jarum suntik
sebelumnya atau gagal AV fistula mungkin tidak memiliki pembuluh darah yang
memadai untuk mendukung pembuatan akses AV
3) Nadi baik di semua ekstremitas atas (aksila, brakialis, radial, dan ulnar) dievaluasi
dan dicatat. Tekanan darah pada kedua lengan harus diukur, dan perbedaan antara
lengan harus dinilai normal jika <10 mm Hg, batas jika 10-20 mm Hg, atau
bermasalah jika> 20 mm Hg.
Pemeriksaan fisik Tes Allen, yang mengukur aliran kolateral antara arteri radial dan
ulnaris di lengkungan palmar, dapat dilakukan dengan dibantu oleh Doppler.
4) Ultrasonografi doppler. Ultrasonografi doppler, yang dapat mengukur kecepatan
aliran serta diameter bagian dalam arteri brakhialis dan radial dan vena perifer,
harus dilakukan pada semua pasien untuk mengidentifikasi arteri dan vena yang
cocok untuk penempatan akses.
5) Ukuran vena dan arteri minimal. Ada kontroversi tentang ukuran minimum arteri dan
vena target untuk fistula yang berhasil. Studi menunjukkan bahwa diameter lumen
vena minimal harus sekitar 2,5 mm untuk pembedahan anastomosis yang berhasil
(Okada dan Shenoy, 2014) dan diameter arteri minimal harus 2,0 mm. Lebih penting
mungkin kemampuan arteri dan vena untuk membesar setelah anastomosis, untuk
memungkinkan peningkatan aliran. Diharapkan Kedalaman vena < 1 cm
6) Venografi. Venografi harus disediakan untuk mengevaluasi vena sentral dan untuk
melihat okulsi terutama pada pasien dengan resiko kegagalan AVF
7) Arteriografi. Arteriografi diindikasikan ketika denyut nadi di lokasi akses yang
diinginkan sangat berkurang atau tidak ada atau ada perbedaan> 20 mm Hg dalam
tekanan arteri rata-rata antara kedua lengan.
8) Pada pasein yang sudah menjalani HD dan belum terpasang AV-fistula diharapakan
petugas menjaga area tangan dan pembuluh darah yang akan di rencanakan untuk
operasi dengan menghindari akses vaskular di area tersebut.
9) Beberapa pusat dialisis mempersiapkan pasien untuk operasi fistula AV dengan
meminta pasien melakukan latihan lengan selama beberapa minggu sebelum
operasi, dengan gagasan bahwa ini dapat membantu pembuluh darah melebar dan
mencapai ukuran luminal lebih dari 2,5 mm.
10) Hindari penusukan area vena yang akan di buat AVF (di anastomosis)
11) Vena area siku/brachialis merupakan sumber vena yang berharga terutama untuk
pasien obesitas, DM, lanjut usia dan ganguan vena perifer
12) Pada sebagian penelitianl, wanita memiliki pembuluh dengan diameter lebih kecil
daripada pria sehingga memiliki pematangan yang lebih buruk dan patensi lebih
rendah sehingga latihan di sangat diperlukan
13) Hidrasi yang baik diperlukan sebelum operasai, perhatikan jika pasien beresiko
terhadap hipovolemia (diare, sedang perdarahan, dll)

40
g. Perawatan pasca post opertif
1) Penting mengkaji (termasuk deteksi madiri oleh pasien): flow, thrill, kekenyalan
pembuluh (manual maupun dengan pencitraan/USG,dopler) , observasi area
operasi terhadap resiko infeksi dan komplikasi lainnya.
2) Pasien diminta melatih tangan (KDOQI merekomendasikan penggunaan seluruh
tangan dari pada hanya menggerakan jari-jari tangan, gunakan untuk aktifitas
biasa, latihan fisik secara wajar)
3) Bergerak bebas namun hati-hati supaya tidak terbentur
4) Area anastomosis jangan tertindih saat tidur
5) Hindari pemakaian aksesoris di area AVF , pakaian terlalu ketat
6) Hindari infus dan mengukur TD di area AVF
7) Menjaga kebersihan area AVF
8) Kondisi hipovolemia sedapat mungkin jangan terjadi karena beresiko terhadap
pematangan dan kematian karena trombosis
9) Catat kondisi dan maturasi AV fistula
10) Perubahan dibandingkan dengan extremitas sebelah
h. Kriteria Keberhasilan AV-fistula
Sebagai gambaran dari keberhasilan operasi AV shunt, maka terdapat beberapa hal
yang penting dan patut diperhatikan, seperti di bawah ini:
1) Volume aliran darah pada vena paling sedikit 150 ml per menit.
2) Diameter vena harus mengalami dilatasi cukup lebar segera setelah aliran dara
mengalir kembali melalui anastomosis setelah klem vaskular dibuka; diameter
pembuluh vena tersebut membesar dimulai dari daerah anastomosis.
Pembesaran vena tersebut akan memudahkan akses pada saat dilakukan
hemodialisa (mudah ditusuk jarum hemodialisa karena diameternya melebar dan
terletak subkutis).
3) Cukup untuk menusukkan jarum inlet dan jarum outlet.
4) Operasi dapat dengan mudah dan cepat diselesaikan menggunakan pembiusan
lokal.
5) Komplikasi infeksi dan trombosis jarang terjadi.
6) Dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama
i. Penggunaan AV-Fistula
1) 4 – 6 minggu pasca operasi untuk AVF
2) 2 – 4 minggu pasca operasi untuk AVG dengan graft sintesis
3) Jika Insersi 2-4 minggu pada AVF karna sangat diperlukan maka harus dilakukan
oleh yang sudah berpengalaman dan penuh pengawasan
4) Penusukan prematur menyebabkan trombosis karena vena yang tipis dg tekanan
besar (vena belum ter-arterialisasi)
5) Penyembuhan anastomosis pembuluh darah mulai terjadi bila lapisan endothelium
pada tunika intima sudah tumbuh merata menutupi permukaan luka pada
anastomosis, yaitu pada akhir minggu ke-2 pascabedah (hari ke-14).
6) Lapisan endothelium tersebut akan tumbuh dari sisi arteri dan dari sisi vena,
sehingga endothelium tersebut akan bertemu pada garis anastomosis dan saling

41
menyeberang ke sisi lainnya seolah-olah membentuk 'karpet' menutupi
permukaan yang semula telanjang pada luka anastomosis.
7) Penyembuhan lapisan-lapisan lainnya dari pembuluh darah arteri dan vena akan
terjadi sejak akhir minggu ke-4 sampai ke-5 (pada akhir minggu ke-2 lapisan
endothelium walaupun sudah menyeberang ke sisi Iainnya, tetapi masih belum
merata menutupi anastomosis) di mana lapisan sel endotel, fibroblast dan serat-
serat kolagen susunan dan bentuknya sudah tampak normal kembali.
8) Selain itu, aliran darah pada vena, yang mendapat aliran darah dari arteri, akan
mengembangkan pembuluh vena sehingga memudahkan identifikasi vena
tersebut dengan meraba (palpasi) dan memudahkan penusukan jarum pada saat
cuci darah.
9) Dapat dikatakan bahwa pada saat penderita harus cuci darah, AV shunt sudah
dapat dikatakan matang (pembuluh vena telah mengalami 'arterialisasi'), yaitu
dinding vena sudah cukup melebar dan tebal, telah cukup menyesuaikan diri
dengan tekanan aliran yang tinggi sehingga tidak mudah robek pada saat ditusuk
jarum dialisis, yaitu mulai dari 4 minggu pascabedah. Dalam pustaka Vascular
Surgery (RB Rutherford, 2005) bahwa penggunaan AV shunt untuk hemodialisis
adalah setelah vena cephalica menjadi mature, yaitu 3 bulan dengan cakupan
antar 6 minggu sampai dengan 6 bulan.
10) NKF menyarankan AV-Fistula di pakai setelah 1-4 bulan (dianggap sudah
matang). Fistula AV tidak dapat digunakan segera karena proses pematangan
fistula umumnya memakan waktu sekitar 6-8 minggu. Selama proses pematangan
aliran darah melalui fistula yang baru dibuat akan meningkat
11) Dalam maturasi AV-Fistula juga di kenal dengan Rule of 6 (Six) artinya :
a) 6 minggu setelah operasi
b) Diameter vena : 6 mm dengan batas tegas dan yakin bisa di akses
c) Dalamnya vena < 6 mm dari kulit
d) Alirannya sekitar 600 ml/mnt
e) Terdapat area akses sekitar 6 inci dari anastomosis
j. Teknik Kanulasi
1) Gunakan tindakan aseptik dan antiseptik dengan sempurna, di sarankan : 2,5
chlorexidine dalam 70% alkohol
2) Setelah Desinfeksi biarkan 30-60 detik,biarkan sampai mengering, jika
tersentuh pasien/perawat dalam kondisi tidak steril maka ulangi desinfeksi.
3) APD : Pelindung tangan dan wajah, gaun/celemek, masker,
4) APD di pakai lengkap terutama saat kanulasi, memulai dan mengakhiri HD .
5) Penggunaan sarung tangan bersih bisa dilakukan dengan catatan tidak
menyentuh bagian jarum fistula, tapi jika anda ragu sebaiknya standar prosedur
anda menggunakan sarung tangan steril untuk menjamin keamanan pasien
6) Tusuk dengan tegas, lembut dan pasti, jika ragu-ragu jangan lakukan kanulasi tapi
kaji dan pastikan ulang area kanulasi
7) Jangan menembus dinding vaskular bagian pinggir atu belakang
8) Diperlukan perawat berpengalaman/senior untuk akses inisiasi, untuk
menghindari cedera dan kegagalan

42
9) Pada kanulasi pertama/inisiasi pengunaan heparin tidak disarankan
10) Secara umum sudut penusukan AVF 20-25 drajat dan AVG 45 derajat
11) Titik penusukan tidak di tusuk ulang dalam 2 minggu, di rekomendasikan bergeser
setidaknya 3 mm dari yang seblumnya
12) Jarak antar jarum A dan V minimal 5-7 cm dan 3 cm diatas anastomosis
13) Arteri menghadap ke anastomosis, vena ke arah berlawanan lebih di
rekomendasikan terutama pada flow kecil,
14) Arah jarum arteri sejajar/searah tidak dipermasalahkan selama dapat menjaga
nilai adekuasi dialisis termasuk mencegah resirkulasi
15) Posisi jarum miring atau pun terbalik masih dapat diterima/tidak masalah

43
16) Menurut ESVS,EDTNA/ERCA,ANNA dan KDOQI ada 3 cara kanulasi pada
akses Av-Fistula, yaitu :
a) Rope leadder technique
Teknik akses dengan menggunakan seluruh panjang venus yang
teranastomosis
b) Area
Kanulasi berulang diarea yang sama, menyebabkan dilatasi aneurisma, dan
berikutnya stenosis yang berdekatan area kanulasi, kulit pada area lebih
menipis dan risiko perdarahan, teknik ini tidak lagi di rekomendasikan
c) Buttonhole
Teknik ini digunakan untuk AVG, memerlukan sudut dan kedalaman yang
sama saat kanulasi, setelah 6-10 sesi HD button hole di bentuk dengan jarum
fistula.
Idealnya dilakukan oleh perawat yang sama sampai terbentuk lubang
KDOQ : Teknik Buttonhole atau constant site: lebih mudah, lebih berisiko
stenosis dan aneurisma, keahlian yang melakukan insersi harus diperhatikan.
ESVS : teknik Buttonhole meningkatkan resiko infeksi, jika diperlukan
gunakan anastesi sebelum insersi
Teknik kanulasi tergambar seperti di bawah ini:

17) Pada pasien dengan aneurisma lakukan akses pada bagian yang tidak
mengalami aneurisma
18) Fixsasi jarum AV-Fistula direkomendasikan seperti tergambar di bawah ini

k. Mengatasi cedera kanulasi :

44
1) Untuk setiap infiltrasi (ditandai pembengkakan ringan) lakukan penekanan dengan
es selama minimal 10 menit dan jika dialisis tetap dilanjutkan, QB jangan dulu di
naikan
2) Jika dianggap infiltrasi sedang : jarum harus di lepas dan penekanan manual
dilakukan di area infiltrasi
3) Jika infiltrasi sedang-besar dan dialisis tetap harus dilanjutkan maka pemindahan
akses ke bagian proksimal dapat dilakukan , jika ini tidak mungkin maka lepaskan
akses dan lakukan penekanan manual dengan es selama 30 menit
4) Jika hematom berkembang maka penilaian area akses harus dilakukan :
pengukuran pembengkakan, bruit, sirkulasi ke bagian distal dari anastomosis.
5) Penggunaan ultrasound/dopler dapat membantu arah dan penempatan jarum saat
kanulasi untuk menghindari cedera.
l. Pelepasan Jarum AV-Fistula
1) Di tekan dengan media steril : deper/kasa
2) Penekanan tidak terlalu kuat , secukupnya dan tidak di koyak atau di putar-putar
3) Tidak menekan saat semua jarum masih masuk di dalam pembuluh darah, biarkan
jarum keluar lebih dari ½ nya baru di tekan atau setelah ujung jarum di tarik,
secepatnya di dep.
4) Penekanan sekitar 5 menit baru di evaluasi : masihkah keluar darah, jangan terlalu
cepat mengangkat tekanan/dep
5) Penting mengevaluasi pembengkakan dan respon nyeri setelah pelepasan fistula
m. Komplikasi AV-Fistula
1) Trombosis pada awal pasca bedah (early thrombosis)
Terjadi aneurisma vena dan trombosis sebagai komplikasi tusukan jarum
hemodialisa berkali-kali di tempat yang berdekatan.Tusukan jarum hemodialisa
berkali-kali di tempat yang terlalu dekat, akan mengganggu kesembuhan dinding
vena di tempat itu, sehingga menimbulkan kelemahan dinding berupa aneurisma,
trombosis, dan perdarahan karena aneurisma yang pecah. Pada kasus ini,
dilakukan penutupan AV shunt dengan melakukan ligasi menggunakan benang
silk 1-0 pada pembuluh vena dekat anastomosis.
Sering timbul sumbatan trombus yang terjadi awal pada beberapa jam sampai 1-
2 hari pascaoperasi. Hal tersebut umumnya akibat kesalahan teknik operasi
(penjahitan yang menimbulkan penyempitan lumen pembuluh, pemilihan
pembuluh yang terlalu kecil dan berdinding tipis (biasanya vena yang di dekat
permukaan kulit), kualitas pembuluh yang tidak baik karena sudah ada trombus-
trombus pada pembuluh tersebut).
Walaupun demikian trombosis dapat pula terjadi akibat penurunan volume darah
intravaskular sehingga menimbulkan hipotensi. Bila volume yang menurun
tersebut tidak segera diperbaiki maka trombosis akan menimbulkan penyumbatan
menetap. Hipotensi dapat pula disebabkan penarikan cairan tubuh pasien oleh
hemodialisis, muntah-muntah, diare, yang selanjutnya menimbulkan trombosis
yang menyumbat AV shunt.
2) Trombosis yang terbentuk kemudian (late thrombosis)

45
Sumbatan trombus yang terjadi belakangan, biasanya beberapa bulan sampai
beberapa tahun pascaoperasi, dapat terjadi dengan sebab yang ditunjukkan di
atas, tetapi bukan oleh kesalahan teknik operasi. Biasanya disebabkan:
a) Hipotensi akibat kehilangan darah, infark miokard, oleh muntah-muntah,
mencret, clan lain-lainnya atau seperti diterangkan di atas,
b) Penyempitan pembuluh vena oleh hiperplasia endothelium akibat tekanan
darah tinggi pada bagian vena dekat anastomosis,
c) Penyempitan akibat trauma tusukan jarum hemodialisis, trauma tekanan
misalnya oleh tensimeter atau tertindih saat beristirahat/tidur,
d) Aneurisma vena akibat tekanan aliran darah tinggi, menimbulkan arus
turbulen sehingga memudahkan terbentuknya trombus.
Thrombus juga dapat terjadi karena penurunan volume darah intravascular yang
menimbulkan hipotensi. (Gallieni:2013, Yuwono:2009). Terjadinya thrombus juga
dapat dicegah dengan anamneses yang baik terhadap kematangan dan
menghindari resiko kegagalan dalam melakukan akses vaskuler, evaaluasi yang
baik oleh ahli bedah dan perawat HD|.Robin and colleagues (2003) mengatakan
bahwa perawat memeiliki keakuratan dalam mengidentifikasi kematangan AV-
Fistula sebagai akses vaskuler HD. Thrombosis terjadi sekitar 17% pada pasien
dengan AV-Fistula (Beathard :2003)
Bila AV shunt tersebut tersumbat oleh trombus (trombosis), maka harus dibuat lagi
AV-Fistula yang baru, karena biasanya penderita terlambat (setelah beberapa
hari) memberitahukannya kepada dokter. Dalam keadaan tertentu di mana tidak
dapat ditemukan vena yang balk, maka harus digunakan pembuluh darah buatan
(prosthesis, protesa) seperti politetrafluoroetilen (PTFE, Goretex).
Keadaan yang memaksa untuk menggunakan protesa pembuluh darah adalah:
pada penderita Diabetes mellitus (pada kasus di mana gula darah tidak terkontrol
sehingga dapat terjadi arteri dan vena pada lengan telah tersumbat di beberapa
tempat oleh proses endapan lemak clan trombus, sehingga AVshunt yang dibuat
akan tersumbat pula) kegemukan (pada kásus ini lemak subkutis—di bawah
kulit—terlalu tebal sehingga walaupun vena cukup besar akan menjadi kendala
bagi perabaan vena tersebut ketika hemodialisis), pembuluh sudah banyak
digunakan pada operasi sebelumnya (trauma operasi pada jaringan
mengakibatkan proses jaringan parut berupa fibrosis yang menimbulkan kesulitan
untuk menemukan pembuluh darah yang diperlukan).
3) Aneurisma vena.
Aneurisma vena adalah pelebaran dinding vena akibat dinding vena tersebut yang
tipis yang mendapat aliran darah bertekanan tinggi. Aneurisma ini adalah
perubahan yang wajar yang terjadi pada setiap penderita yang memiliki AV shunt,
karena sebelum vena dihubungkan dengan arteri, tekanan darah yang mengalir
dalam vena bertekanan rendah. Setelah vena tersebut dihubungkan dengan arteri,
maka darah yang mengalir di dalam vena adalah berasal dari arteri yang
bertekanan tinggi.
Komplikasi ini sering dialami setelah beberapa bulan pascabedah, tetapi tidak
memerlukan tindakan bedah bila kulit di atasnya masih cukup kuat, atau bila tidak

46
pecah/ruptur. Aneurisma ini dapat ditusuk jarum dialisis tanpa menimbulkan ruptur
bila dilakukan hati-hati, yaitu ditusuk pada bagian yang kulit di atasnya masih
cukup kuail tebal. Bila aneurisma menjadi terlalu besar dan menimbulkan keluhan
nyeri, aneurisma tersebut harus dilakukan reparasi melalui operasi untuk
memperbaiki pelebaran dinding vena tersebut.
Aneurisma banyak terjadi pada pasien dengan hipertensi sedang-berat, dengan
adanya aliran yang tinggi ke area venus hasil anastomosis maka endotel vascular
akan mengalami hyperplasia dan hipertropi sebagai kompensasasi, aneurisama
sebenarnya tidak bermasalah jika memang tidak terlalu besar, menimbulkan sakit
dan memiliki resiko rupture. Aneurisma juga terjadi disertai dengan adanya
stenosis karena adanya invasi fistula yang berulang terutama jika akses dilakukan
pada tempat yang sama.
4) Arterial Steal Syndrome (ASS)
Steal (aliran darah arteri tercuri) menyebabkan dingin pada perabaan tangan,
nyeri dan kesemutan, otot lemah pada jari-jari tangan di bagian distal dari luka
operasi AV shunt. Gejala tersebut semakin terasa pada saat dilakukan
hemodialisis.
Diagnosis arterial steal syndrome dilakukan dengan beberapa cara atau gabungan
dari beberapa cara yaitu : pemeriksaan fisk dan anamnese riwayat, pemeriksaan
dengan doppler, dan arteriogram (J Vasc Nurs:2012). Arterial steal syndrom
ditegakan dengan adanya tanda tanda klinis pada bagian distal AV-fistula seperti:
kepucatan, hilang atau menurunnya nadi, gejala-gejala persarafan:kesemutan,
rasa terbakar,mati rasa, kematian dan tanda tanda iskemik jaringan atau jari-jari
tangan ( Zamani et.al (2009).
Untuk mengatasinya harus segera menutup AV shunt. Kemudian membuat AV
shunt yang baru di tempat lain dengan harapan tidak terjadi steal di tempat baru
tersebut (diusahakan agar jangan di tempat yang sama, sebaiknya dari
pergelangan pindah ke tempat yang lebih proksimal atau di fossa cubiti atau
pindah ke lengan lainnya, lubang anastomosis antara arteri dan vena jangan terlalu
besar).
5) Hipertensi vena
Komplikasi ini disebabkan oleh terganggunya aliran darah vena bagian distal dan
lokasi operasi anastomosis AV, sehingga menimbulkan pembengkakan jaringan.
Keadaan ini dapat pula menimbulkan infeksi bakteri akibat adanya gangguan
drainase vena (terhambatnya aliran vena akan memudahkan timbulnya infeksi);
atau infeksi bakteri yang terjadi primer menimbulkan pembengkakan (edema)
jaringan yang mengganggu aliran darah vena, akibatnya akan terjadi hipertensi
vena.
Dengan pemberian antibiotika yang cukup, biasanya infeksi bakteri teratasi,
pembengkakan pun mereda. Bila hipertensi vena disebabkan oleh adanya
gangguan drainase vena (aliran darah vena tidak menuju ke arah jantung, tetapi
akibat adanya sumbatan makal aliran menjadi berbalik menuju tangan), sehingga
menimbulkan pembengkakan tangan yang akut, dan menyebabkan tangan
menjadi kaku dan nyeri. Pada kasus tersebut penanggulangannya adalah

47
dengan melakukan operasi untuk menutup AVshunt(cukup dengan melakukan
operasi ligasi atau mengikat vena pada AV shunt sehingga tidak ada lagi aliran
darah dari arteri ke vena).
6) lnfeksi
lnfeksi bakteri dapat terjadi dengan gejala pembengkakan, kulit berwarna
kemerahan, nyeri, peninggian suhu di tempat tersebut. Keadaan daya tahan
imunologi penderita gagal ginjal menahun biasanya relatif rendah, sehingga
mudah mengalami infeksi.
Pencegahannya adalah dengan tindakan aseptik (kain steril, duk bolong) dan
antiseptik (povidon-iodine 10% atau betadine, alkohol 70%) ketika penusukan
jarum dialisa. Tetapi bila infeksi sudah terjadi harus diberikan antibiotika,
analgetika selama paling sedikit 5 hari. Untuk membantu mempercepat
berkurangnya pembengkakan dapat diberikan tablet Diosmin-Hesperidin (Ardium,
sehari 2 X 1 tablet sesudah makan, selama 7 hari berturut-turut).
n. Perawatan av-fistula dan bahan edukasi
1) Jaga agar tetap kering sebelum luka sembuh.
2) Perhatikan adanya perdarahan.
3) Cara memeriksa AV-Fistula selama di rumah: untuk getaran (disebut "sensasi")
atau untuk suara (disebut "bruit" diucapkan ).Jika getaran (thrill) atau suara (bruit)
dari akses Anda tidak ada, mengecil atau tampak berbeda, hubungi tim
perawatan dialisis. Ini bisa berarti akses tidak bekerja dengan baik.
4) Jangan garuk akses Anda, kuku Anda bisa sumber infeksi.
5) Hindari batuk atau bersin ke area akses Anda selama perawatan: luka belum
sembuh atau ke area bekas tusukan yang belum mengering.
6) Tekanan pasca dicabutnya fistula tidak perlu terlalu kuat dan harus tepat diatas
bekas jarum fistula.
7) Jangan mengukur tekanan darah pada area akses AF-Fistula.
8) Jangan mengambil darah dari lengan akses AV-Fistula ketika tidak dilakukan
dialisis.

B. Akses Vaskular Temporer


1. Pengertian
Kateter double lumen adalah sebuah alat yang terbuat dari bahan plastik PVC
mempunyai 2 cabang,selang merah (arteri) untuk keluarnya darah dari tubuh ke mesin
dan selang biru (vena) untuk masuknya darah dari mesin ke tubuh (Allen R.
Nissenson,dkk,2004)
Kateter double lumen adalah suatu selang steril yang dimasukan kedalam vena sentral
besar seperti vena jugularis,vena subklavia atau vena femoralis melalui prosedur
operasi digunakan hanya untuk penggunaan jangka pendek.
Kateter hemodialisis double lumen memiliki dua lumen arteri dan vena yang terpisah dan
diposisikan dalam satu kateter.Lubang arteri pada ujung kateter umumnya 2-3 cm
proksimal lubang vena.
Kateter ini diluar tubuh memisah menjadi dua saluran.satu saluran digunakan untuk
menarik darah dari pasien kedalam mesin ini disebut artery line dan satu lagi digunakan

48
untuk memasukan darah dari mesin ketubuh pasien disebut venous line.
2. Indikasi
a. Indikasi jangka pendek:
1) AVF/AVG dibuat tapi belum siap digunakan atau dalam tidak bisa digunakan
karena komplikasi
2) Penolakan terhadap transplantasi atau komplikasi lain yang memerlukan dialisis
3) Pasien PD dg masalah sehingga memerlukan HD untuk waktu tertentu
b. Indikasi jangka panjang :
1) AV gagal dilakukan/di akses, dan tidak ada opsi vaskular tersedia
2) Harapan hidup terbatas
3) AV yang dibuat memiliki aliran yang tidak cukup dan menurunkan adekuasi HD
4) Kedaan medis khusus
3. Komplikasi pemakaian kateter double lumen
a. Disritmia atrium dan disritmia ventrikel, komplikasi pneumothoraks, emboli udara,
perforasi pada dinding jantung atau vena sentral
b. Infeksi terjadi akibat migrasi mikroorganisme dari kulit pasien melalui lokasi tusukan
kateter dan turun ke permukaan luar kateter atau dari kateter yang terkontaminasi
selama prosedur hemodialisis
c. Thrombosis dan emboli udara karena kesalahan teknik
d. Stenosis vena sentral lebih sering terjadi pada pemakaian kateter subclavia
4. Tehnik perawatan dan koneksi kateter double lumen
a. Tujuan perawatan kateter double lumen adalah mencegah terjadinya
infeksi,mencegah adanya bekuan darah diselang kateter double lumen,kateter
dapat digunakan dalam waktu tetentu dan aliran darah menjadi lancar
b. Hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan kateter double lumen adalah
kebersihan kateter,kondisi kateter yang tidak tertekuk,rembesan darah dari
sambungan tutup kateter,kateter lepas atau berubah posisi, tanda-tanda
peradangan dan keluhan pasien.
c. Melakukan kebersihan tangan/cucitangan
d. Pakai masker (termasuk pasien direkomendasikan terutama jika dalam kondisi
batuk) , sepasang sarung tangan steril baru
e. Penggunaan teknik aseptik ketika memulai dan mengakhiri dialisis adalah yang
paling penting. Semua kateter rentan terhadap infeksi.
f. Penting sekali bagi pemberi perawatan untuk mengetahui jenis kateter yang pasien
harus berikan perawatan di tempat yang tepat. Rekomendasi produsen untuk
disinfektan harus diikuti untuk menjaga integritas kateter.
g. Exit site harus dibersihkan dan dressing steril harus diterapkan.Petugas harus
memakai sarung tangan steril, saat mengganti dressing pada kateter hemodialisis,
2% chlorhexidine alkohol harus digunakan membersihkan kulit dan ganti balutan,
atau alkohol 70% + iodine 10%.Jika desinfeksi tidak tersedia atau ada riwayat
alergi/iritasi maka membersihkan darah atau cairan dia rea exit site dengan natrium
klorida 0,9% steril.
h. Tutup CVC harus di bersihkan dan dibungkus dengan dressing dalam disinfektan
yang direkomendasikan sebelum memulai atau mengakhiri dialisis atau bisa di

49
bungkus kasa steril setelah di disinfeksi.
i. Penting memperhatikan exit site terutama jika ada kemerahan atau drainase, harus
didokumentasikan.
j. Tidak boleh menghilangkan lipid kulit (defatting) dengan alkohol, eter atau aseton.
k. Heparin atau sejenisnya di berikan untuk melakukan lock ke port dari kateter harus
dikeluarkan sebelum memulai dialisis berikutnya untuk menghindari pasien
menerima bolus. Aspirasi heparin lock sekitar 5 cc kemudian langsung buang tanpa
mengaspirasi bolak balik.
l. Jangan mencoba mendorong NaCl ke dalam kateter yang membeku, ini mungkin
memaksa bekuan ke dalam sistem vaskular.
m. Masalah utama yang dialami dengan kateter, aliran darah yang buruk, dapat
dikoreksi dengan langkah-langkah berikut: :
1) Menurunkan kepala pasien atau memutar kepala pasien ke sisi yang
berlawanan dengan kateter, jika menggunakan vena subclavia atau jugularis
2) Menjaga dressing steril
3) Menerapkan tekanan eksternal ke lokasi keluar
4) Memutar poros kateter 180 derajat jika di intruksikan oleh dokter
5) Membalikkan selang, menggunakan port arteri untuk mengembalikan vena
(sebagai upaya terakhir) jika HD sudah berlangsung dan waktu dialisis yang
tersisa sediki, resiko resirkulasi terjadi pada tindakan ini
n. Rekomendasi berikut harus dipertimbangkan:
1) Transparan, semi-permeabel, perekat diri, (standar atau hyperpermeable),
dressing polyurethane:
- Manfaat termasuk melindungi situs dari kontaminasi luar, memungkinkan
pengamatan terus menerus dari di area exit site, dan membantu menstabilkan
dan mengamankan kateter
- Petugas harus memeriksa dressing di situs keluar pada setiap perawatan
hemodialisis
2) Kasa steril dengan pita perekat atau semi-permeabel:
- Jika kasa digunakan dalam kombinasi dengan dressing semi-permeabel,
harus ganti pada setiap sesi hemodialisis
- Dressing kasa hanya boleh digunakan oleh petugas jika ada kontraindikasi
yang sebenarnya untuk pemakaian transparan dressing, kasa dianjurkan
untuk pasien diaphoresis atau cairan yang berlebihan dari area exit site
kateter.
3) Chlorhexidine + balutan + sponge telah terbukti mengurangi risiko infeksi situs
keluar dan infeksi aliran darah yang berhubungan dengan kateter
4) Dressing (termasuk jenis polyurethane) tidak boleh dibenamkan atau direndam
dalam air : Mandi biasa lebih dianjurkan dari pada berendam atau berenang yang
seharusnya bisa di hindari, untuk mencegah kolonisasi dengan organisme Gram
negatif, terutama Pseudomona
o. Flushing kateter HD dan Heparin lock
1) Tujuan : untuk menjaga patensi kateter dengan membersihkan darah dan fibrin
yang terbentuk

50
2) Panjang yang tertera pada lumen kateter menentukan jumlah heparin
3) Bahan : NaCl 0,9 % + heparin (1000-5000 iu) sesuai kebutuhan dan rekomendasi
4) Tehnik :
a) Memperhatikan teknik septik antiseptik
b) Tidak banyak menyentuh
c) Tidak melakukan aspirasi bolak balik
d) Tekanan saat flushing tidak terlalu pelan karna mengakibatkan aliran balik
ke dalam lumen kateter
5) Volume minimal 2x volume kateter atau sesuai kebutuhan,perhatikan resiko
masuknya heparin kedalam tubuh

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Suhail-Second Edition (2009). Manual of Clinical Dialisis. University of Washington,


Scribner Kidney Center, Northwest Kidney Centers, Seattle, Washington, USA. Springer
Science+Business Media
American Nephrology Nurses’ Association (ANNA) (2005). Nefrology Nursing Standards of
Practice and Guidelines For care.Anthony J-Jannetti.Inc.Est Holly Avenue/Bok
56.Pitman.NJ
American Nephrology Nurses’ Association (ANNA) (2008). Core Curriculum for the Dialisis
Technician.Medical education institute
ESVN(2018).Vascular Acces(2018).Clinical Practice Guidelines of the European Society for
Vascular Surgery.
Daurgidas , John T. (2007). Handbook Of Dialisis Fourth Edition. Philadelphia: Lippincott William
& Wilkins
Guidelines on the management of Arterio Venus Fistula and Grafts (2014). Transplant, Urology
and Nephrology Directorate.
Johnson RJ, Fehally J, Foege J. Comprehenssive Clinical Nephrology 5th ed. Philadelphia.:
Lippincott William & Wilkins. 2015
Kallenbach, .Z, Gutch, C.F., Stoner, M. H., dan Corca, A.L (2012). Hemodialisis For Nurses and
Dialisis Personnl (8 th Edition). St. Louise Missouri : Elsevier Mosby.
Nancy (2012).Irreversible Sequela in an Arterial Venus Fistula With Steal Syndrome:A Case
Study. Journal of Vascular Nursing
National Kidney Foundation. K/DOQI clinical practice guidelines and clinical practice
recommendations for 2006 updates: hemodialisis adequacy, peritoneal dialisis adequacy
and vascular access. Am J Kidney Dis. 2006;48 (Suppl 1):S1-S322
NKF- KDOQI. 2019. Clinical Practice Guideline for Accss Vascular : 2019 update.
Nancy (2012).Irreversible Sequela in an Arterial Venus Fistula With Steal Syndrome:A Case
Study. Journal of Vascular Nursing
Ronco,et.al(2009). Hemodialisis Vascular Access and Peritoneal Dialisis Access – From Basic
Concepts to Clinical Excellence. Freiburg · S. Karger AG, P.O. Box, CH–4009 Basel
(Switzerland) www.karger.com

51

Anda mungkin juga menyukai