Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN INTRANATAL NORMAL

PRAKTIK KEPERAWATAN MATERNITAS

DI RSUD TABANAN RUANGAN VK

Oleh :

Si Ayu Rai Setiawati

P07120219004

2.A/ S.Tr. Keperawatan/ Semester IV

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
KONSEP DASAR PERSALINAN
A. DEFINISI

Dalam pengertian sehari-hari persalinan sering diartikan serangkaian kejadian


pengeluaran bayi yang sudah cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta
dan selaput janin dari tubuh ibu melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,
berlangsung dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan ibu sendiri). Ada
beberapa pengertian persalinan, yaitu sebagai berikut :

1. Persalinan adalah suatu proses fisiologis yang memungkinkan serangkaian


perubahan yang besar pada ibu untuk dapat melahirkan janinnya melalui
jalan lahir (Moore, 2001).
2. Persalinan adalah suatu proses dimana seorang wanita melahirkan bayi
yang diawali dengan kontraksi uterus yang teratur dan memuncak pada
saat pengeluaran bayi sampai dengan pengeluaran plasenta dan selaputnya
dimana proses persalinan ini akan berlangsung selama 12 sampai 14 jam
(Mayles, 1996).
3. Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari dalam uterus ke dunia luar (Prawirohardjo, 2002).
4. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37–42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa
komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Prawirohardjo, 2002
B. PENYEBAB/ FAKTOR PREDISPOSISI

Adapun beberapa faktor penyebab yang mempengaruhi persalinan antara lain


sebagai berikut:

1. Power (kontraksi/ HIS ibu)

Otot rahim atau myometrium berkontraksi dan memendek (relaksasi)


selama kala I persalinan. Kontraksi atau HIS yang perlu dikaji pada ibu
bersalin kala I adalah :

a. Frekuensi : dengan cara menghitung banyaknya kontraksi selama 1


menit (misalnya, terjadi setiap 3–4 menit).
b. Durasi: dengan cara menghitung lama terjadinya kontraksi, tercatat
dalam hitungan detik (misalnya, setiap kontraksi berlangsung 45–50
detik).
c. Intensitas: Kekuatan kontraksi. Hal ini dievaluasi dengan palpasi
menggunakan ujungjari pada bagian fundus perut ibu dan digambarkan
sebagai:
• Ringan : dinding rahim mudah menjorok selama kontraksi.
• Sedang : dinding rahim tahan terhadap lekukan selama kontraksi.
• Kuat : dinding rahim tidak dapat indentasi selama kontraksi.
2. Passageway (Jalan lahir)

Bagian ini meliputi tulang panggul dan jaringan lunak leher rahim/serviks,
panggul, vagina, dan introitus (liang vagina). Bentuk panggul ideal untuk
dapat melahirkan secara pervaginam adalah ginekoid.

3. Passenger (janin, plasenta dan ketuban)

Passenger yang dimaksud disini adalah penumpang/janin. Passenger/janin


dan hubungannya dengan jalan lahir, merupakan faktor utama dalam proses
melahirkan. Hubungan antara janin dan jalan lahir termasuk tengkorak janin,
sikap janin, sumbu janin, presentasi janin, posisi janin dan ukuran janin, selain
itu disertai dengan plasenta selaput dan cairan ketuban atau amnion.

4. Psikologis ibu

Pengalaman seorang ibu dan kepuasan selama proses persalinan dan


kelahiran dapat ditingkatkan bila ada koordinasi tujuan diadakannya
kolaborasi antara ibu dan tenaga kesehatan dalam rencana perawatan. Jika
cemas ibu berlebihan maka dilatasi/ pelebaran serviks akan terhambat
sehingga persalinan menjadi lama serta meningkatkan persepsi nyeri. Jika ibu
mengalami kecemasan maka akan meningkatkan hormone yang berhubungan
dengan stress seperti beta–endorphin, hormone adrenocorticotropic, kortisol
dan epineprin. Hormon–hormon tersebut mempengaruhi otot polos uterus.
Jika hormon tersebut meningkat maka menurunkan kontraktilitas (kontraksi)
uterus.
5. Posisi Ibu

Posisi ibu melahirkan dapat membantu adaptasi secara anatomis dan


fisiologis untuk bersalin. Seorang perawat dapat memberikan dukungan pada
ibu bersalin dengan cara memberi informasi mengenai posisi ibu bersalin
C. POHON MASALAH

Kehamilan ( 37-42 Minggu)

Tahap – Tahap Inpartum

Proses Persalinan

Kala I Kala II Kala III Kala IV

Kontraksi Uterus Partus Pelepasan Plasenta Post


Partum

Kerja Jantung Resiko Perdarahan Resiko


Meningkat
Nyeri Perdarahan

Defisit Volume
Cairan
Kelelahan
Resiko Infeksi
(O2 menurun)

Gangguan Respirasi
D. KLASIFIKASI
➢ Berdasarkan usia kehamilan, terdapat beberapa jenis persalinan yaitu :
a. Persalinan aterm : yaitu persalinan antara umur hamil 37-42 minggu,
berat janin di atas 2.500 gr.
b. Persalinan prematurus : persalinan sebelum umur hamil 28-36 minggu,
berat janin kurang dari 2.499 gr.
c. Persalinan serotinus : persalinan yang melampaui umur hamil 42
minggu, pada janin terdapat tanda postmaturitas
d. Persalinan presipitatus : persalinan yang berlangsung cepat kurang dari
3 jam.
➢ Berdasarkan proses berlangsungnya persalinan dibedakan sebagai berikut :
a. Persalinan spontan : bila persalinan ini berlangsung dengan kekuatan
ibu sendiri dan melalui jalan lahir.
b. Persalinan buatan : bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar
misalnya ekstraksi dengan forceps/vakum, atau dilakukan operasi
section caecarea.
c. Persalinan anjuran : pada umumnya persalinan terjadi bila bayi sudah
cukup besar untuk hidup di luar, tetapi tidak sedemikian besarnya
sehingga menimbulkan kesulitan dalam persalinan. Persalinan kadang-
kadang tidak mulai dengan segera dengan sendirinya tetapi baru bisa
berlangsung dengan dilakukannya amniotomi/pemecahan ketuban atau
dengan induksi persalinan yaitu pemberian pitocin atau prostaglandin.

E. GEJALA KLINIS
1. Tanda-tanda bahwa persalinan sudah dekat
a. Lightening

Beberapa minggu sebelum persalinan, calon ibu merasa bahwa


keadaannya menjadi lebih enteng. Ia merasa sesak berkurang, tetapi
sebaliknya ia merasa bahwa berjalan sedikit lebih sukar, dan sering
diganggu oleh perasaan nyeri pada anggota bawah.
b. Pollikasuria

Pada akhir bulan ke-IX hasil pemeriksaan didapatkan epigastrium


kendor, fundus uteri lebih rendah dari pada kedudukannya dan kepala
janin sudah mulai masuk ke dalam pintu atas panggul. Keadaan ini
menyebabkan kandung kencing tertekan sehingga merangsang ibu untuk
sering kencing yang disebut Pollakisuria.

c. False labor

Tiga atau empat minggu sebelum persalinan, calon ibu diganggu oleh
his pendahuluan yang sebetulnya hanya merupakan peningkatan dari
kontraksi Braxton Hicks. His pendahuluan ini bersifat :

1) Nyeri yang hanya terasa di perut bagian bawah


2) Tidak teratur
3) Lamanya his pendek, tidak bertambah kuat dengan majunya
waktu dan bila dibawa jalan malah sering berkurang
4) Tidak ada pengaruh pada pendataran atau pembukaan servik
d. Perubahan servik

Pada akhir bulan ke-IX hasil pemeriksaan cervix menunjukkan bahwa


servik yang tadinya tertutup, panjang dan kurang lunak, kemudian menjadi
lebih lembut, dan beberapa menunjukkan telah terjadi pembukaan dan
penipisan. Perubahan ini berbeda untuk masing-masing ibu, misalnya pada
multipara sudah terjadi pembukaan 2 cm namun pada primipara sebagian
besar masih dalam keadaan tertutup.

e. Energy Sport

Beberapa ibu akan mengalami peningkatan energi kira-kira 24-28 jam


sebelum persalinan mulai. Setelah beberapa hari sebelumnya merasa
kelelahan fisik karena tuanya kehamilan maka ibu mendapati satu hari
sebelum persalinan dengan energi yang penuh. Peningkatan energi ibu ini
tampak dari aktifitas yang dilakukannya seperti membersihkan rumah,
mengepel, mencuci perabot rumah, dan pekerjaan rumah lainnya sehingga
ibu akan kehabisan tenaga menjelang kelahiran bayi, sehingga persalinan
menjadi panjang dan sulit.

f. Gastrointestinal Upsets

Beberapa ibu mungkin akan mengalami tanda-tanda seperti diare,


obstipasi, mual dan muntah karena efek penurunan hormon terhadap
sistem pencernaan.

2. Tanda-Tanda Persalinan
a. Timbulnya kontraksi uterus, biasa juga disebut dengan his persalinan
yaitu his pembukaan yang mempunyai sifat sebagai berikut :
1) Nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut bagian depan.
2) Pinggang terasa sakit dan menjalar kedepan
3) Sifatnya teratur, inerval makin lama makin pendek dan
kekuatannya makin besar
4) Mempunyai pengaruh pada pendataran dan atau pembukaan servik.
5) Makin beraktifitas ibu akan menambah kekuatan kontraksi.
Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada servik
(frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit). Kontraksi yang terjadi
dapat menyebabkan pendataran, penipisan dan pembukaan serviks.
b. Penipisan dan pembukaan servik, penipisan dan pembukaan servix
ditandai dengan adanya pengeluaran lendir dan darah sebagai tanda
pemula.
c. Bloody Show (lendir disertai darah dari jalan lahir), dengan pendataran
dan pembukaan, lendir dari canalis cervicaliskeluar disertai dengan
sedikit darah. Perdarahan yang sedikit ini disebabkan karena lepasnya
selaput janin pada bagian bawah segmen bawah rahim hingga
beberapa capillair darah terputus.
d. Premature Rupture of Membrane, adalah keluarnya cairan banyak
dengan sekonyong-konyong dari jalan lahir. Hal ini terjadi akibat
ketuban pecah atau selaput janin robek. Ketuban biasanya pecah kalau
pembukaan lengkap atau hampir lengkap dan dalam hal ini keluarnya
cairan merupakan tanda yang lambat sekali. Tetapi kadang-kadang
ketuban pecah pada pembukaan kecil, malahan kadang-kadang selaput
janin robek sebelum persalinan. Walaupun demikian persalinan
diharapkan akan mulai dalam 24 jam setelah air ketuban keluar.

F. TAHAP PERSALINAN

1. Persalianan Kala I

Kala I persalinan didefinisikan sebagai perubahan perkembangan servik


(leher rahim). Karakteristik kala I yaitu :

a) Kala I dimulai dengan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang


teratur dan meningkat (frekuensi & kekuatannya) hingga servix
membuka lengkap (10 cm).
b) Kala I adalah tahap terpanjang, biasanya berlangsung 12 jam untuk
primigravida dan 8 jam untuk multigravida.
c) Selaput membrane amnion atau selaput janin biasanya pecah selama
tahap ini.
d) Peningkatan curah jantung ibu dan denyut nadi ibu bisa meningkat.
e) Penurunan motilitas/gerakan gastrointestinal, yang menyebabkan
peningkatan waktu pengosongan lambung.
f) Ibu mengalami rasa sakit yang terkait dengan kontraksi uterus saat
serviks membuka dan menipis.

Fase-Fase kala I, Tahap ini dibagi menjadi dua yaitu fase laten dan fase
aktif.

a) Fase laten :
- Dimulai sejak awal berkontraksi sampai penipisan dan pembukaan
serviks secara bertahap.
- Berlangsung hingga serviks membuka < 4 cm.
- Umumnya berlangsung hampir/ hingga 8 jam.
b) Fase aktif :
- Frekuensi dan lama kontraksi uterus meningkat secara bertahap
(kontraksi 3 X dalam 10 menit, selama 40 detik/lebih).
- Dari pembukaan 4–10 cm terjadi kecepatan rata–rata 1 cm/ jam
(nulipara/ primigravida) atau > 1–2 cm (multipara).
- Terjadi penurunan bagian terbawah janin.

Adaptasi fisik/ fisiologis dan psikologis.

a) Adaptasi fisik/ fisiologis


1) Selama fase laten, perilaku ibu: umumnya gembira, waspada,
banyak bicara atu diam, tenang atau cemas, mengalami kram
abdomen, nyeri punggung, pecah ketuban, nyeri terkontrol, dan
dapat berjalan.
2) Selama fase aktif, Ibu umumnya mengalami peningkatan
ketidaknyamanan, berkeringat, mual, muntah, gemetar paha dan
kaki, tekanan kandung kemih dan rektum, nyeri punggung, pucat
sekitar mulut, Ibu merasa lebih takut, kehilangan kontrol, berfokus
pada diri sendiri, lebih sensitif, terdapat desakan untuk
meneran/mengedan, tekanan pada rektum.
b) Adaptasi psikologis
1) Klien merasakan antisipasi, gembira atau ketakutan.
2) Selama fase aktif, klien tampak serius dan fokus pada
perkembangan persalinan, klien minta obat atau melakukan teknik
pernafasan.
3) Selama fase aktif, klien mungkin kehilangan kontrol, tiduran di
tempat tidur, mengerang, atau menangis.
2. Persalinan Kala II

Persalinan kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10


cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Karakteristik kala II antara lain :

a) Berlangsung selama 50 menit untuk primigravida, dan 20 menit untuk


multigravida.
b) Klien merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
c) Klien merasa adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau
vagina.
d) Kontraksi menjadi sering, terjadi setiap 2 menit dan selama 60 detik.
e) Peningkatan pengeluaran lendir bercampur darah (bloody show).
f) Perineum menonjol, vulva vagina dan sfingter ani membuka.

Tanda pasti kala II (melalui vaginal touche/pemeriksaan dalam):

a) Pembukaan serviks telah lengkap.


b) Terlihat bagian kepala bayi melalui introitus vagina.

Adaptasi fisiologis dan psikologis.

a) Adaptasi fisiologis :
1) Tekanan intratorakal meningkat selama kala II akibat dorongan
janin.
2) Tahanan perifer meningkat selama kontraksi, tekanan darah
meningkat dan nadi menurun.
3) Cardiac output meningkat selama persalinan.
4) Diaforesis dan hiperventilasi selama persalinan meningkatkan
kehilangan cairan.
5) Respirasi ratemeningkat sehingga meningkatkan penguapan
volume cairan dan meningkatkan konsumsi oksigen.
6) Hiperventilasi dapat menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen.
7) Leukositosis terjadi selama persalinan.
8) Plasma fibrinogen meningkat, waktu pembekuan darah dan kadar
glukosa darah meningkat.
9) Motilitas dan absorpsi lambung menurun, waktu pengosongan
lambung memanjang.
10) Dapat terjadi proteinuria karena kerusakan otot.
11) Urin pekat.
12) Nyeri punggung meningkat, persepsi nyeri meningkat.
13) Saraf pada uterus dan serviks terangsang oleh kontraksi uterus dan
dilatasi serviks, saraf pada perineum terangsang dan meregang
pada kala II karena dilewati janin.
b) Adaptasi psikologis :
1) Perubahan perilaku klien karena kontraksi dan terdorongnya janin.
2) Klien merasa tenaganya habis.
3. Kala III

Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Pemisahan plasenta biasanya terjadi
dalam beberapa menit setelah melahirkan. Setelah plasenta terpisah dari
dinding rahim, rahim terus kontraksi sampai plasenta dikeluarkan. Proses ini
biasanya memerlukan waktu 5 sampai 20 menit pasca melahirkan bayi dan
terjadi secara spontan. Tanda lepasnya plasenta :

- Perubahan bentuk dan tinggi fundus uterus.


- Tali pusat memanjang.
- Semburan darah mendadak dan singkat.

Manajemen aktif kala III bertujuan untuk menghasilkan kontraksi uterus


yang lebih efektif Keuntungan manajemen aktif kala III adalah persalinan
kala III lebih singkat, mengurangi jumlah kehilangan darah, mengurangi
kejadian retensio plasenta (plasenta lahir lebih dari 30 menit). Manajemen
aktif kala III terdiri dari :

1) Pemberian suntikan oksitosin 10 unit yang diberikan IntraMuskuler


dalam 1 menit setelah bayi lahir.
2) Melakukan penegangan tali pusat terkendali.
3) Masase fundus uteri.

Adaptasi psikologis :

1) Klien dapat fokus terhadap kondisi bayi.


2) Klien merasa tidak nyaman karena kontraksi uterus sebelum
pengeluaran plasenta.
4. Kala IV

Persalinan kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam


setelahnya.

Adaptasi psikologis :
1) Klien berfokus pada bayi.
2) Klien mulai memiliki peran sebagai ibu.
3) Aktivitas primer yaitu mempromosikan bonding ibu dan bayi .
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina diperiksa dengan tes lakmus
(tesnitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan
adanya air ketebuan atau bisa melakukan pemeriksaan mikroskopik (tes
pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis
2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG untuk memeriksa oligohidramnion sangat
membantu apabila belum jelas tentang adanya tanda-tanda ketuban sudah
pecah.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1) Penatalaksanaa Persalinan Kala 1
a) Berikan dukungan dan suasana yang menyenangkan bagi parturient
b) Berikan informasi mengenai jalannya proses persalinan kepada
parturien dan pendampingnya.
c) Pengamatan kesehatan janin selama persalinan
- Pada kasus persalinan resiko rendah, pada kala I DJJ diperiksa
setiap 30 menit dan pada kala II setiap 15 menit setelah
berakhirnya kontraksi uterus (his ).
- Pada kasus persalinan resiko tinggi, pada kala I DJJ diperiksa
dengan frekuensi yang lbih sering (setiap 15 menit ) dan pada kala
II setiap 5 menit.
d) Pengamatan kontraksi uterus
Meskipun dapat ditentukan dengan menggunakan kardiotokografi,
namun penilaian kualitas his dapat pula dilakukan secara manual
dengan telapak tangan penolong persalinan yang diletakkan diatas
abdomen (uterus) parturien.
e) Tanda vital ibu
- Suhu tubuh, nadi dan tekanan darah dinilai setiap 4 jam.
- Bila selaput ketuban sudah pecah dan suhu tubuh sekitar 37.50 C
(“borderline”) maka pemeriksaan suhu tubuh dilakukan setiap jam.
- Bila ketuban pecah lebih dari 18 jam, berikan antibiotika
profilaksis.
f) Pemeriksaan VT berikut
- Pada kala I keperluan dalam menilai status servik, stasion dan
posisi bagian terendah janin sangat bervariasi.
- Umumnya pemeriksaan dalam (VT) untuk menilai kemajuan
persalinan dilakukan tiap 4 jam.
- Indikasi pemeriksaan dalam diluar waktu yang rutin diatas adalah :
1. Menentukan fase persalinan.
2. Saat ketuban pecah dengan bagian terendah janin masih belum
masuk pintu atas panggul.
3. Ibu merasa ingin meneran.
4. Detik jantung janin mendadak menjadi buruk (< 120 atau > 160
dpm).
g) Makanan oral
- Sebaiknya pasien tidak mengkonsumsi makanan padat selama
persalinan fase aktif dan kala II. Pengosongan lambung saat
persalinan aktif berlangsung sangat lambat.
- Penyerapan obat peroral berlangsung lambat sehingga terdapat
bahaya aspirasi saat parturien muntah.
- Pada saat persalinan aktif, pasien masih diperkenankan untuk
mengkonsumsi makanan cair.
h) Cairan intravena
Keuntungan pemberian cairan intravena selama inpartu :
- Bilamana pada kala III dibutuhkan pemberian oksitosin profilaksis
pada kasus atonia uteri.
- Pemberian cairan glukosa, natrium dan air dengan jumlah 60–120
ml per jam dapat mencegah terjadinya dehidrasi dan asidosis pada
ibu.
i) Posisi ibu selama persalinan
- Pasien diberikan kebebasan sepenuhnya untuk memilih posisi yang
paling nyaman bagi dirinya.
- Berjalan pada saat inpartu tidak selalu merupakan kontraindikasi.
j) Analgesia
Kebutuhan analgesia selama persalinan tergantung atas permintaan
pasien.
k) Lengkapi partogram
- Keadaan umum parturien ( tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan ).
- Pengamatan frekuensi – durasi – intensitas his.
- Pemberian cairan intravena.
- Pemberian obat-obatan.
l) Amniotomi
Bila selaput ketuban masih utuh, meskipun pada persalinan yang
diperkirakan normal terdapat kecenderungan kuat pada diri dokter
yang bekerja di beberapa pusat kesehatan untuk melakukan amniotomi
dengan alasan:
- Persalinan akan berlangsung lebih cepat.
- Deteksi dini keadaan air ketuban yang bercampur mekonium (
yang merupakan indikasi adanya gawat janin ) berlangsung lebih
cepat.
- Kesempatan untuk melakukan pemasangan elektrode pada kulit
kepala janin dan prosedur pengukuran tekanan intrauterin.
- Namun harus dingat bahwa tindakan amniotomi dini memerlukan
observasi yang teramat ketat sehingga tidak layak dilakukan
sebagai tindakan rutin.
m) Fungsi kandung kemih
Distensi kandung kemih selama persalinan harus dihindari oleh karena
dapat :
- Menghambat penurunan kepala janin.
- Menyebabkan hipotonia dan infeksi kandung kemih.
- Faktor resiko terjadinya retensio urine pasca persalinan yaitu
persalinan pervaginam operatif dan pemberian analgesia regional.
2) Penatalaksanaan Persalinan Kala II
Tujuan penatalaksanaan persalinan kala II :
a) Mencegah infeksi traktus genitalis melalui tindakan asepsis dan
antisepsis.
b) Melahirkan “well born baby”.
c) Mencegah agar tidak terjadi kerusakan otot dasar panggul secara
berlebihan.

Penentuan kala II :
Ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan vaginal toucher yang acap kali
dilakukan atas indikasi :

a) Kontraksi uterus sangat kuat dan disertai ibu yang merasa sangat ingin
meneran.
b) Pecahnya ketuban secara tiba-tiba.

Pada kala II sangat diperlukan kerjasama yang baik antara parturien


dengan penolong persalinan.

➢ Persiapan :
1. Persiapan set “pertolongan persalinan” lengkap.
2. Meminta pasien untuk mengosongkan kandung kemih bila teraba
kandung kemih diatas simfisis pubis.
3. Membersihkan perineum, rambut pubis dan paha dengan larutan
disinfektan.
4. Meletakkan kain bersih dibagian bawah bokong parturien.
5. Penolong persalinan mengenakan peralatan untuk pengamanan diri
( sepatu boot, apron, kacamata pelindung dan penutup hidung dan
mulut).
➢ Pertolongan persalinan :
1. Posisi pasien sebaiknya dalam keadaan datar diatas tempat tidur
persalinan.
2. Untuk pemaparan yang baik, digunakan penahan regio poplitea
yang tidak terlampau renggang dengan kedudukan yang sama
tinggi.
➢ Persalinan kepala:
1. Setelah dilatasi servik lengkap, pada setiap his vulva semakin
terbuka akibat dorongan kepala dan terjadi “crowning”.
2. Anus menjadi teregang dan menonjol. Dinding anterior rektum
biasanya menjadi lebih mudah dilihat.
3. Bila tidak dilakukan episiotomi, terutama pada nulipara akan
terjadi penipisan perineum dan selanjutnya terjadi laserasi
perineum secara spontan.
4. Episotomi tidak perlu dilakukan secara rutin dan hendaknya
dilakukan secara individual atas sepengetahuan dan seijin
parturien.

(Gambar rangkaian persalinan kepala)

a) Kepala membuka pintu (crowning)


b) Perineum semakin teregang dan semakin tipis
c) Kepala anak lahir dengan gerakan ekstensi
d) Kepala anak jatuh didepan anus
e) Putaran restitusi
f) Putar paksi luar

Episiotomi terutama dari jenis episiotomi mediana mudah


menyebabkan terjadinya ruptura perinei totalis (mengenai rektum) ;
sebaliknya bila tidak dilakukan episiotomi dapat menyebabkan robekan
didaerah depan yang mengenai uretra.
a. Manuver Ritgen

Tujuan Maneuver Ritgen :

- Membantu pengendalian persalinan kepala janin


- Membantu defleksi (ekstensi) kepala
- Diameter kepala janin yang melewati perineum adalah diameter yang
paling kecil sehingga dapat mencegah terjadinya cedera perineum.

Saat kepala janin meregang vulva dan perineum (“crowning”) dengan


diameter 5 cm, dengan dialasi oleh kain basah tangan kanan penolong
melakukan dorongan pada perineum dekat dengan dagu janin kearah
depan atas. Tangan kiri melakukan tekanan ringan pada daerah oksiput.
Maneuver ini dilakukan untuk mengatur defleksi kepala agar tidak terjadi
cedera berlebihan pada perineum.
(Gambar persalinan kepala, mulut terlihat didepan perineum)

b) Persalinan Bahu
Setelah lahir, kepala janin terkulai keposterior sehingga muka janin
mendekat pada anus ibu. Selanjutnya oksiput berputar (putaran restitusi)
yang menunjukkan bahwa diameter bis-acromial (diameter tranversal
thorax) berada pada posisi anteroposterior Pintu Atas Panggul dan pada

saat itu muka dan hidung anak hendaknya dibersihkan.

(Gambar segera setelah dilahirkan, mulut dan hidung dibersihkan)

Seringkali, sesaat setelah putar paksi luar, bahu terlihat di vulva dan
lahir secara spontan. Bila tidak, perlu dlakukan ekstraksi dengan jalan
melakukan cekapan pada kepala anak dan dilakukan traksi curam kebawah
untuk melahirkan bahu depan dibawah arcus pubis.

(Gambar persalinan bahu depan ) ( Gambar persalinan bahu belakang)

Untuk mencegah terjadinya distosia bahu, sejumlah ahli obstetri


menyarankan agar terlebih dulu melahirkan bahu depan sebelum
melakukan pembersihan hidung dan mulut janin atau memeriksa adanya
lilitan tali pusat.

Persalinan sisa tubuh janin biasanya akan mengikuti persalinan bahu


tanpa kesulitan, bila agak sedikit lama maka persalinan sisa tubuh janin
tersebut dapat dilakukan dengan traksi kepala sesuai dengan aksis tubuh
janin dan disertai dengan tekanan ringan pada fundus uteri. Jangan
melakukan kaitan pada ketiak janin untuk menghindari terjadinya cedera
saraf ekstrimitas atas.

c) Membersihkan nasopharynx
Perlu dilakukan tindakan pembersihan muka , hidung dan mulut anak
setelah dada lahir dan anak mulai mengadakan inspirasi, seperti yang
terlihat pada gambar 5 untuk memperkecil kemungkinan terjadinya
aspirasi cairan amnion, bahan tertentu didalam cairan amnion serta darah.
d) Lilitan tali pusat
Setelah bahu depan lahir, dilakukan pemeriksaan adanya lilitan
talipusat dileher anak dengan menggunakan jari telunjuk seperti terlihat
pada diatas. Lilitan talipusat terjadi pada 25% persalinan dan bukan
merupakan keadaan yang berbahaya. Bila terdapat lilitan talipusat, maka
lilitan tersebut dapat dikendorkanmelewati bagian atas kepala dan bila
lilitan terlampau erat atau berganda maka dapat dilakukan pemotongan
talipusat terlebih dulu setelah dilakukan pemasangan dua buah klem
penjepit tali pusat.
e) Menjepit tali pusat
Klem penjepit talipusat dipasang 4–5 cm didepan abdomen anak dan
penjepit talipusat (plastik) dipasang dengan jarak 2–3 cm dari klem
penjepit. Pemotongan dilakukan diantara klem dan penjepit tali pusat.
Saat pemasangan penjepit tali pusat: Bila setelah persalinan, neonatus
diletakkan pada ketinggian dibawah introitus vaginae selama 3 menit dan
sirkulasi uteroplasenta tidak segera dihentikan dengan memasang penjepit
talipusat, maka akan terdapat pengaliran darah sebanyak 80 ml dari
plasenta ke tubuh neonatus dan hal tersebut dapat mencegah defisiensi zat
besi pada masa neonatus. Pemasangan penjepit tali pusat sebaiknya
dilakukan segera setelah pembersihan jalan nafas yang biasanya
berlangsung sekitar 30 detik dan sebaiknya neonatus tidak ditempatkan
lebih tinggi dari introitus vaginae atau abdomen (saat sectio caesar).
3) Penatalaksanaan Kala III
Persalinan Kala III adalah periode setelah lahirnya anak sampai
plasenta lahir. Segera setelah anak lahir dilakukan penilaian atas ukuran
besar dan konsistensi uterus dan ditentukan apakah ini aalah persalinan
pada kehamilan tunggal atau kembar. Bila kontraksi uterus berlangsung
dengan baik dan tidak terdapat perdarahan maka dapat dilakukan
pengamatan atas lancarnya proses persalinan kala III.
➢ Penatalaksanaan kala III Fisiologik :
Tanda-tanda lepasnya plasenta :
1. Uterus menjadi semakin bundar dan menjadi keras.
2. Pengeluaran darah secara mendadak.
3. Fundus uteri naik oleh karena plasenta yang lepas berjalan kebawah
kedalam segmen bawah uterus.
4. Talipusat di depan menjadi semakin panjang yang menunjukkan
bahwa plasenta sudah turun.
Tanda-tanda diatas kadang-kadang dapat terjadi dalam waktu sekitar 1
menit setelah anak lahir dan umumnya berlangsung dalam waktu 5 menit.
Bila plasenta sudah lepas, harus ditentukan apakah terdapat kontraksi
uterus yang baik. Parturien diminta untuk meneran dan kekuatan tekanan
intrabdominal tersebut biasanya sudah cukup untuk melahirkan plasenta.
Bila dengan cara diatas plasenta belum dapat dilahirkan, maka pada saat
terdapat kontraksi uterus dilakukan tekanan ringan pada fundus uteri dan
talipusat sedikit ditarik keluar untuk mengeluarkan plasenta.
(Gambar ekspresi plasenta)

Perhatikan bahwa tangan tidak melakukan tekanan pada fundus uteri.


Tangan kiri melakukan elevasi uterus (seperti tanda panah) dengan tangan
kanan mempertahankan posisi tangan. Tehnik melahirkan plasenta :

1. Tangan kiri melakukan elevasi uterus (seperti tanda panah) dengan


tangan kanan mempertahankan posisi talipusat.
2. Parturien dapat diminta untuk membantu lahirnya plasenta dengan
meneran.
3. Setelah plasenta sampai di perineum, angkat keluar plasenta dengan
menarik talipusat keatas.
4. Plasenta dilahirkan dengan gerakan “memelintir” plasenta sampai
selaput ketuban agar selaput ketuban tidak robek dan lahir secara
lengkap oleh karena sisa selaput ketuban dalam uterus dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan pasca persalinan.

(Gambar melahirkan plasenta)

Kiri: Plasenta dilahirkan dengan mengkat talipusat dan Kanan : selaput


ketuban jangan sampai tersisa dengan menarik selaput ketuban
menggunakan cunam.

➢ Penatalaksanaan Kala III Aktif


Penatalaksanaan aktif kala III ( pengeluaran plasenta secara aktif )
dapat menurunkan angka kejadian perdarahan pasca persalinan.
Penatalaksanaan aktif kala III terdiri dari :
1. Pemberian oksitosin segera setelah anak lahir.
2. Tarikan pada talipusat secara terkendali.
3. Masase uterus segera setelah plasenta lahir
Tehnik :
1. Setelah anak lahir, ditentukan apakah tidak terdapat kemungkinan
adanya janin kembar.
2. Bila ini adalah persalinan janin tunggal, segera berikan oksitosin 10 U
i.m (atau methergin 0.2 mg i.m bila tidak ada kontra indikasi).
3. Regangkan talipusat secara terkendali “controlled cord traction”:
Telapak tangan kanan diletakkan diatas simfisis pubis. Bila sudah
terdapat kontraksi, lakukan dorongan bagian bawah uterus kearah
dorsokranial.

(Gambar melakukan dorongan uterus kearah dorsokranial sambil


melakukan traksi talipusat terkendali)

1. Tangan kiri memegang klem talipusat , 5–6 cm didepan vulva.


2. Pertahankan traksi ringan pada talipusat dan tunggu adanya kontraksi
uterus yang kuat.
3. Setelah kontraksi uterus terjadi, lakukan tarikan terkendali pada
talipusat sambil melakukan gerakan mendorong bagian bawah uterus
kearah dorsokranial.
4. Penarikan talipusat hanya boleh dilakukan saat uterus kontraksi.
5. Ulangi gerakan-gerakan diatas sampai plasenta terlepas.
6. Setelah merasa bahwa plasenta sudah lepas, keluarkan plasenta dengan
kedua tangan dan lahirkan dengan gerak memelintir.
7. Setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri agar terjadi
kontraksi dan sisa darah dalam rongga uterus dapat dikeluarkan.
8. Jika tidak terjadi kontraksi uterus yang kuat (atonia uteri) dan atau
terjadi perdarahan hebat segera setelah plasenta lahir, lakukan
kompresi bimanual.
9. Jika atonia uteri tidak teratasi dalam waktu 1 – 2 menit, ikuti protokol
penatalaksanaan perdarahan pasca persalinan.
10. Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan injeksi
oksitosin kedua dan ulangi gerakan-gerakan diatas.
11. Jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit:
- Periksa kandung kemih, bila penuh lakukan kateterisasi.
- Periksa adanya tanda-tanda pelepasan plasenta.
- Berikan injeksi oksitosin ketiga.

Perhatian : Jika uterus bergerak kebawah waktu saudara menarik tali


pusat, hentikan, Plasenta mungkin belum lepas dari insersinya dan
kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya inversio uteri. Jika ibu
merasa nyeri atau jika uterus tidak mengalami kontraksi (lembek),
hentikan usaha menarik tali pusat Siapkan rujukan bila tidak ada tanda-
tanda lepasnya plasenta.

4) Penatalaksanaan Kala IV
2 jam pertama pasca persalinan merupakan waktu kritis bagi ibu dan
neonatus. Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik luar biasa
dimana ibu baru melahirkan bayi dari dalam perutnya dan neonatus sedang
menyesuaikan kehidupan dirinya dengan dunia luar. Petugas medis harus
tinggal bersama ibu dan neonatus untuk memastikan bahwa keduanya
berada dalam kondisi stabil dan dapat mengambil tindakan yang tepat dan
cepat untuk mengadakan stabilisasi. Langkah-langkah penatalaksanaan
persalinan kala IV yaitu:
1. Periksa fundus uteri tiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30
menit pada jam kedua.
2. Periksa tekanan darah – nadi – kandung kemih dan perdarahan setiap
15 menit pada jam pertama dan 30 menit pada jam kedua.
3. Anjurkan ibu untuk minum dan tawarkan makanan yang dia inginkan.
4. Bersihkan perineum dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan kering.
5. Biarkan ibu beristirahat.
6. Biarkan ibu berada didekat neonatus.
7. Berikan kesempatan agar ibu mulai memberikan ASI, hal ini juga
dapat membantu kontraksi uterus.
8. Bila ingin, ibu diperkenankan untuk ke kamar mandi untuk buang air
kecil. Pastikan bahwa ibu sudah dapat buang air kecil dalam waktu 3
jam pasca persalinan.
9. Berikan petunjuk kepada ibu atau anggauta keluarga mengenai:
- Cara mengamati kontraksi uterus.
- Tanda-tanda bahaya bagi ibu dan neonatus.
Ibu yang baru bersalin sebaiknya berada di kamar bersalin selama 2
jam dan sebelum dipindahkan ke ruang nifas petugas medis harus yakin
bahwa:
1. Keadaan umum ibu baik.
2. Kontraksi uterus baik dan tidak terdapat perdarahan.
3. Cedera perineum sudah diperbaiki.
4. Pasien tidak mengeluh nyeri.
5. Kandung kemih kosong.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi persalinan merupakan keadaan yang mengancam jiwa ibu atau
janin karena gangguan akibat (langsung) dari persalinan. Komplikasi
persalinan terdiri dari persalinan macet, ruptura uteri, infeksi atau sepsis,
perdarahan, ketuban pecah dini (KPD), malpresentasi dan malposisi janin, pre-
eklampsia dan eclampsia.
1. Persalinan macet
Pada sebagian besar penyebab kasus persalinan macet adalah karena
tulang panggul ibu terlalu sempit atau gangguan penyakit sehingga tidak
mudah dilintasi kepala bayi pada waktu bersalin. Beberapa faktor yang
mempengaruhi kontraktilitas uterus sehingga berpengaruh terhadap
lamanya persalinan kala satu yaitu: umur, paritas, konsistensi serviks uteri,
berat badan janin, faktor psikis, gizi dan anemia.
2. Ruptura Uteri
Ruptura uteri atau sobekan uterus merupakan peristiwa yang sangat
berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan kadang-kadang terjadi
pada kehamilan terutama pada kehamilan trimester dua dan tiga. Robekan
pada uterus dapat ditemukan oleh sebagian besar pada bawah uterus. Pada
robekan ini kadang-kadang vagina bagian atas ikut serta pula.
3. Infeksi atau sepsis
Wanita cenderung mengalami infeksi saluran genital setelah persalinan
dan abortus. Kuman penyebab infeksi dapat masuk ke dalam saluran
genital dengan berbagai cara, misalnya melalui penolong persalinan yang
tangannya tidak bersih atau menggunakan instrumen yang kotor. Infeksi
juga berasal dari debu atau oleh ibu itu sendiri yang dapat memindahkan
organisme penyebab infeksi dari berbagai tempat, khususnya anus.
Pemasukan benda asing ke dalam vagina selama persalinan seperti jamur,
daun-daunan, kotoran sapi, lumpur atau berbagai minyak, oleh dukun
beranak juga merupakan penyebab infeksi. Akibatnya infeksi menjadi
salah satu penyebab kematian ibu di negara berkembang dan infeksi ini
ternyata tinggi pada abortus ilegal.
4. Malpresentasi dan malposisi
Adalah keadaan dimana janin tidak berada dalam presentasi dan posisi
yang normal yang memungkinkan terjadi partus lama atau partus macet.
Diduga malpresentasi dan malposisi kehamilan akan mempunyai akibat
yang buruk jika tidak memperhatikan cara dalam melahirkan. Pada
kelahiran kasus ini harus ditangani di Rumah Sakit atau Pelayanan
kesehatan lain yang mempunyai. fasilitas yang lebih lengkap dan
sebaiknya anestesia telah disediakan dan kemampuan untuk melakukan
sectio caesaria harus sudah ada di tangan.
5. Ketuban pecah dini
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput secara spontan disertai
keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22
minggu, 1 jam atau lebih sebelum proses persalinan berlangsung.
Penyebab pecahnya selaput ketuban secara pasti belum diketahui, tetapi
beberapa bukti menunjukkan bahwa bakteri atau sekresi maternal yang
menyebabkan iritasi dapat menghancurkan selaput ketuban, dan KPD pada
trimester kedua mungkin disebabkan oleh serviks yang tidak lagi
mengalami kontraksi.
6. Pre-eklampsia dan eklampsia
Di Indonesia, eklampsia (disamping perdarahan dan infeksi) masih
merupakan sebab utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang
tinggi. oleh karena itu, diagnosisi dini pre-eklampsia, yang merupakan
tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera
dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu
ditekankan bahwa sindroma pre-eklampsia ringan dengan hipertensi,
edema, dan proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh
wanita hamil, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul
pre-eklampsia berat, bahkan eklampsia.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN INTRANATAL

A. Kala I
• Pengkajian Kala I
a) Keluhan : kaji alasan klien datang ke rumah sakit. Alasannya dapat
berupa keluar darah bercampur lendir (bloody show), keluar air–air
dari kemaluan (air ketuban), nyeri pada daerah pinggang menjalar ke
perut/kontraksi (mulas), nyeri makin sering dan teratu.
b) Pengkajian riwayat obstetrik : kaji kembali HPHT, taksiran persalinan,
usia kehamilan sekarang. Kaji riwayat kehamilan masa lalu, jenis
persalinan lalu, penolong persalinan lalu, kondisi bayi saat lahir. Kaji
riwayat nifas lalu, masalah setelah melahirkan, pemberian ASI dan
kontrasepsi.
c) Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum, kesadaran, tanda–tanda vital (TTV) meliputi
tekanan darah, nadi, suhu, respirasi, tinggi badan, dan berat badan.
2. Kaji tanda–tanda in partuseperti keluar darah campur lendir, sejak
kapan dirasakan kontraksi dengan intensitas dan frekuensi yang
meningkat, waktu keluarnya cairan dari kemaluan, jernih atau
keruh, warna, dan jumlahnya.
3. Kaji TFU, Leopold I, II, II, dan IV.
4. Kaji kontraksi uterus ibu. Lakukan pemeriksaan dalam untuk
mengetahui derajat dilatasi (pembukaan) dan pendataran serviks,
apakah selaput ketuban masih utuh atau tidak, posisi bagian
terendah janin.
5. Auskultasi DJJ
• Diagnosa Keperawatan Kala I
1. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan
2. Nyeri melahirkan berhubungan dengan dilatasi serviks
• Intervensi

No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi


Hasil

1. Ansietas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas


berhubungan dengan asuhan keperawatan .....
a. Observasi
kekhawatiran x ..... jam diharapkan
1. Identifikasi saat tingkat ansietas
mengalami tingkat ansietas
berubah (mis. Kondisi, waktu,
kegagalan menurun dengan
stressor)
kriteria hasil:
2. Identifikasi kemampuan mengambil
1. Verbalisasi keputusan
kebingungan 3. Monitor tanda anxietas (verbal dan
menurun nonverbal)
2. Verbalisasi b. Terapeutik
khawatir akibat 4. Ciptakan suasana terapeutik untuk
kondisi yang menumbuhkan kepercayaan
dihadapi menurun 5. Temani pasien untuk mengurangi
3. Perilaku gelisah kecemasan, jika memungkinkan
menurun 6. Pahami situasi yang membuat ansietas
4. Perilaku tegang 7. Dengarkan dengan penuh perhatian
menurun 8. Gunakan pedekatan yang tenang dan
5. Palpitasi menurun meyakinkan
6. Konsentrasi 9. Motivasi mengidentifikasi situasi yang
membaik memicu kecemasan
10. Diskusikan perencanaan realistis
tentang peristiwa yang akan datang
c. Edukasi
11. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang mungkin dialami
12. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
13. Latih kegiatan pengalihan, untuk
mengurangi ketegangan
14. Latih teknik relaksasi

Terapi Relaksasi

a. Observasi
1. Identifikasi penurunan tingkat energy,
ketidakmampuan berkonsentrasi, atau
gejala lain yang menganggu
kemampuan kognitif
2. Identifikasi teknik relaksasi yang
pernah efektif digunakan
3. Periksa ketegangan otot, frekuensi
nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum
dan sesudah latihan
4. Monitor respons terhadap terapi
relaksasi
b. Terapeutik
5. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan
suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan
6. Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
7. Gunakan pakaian longgar
c. Edukasi
8. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan
jenis, relaksasi yang tersedia (mis.
music, meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
9. Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
10. Anjurkan mengambil psosisi nyaman
11. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi
12. Anjurkan sering mengulang atau
melatih teknik yang dipilih
13. Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi (mis. napas dalam,
pereganganm atau imajinasi
terbimbing)

2. Nyeri melahirkan Setelah diberikan Perawatan Persalinan


berhubungan dengan asuhan keperawatan
a. Observasi
dilatasi serviks selama ..… x ..... jam
1. Identifikasi kondisi proses persalinan.
diharapkan tingkat
2. Monitor kondisi fisik dan psikologis
nyeri pasien menurun
pasien.
dengan kriteria hasil :
3. Monitor kesejahteraan ibu (mis. tanda
1. Keluhan nyeri vital, kontraksi: lara, frekuensi dan
meningkat kekuatan).
2. Perineum terasa 4. Monitor kesejahteraan janin (Gerak
tertekan meningkat janin 10 x dalam 12 jam) secara
3. Uterus teraba berkelanjutan (DJJ dan volume air
membulat ketuban).
meningkat 5. Monitor kemajuan persalinan
6. Montor tanda-tanda persalinan
(dorangan meneran, tekanan pada
anus, perineum menonjol, vulva
membuka).
7. Monitor kemajuan pembukaan
menggunakan partograf saat fase aktf
8. Monitor tingkat nyeri selama
persalinan
9. Lakukan pemeriksaan Leopold

b. Terapeutik
10. Berikan metode alternatif penghilang
rasa sakit (mis. pljat, aromaterapi,
hipnosis)
c. Edukasi
11. Jelaskan prosedur pertolongan
persalinan
12. Informasikan kemajuan persalinan
13. Ajarkan teknik relaksasi
14. Anjurkan ibu mengosongkan kandung
kemih
15. Anjurkan ibu cukup nutrisi
16. Ajarkan ibu cara mengenali tanda-
tanda persalinan
17. Ajarkan ibu mengenali tanda bahaya
persalinan

Latihan Pernapasan

a. Observasi
1. Identifikasi indikasi dilakukan latihan
pernapasan
2. Monitor frekuensi, irama dan
kedalaman napas sebelum dan sesudah
latihan
b. Terapeutik
3. Sediakan tempat yang tenang
4. Posisikan pasien nyaman dan rileks
5. Tempatkan satu tangan di dada dan
satu tangan di perut
6. Pastikan tangan di dada mundur ke
belakang dan telapak tangan di perut
maju ke depan saat menarik napas
7. Ambil napas dalam secara pertahan
melalui hidung dan tahan selama tujuh
hitungan
8. Hitungan ke delapan hembuskan
napas melalui mulut dengan periahan
c. Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan prosedur latihan
pernapasan
10. Anjurkan mengulangi latihan 4-5 kali

B. Kala II
• Pengkajian Kala II
a) Periksa TTV (TD, nadi, suhu, respirasi), tanda–tanda persalinan kala II
dimulai sejak pukul, evaluasi terhadap tanda–tanda persalinan kala II
(dorongan meneran, tekanan ke anus, perineum menonjol, dan vulva
membuka).
b) Periksa kemajuan persalinan VT (status portio, pembukaan serviks,
status selaput amnion, warna air ketuban, penurunan presentasi ke
rongga panggul, kontraksi meliputi intensitas, durasi frekuensi,
relaksasi).
c) DJJ, vesika urinaria (penuh/ kosong).
d) Respon perilaku (tingkat kecemasan, skala nyeri, kelelahan, keinginan
mengedan, sikap ibu saat masuk kala II, intensitas nyeri).

Nilai skor APGAR dinilai pada menit pertama kelahiran dan diulang
pada menit kelima.

A (appearance/warna kulit),
P (Pulse/denyut jantung),
G (Grimace/respon refleks),
A (Activity/tonus otot),
R (respiration/pernapasan).

Nilai kelima variabel tersebut dijumlahkan. Interpretasi hasil yang


diperoleh:

1. Bila jumlah skor antar 7–10 pada menit pertama, bayi dianggap
normal.
2. Bila jumlah skor antara 4–6 pada menit pertama, bayi memerlukan
tindakan medis segera seperti pengisapan lendir dengan suction atau
pemberian oksigen untuk membantu bernafas.
• Diagnosa Keperawatan Kala II
1. Nyeri melahirkan berhubungan dengan pengeluaran janin
2. Risiko cedera janin berhubungan dengan kelelahan.
• Intervensi

No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi


Hasil

1. Nyeri melahirkan Setelah diberikan Perawatan Persalinan


berhubungan dengan asuhan keperawatan
d. Observasi
dilatasi serviks selama ..… x ..... jam
18. Identifikasi kondisi proses persalinan.
diharapkan tingkat
19. Monitor kondisi fisik dan psikologis
nyeri pasien menurun
pasien.
dengan kriteria hasil :
20. Monitor kesejahteraan ibu (mis. tanda
4. Keluhan nyeri vital, kontraksi: lara, frekuensi dan
meningkat kekuatan).
5. Perineum terasa 21. Monitor kesejahteraan janin (Gerak
tertekan meningkat janin 10 x dalam 12 jam) secara
6. Uterus teraba berkelanjutan (DJJ dan volume air
membulat ketuban).
meningkat 22. Monitor kemajuan persalinan
23. Montor tanda-tanda persalinan
(dorangan meneran, tekanan pada
anus, perineum menonjol, vulva
membuka).
24. Monitor kemajuan pembukaan
menggunakan partograf saat fase aktf
25. Monitor tingkat nyeri selama
persalinan
26. Lakukan pemeriksaan Leopold
e. Terapeutik
27. Berikan metode alternatif penghilang
rasa sakit (mis. pljat, aromaterapi,
hipnosis)
f. Edukasi
28. Jelaskan prosedur pertolongan
persalinan
29. Informasikan kemajuan persalinan
30. Ajarkan teknik relaksasi
31. Anjurkan ibu mengosongkan kandung
kemih
32. Anjurkan ibu cukup nutrisi
33. Ajarkan ibu cara mengenali tanda-
tanda persalinan
34. Ajarkan ibu mengenali tanda bahaya
persalinan

Latihan Pernapasan

d. Observasi
11. Identifikasi indikasi dilakukan latihan
pernapasan
12. Monitor frekuensi, irama dan
kedalaman napas sebelum dan sesudah
latihan
e. Terapeutik
13. Sediakan tempat yang tenang
14. Posisikan pasien nyaman dan rileks
15. Tempatkan satu tangan di dada dan
satu tangan di perut
16. Pastikan tangan di dada mundur ke
belakang dan telapak tangan di perut
maju ke depan saat menarik napas
17. Ambil napas dalam secara pertahan
melalui hidung dan tahan selama tujuh
hitungan
18. Hitungan ke delapan hembuskan
napas melalui mulut dengan periahan
f. Edukasi
19. Jelaskan tujuan dan prosedur latihan
pemnapasan
20. Anjurkan mengulangi latihan 4-5 kali

2. Risiko cedera janin Setelah dilakukan Pemantauan Denyut Jantung Janin


berhubungan dengan asuhan keperawatan
a. Observasi
kelelahan. …x… jam diharapkan
1. Identifikasi status obstetrik
tingkat cedera menurun
2. Identifikasi riwayat obstetrik
dengan kriteria hasil :
3. Identifikasi adanya penggunaan obat,
1. Kejadian cedera diet dan merokok
menurun 4. Identifikasi pemeriksaan kehamilan
2. Luka/lecet menurun sebelumnya
3. Perdarahan 5. Periksa danyut jantung janin selama 1
menurun menit
4. 4. Agitasi menurun 6. Monitor denyut jantung janin
7. Monitor tanda vital ibu
b. Terapeutik
8. Atur posisi pasien
9. Lakukan manuver Leopold untuk
menentukan posisi janin
c. Edukasi
10. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
11. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu

Pengukuran Gerakan Janin

a. Observasi
1. Identifikasi pengetahuan dan
kemampuan ibu menghitung gerakan
janin
2. Monitor gerakan janin
b. Terapeutik
3. Hitung dan catat gerakan janin
(minimal 10 kali gerakan daiam 12
jam)
4. Lakukan pemeriksaan CTG
(cardiotocography) untuk mangetahui
frekuensi dan keteraturan denyut
jantung janin dan kontraksi rahim ibu
5. Catat jumlah gerakan janin dalam 12
jam perhari
6. Berikan oksigen 2-3 L/menit jika
gerakan janin belum mencapai 10 kali
dalam 12 jam
c. Edukasi
7. Jelaskan manfaat menghitung gerakan
janin dapat meningkatkan hubungan
ibu dan janin
8. Anjurkan ibu memenuhi kebutuhan
nutrisi sebelum menghitung gerakan
janin
9. Anjurkan posisi miring kiri saat
menghitung gerakan janin, agar janin
dapat memperoleh oksigen dengan
optimal dengan meningkatkan
sirkulasi fetomaternal.
10. Anjurkan ibu segera memberitahu
perawat jika gerakan janin tidak
mencapai 10 kali dalam 12 jam
11. Ajarkan ibu cara menghitung gerakan
janin
d. Kolaborasi
12. Kolaborasi dengan tim medis jika
ditemukan gawat janin

C. Kala III
• Pengkajian Kala III
a) Kaji TTV (TD, nadi, pernafasan, nadi).
b) Kaji waktu pengeluaran plasenta
c) Kondisi selaput amnion
d) Kotiledon lengkap atau tidak
e) Kaji kontraksi / HIS
f) Kaji perilaku terhadap nyeri
g) Kala nyeri
h) Tingkat kelelahan
i) Keinginan untuk bonding attachment
j) Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
• Diagnosa Keperawatan Kala III
1. Risiko perdarahan dibuktikan dengan trauma
• Intervensi
No. Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Hasil
1 Risiko perdarahan Setelah dilakukan Pencegahan Perdarahan
dibuktikan dengan intervensi keperawatan
a. Observasi
trauma selama …x…jam,
1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
diharapkan tingkat
2. Monitor nilai hematokrit / hemoglobin
perdarahan menurun
sebelum dan setelah kehilangan darah
dengan kriteria hasil :
b. Terapeutik
1. Perdarahan vagina 3. Pertahankan bed rest selama
menurun perdarahan
2. Hemoglobin 4. Batasi Tindakan invasif, jika perlu
membaik 5. Beri suntikan oksitosin 10 unit IM
6. Penatalaksaan aktif manajemen kala
III (penegangan tali pusat, meneran,
masase uterus)
7. Lakukan hecting
c. Edukasi
8. Anjurkan segera melapor jika terjadi
perdarahan

D. Kala IV
• Pengkajian Kala IV
Pengkajian kala IV, dikaji selama 2 jam setelah plasenta lahir. Pada satu
jam pertama, ibu dimonitoring setiap 15 menit sekali, dan jam kedua ibu
dimonitoring setiap 30 menit. Adapun yang dimonitoring adalah, tekanan
darah, nadi, kontraksi, kondisi vesika urinaria, jumlah perdarahan per
vagina, intake cairan.
• Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perdarahan dibuktikan dengan trauma
• Intervensi
No. Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Hasil
1 Risiko perdarahan Setelah dilakukan Perawatan Pascapersalinan
dibuktikan dengan intervensi keperawatan
a. Observasi
trauma selama …x…jam,
1. Monitor tanda – tanda vital
diharapkan tingkat
2. Monitor keadaan lokia (mis. warna,
perdarahan menurun
jumlaj, bau, dan bekuan)
dengan kriteria hasil :
3. Periksa perineum atau robekan
1. Perdarahan vagina (kemerahan, edema, ekimosis,
menurun pengeluaran, penyatuan jahitan)
2. Hemoglobin 4. Monitor nyeri
membaik b. Terapeutik
1. Berikan kenyamanan pada ibu
c. Edukasi
1. Jelaskan tanda bahaya nifas pada ibu
dan keluarga
2. Ajarkan cara perawatan perenium
yang tepat

E. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan adalah prilaku atau aktivitas spesifik yang
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan.

F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Hasil
evaluasi terdiri dari evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif
yaitu menghasilkan umpan balik selama program berlangsung, sedangkan
evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan
informasi efektifitas pengambilan keputusan.
Format yang dapat digunakan untuk evaluasi keperawatan yaitu format
SOAP yang terdiri dari :
a. Subjektif, yaitu pernyataan atau keluhan subjek
b. Objektif, yaitu data yang diobservasi oleh perawat dan keluarganya
c. Analisis, yaitu kesimpulan dari subjektif dan objektif (biasanya ditulis
dengan bentuk masalah keperawatan). Ketika menentukan apa tujuan telah
tercapai, perawat dapat menarik satu dari tiga kemungkinan simpulan,
yaitu :
1. Tujuan tercapai, yaitu respon klien sama dengan hasil yang diharapkan
2. Tujuan tercapai sebagian, yaitu hasi yang diharapkan hanya sebagian
yang berhasil
3. Tujuan tidak tercapai
d. Planning, yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis
REFERENSI

Karjatin, Atin. 2016. Keperawatan Maternitas. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan


Kurniarum, Ari. 2016. Asuhan Kebidanan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: Pusdik
SDM Kesehatan.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Denpasar, …………… 2020

Pembimbing/CI Mahasiswa

(……………………………………) (…………………………………….)

NIP. NIM.

Clinical Teacher/CT

(……………………………………..)

NIP.

Anda mungkin juga menyukai