Anda di halaman 1dari 69

PEDOMAN PELAYANAN RUANG BERSALIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AWET MUDA NARMADA

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK BARAT


RSUD AWET MUDA NARMADA
Jl. Ahmad Yani No. 69 Narmada Kode Pos 83371
PEDOMAN PELAYANAN RUANG BERSALIN

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Definisi kematian maternal


menurut WHO (World Health
Organization), ialah
kematian seorang wanita waktu hamil
atau dalam 42 hari sesudah
berakhirnya kehamilan oleh
sebab apapun, terlepas dari tuanya
kehamilan dan tindakan yang
dilakukan untuk mengakhiri
kehamilan. Kemajuan yang telah
dicapai dalam kira-kira setengah
abad terakhir telah
diumumkan oleh banyak penulis. Di
Inggris angka kematian menurun dari
44,2 per 10.000
kelahiran dalam tahun 1928 menjadi
2,5 per 10.000 dalam tahun 1970
(Chamberlain dan
Jeffcoate, 1966, Stallworthy,1971).
Perkembangan ini terlihat pula pada
semua negara-negara maju;
umumnya angka
kematian maternal kini di Negara-
negara itu berkisar antara 1,5 dan 3,0
per 10.000 kelahiran
hidup. Angka kematian yang tinggi
setengah abad yang lalu umumnya
mempunyai dua sebab
pokok: (1) masih kurangnya
pengetahuan mengenai sebab-
musabab dan penanggulangan
komplikasi-komplikasi penting
dalam kehamilan, persalinan serta
nifas; (2) kurangnya
pengertian dan pengetahuan
mengenai kesehatan reproduksi;
dan (3) kurang meratanya
pelayanan kebidanan yang baik bagi
semua yang hamil (Prawirohardjo,
2005).
Di Indonesia, berdasarkan
perhitungan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) diperoleh
AKI tahun 2007 sebesar 228 per
100.000 KH. Jika dibandingkan
dengan AKI tahun 2007
sebesar 248 per 100.000 KH, AKI
tersebut sudah jauh menurun, namun
masih jauh dari target
MDG 2015 (102 per 100.000 KH).
Sedangkan untuk angka kematian
bayi (AKB) tahun 2008
sebesar 34/1000 KH, adapun
target AKB pada MDG’s 2015
sebesar 17 per 1000 KH.
Sehingga masih memerlukan
kerja keras dari semua
komponen untuk mencapai target
tersebut (MDGs dan Badan Pusat
Statistik: 2007).
Peningkatan kesehatan ibu di
Indonesia, yang merupakan
Tujuan Pembangunan
Milenium (MDG) kelima, berjalan
lambat dalam beberapa tahun
terakhir. Rasio kematian ibu,
yang diperkirakan sekitar 228 per
100.000 kelahiran hidup, tetap tinggi
di atas 200 selama
dekade terakhir, meskipun telah
dilakukan upaya-upaya untuk
meningkatkan pelayanan
kesehatan ibu. Hal ini bertentangan
dengan negara-negara miskin di
sekitar Indonesia yang
menunjukkan peningkatan lebih besar
pada MDG kelima (Unicef, 2012).
Masa persalinan merupakan salah
satu periode yang mengandung
resiko bagi ibu
hamil. Kematian ibu, kematian bayi
dan juga berbagai komplikasi lainnya
pada umumnya
terjadi pada masa persalinan, setelah
melahirkan dan 1 minggu setelah
melahirkan.
Salah satu faktor penting dalam
upaya menurunkan angka kematian
yaitu penyediaan
pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal yang berkualitas. Pelayanan
kebidanan dalam hal
ini memiliki peran yang sangat
penting. Pelayanan kebidanan yang
berkesinambungan dan
paripurna, berfokus kepada aspek
pencegahan, promosi kesehatan dan
berlandaskan
kemitraan adalah halpenting yang
dapat membantu menurunkan
angka kematian ibu dan
angka kesakitan serta kematian bayi.
Pelayanan kebidanan yang
bermutu ditentukan oleh faktor
input dan proses dari
pelayanan itu sendiri. Faktor input
dari pelayanan diantaranya
meliputikebijakan, tenaga yang
melayani, sarana dan
prasarana,standar asuhan kebidanan
dan standar lain atau metode yang
di sepakati. Sedangkan faktor proses
adalah suatu kinerja dalam
mendayagunakan input yang
ada dalam interaksi antara bidan
dengan pasien yang meliputi
penampilan kerja sesuai dengan
standar dan etika kebidanan.
Untuk mewujudkan pelayanan
kebidanan yang bermutu di RS Graha
Husada Bandar
Lampung, maka disusunlah Pedoman
Pelayanan Ruang Kebidanan ini
dengan harapan dapat
menjadi acuan dalam melaksanakan
pelayanan kebidanan
Definisi kematian maternal
menurut WHO (World Health
Organization), ialah
kematian seorang wanita waktu hamil
atau dalam 42 hari sesudah
berakhirnya kehamilan oleh
sebab apapun, terlepas dari tuanya
kehamilan dan tindakan yang
dilakukan untuk mengakhiri
kehamilan. Kemajuan yang telah
dicapai dalam kira-kira setengah
abad terakhir telah
diumumkan oleh banyak penulis. Di
Inggris angka kematian menurun dari
44,2 per 10.000
kelahiran dalam tahun 1928 menjadi
2,5 per 10.000 dalam tahun 1970
(Chamberlain dan
Jeffcoate, 1966, Stallworthy,1971).
Perkembangan ini terlihat pula pada
semua negara-negara maju;
umumnya angka
kematian maternal kini di Negara-
negara itu berkisar antara 1,5 dan 3,0
per 10.000 kelahiran
hidup. Angka kematian yang tinggi
setengah abad yang lalu umumnya
mempunyai dua sebab
pokok: (1) masih kurangnya
pengetahuan mengenai sebab-
musabab dan penanggulangan
komplikasi-komplikasi penting
dalam kehamilan, persalinan serta
nifas; (2) kurangnya
pengertian dan pengetahuan
mengenai kesehatan reproduksi;
dan (3) kurang meratanya
pelayanan kebidanan yang baik bagi
semua yang hamil (Prawirohardjo,
2005).
Di Indonesia, berdasarkan
perhitungan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) diperoleh
AKI tahun 2007 sebesar 228 per
100.000 KH. Jika dibandingkan
dengan AKI tahun 2007
sebesar 248 per 100.000 KH, AKI
tersebut sudah jauh menurun, namun
masih jauh dari target
MDG 2015 (102 per 100.000 KH).
Sedangkan untuk angka kematian
bayi (AKB) tahun 2008
sebesar 34/1000 KH, adapun
target AKB pada MDG’s 2015
sebesar 17 per 1000 KH.
Sehingga masih memerlukan
kerja keras dari semua
komponen untuk mencapai target
tersebut (MDGs dan Badan Pusat
Statistik: 2007).
Peningkatan kesehatan ibu di
Indonesia, yang merupakan
Tujuan Pembangunan
Milenium (MDG) kelima, berjalan
lambat dalam beberapa tahun
terakhir. Rasio kematian ibu,
yang diperkirakan sekitar 228 per
100.000 kelahiran hidup, tetap tinggi
di atas 200 selama
dekade terakhir, meskipun telah
dilakukan upaya-upaya untuk
meningkatkan pelayanan
kesehatan ibu. Hal ini bertentangan
dengan negara-negara miskin di
sekitar Indonesia yang
menunjukkan peningkatan lebih besar
pada MDG kelima (Unicef, 2012).
Masa persalinan merupakan salah
satu periode yang mengandung
resiko bagi ibu
hamil. Kematian ibu, kematian bayi
dan juga berbagai komplikasi lainnya
pada umumnya
terjadi pada masa persalinan, setelah
melahirkan dan 1 minggu setelah
melahirkan.
Salah satu faktor penting dalam
upaya menurunkan angka kematian
yaitu penyediaan
pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal yang berkualitas. Pelayanan
kebidanan dalam hal
ini memiliki peran yang sangat
penting. Pelayanan kebidanan yang
berkesinambungan dan
paripurna, berfokus kepada aspek
pencegahan, promosi kesehatan dan
berlandaskan
kemitraan adalah halpenting yang
dapat membantu menurunkan
angka kematian ibu dan
angka kesakitan serta kematian bayi.
Pelayanan kebidanan yang
bermutu ditentukan oleh faktor
input dan proses dari
pelayanan itu sendiri. Faktor input
dari pelayanan diantaranya
meliputikebijakan, tenaga yang
melayani, sarana dan
prasarana,standar asuhan kebidanan
dan standar lain atau metode yang
di sepakati. Sedangkan faktor proses
adalah suatu kinerja dalam
mendayagunakan input yang
ada dalam interaksi antara bidan
dengan pasien yang meliputi
penampilan kerja sesuai dengan
standar dan etika kebidanan.
Untuk mewujudkan pelayanan
kebidanan yang bermutu di RS Graha
Husada Bandar
Lampung, maka disusunlah Pedoman
Pelayanan Ruang Kebidanan ini
dengan harapan dapat
menjadi acuan dalam melaksanakan
pelayanan kebidanan
Definisi kematian maternal
menurut WHO (World Health
Organization), ialah
kematian seorang wanita waktu hamil
atau dalam 42 hari sesudah
berakhirnya kehamilan oleh
sebab apapun, terlepas dari tuanya
kehamilan dan tindakan yang
dilakukan untuk mengakhiri
kehamilan. Kemajuan yang telah
dicapai dalam kira-kira setengah
abad terakhir telah
diumumkan oleh banyak penulis. Di
Inggris angka kematian menurun dari
44,2 per 10.000
kelahiran dalam tahun 1928 menjadi
2,5 per 10.000 dalam tahun 1970
(Chamberlain dan
Jeffcoate, 1966, Stallworthy,1971).
Perkembangan ini terlihat pula pada
semua negara-negara maju;
umumnya angka
kematian maternal kini di Negara-
negara itu berkisar antara 1,5 dan 3,0
per 10.000 kelahiran
hidup. Angka kematian yang tinggi
setengah abad yang lalu umumnya
mempunyai dua sebab
pokok: (1) masih kurangnya
pengetahuan mengenai sebab-
musabab dan penanggulangan
komplikasi-komplikasi penting
dalam kehamilan, persalinan serta
nifas; (2) kurangnya
pengertian dan pengetahuan
mengenai kesehatan reproduksi;
dan (3) kurang meratanya
pelayanan kebidanan yang baik bagi
semua yang hamil (Prawirohardjo,
2005).
Di Indonesia, berdasarkan
perhitungan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) diperoleh
AKI tahun 2007 sebesar 228 per
100.000 KH. Jika dibandingkan
dengan AKI tahun 2007
sebesar 248 per 100.000 KH, AKI
tersebut sudah jauh menurun, namun
masih jauh dari target
MDG 2015 (102 per 100.000 KH).
Sedangkan untuk angka kematian
bayi (AKB) tahun 2008
sebesar 34/1000 KH, adapun
target AKB pada MDG’s 2015
sebesar 17 per 1000 KH.
Sehingga masih memerlukan
kerja keras dari semua
komponen untuk mencapai target
tersebut (MDGs dan Badan Pusat
Statistik: 2007).
Peningkatan kesehatan ibu di
Indonesia, yang merupakan
Tujuan Pembangunan
Milenium (MDG) kelima, berjalan
lambat dalam beberapa tahun
terakhir. Rasio kematian ibu,
yang diperkirakan sekitar 228 per
100.000 kelahiran hidup, tetap tinggi
di atas 200 selama
dekade terakhir, meskipun telah
dilakukan upaya-upaya untuk
meningkatkan pelayanan
kesehatan ibu. Hal ini bertentangan
dengan negara-negara miskin di
sekitar Indonesia yang
menunjukkan peningkatan lebih besar
pada MDG kelima (Unicef, 2012).
Masa persalinan merupakan salah
satu periode yang mengandung
resiko bagi ibu
hamil. Kematian ibu, kematian bayi
dan juga berbagai komplikasi lainnya
pada umumnya
terjadi pada masa persalinan, setelah
melahirkan dan 1 minggu setelah
melahirkan.
Salah satu faktor penting dalam
upaya menurunkan angka kematian
yaitu penyediaan
pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal yang berkualitas. Pelayanan
kebidanan dalam hal
ini memiliki peran yang sangat
penting. Pelayanan kebidanan yang
berkesinambungan dan
paripurna, berfokus kepada aspek
pencegahan, promosi kesehatan dan
berlandaskan
kemitraan adalah halpenting yang
dapat membantu menurunkan
angka kematian ibu dan
angka kesakitan serta kematian bayi.
Pelayanan kebidanan yang
bermutu ditentukan oleh faktor
input dan proses dari
pelayanan itu sendiri. Faktor input
dari pelayanan diantaranya
meliputikebijakan, tenaga yang
melayani, sarana dan
prasarana,standar asuhan kebidanan
dan standar lain atau metode yang
di sepakati. Sedangkan faktor proses
adalah suatu kinerja dalam
mendayagunakan input yang
ada dalam interaksi antara bidan
dengan pasien yang meliputi
penampilan kerja sesuai dengan
standar dan etika kebidanan.
Untuk mewujudkan pelayanan
kebidanan yang bermutu di RS Graha
Husada Bandar
Lampung, maka disusunlah Pedoman
Pelayanan Ruang Kebidanan ini
dengan harapan dapat
menjadi acuan dalam melaksanakan
pelayanan kebidanan
Definisi kematian maternal menurut WHO (World Health
Organization), ialah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 42 hari
sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya
kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhirikehamilan.
Kemajuan yang telah dicapai dalam kira-kira setengah abad terakhir
telahdiumumkan oleh banyak penulis. Di Inggris angka kematian menurun dari
44,2 per 10.000kelahiran dalam tahun 1928 menjadi 2,5 per 10.000 dalam
tahun 1970 (Chamberlain danJeffcoate, 1966, Stallworthy,1971). Perkembangan
ini terlihat pula pada semua negara-negara maju, umumnya angkakematian
maternal kini di Negara-negara itu berkisar antara 1,5 dan 3,0 per 10.000
kelahiranhidup. Angka kematian yang tinggi setengah abad yang lalu umumnya
mempunyai tiga sebab pokok: (1) masih kurangnya pengetahuan mengenai
sebab-musabab dan penanggulangankomplikasi-komplikasi penting dalam
kehamilan, persalinan serta nifas. (2) kurangnyapengertian dan
pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi; dan (3) kurang
meratanya pelayanan kebidanan yang baik bagi semua yang hamil
(Prawirohardjo, 2005).
Di Indonesia, berdasarkan perhitungan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
diperolehAKI tahun 2007 sebesar 228 per 100.000 KH. Jika dibandingkan
dengan AKI tahun 2007sebesar 248 per 100.000 KH, AKI tersebut sudah jauh
menurun, namun masih jauh dari targetMDG 2015 (102 per 100.000 KH).
Sedangkan untuk angka kematian bayi (AKB) tahun 2008sebesar 34/1000
KH, adapun target AKB pada MDG’s 2015 sebesar 17 per 1000
KH.Sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua komponen
untuk mencapai targettersebut (MDGs dan Badan Pusat Statistik:
2007).Peningkatan kesehatan ibu di Indonesia, yang merupakan
Tujuan PembangunanMilenium (MDG) kelima, berjalan lambat dalam beberapa
tahun terakhir.
Rasio kematian ibu,yang diperkirakan sekitar 228 per 100.000 kelahiran
hidup, tetap tinggi di atas 200 selama dekade terakhir, meskipun telah
dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pelayanankesehatan ibu.
Hal ini bertentangan dengan negara-negara miskin di sekitar Indonesia
yangmenunjukkan peningkatan lebih besar pada MDG kelima (Unicef, 2012).
Masa persalinan merupakan salah satu periode yang mengandung resiko
bagi ibu hamil. Kematian ibu, kematian bayi dan juga berbagai komplikasi
lainnya pada umumnya terjadi pada masa persalinan, setelah melahirkan dan
1 minggu setelah melahirkan. Salah satu faktor penting dalam upaya
menurunkan angka kematian yaitu penyediaan pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal yang berkualitas.
Pelayanan kebidanan dalam hal ini memiliki peran yang sangat penting.
Pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus
kepada aspek pencegahan, promosi kesehatan dan berlandaskankemitraan
adalah halpenting yang dapat membantu menurunkan angka kematian
ibu dan angka kesakitan serta kematian bayi. Pelayanan kebidanan yang
bermutu ditentukan oleh faktor input dan proses dari pelayanan itu
sendiri.
Faktor input dari pelayanan diantaranya meliputi kebijakan, tenaga yang
melayani, sarana dan prasarana,standar asuhan kebidanan dan standar lain
atau metode yang di sepakati. Sedangkan faktor proses adalah suatu kinerja
dalam mendayagunakan input yang ada dalam interaksi antara bidan dengan
pasien yang meliputi penampilan kerja sesuai denganstandar dan etika
kebidanan.
Untuk mewujudkan pelayanan kebidanan terkelola dengan baik sesuai
dengan visi Rumah Sakit Umum Daerah Awet Muda Narmada maka Ruang
Bersalin perlu menyusun pedoman unit kerja sebagai panduan dalam
pembuatan program kerja.

2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pedoman pelayanan unit kerja ini adalah sebagai dasar
untuk pembuatan program kerja tahunan di Ruang Bersalin.
b. Tujuan Khusus
1) Bidang ketenagaan
a) Tersusunnya standard dan pola tenaga kebidanan yang
profesional.
b) Terlaksananya rotasi dan mutasi tenaga kebidanan Rumah Sakit
Umum Daerah Awet Muda Narmada
c) Terlaksananya orientasi bagi tenaga kebidanan yang baru di
Rumah Sakit Umum Daerah Awet Muda Narmada
d) Terlaksananya pembinaan bagi tenaga kebidanan Rumah Sakit
Umum Daerah Awet Muda Narmada
2) Bidang pengembangan SDM kebidanan
a) Terlaksananya pengembangan tenaga kebidanan melalui
pendidikan non formal ( pelatihan, workshop, seminar) di dalam
maupun diluar Rumah Sakit Umum Daerah Awet Muda
Narmada.
b) Terlaksananya pengembangan tenaga kebidanan melalui
pendidikan formal ( DIII Kebidanan, DIV Kebidanan, S1
kebidanan, S2 Terapan Kebidanan ) baik didalam maupun diluar
Rumah Sakit Umum Daerah Awet Muda Narmada.
3) Bidang kesejahteraan tenaga Kebidanan
a) Terwujudnya pengadaan Profilaksis tenaga kebidanan Rumah
Sakit Umum Daerah Awet Muda Narmada.
b) Terwujudnya pengadaan pakaian seragam dan sepatu kerja
tenaga kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Awet Muda
Narmada.
c) Terwujudnya tunjangan produktifitas tenaga kebidanan Rumah
Sakit Umum Daerah Awet Muda Narmada.

4) Bidang pengendalian mutu pelayanan kebidanan


a) Terlaksananya penilaian kinerja tenaga kebidanan Rumah Sakit
Umum Daerah Awet Muda Narmada.
b) Terlaksananya evaluasi asuhan kebidanan Rumah Sakit Umum
Daerah Awet Muda Narmada.
c) Terlaksananya Supervisi ruang kebidanan Rumah Sakit Umum
Daerah Awet Muda Narmada.
d) Terlaksananya ronde kebidanan dalam pembahasan kasus
bermasalah.
e) Terpenuhinya kepuasan pasien Ruang Bersalin Rumah Sakit
Umum Daerah Awet Muda Narmada.
f) Terlaksananya penilaian indikator klinik pelayanan kebidanan
Rumah Sakit Umum Daerah Awet Muda Narmada.
g) Terlaksananya evaluasi Pedoman dan SPO pelayanan kebidanan
Rumah Sakit Umum Daerah Awet Muda Narmada.
5) Tersusunnya evaluasi program kerja Ruang Bersalin.

3. Ruang Lingkup Pedoman Pelayanan


a. Ruang lingkup penulisan pedoman pelayanan unit kerja meliputi :
1) BAB I Pendahuluan
2) BAB II Standar Ketenagaan
3) BAB III Fasilitas Ruang Bersalin
4) BAB IV Tata Laksana Pelayanan
5) BAB V Logistik
6) BAB VI Keselamatan Pasien
7) BAB VII Keselamatan Kerja
8) BAB VIII Pengendalian Mutu
9) BAB IX Penutup

b. Ruang Lingkup Pelayanan Ruang Bersalin meliputi:


1. Penerimaan pasien (admisi)
2. Pelayanan Medik
3. Pelayanan Penunjang Medik
4. Pelayanan Kebidanan
5. Pelayanan obat
6. Pelayanan makanan/ gizi
7. Pelayanan administrasi keuangan

4. Batasan Operasional

a. Bersalin :
Merupakan suatu bentuk perawatan, dimana pasien dengan masalah
obstetri baik itu normal dan tidak normal dirawat sampai dengan
permasalahan obstetri diselesaikan.

b. Pelayanan Ruang Bersalin


Pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit dengan masalah obstetri,
yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi,
diagnosis, terapi, rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya.

5. Landasan Hukum
a. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
b. Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
c. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1438/MENKES/PER/ IX/ 2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran.
d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/MENKES/PER/2011 tentang Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
e. Surat Edaran Direktorat Jendral Pelayanan Medis Depkes RI No.
YM.02.04.3.5.2504 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien di Rumah
Sakit.
f. Permenkes 1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi
Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.
g. Surat Keputusan Karumkit Tk.II Udayana Nomor : Kep/ 161/V/2015
tanggal 14 Mei 2015 tentang Kebijakan Pelayanan Instalasi Rawat Inap di
Rumah Sakit Tk.II Udayana.
h. Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit, Kementrian
Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Bina
Pelayanan Penunjangan Medik dan Sarana Kesehatan Tahun 2012.
i. Survey Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012 (dr.Djoti Atmojo).
j. Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit, Depkes,
1994.
k. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan pasien (IKP), KKP-RS,2007.
l. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Savety),
Depkes 2006.
m. Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit, WHO-
Depkes, 2001.
n. Indikator Kinerja Rumah Sakit, Depkes, 2005.
o. Standar Pelayanan Rumah Sakit, Depkes, 1999.
p. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Tahun 2008.

BAB II
STANDAR KETENAGAAN

1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Sumber daya manusia di Ruang Bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Awet
Muda Narmada khususnya dikualifikasikan berdasarkan tingkat pendidikan, dan
jabatan yang diuraikan sebagai berikut :

a. Jumlah SDM Berdasarkan Pendidikan

N KUALIFIKASI PENDIDIKAN JUMLAH KETERANGAN


O
SDM (Orang)
1. profesi bidan 1
2. S1 bidan 4
3. D III Keb 16
Jumlah (orang) 21

b. Jumlah SDM Berdasarkan Jabatan


NO JABATAN JUMLAH KETERANGAN
SDM (Orang)
1. Penanggung jawab Ruang 1
Bersalin
2. Kepala Ruangan 1
3. Ketua Tim 4
4. Bidan Pelaksana 16
5. Administrasi 0
6. Cleaning Service 1
Jumlah (orang)

2. Distribusi Ketenagaan
a. Berikut adalah Jumlah Distribusi SDM di Ruang Bersalin Rumah Sakit
Umum Daerah Awet Muda Narmada

RUANG PERAWATAN KUALIFIKASI SDM NYATA


(ORANG) KET
PERAWAT
ADM CS
/ BIDAN
Ruang Bersalin 21 0 1 22
JUMLAH SELURUHNYA 22

b. Standar Pola Ketenagaan Berdasarkan Penghitungan Depkes RI Tahun


2005

JUMLAH JUMLAH
STANDAR NYATA
N RUANG PERAWAT / PERAWAT KURANG KET
O PERAWATAN BIDAN / BIDAN

1. Ruang bersalin 6 5 1

c. Pengaturan Jaga
1) Jaga dibagi menjadi 3 shift. Setiap shift jaga terdiri dari 5-6 orang
jaga pagi, 4-5 orang jaga sore dan 4-5 orang jaga malam, 4-5 orang
libur.
a) Jadwal jaga pagi : pukul 07.00 - 14.00 WITA
b) Jadwal jaga sore : pukul 14.00 – 20.00 WITA
c) Jadwal jaga malam : pukul 20.00 – 08.00 WITA
d) Jadwal jaga diatur setiap bulan.

2) Pengaturan Bidan pengganti dinas


a) Bidan yang berhalangan hadir dikelompokkan dalam :
(1) Bidan sakit
(2) Bidan ijin (ada keperluan)
(3) Bidan tidak masuk tanpa keterangan
b) Bila Bidan pelaksana tidak hadir dinas, diinformasikan kepada
kepala ruangan.
c) Bila kepala ruangan tidak hadir maka informasikan kepada
Kepala Instalasi Rawat Inap, dan Kepala Instalasi Rawat Inap
menunjuk wakil kepala ruangan untuk melaksanakan tugas
kepala ruangan pada hari itu.

d. Sistem Penugasan
1) Penugasan Bidan di instalasi rawat inap di Rumah Sakit Umum
daerah Awet Muda Narmada menggunakan metode tim, yaitu asuhan
Kebidanan diberikan kepada pasien secara tim yang terdiri atas
sekelompok tenaga Kebidanan yang melakukan asuhan Kebidanan
pada sekelompok pasien diruangan bersangkutan.
2) Setiap tim terdiri atas ketua tim dan anggota tim.
3) Setiap tim harus :
a) Mengenal pasien dengan baik.
b) Berkomunikasi dengan baik, pada pasien, anggota tim dan
dokter yang merawat.
c) Beban kerja harus lebih menyebar, sehingga semua tenaga
Kebidanan dapat melakukan asuhan Kebidanan dengan baik.

e. Mutasi Dan Rotasi


1) Mutasi dan rotasi dilakukan agar tenaga Kebidanan tidak jenuh
hanya bertugas pada satu ruangan saja.
2) Mutasi dan rotasi bidan pelaksana dilakukan 2 tahun sekali.
3) Mutasi dan rotasi kepala ruangan dilakukan 3 tahun sekali, dengan
syarat hanya 2 periode menjadi kepala ruangan yang sama.

f. Pertemuan Berkala
1) Rapat koordinasi (intern) antara Kepala Ruangan di Ruang Bersalin
dengan Staf Ruang bersalin setiap sebulan sekali pada minggu
pertama.
2) Rapat koordinasi antara Kepala Instalasi , Kepala Ruang Perawatan,
Staf Managemen dilakukan setiap sebulan sekali pada minggu kedua.
3) Rapat Koordinasi Kepala Ruang Bersalin dengan staf administrasi
ruang perawatan dan petugas penyaji setiap bulan setiap minggu ke
empat.
4) Pertemuan Insidentil.
Pertemuan Insidentil dilakukan bila ada hal-hal yang mendesak dan
membutuhkan penanganan khusus dan tidak bisa ditunda
5) Hasil rapat koordinasi di dokumentasikan dalam bentuk notulen
rapat dan daftar hadir.

g. Pelatihan
Pelatihan yang wajib diikuti oleh setiap petugas di rawat inap adalah :
1) Pelatihan Bantuan Hidup Dasar
2) Pelatihan APN
3) Pelatihan PONED
4) Pelatihan PONEK
5) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
6) Pelatihan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
7) Pelatihan Kebakaran
8) Komunikasi Verbal

h. Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Ruang Bersalin

Penanggung Jawab : dr.Ida Bagus Yuda Andika, M.Biomed, Sp.Og


Kepala Ruangan : Ni Putu Suwindra Dewi,Bd.,S.Keb.
Sarana dan Prasarana : Ni Made Mega Suhardinita,S.Keb
Nurul Qamar, S.Keb

Tim 1
Ketua Tim : Wiwin Fibrianti, Amd.Keb
Anggota Tim : Muliana, Amd.Keb
Vaice Lestari, Amd.Keb
Nonia Ursila Qisty, Amd.Keb
Marlua Fujiyanti,Amd.Keb

Tim 2
Ketua Tim : Naning Srimalyagustina, Amd.Keb
Anggota Tim : Ayu Mang Enita Latri, Amd.Keb
Ulya Ulul Azmi, Amd.Keb
Hilvi Mazrowati,Amd.Keb
Nurhayati,S.Keb

Tim 3
Ketua Tim : Nurul Qamar,S.Keb
Anggota Tim : Baiq Risma Dwi Milasari,Amd.Keb
Nurul Aini, Amd.Keb
Kadek Ferina, Amd.Keb
Etha Yuniarum Suwardani, Amd.Keb

Tim 4
Ketua Tim : Ni Made Mega Suhardinita, Amd.Keb
Anggota Tim : Aenul Hidayati, Amd.Keb
Lee Yana Sapta Asmi, Amd.Keb
Ni Sri Murtini, Amd.Keb
Susi Yuliani. Amd.Keb

BAB III
FASILITAS RUANG PERAWATAN DI RUANG BERSALIN

1. Rekapitulasi Tempat Tidur Terpasang Di Ruang Bersalin


No Ruang Jumlah VIP Kelas I Kelas II Kelas III Isolasi Ket
TT
1. R. isolasi 2 0 0 0 5 0
maternal
2. R.Bersalin 4 0 0 0 5 0
3. R.Tindakan 1
Jumlah 7 0 0 0 10 0

2. Tata Kelola dan Fasilitas Ruang Perawatan Di Ruang Bersalin

a. Tata Kelola Peralatan Kebidanan


1) Alat Tenun
2) Penetapan kebutuhan alat tenun dibuat berdasarkan jumlah, jenis
dan spesifikasi demi menjamin tersedianya alat tenun yang memadai
untuk mencapai tujuan pelayanan kebidanan di ruang bersalin.
3) Alat tenun di Ruang bersalin meliputi ; sprei, sarung bantal, perlak,
kain sampiran, Bouven Laken/ Bed Cover, duk bolong, dan lain-lain
yang digunakan dalam memberikan pelayanan kebidanan ruang
bersalin.
4) Pengelolaan alat tenun tersebut meliputi standar perencanaan,
standar pengadaan, standar distribusi, standar penggunaan, standar
pemeliharaan, standar penggantian, standar penghapusan, dan
standar pengawasan dan pengendalian.
5) Untuk menunjang kebijakan Rumah Sakit dalam pengelolaan alat
tenun perlu ditunjang dengan :
a) Mekanisme pengelolaan alat tenun di rumah sakit.
b) Adanya SPO atau protap pemeliharaan alat tenun.
c) Adanya SPO atau protap penggunaan alat tenun.
d) Standar alat tenun yang meliputi jenis dan spesifikasi.
e) Adanya pedoman menghitung alat tenun.
f) Adanya tempat menyimpan alat tenun yang memadai.
g) Adanya pengelola alat tenun.
h) Loundry mengirimkan alat tenun bersih setiap pukul 07.00 WIB
dan pukul 13.00 WIB
i) Laundry mengambil alat tenun kotor setiap pukul 07.00 WIB.

b. Alat Kebidanan :
1) Penetapan kebutuhan alat kebidanan baik dari segi jumlah, jenis, dan
spesifikasi, menjamin tersedianya alat kebidanan yang memadai
untuk mencapai tujuan pelayanan kebidanan di Ruang bersalin.
2) Pengolaan alat kebidanan meliputi identifikasi kebutuhan alat,
perencanaan kebutuhan alat, serta pelaksanaan pendistribusian,
pemeliharaan dan penyimpanan alat kebidanan sesuai SPO atau
Protap.
3) Untuk menunjang kebijakan Rumah sakit dalam pengelolaan alat
kebidanan di instalasi ruang bersalin perlu ditunjang dengan;
a) Mekanisme pengelolaan alat kebidanan.
b) Adanya SPO atau protap penggunaan alat kebidanan.
c) Adanya SPO atau protap pemeliharaan alat kebidanan.
d) Adanya standar alat meliputi jumlah, jenis, spesifikasi.
e) Adanya pedoman menghitung kebutuhan alat kebidanan.
f) Adanya pengelola alat kebidanan.
g) Adanya tempat penyimpanan alat kebidanan yang memadai.
4) Dalam pengelolaan alat kebidanan,bidang Kebidanan melaksanakan
koordinasi dengan unit kerja terkait dalam pelayanan Kebidanan di
ruang bersalin.
5) Mengoptimalkan alat menurut fungsi dan masa pakai sesuai SPO
atau protap.
6) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan penggunaan alat kebidanan
secara teratur dan berkala;
a) Pencatatan penggunaan alat kebidanan dilakukan setiap 1 bulan
sekali.
b) Pelaporan penggunaan alat kebidanan dilakukan setiap tiga
bulan sekali.
c) Pencatatan test fungsi alat dilakukan setiap hari oleh anggota
ruang bersalin dan dilaporkan setiap satu bulan sekali ke ruang
bersalin.

c. Alat Rumah Tangga :


1) Penetapan alat kebutuhan rumah tangga disusun berdasarkan
jumlah, jenis dan spesifikasi demi menjamin tersediannya alat rumah
tangga yang memadai untuk mencapai tujuan kebidanan di Ruang
bersalin.
2) Demi kelancaran pelayanan kebidanan maka dalam pengelolaan alat
rumah tangga harus ditunjang dengan :
a) Mekanisme pengelolaan alat rumah tangga
b) Adanya SPO atau protap penggunaan alat rumah tangga
c) Adanya SPO atau protap pemeliharaan alat rumah tangga
d) Adanya standar alat rumah tangga meliputi jumlah, jenis, dan
spesifikasi
e) Adanya pedoman penghitungan kebutuhan alat rumah tangga
3) Alat rumah tangga yang di maksud meliputi peralatan
makan/minum, mebelair (meja,kursi,lemari), peralatan cuci atau
pemeliharaan kebersihan dan lain-lain.

d. Alat Pencatatan dan Pelaporan (ATK) :


1) Penetapan kebutuhan alat pencatatan dan pelaporan baik dari segi
jumlah dan jenis yang dapat menjamin pelaksanaan pencatatan dan
pelaporan dalam menunjang tercapainya tujuan pelayanan kebidanan
di Ruang Bersalin
2) Untuk menunjang kebijakan Rumah Sakit dalam pengelolaan alat
pencatatan dan pelaporan harus ditunjang dengan:
a) Mekanisme pengelolaan alat pencatatan dan pelaporan.
b) Adanya petunjuk teknis pengisian alat pencatatan dan
pelaporan.
c) Adanya SPO atau protap penyiapan alat pencatatan dan
pelaporan.
d) Adanya standar alat pencatatan dan pelaporan meliputi
jumlah,jenis dan spesifikasi.
e) Adanya pedoman menghitung kebutuhan alat pencatatan dan
pelaporan.
3) Alat pencatatan dan pelaporan yang dimaksud meliputi formulir/
format pencatatan, buku tulis, kartu pasien, berkas rekam medik,
mesin ketik, komputer, dan lain-lain.
BAB IV
TATA LAKSANA DAN ALUR PELAYANAN PASIEN RUANG BERSALIN

1. Kriteria Pasien Masuk dan Keluar


a. Pasien diterima sebagai pasien ruang bersalin berdasarkan kebutuhan
untuk pelayanan kesehatan yang telah diidentifikasi (diskrining)
berdasarkan sumber daya rumah sakit yang ada. Pasien diterima hanya
apabila rumah sakit menyediakan kebutuhan pelayanan kebidanan yang
sesuai dengan pasien. Untuk pelayanan kebidanan, apabila tidak tersedia,
maka pasien akan dirujuk ke RS Jejaring rujukan.

b. Merujuk pasien ke fasilitas ke kesehatan lain, memulangkan pasien harus


berdasarkan kondisi kesehatan pasien dan kebutuhan akan kelanjutan
pelayanan. DPJP bertanggung jawab untuk menentukan kesiapan pasien
untuk dipulangkan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh
masing-masing SMF. Bila ada indikasi, rumah sakit dapat membuat
rencana kontinuitas pelayanan yang diperlukan pasien sedini mungkin.
Keluarga pasien dilibatkan dalam perencanaan proses pemulangan yang
terbaik atau sesuai kebutuhan pasien.

2. Penerimaan Pasien Ruang Bersalin


Penerimaan pasien ruang bersalin ada yang terencana (terjadwal),
biasanya pada pasien yang akan dilakukan operasi elektif dan ada yang
langsung dari poliklinik, dari IGD, atau datang sendiri. Sebelum pasien
dirawat, petugas admisi memberi penjelasan tentang pelayanan yang
ditawarkan, termasuk perkiraan biaya pelayanan yang tercakup di dalam
“General Consent”

3. Prosedur Umum Pelayanan Rawat Inap


a. Pasien mendaftar di loket pendaftaran atau admisi.
b. Untuk pasien yang datang melalui poliklinik, dilakukan pendaftaran rawat
inap di admisi.Pada pasien datang sendiri, rujukan ataupun dari IGD
dilakukan screening apakah pasien rawat jalan atau rawat inap kemudian
keluarga pasien melakukan pendaftaran di admisi.
c. Bila pasien awal masuk rawat jalan kemudian ada indikasi rawat inap,
keluarga mendaftar kembali ke loket admisi.
d. Petugas loket admisi mengecek ketersediaan tempat tidur di ruang
bersalin.
e. Pasien akan dikonsulkan kepada dokter spesialis yang memiliki
kewenangan klinis yang sesuai yang selanjutnya akan menjadi DPJP
pasien tersebut di ruang bersalin.
f. Di ruang bersalin, pasien diterima oleh bidan jaga.
g. Semua administrasi Rekam Medik di Ruang Bersalin dibuat/ diisi.
h. Selanjutnya ikuti prosedur berikutnya termasuk pemeriksaan fisik dan
penunjang yang perlu dilakukan termasuk orientasi pasien dan keluarga
tentang ruang bersalin, menjelaskan tata tertib dan lain-lain.
i. Bila penanganan di ruang bersalin telah dianggap selesai, maka akan
dilakukan alih rawat,baik itu ke ruang IBS,Nifas maupun ke ruang
perawatan sesuai kelasnya.
j. Pasien yang masuk ke Rumah Sakit yang membutuhkan membutuhkan
pematauan dan pengawasan yang lebih lanjut dan karena memilki defisit
personal higiene dan gangguan lainnya. Pasien membutuhkan dukungan
mental berupa konseling, healthy education. Di sini bidan diberi
kepercayaan untuk merawat pasien dalam waktu 24 jam sebagai bidan
yang profesional mampu memahami atau mempunyai kompetensi untuk
melihat kebutuhan yang di gunakan pasien selama dalam proses
perawatan Kebidanan.

4. Monitoring Pasien
Untuk pasien ruang bersalin, semua kebutuhan pasien yang menjalani
perawatan di rumah sakit harus diidentifikasi melalui proses penilaian. Jika
pada saat penerimaan sebagai pasien rawat inap, assesmen medis awal sudah
lebih dari 30 hari, riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik tersebut harus
diperbaharui dan dicatat pada form pengkajian awal yang baru. Jika pada saat
penerimaan sebagai pasien ruang bersalin, assesmen awal kurang dari 30 hari,
maka perubahan signifikan yang terjadi dicatat dalam lembar terintegrasi
pasien. Isi minimum pengkajian awal meliputi: anamnesa, riwayat penyakit dan
pengobatan, psikologi, sosial dan ekonomi, pemeriksaan fisik, skrining gizi,
penilaian nyeri, penilaian resiko jatuh, diagnosa dan rencana tindak lanjut.
Penilaian awal pasien di ruang bersalin harus dilakukan dalam waktu 24 jam.
Monitoring pasien dilakukan selama dalam perawatan, yang meliputi
pemeriksaan vital sign meliputi. Tensi, nadi, suhu, respirasi, SPO2,
pemeriksaan DPJP Pelayanan untuk setiap pasien direncanakan oleh dokter
penanggung jawab pelayanan (DPJP), bidan dan pemberi pelayanan kesehatan
lain dalam waktu 24 jam sesudah pasien masuk rawat inap. Rencana
pelayanan pasien harus individual dan berdasarkan data asesmen awal.
Rencana pelayanan tiap pasien diperiksa ulang dan diverifikasi oleh DPJP.
Kemajuan yang diperoleh dicatat dan direvisi sesuai kebutuhan berdasarkan
hasil asesmen ulang dari pasien oleh praktisi pelayanan kesehatan dengan
penjabaran pola SOAP (Subjektif, Objektif, Assemen, Plan) pada rekam medis.
Diluar jam kerja, monitoring terhadap perkembangan pasien akan
dilaporkan oleh bidan jaga kepada dokter DPJP. Bila DPJP tidak bisa
dihubungi, maka bidan jaga/dokter jaga bisa mengambil tindakan yang sesuai
dengan indikasi medis dan mendokumentasikannya pada rekam medis pasien.

5. Visite
Visite dilakukan setiap hari pada jam kerja. Visite pertama dilakukan
dalam waktu 1 x 24 jam dari pasien diterima di RS pada pukul : 06.00 – 14.00
wita. Untuk pasien yang rencana operasi elektif, visite dilakukan sehari
sebelum operasi oleh DPJP dan Dokter Anastesi dan sehari setelah operasi
dilakukan oleh DPJP.

6. Prosedur Medik
a. Pemeriksaan Laboratorium
b. Pemeriksaan Anastesi
c. Pemeriksaan Rontgen
d. Pemeriksaan Penunjang lainnya.
Pemeriksaan tersebut diatas dilakukan secara selektif sesuai kebutuhan
masing-masing pasien.

7. Konsultasi
a. Seorang DPJP hanya memberikan pelayanan sesuai bidang/disiplin dan
kompetensinya saja. Bila ditemukan penyakit yang memerlukan
penanganan multi disiplin, maka perlu dilakukan rawat bersama.
b. DPJP awal akan melakukan konsultasi kepada dokter pada disiplin lain
sesuai kebutuhan dengan menuliskan surat konsul lengkap dengan alasan
pasien dikonsul. Bidan jaga mengecek kelengkapan surat konsul
kemudian menghubungi dokter konsulen yang dituju.
c. Bila pasien harus dirawat segera, maka segera ditentukan siapa yang
menjadi DPJP Utama dengan beberapa cara antara lain;
1) Penyakit yang terberat, atau
2) penyakit yang memerlukan tindakan segera, atau
3) dokter yang pertama mengelola pasien.
d. Dalam hal rawat bersama harus ada pertemuan bersama antara DPJP
yang mengelola pasien dan keputusan rapat dicatat dalam berkas rekam
medis.
e. Pengawasan/ monitoring terhadap perkembangan penyakit dan pelayanan
kesehatan pasien di luar jam kerja dipimpin oleh dokter jaga IGD. Bila
diperlukan hasil monitoring pasien dilaporkan oleh dokter jaga IGD
kepada DPJP utama pasien yang bersangkutan dengan metode SBAR dan
ditulis dalam rekam medis pasien untuk mendapatkan instruksi
penanganan lebih lanjut. Instruksi DPJP utama di tulis di Rekam Medis
diberi tanda READ BACK dan SIGN HERE.
f. Bila DPJP utama tidak bisa dihubungi, dokter jaga IGD berwenang untuk
mengambil keputusan tindakan yang akan dilakukan lebih lanjut sesuai
kompetensi dokter jaga IGD termasuk keputusan untuk merujuk pasien
ke RS Jejaring Rujukan.

8. Rujukan
Rujukan dilakukan dengan tujuan untuk pemeriksaan penunjang atau untuk
perawatan lanjutan
a. Merujuk pasien ke Rumah sakit lain untuk pemeriksaaan penunjang dan
dokter spesialis.
1) DPJP menentukan kebutuhan pemeriksaan penunjang misalnya
laboratorium/radiologi, CT scan, echocardiografi, EEG dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
2) DPJP memberikan informasi kepada pasien dan keluarga bahwa
diperlukan pemeriksaan penunjang dan dokter spesialis
3) Pasien dan keluarga menandatangani form persetujuan rujukan,
apabila pasien dan keluarga menolak harus menandatangani form
penolakan rujukan.
4) DPJP menuliskan permintaan pemeriksaan penunjang pada form
permintaan penunjang diagnostik
5) Pasien ruang bersalin dirujuk ke rumah sakit lain dengan memakai
ambulan RS Tk.II Udayana dan didampingi oleh Bidan yang
bertanggung jawab di ruangan itu.
6) Hasil pemeriksaan radiologi dan jawaban konsultasi dari dokter
spesialis langsung dibawa ke dokter konsultan yang bersangkutan.
7) Semua hasil pemeriksaan penunjang dan jawaban konsultasi dokter
spesialis didokumentasikan di rekam medik pasien.

b. Merujuk pasien ke Rumah sakit lain untuk perawatan lanjutan


1) Dokter memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai
kasus pasien bahwa pasien perlu/dapat ditangani di tempat lain.
2) Pasien dan keluarga setuju dengan menandatangani persetujuan
rujukan.
3) Apabila pasien menolak rujukan, pasien harus menandatangani form
penolakan rujukan.
4) Dokter melengkapi rekam medis pasien dan menyertakan berkas
penunjang yang akan diperlukan di rumah sakit rujukan
5) Dokter melengkapi resume pasien dan rujukan pasien
6) Keluarga pasien menyelesaikan biaya administrasi di Rumah sakit
Tk.II Udayana
7) Petugas memastikan ketersediaan tempat dan sarana di Rumah sakit
rujukan via telepon
8) Bidan menghubungi petugas ambulance
9) Bidan yang bertugas saat itu bertanggung jawab mengantar pasien ke
rumah sakit rujukan.

9. Pemindahan Pasien
Perencanaan pemindahan pasien merupakan proses perencanaan
sistematik yang disiapkan bagi pasien untuk pindah ke ruang perawatan atau
ke ruang IBS, sesuai dengan kebutuhan pasien untuk mempertahankan
kontinuitas perawatan. Rencana pemindahan pasien meliputi kebutuhan
pelayanan penunjang dan kelanjutan pelayanan medis.
Setiap pasien pindah harus sesuai dengan instruksi DPJP. Pasien dan
keluarga diberikan pengertian tentang instruksi tindak lanjut. Instruksi
mencakup nama dan lokasi untuk pelayanan lanjutan, tindakan yang akan
dilakukan sebelum pasien di pindahkan. Keluarga diikut sertakan dalam
proses apabila pasien kurang dapat mengerti dan mengikuti instruksi. Keluarga
juga diikut sertakan apabila mereka berperan dalam proses pemberian
pelayanan lanjutan.
Bila pasien rawat inap atau pasien rawat jalan memilih pulang karena
menolak nasehat medis, ada resiko berkenaan dengan pengobatan yang tidak
adekuat. Pasien wajib memberitahukan alasan menolak nasehat medis dan bila
pasien mempunyai dokter keluarga, maka kepada dokter yang bersangkutan
dapat diinformasikan mengenai hal tersebut sesuai prosedur yang telah
ditetapkan.
Proses pemindahan harus sesuai dengan kebutuhan pasien. Patugas
yang memindahkan dan yang menerima pasien diruang perawatan harus
transfer informasi yang berkaitan dengan kondisi pasien dan perawatan
lanjutan yang dibutuhkan.

10. Rekam Medis


Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud
rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain
identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta
tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Catatan
merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter dan bidan mengenai
tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka palayanan
kesehatan.
Bentuk Rekam Medis manual yaitu tertulis lengkap dan jelas dan dalam
bentuk elektronik sesuai ketentuan. Rekam medis terdiri dari catatan-catatan
data pasien yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Catatan-catatan
tersebut sangat penting untuk pelayanan bagi pasien karena dengan data yang
lengkap dapat memberikan informasi dalam menentukan keputusan baik
pengobatan, penanganan, tindakan medis dan lainnya. Dokter atau dokter gigi
diwajibkan membuat rekam medis sesuai aturan yang berlaku. Data pasien
rawat inap yang dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara
lain:
a. Identitas Pasien
b. Tanggal dan waktu.
c. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit dan riwayat
alergi)
d. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.
e. Diagnosis.
f. Rencana penatalaksanaan.
g. Pengobatan dan atau tindakan
h. Persetujuan tindakan.
i. Catatan obsservasi klinis dan hasil pengobatan.
j. Ringkasan pulang (discharge summary).
k. Nama dan tanda tangan dokter dan tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan kesehatan.
l. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.
m. Waktu untuk kontrol kembali

11. Pencatatan dan Pelaporan Kegiatan Pelayanan


Pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan ruang bersalin dilakukan
setiap hari dan kompilasinya dilaporkan setiap bulan ke Bidang Pelayanan
Medik melalui kepala Instalasi Rawat Inap dan Bedah. Pelaporan meliputi
jumlah pasien, 10 besar penyakit pasien rawat inap, pelaporan indikator mutu
rawat inap, permasalahan dan rencana tindak lanjut.

12. Case Manager


Bila terdapat pasien dengan masalah-masalah multiple, komplek, dirawat
dalam waktu lama ( diluar periode yang direkomendasikan), membutuhkan
perawatan intensif untuk rehabilitasi dan pasien yang membutuhkan
perawatan RS tetapi RS tidak memiliki biaya perawatan dan RS tidak memiliki
kemampuan membantu dengan sistem yang berlaku maka Kepala ruangan
berlaku sebagai Case Manager yang berkoordinasi dengan DPJP, Bidang
Pelayanan Medik, Bidang Penunjang Medik, Bidang Keperawatan maupun
Bagian Keuangan untuk menyelesaikan masalah pasien tersebut. Untuk itu
Case Manager wajib mengidentifikasi pasien –pasien yang membutuhkan
koordinasi Case Manager dengan menggunakan buku bantu.

13. Rapat Tim


Untuk pasien yang memerlukan koordinasi lintas SMF/ Length Of Stay
(LOS) lebih dari 7 hari atau melebihi hari rawat sesuai Clinical Pathway maka
DPJP dapat melakukan rapat tim untuk pembahasan kasus dengan SMF
terkait. DPJP mengkoordinasikan rencana rapat Tim dengan Kepala ruang
bersalin dan Bedah selaku Case Manager untuk menentukan waktu, tempat
dan dokter yang diundang. Hasil pembahasan dalam rapat Tim selanjutnya
ditulis dalam Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi.

BAB V
LOGISTIK

1. Pengelolaan
a. Perencanaan Alat
1) Perencanaan peralatan kebidanan disusun berdasarkan hasil
pengkajian perkiraan kebutuhan, jumlah, jenis pelayanan,dan
spesifikasi untuk mencapai pelayanan kebidanan di ruang bersalin.
2) Dalam membuat perencanan peralatan kebidanan di instalasi ruang
bersalin harus memperhatikan beberapa kriteria yaitu kriteria
struktur, kriteria proses, dan kriteria hasil;
a) Kriteria Struktur meliputi :
(1) Adanya mekanisme perencanaan peralatan kebidanan
(2) Adanya standar peralatan kebidanan.
(3) Adanya data dan informasi jenis pelayanan.
(4) Adanya pedoman menghitung kebutuhan alat.
(5) Adanya tenaga yang merencanakan peralatan kebidanan.
b) Kriteria Proses meliputi ;
(1) Adanya mekanisme perencanan peralatan kebidanan sesuai
standar.
(2) Menyusun perencanaan alat secara “boftom up”.
(3) Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait dalam
menyusun perencanaan alat .
(4) Kriteria Hasil meliputi adanya dokumen perencanaan
peralatan kebidanan.
b. Pengadaan Alat
1) Proses pengadaan alat kebidanan dilaksanakan sesuai ketentuan
yang berlaku di rumah sakit untuk mencapai tujuan pelayanan dan
kebidanan
2) Untuk menunjang kebijakan rumah sakit dalam pengadaan alat
kebidanan maka harus ditunjang dengan ;
a) Mekanisme yang jelas pengadaan alat kebidanan.
b) Dibutuhkan tim pengadaan barang/alat yang dibutuhkan.
c) Adanya tim penerima alat yang ditunjuk sesuai sprin Karumkit.
d) Adanya usulan rencana kebutuhan peralatan kebidanan.
e) Adanya tenaga Kebidanan dalam tim teknis pengadaan
penerimaan alat yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit.
f) Adanya manual alat .
g) Adanya program pelatihan penggunaan alat dan pelatihan alat
tertentu.
h) Pengadaan peralatan harus mempertimbangkan beberapa aspek:
(1) Alat tenun
(a) Menyerap keringat/air
(b) Mudah dibersihkan
(c) Ukuran memenuhi standarisasi yang ditetapkan.
(d) Pemilihan warna memperhatikan aspek psikologis
pasien.
(e) Tidak berfungsi sebagai mediator kuman.
(f) Tidak menyebabkan iritasi/perlukan kulit.
(2) Alat kesehatan
(a) Mudah dibersihkan.
(b) Tidak mudah berkarat.
(c) Amanpenggunaan baik petugas dank lien.
(d) Tidak berfungsi sebagai mediator kuman.
(e) Untuk alat-alat kesehatan tertentu memenuhi
persyaratan argonomi.
(f) Tersedianya suku cadang terhadap kesinambungan
alat.
(g) Tersedianya manual penggunaa alat dan prosedur.
i) Alat pencatatan dan pelaporan
(1) Bahasa sederhana dan mudah dimengerti.
(2) Mudah diisi.
(3) Ukuran,jenis kertas dan desain terstandar
j) Pemilihan peralatan kebidanan didasarkan atas kebutuhan klien
dan provider .
k) Sistim distribusi peralatan kebidanan (sentrallisasi dan
disentralisasi).

c. Distribusi Alat
1) Penetapan pendistribusian peralatan kebidanan ke unit kerja untuk
mencapai tujuan pelayanan kebidanan.
2) Untuk menunjang kebijakan rumah sakit dalam pendistribusian
peralatan kebidanan di instalasi rawat inap, perlu ditunjang dengan:
a) Mekenisme pendistribusian peralatan .
b) Daftar usulan kebutuhan alat di setiap unit kerja.
c) Adanya jadwal pendistribusian yang sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
3) Pendistribusian alat yang bersifat rutin (alat kebersihan/ alat rumah
tangga) dilakukan setiap bulan pada minggu pertama.
4) Pendistribusian alat tenun dan alkes insidentil sesuai dengan
kebutuhan ruangan/ unit kerja terkait .

d. Penggunaan Alat
1) Untuk menjamin alat berfungsi dengan baik sesuai masa pakai umur
teknis dan aman bagi pasien dan keluarganya maka pimpinan rumah
sakit telah menetapkan penggunaan peralatan keperawatan dan
kebidanan di instalasi rawat inap secara tepat dan benar sesuai
sop/protap.
2) Untuk menunjang kebijakan rumah sakit dalam penggunaan
peralatan kebidanan di ruang bersalin perlu ditunjang dengan
adanya:
a) SPO/ rotap penggunaan alat kebidanan .
b) Tenaga terlatih untuk menggunakan alat tersebut
c) Melakasanakan pencatatan frekuensi penggunaan alat tertentu
secara teratur dan berkala
d) Sebelum menggunakan alat, bidan harus :
(1) Memahami SPO/ protap penggunaan alat kebidanan di
ruang bersalin
(2) Mengecek apakah alat tersebut sudah siap pakai.
(3) Melakukan kalibrasi alat sesuai jadwal.
(4) Mencatat frekuensi penggunaan alat dalam buku yang
disediakan
BAB VI
KESELAMATAN KERJA

1. Keselamatan Dan Keamanan

a. Melaksanakan Identifikasi daerah yang berisiko dari aspek gedung &


fasilitas.
b. Melaksanakan pemberian identitas kepada staf, pengunjung, vendor dan
area beresiko.
c. Melakukan pencegahan kejadian cedera pada pasien, keluarga, staf dan
pengunjung.
d. Melaksanakan pengendalian lingkungan selama masa pembangunan dan
renovasi.
e. Melaksanakan pemeriksaan seluruh gedung pelayanan pasien.
f. Melaksanakan proteksi kehilangan dan kerusakan dari fasilitas.
g. Memastikan bahwa rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.
h. Memastikan bahwa badan independen dalam fasilitas pelayanan
mematuhi program keselamatan dan keamanan, bahan berbahaya,
manajemen keadaan darurat, pengamanan kebakaran.

2. Perlindungan Kesehatan karyawan


a. Memeriksa kesehatan karyawan baru
b. Melakukan monitoring Efek radiasi.
c. Melakukan pemeriksaan tenaga kerja area pelayanan (Klinikal dan
keperawatan
d. Melakukan Imunisasi dan vaksinisasi
e. Menangani kesehatan akibat kerja :
a. Kecelakaan akibat benda tajam
b. Kecelakaan akibat B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
c. Kecelakaan akibat lainnya
f. Menangani Kesehatan lingkungan tempat kerja
g. Mengelola lingkungan tempat kerja beresiko terhadap Pencahayaan,
kebisingan, kualitas udara, dan sarana fisik penunjang kerja
h. Menyusun rencana dan anggaran untuk meningkatkan atau mengganti
sistem, bangunan atau komponen utk fasilitas fisik.

3. Bahan Berbahaya dan Beracun( B3)


a. Melaksanakan identifikasi resiko bahan dan limbah berbahaya B3.
b. Melaksanakan pengendalian bahan dan limbah berbahaya B3 (penanganan,
penyimpanan & penggunaan).
c. Melaksanakan pelaporan dan investigasi dari tumpahan, paparan dan
insiden lainnya.
d. Menyiapkan alat dan prosedur perlindungan yang benar dalam
penggunaan.

4. Manajemen Emergensi
a. Melaksanakan identifikasi bencana internal dan external.
b. Melaksanakan uji coba/pelatihan penanggulangan bencana/disaster plan.
1) Pengamanan Kebakaran
a) Melaksanakan identifikasi pengurangan resiko kebakaran.
b) Melaksanakan pencegahan kebakaran terhadap bahan mudah
terbakar.
c) Melaksanakan pelatihan penanggulangan kebakaran.
d) Melaksanakan pemeriksaan,uji fungsi peralatan kebakaran dan
pemeliharaan peralatan.

2) Peralatan Medis
a) Melaksanakan identifikas i resiko dari peralatan medis.
b) Melaksanakan pemeriksaan dan uji fungsi peralatan medis.
c) Melaksanakan pemeliharaan dan perbaikan peralatan medis.

3) Sistem Utilitas.
a) Melaksanakan identifikasi terhadap resiko kegagalan listrik dan
air.
b) Melaksanakan uji fungsi dari sumber alternatif & sitem utility
lainnya.
c) Melaksanakan pemeriksaan dan perbaikan peralatan sistem
pendukung lainnya.
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU

1. Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan Di Instalasi Ruang Bersalin.


a. Peningkatan mutu & keselamatan pasien.
b. upaya peningkatan mutu.
c. Keselamatan Pasien.
d. Clinical pathway.
e. Indikator klinis.
f. Indikator manajemen.
g. Indikator sasaran keselamatan pasien.
h. Sentinel.
i.Kejadian Tidak Diharapkan.
j.Kejadian Nyaris Cedera.
k. Kejadian Tidak Cedera.
l.Kondisi Potensial Cedera.
m. RCA.
n. Risk Manajemen.
o. FMEA.

2. Pemilihan Indikator Yang Terkait Dengan Area Klinis, meliputi :


a. Asesmen Pasien
1) Pengkajian Awal Pasien Baru dalam 24 jam.
2) Pre visit anestesi.
3) Pasien stroke yang dilakukan assesmen rehab medis.
b. Pelayanan Laboratorium
1) Angka keterlambatan penyerahan hasil pemeriksaan.
2) Angka kerusakan sampel darah.
3) Angka kesalahan menyampaikan hasil pemeriksaan.
4) Angka kesalahan pengambilan sampel.
5) Angka kesalahan pasien.
6) Pelaporan nilai kritis laboratorium.

c. Pelayanan Radiologi dan Diagnostic Imaging


1) Angka pemeriksaan ulang.
2) Angka penolakan expertise.
3) Angka keterlambatan penyerahan hasil.
4) Angka kesalahan posisi pemeriksaan .
5) Angka reaksi obat kontras.
6) Penyampaian hasil radiologis kristis kepada dokter pengirim.
7) Waktu Tunggu Pemeriksaan Radiologi cito.
8) respon time pem cito dari IGD.
9) respon time USG cito dari IGD non obsgyn.
10) respon time thorax konvensional.

d. Prosedur Bedah
1) Angka penundaan operasi.
2) Angka keterlambatan dimulainya operasi.
3) Angka infeksi luka operasi.
4) Angka ketidak lengkapan informed concent .
5) Angka ketidak lengkapan laporan operasi.
6) Angka ketidak lengkapan laporan anestesi.
7) Kepatuhan melaksanakan proses time out pada pasien pre operasi.
8) Ketidaksesuaian Diagnosis pra dan pasca bedah.
9) Marking.
e. Penggunaan Antibiotika dan Obat Lainnya
1) Penggunaan antibiotika di HCU sesuai dng hasil resistensi test.
2) Operasi Bersih tanpa Penggunaan Antibiotik Profilaksis .

f. Kesalahan Medikasi (medication error) dan Kejadian Nyaris Cedera (KNC)


1) Ketepatan waktu pemberian antibiotika.
2) Ketetapkan waktu pemberian injectie antibiotik pada pasien rawat
inap.
3) Kejadian Nyaris Cedera Peresepan Obat .
4) Kesalahan dan Kejadian Nyaris Cedera Medikasi, Pencegahan
Adverse Drug Event.
5) Respon time permintaan darah cito < 1 jam

g. Penggunaan Anestesi dan Sedasi


1) Kelengkapan asesmen pre anestesia.
2) Pasien paska pembiusan di transfer dari recorvery room IBS ke ruang
rawat inap sesuai dengan Aldrette Score.
3) Efek samping anestesi pada pasien SC.
4) Efek samping sedasi pada pasien endoscopy.

h. Penggunaan Darah dan Produk Darah


1) Angka keterlambatan penyediaan darah untuk operasi elektif .
2) Angka kesalahan golongan darah.
3) Angka kesalahan jenis darah.
4) Angka reaksi transfusi darah.
5) Angka perbedaan hasil skrining.
6) efektifitas penggunaan darah à cros macth dan yang dipakai.

i.Ketersediaan, Isi dan Penggunaan Rekam Medis Pasien


1) Kelengkapan catatan laporan operasi.
2) Tingkat kelengkapan RM à pilih 1 form yang dilakukan evaluasi.
j.Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, Surveilans dan Pelaporan
1) Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)
2) Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
3) Infeksi Luka Operasi (ILO)
4) Infeksi Saluran Kemih (ISK)
5) Angka Phlebitis.
6) HAP/ Hospital Acquired Pneumonia.
7) IDO/ Infeksi Daerah Operasi Bersih.

3. Indikator Area Manajerial


a. Pengadaan suplai serta obat penting yang dibutuhkan secara rutin.
b. Pelaporan kegiatan yang diatur oleh undang-undang dan peraturan.
c. Manajemen resiko
1) Angka kejadian kecelakaan di Rumah Sakit, khususnya ruang
bersalin.
2) Angka kejadiaan “Needle Stick Injury” /Jumlah petugas tertusuk
jarum.
d. Manajemen penggunaan sumber daya.
1) Persentase Alkes yang di kalibrasi.
2) Evaluasi kinerja bidan di ruang bersalin.
e. Harapan keluarga pasien/ pasien
Persentase kepuasan pasien terhadap pelayanan ruang bersalin.
f. Harapan kepuasan staf terhadap keamanan dan kenyamanan dalam
bekerja.
g. Demografi dan diagnosis pasien
h. Pencegahan dan pengendalian peristiwa yang membahayakan keselamatan
pasien, keluarga dan staf.
i. Pemahaman 6 langkah cuci tangan.

4. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien.


a. Ketepatan identifikasi pasien.
Presentase pemahaman SDM tentang identifikasi pasien.
b. Meningkatkan komunikasi efektif
Persentase pemahaman SDM tentang komunikasi efektif
c. Keamanan obat-obatan
d. Menghindari salah sisi, salah pasien, dan salah prosedur pembedahan.
Evaluasi penerapan ceklist pasien di kamar bedah.
e. Pencegahan HAIS (infeksi nosokomial)
Presentasi kepatuhan pelaksanaan 6 langkah cuci tangan
f. Mencegah resiko pasien jatuh.
Pemahaman SDM tentang penerapan assessment awal resiko jatuh pada
pasien rawat inap.

5. Pengendalian Mutu Pelayanan Kebidanan Di Ruang Bersalin


a. Presentase pelaksanaan standar identifikasi pasien pada pemberian
identitas pasien untuk pasien di ruang bersalin.
b. Kepatuhan pemberian label high alert oleh farmasi.
c. Insiden Pasien Jatuh Selama Perawatan Di Ruang Bersalin.
d. Pasien jatuh dengan perlukaan level minor (2) atau lebih besar
terdokumentasi saat perawatan ruang bersalin di rumah sakit.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN DAN KESELAMATAN KERJA

1. Indikator Mutu Ruang Bersalin


a. Pemberi Pelayanan di Ruang Bersalin
STANDAR Pelayanan Ruang Bersalin
JUDUL Pemberi pelayanan di Ruang Bersalin
INDIKATOR
DEFINISI Pemberian pelayanan Ruang Bersalin adalah dokter
OPERASIONAL spesialis dan tenaga bidan yang kompeten (minimal
D3)
FORMULA N X 100%
D
NUMERATOR Jumlah tenaga dokter spesialis dan bidan yang sesuai
dengan ketentuan
DENOMINATOR Jumlah seluruh tenaga dokter dan bidan yang
melayani di ruang bersalin
TARGET 100%
TEKNIS Format pencatatan diisi oleh Koordinator Ruang
PENGUMPULAN Bersalin dengan mencatat jumlah tenaga dokter
DATA spesialis dan bidan yang melayani di ruang bersalin
sesuai ketentuan. Pencatatan dilaksanakan setiap
bulan dan dilaporkan setiap bulan kepada Ka. Seksi
Pelayanan Medik Rawat Jalan dan Rawat Inap

b. Dokter Penanggung Jawab Pasien Ruang Bersalin


STANDAR Pelayanan Ruang Bersalin
JUDUL Dokter penanggung jawab pasien ruang bersalin
INDIKATOR
DEFINISI Penanggung jawab ruang bersalin adalah dokter yang
OPERASIONAL mengkoordinasikan kegiatan pelayanan ruang bersalin
sesuai kebutuhan pasien
FORMULA N X 100%
D
NUMERATOR Jumlah pasien dalam satu bulan yang mempunyai
tenaga dokter sebagai penanggung jawab
DENOMINATOR Jumlah seluruh pasien ruang bersalin dalam satu
bulan
TARGET 100%
TEKNIS Format pencatatan diisi oleh Koordinator Ruang
PENGUMPULAN bersalin dengan mencatat jumlah pasien dalam satu
DATA bulan yang mempunyai tenaga dokter sebagai
penanggung jawab. Pencatatan dilaksanakan setiap
hari dan dilaporkan setiap bulan kepada Ka. Seksi
Pelayanan Medik Rawat Jalan dan Rawat Inap

c. Ketersediaan Pelayanan Ruang Bersalin


STANDAR Pelayanan Ruang Bersalin
JUDUL Ketersediaan Pelayanan Ruang Bersalin
INDIKATOR
DEFINISI Merupakan suatu bentuk perawatan, dimana pasien
OPERASIONAL dengan masalah obstetri baik itu normal dan tidak
normal dirawat sampai dengan permasalahan obstetri
diselesaikan.

FORMULA N
D
NUMERATOR Jenis-jenis pelayanan ruang bersalin
DENOMINATOR -
TARGET Pelayanan ruang bersalin
TEKNIS Format pencatatan diisi oleh staf pelayanan dengan
PENGUMPULAN mencatat jenis pelayanan yang ada di ruang bersalin
DATA melalui register ruang bersalin. Pencatatan
dilaksanakan setiap hari dan dilaporkan setiap bulan
kepada Ka. Seksi Pelayanan Medik Rawat Jalan dan
Rawat Inap

d. Jam Visite Dokter Spesialis


STANDAR Pelayanan Ruang Bersalin
JUDUL Jam Visite Dokter Spesialis
INDIKATOR
DEFINISI Visite dokter spesialis adalah kunjungan dokter
OPERASIONAL spesialis setiap hari sesuai dengan ketentuan waktu
kepada setiap pasien yang menjadi tanggung jawabnya
yang dilakukan antara jam 08.00 s/d 13.30 wita
FORMULA N X 100%
D
NUMERATOR Jumlah visite dokter spesialis antara jam 08.00 s/d
13.30 Wita
DENOMINATOR Jumlah pelaksanaan visite dokter spesialis yang
disurvei
TARGET 100%
TEKNIS Format pencatatan diisi oleh staf pelayanan medis
PENGUMPULAN dengan mencatat jumlah visite dokter spesialis antara
DATA jam 08,00 s/d 13.30 Wita. Pencatatan dilaksanakan
setiap hari dan dilaporkan setiap bulan kepada Ka.
Seksi Pelayanan Medik Rawat Jalan dan Rawat Inap

e. Kejadian Infeksi Pasca Operasi


STANDAR Pelayanan Ruang Bersalin
JUDUL Kejadian Infeksi Pasca Operasi
INDIKATOR
DEFINISI Infeksi pasca operasi adalah adanya infeksi
OPERASIONAL nosokomial pada semua kategori luka sayatan operasi
bersih yang dilaksanakan di Rumah Sakit dan
ditandai oleh rasa panas (kalor), kemerahan (color),
pengerasan (tumor) dan keluarnya nanah (pus) dalam
waktu lebih dari 3x24 jam
FORMULA N X 100%
D
NUMERATOR Jumlah pasien ruang bersalin yang mengalami infeksi
pasca operasi dalam satu bulan
DENOMINATOR Jumlah seluruh pasien ruang bersalin yang dioperasi
dalam satu bulan
TARGET ≤ 1,5%
TEKNIS Format pencatatan diisi oleh staf ruang bersalin
PENGUMPULAN dengan mencatat jumlah pasien ruang bersalin yang
DATA mengalami infeksi pasca operasi dalam satu bulan.
Pencatatan dilaksanakan setiap hari dan dilaporkan
setiap bulan kepada Ketua Tim PPI

f. Angka Kejadian Infeksi Nosokomial


STANDAR Pelayanan Ruang Bersalin
JUDUL Angka Kejadian Infeksi Nosokomial
INDIKATOR
DEFINISI Infeksi nosokomial adalah infeksi yang dialami oleh
OPERASIONAL pasien yang diperoleh selama dirawat di rumah sakit
yang meliputi dekubitus, phlebitis, sepsis dan infeksi
luka operasi
FORMULA N X 100%
D
NUMERATOR Jumlah pasien ruang bersalin yang terkena infeksi
nosokomial di rumah sakit
DENOMINATOR Jumlah seluruh pasien ruang bersalin dalam satu
bulan
TARGET ≤ 1,5%
TEKNIS Format pencatatan diisi oleh staf ruang bersalin
PENGUMPULAN dengan mensurvei jumlah pasien yang mengalami
DATA infeksi nosokomial atau melalui laporan dari staf di
ruang ruang bersalin mengenai kejadian infeksi
nosokomial dalam satu bulan. Pencatatan
dilaksanakan setiap hari dan dilaporkan setiap bulan
kepada Ketua Tim PPI

g. Tidak adanya pasien Jatuh Yang Berakibat Kecacatan/Kematian


STANDAR Pelayanan Ruang bersalin
JUDUL Tidak adanya kejadian pasien jatuh yang berakibat
INDIKATOR kecacatan/kematian
DEFINISI Kejadian pasien jatuh adalah kejadian pasien jatuh
OPERASIONAL selama dirawat baik akibat jatuh dari tempat tidur, di
kamar mandi, dsb, yang berakibat kecacatan atau
kematian
FORMULA N X 100%
D
NUMERATOR Jumlah pasien dirawat dalam bulan tersebut dikurangi
jumlah pasien yang jatuh dan berakibat
kecacatan/kematian
DENOMINATOR Jumlah pasien ruang bersalin dalam satu bulan
TARGET 100%
TEKNIS Format pencatatan diisi oleh tim KP-RS dengan
PENGUMPULAN mencatat jumlah pasien yang jatuh dan berakibat
DATA kecacatan/kematian atau melalui laporan insiden
pasien jatuh dari unit pelayanan ruang bersalin.
Pencatatan dilaksanakan setiap hari dan dilaporkan
setiap bulan kepada Ka. Tim KP-RS

h. Kematian Maternal
STANDAR Pelayanan Ruang Bersalin
JUDUL Kematian Maternal di ruang bersalin
INDIKATOR
DEFINISI Kematian maternal adalah kematian seorang wanita
OPERASIONAL waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya
kehamilan olehsebab apapun
FORMULA N X 1000‰
D
NUMERATOR Jumlah kejadian kematian metrnal di ruang bersalin
dalam satu bulan
DENOMINATOR Jumlah seluruh pasien ruang bersalin dalam satu
bulan
TARGET ≤ 2,4 ‰
TEKNIS Format pencatatan diisi oleh Kepala Ruang bersalin
PENGUMPULAN dengan mencatat jumlah kematian maternal. Data
DATA diperoleh melalui rekam medis pasien. Pencatatan
dilaksanakan setiap hari dan dilaporkan setiap bulan
kepada Ka. Seksi Pelayanan Medis Rawat Jalan dan
Rawat Inap.

i. Kejadian Pulang Paksa


STANDAR Pelayanan Ruang Bersalin
JUDUL Kejadian Pulang paksa
INDIKATOR
DEFINISI Pulang paksa adalah pulang atas permintaan pasien
OPERASIONAL atau keluarga pasien sebelum diputuskan boleh
pulang oleh dokter
FORMULA N X 100%
D
NUMERATOR Jumlah pasien pulang paksa dalam satu bulan
DENOMINATOR Jumlah pasien yang diruang bersalin dalam satu
bulan
TARGET ≤ 5%
TEKNIS Format pencatatan diisi oleh staf ruang bersalin
PENGUMPULAN dengan mencatat jumlah pasien ruang bersalin yang
DATA pulang paksa. Data diperoleh melalui rekam medis
pasien ruang bersalin. Catatan dilaksanakan setiap
hari dan dilaporkan setiap bulan kepada Ka. Seksi
Pelayanan medis Rawat Jalan dan Rawat Inap.

j. Kepuasan Pelanggan Ruang Bersalin


STANDAR Pelayanan Ruang Bersalin
JUDUL Kepuasan Pelanggan Pada Ruang Bersalin
INDIKATOR
DEFINISI Kepuasan adalah pernyataan puas oleh pelanggan
OPERASIONAL terhadap pelayanan Ruang Bersalin
FORMULA N
D
NUMERATOR Jumlah kumulatif hasil penilaian kepuasan dari
pasien Ruang Bersalin yang disurvei
DENOMINATOR Jumlah total pasien yang disurvei (minimal n= 50)
TARGET ≥80%
TEKNIS Format pencatatan diisi oleh Kepala Ruangan dengan
PENGUMPULAN mensurvei kepuasan pelanggan yang datang ke unit
DATA Ruang Bersalin dengan memberikan form survei
kepuasan pelanggan kepada pasien. Form yang sudah
terisi dikumpulkan setiap bulan dan dilaporkan
kepada ka. Sub. Bag. Sistem Informasi manajemen
dan Pelaporan setiap bulan.

2. Keselamatan Kerja
a. Prosedur kewaspadaan universal harus dipatuhi dengan merujuk pada
penularan lewat darah.
b. Petugas diharuskan selalu mencuci tangan sesuai prosedur 6 langkah dan
5 momen dengan handrub/sabun antiseptic setiap kali kontak dengan
pasien.
c. Petugas diharuskan mengunakan alat pelindung diri sesuai prosedur, baik
berupa hand schoen/ masker dan lain-lain sesuai indikasi.
BAB VIII
PENUTUP

Buku pedoman ini dimaksudkan sebagai petunjuk pelaksanaan dari kebijakan


direktur RSUDAM tentang Pedoman Pelayanan di Ruang Bersalin, yang menjelaskan
tata cara operasional dari konsep dan kebijakan Pelayanan di Ruang Bersalin RSUD
AM sehingga pelayanan pasien dan kebutuhan sarana prasarana serta sumber daya
di Ruang Bersalin terlaksana dan terpenuhi sesuai kebijakan dan SPM, SPO dan
standar keselamatan pasien yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan dan Komisi
Nasional Keselamatan Pasien.
Demikian Pedoman Pelayanan Ruang Bersalin disusun sebagai acuan dalam
pembuatan program kerja dan kegiatan selanjutnya disetiap ruangan perawatan di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Awet Muda Narmada.

Anda mungkin juga menyukai