Anda di halaman 1dari 4

PENTINGNYA MENGAKUI KETERBATASAN DEMI TERCIPTAKAN

LINGKUNGAN YANG INKLUSIF


Elva Cello Cinta

Pekerjaan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting bagi manusia sebagai upaya
bertahan hidup di zaman modern. Berbeda dengan beberapa masa ke belakang dimana upaya
bertahan hidup dilakukan dengan berburu untuk memperoleh makanan, ada pula yang bercocok
tanam atau beternak. Untuk memenuhi kebutuhan pokok hampir semua manusia di zaman
modern ini memiliki pekerjaan. Secara singkat pekerjaan sendiri dapat diartikan suatu kegiatan
unruk memperoleh imbalan atau upah. Terdapat dua jenis pekerjaan di era modern ini, yaitu
pekerjaan informal dan formal.

Dilansir situs Badan Pusat Statistik (BPS), pekerja formal mencakup status berusaha dengan
dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan/pegawai, sisanya termasuk pekerja informal. Contoh
pekerja sektor formal adalah pegawai yang bekerja di administrasi pemerintahan, pertanahanan.
Lalu, di jasa pendidikan, jasa kesehatan, transportasi dan pergudangan, serta penyediaan
akomodasi dan makanan minuman maupun industri pengolahan.

Sementara pekerja informal artinya yang berstatus berusaha sendiri dan pekerja bebas di
sektor pertanian dan non-pertanian. Contoh pekerja informal: pedagang kaki lima, sopir angkot,
dan tukang becak. Di era modern ini banyak pula pekerjaan baru yang lahir seiring kemajuan
internet, misalnya influencer, content creator dan masih banyak lagi.

Banyak pekerjaan yang lahir dan mati seiring zaman. Kita sebagai manusia pun harus mampu
beradaptasi, begitu juga dengan teman-teman disabilitas. Untuk menunjang hidup yang sejahtera
teman-teman disabilitas juga perlu memiliki pekerjaan. Sekarang ini sudah banyak lowongan
pekerjaan yang terbuka bagi teman-teman disabilitas. Namun, tak sedikit dari mereka yang
merasakan masalah-masalah batin tentang keterbatasannya terutama saat terjun di dunia
profesional. Misal merasa tidak mampu atau minder. Adapula mereka yang menyandang hidden
disability, merasa bimbang apakah harus mengungkap keterbatasannya atau tidak. Dalam kasus
ini penulis akan mengkhususkan dalam ranah tunanetra terutama low Vision. Karena
kompleksnya disabilitas ini, banyak dari mereka menyembunyikan keterbatasannya. Lalu apa
dampaknya jika itu terus dilakukan? Dan apakah mengakui keterbatasan kita di lingkungan
pekerjaan?

Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual,
mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan
dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan
warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Sedangkan Tunanetra sendiri yakni istilah
yang digunakan untuk kondisi seseorang yang mengalami gangguan atau hambatan dalam indra
penglihatannya. Berdasarkan tingkat gangguannya Tunanetra dibagi dua yaitu buta total dan
masih mempunyai sisa penglihatan atau Low Vision. Mari beralih ke low Vision yang akan
menjadi fokus bahasan kita kali ini.

Menurut WHO, definisi low vision adalah kehilangan penglihatan bahkan setelah
penanganan atau operasi terbaik dan / atau koreksi refraksi standar dan mempunyai tajam
penglihatan setelah koreksi kurang dari 6/18 sampai persepsi cahaya (LP+) pada mata terbaik.
Penyebab Low Vision pun beragam. Dalam kasus penulis sendiri disebabkan oleh infeksi di
dalam rahim sehingga saat ini visus penulis sekitar 1/60 dengan kacamata. Dimana penulis
dapat melihat jari di jarak satu meter dengan kacamata tebal sedangkan normalny a manusia
dapat melihat jari di jarak 60 meter tanpa alat bantu. Mengacu data World Health Organization
(WHO), low vision menjadi gangguan penglihatan dengan jumlah penderita lebih besar
dibandingkan kebutaan. Di Indonesia, terdapat sekitar 210 ribu anak usia 0 hingga 15 tahun yang
mengalami low vision

. Ada beberapa penyandang Low vision yang secara fisik tidak nampak seperti seorang
tunanetra, termasuk penulis sendiri. Hal ini memicu kebingungan tentang identitas seperti apa
yang mereka ingin ungkapkan. Tentunya untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif
penyandang low vision lebih baik mengungkapkan keterbatasan mereka sehingga rekan kerja
akan paham, hal ini umumnya terjadi jika penyandang low vision melamar melalui jalur umum.
Akan lebih mudah tentunya jika penyandang low vision melamar sesuai jalur disabilitas. Namun,
bukanlah hal yang mudah bagi low vision untuk mengungkapkan keterbatasannya dilingkungan
orang umum, dimana pemahaman dan pengetahuan mengenai tunanetra low vision masih sangat
minim. Gejolak batin yang dialami penyandang low vision pun tak jarang membuat mereka takut
dianggap berbeda atau dikucilkan oleh lingkungan. Karena jauh d i dalam hati mereka, mereka pun
bimbang tentang pengelihatannya yang berada di tengah-tengah antara buta total dan orang awas.

Hal-hal yang dijabarkan di atas pun terjadi kepada penulis, di 2019 penulis bekerja di sebuah hotel
lsebagai pekerja kasual. Saat itu penulis masih duduk di bangku SMA. Penulis menyandang low vision
sejak lahir namun atas kekuasaan Tuhan YME, dokter baru bisa mendiagnosa mengenai keterbatasan
penulis di 2022. Jadi, ketika 2019 itu penulis belum tahu bahwa ia tergolong low vision, hari demi hari
berlalu. Penulis sudah sangat merasa ada yang salah dengan pengelihatannya, namun ia tetap bungkam
karena sulitnya menjelaskan kondisi pengelihatannya ketika ia sendiri pun tak tahu apa yang terjadi di
pengelihatannya. Lingkungan pekerjaan pada saat itu bisa dibilang inklusif untuk saya yang dianggap
normal-normal saja, padahal kesulitan luar biasa selalu menghampiri saya. Huruf kecil yang tidak
terbaca, sulitnya menemukan ruangan dan kesulitan-kesulitan lainnya.

Beralih ke tahun 2023, setelah penulis mengetahui bahwa ia seorang low vision, penulis bekerja
sebagai karyawan di bidang perdagangan. Ketika itu penulis sudah tidak ragu lagi mengungkapkan
bahwa ia seorang tunanetra di lingkungan pekerjaan tersebut. Dan hasilnya di luar dugaan, rekan-rekan
di sana cenderung merangkul dan membantu, lingkungan kerja yang inklusif untuk penyandang low
vision seperti saya tercipta saat itu. Ketakutan-ketakutan yang sering didengar penulis sama sekali tidak
ada. Penulis sendiri sebenarnya tidak merasa takut untuk mengungkapkan keterbatasan, keadaan dan
takdir Tuhanlah yang menutup keterbatasan penulis, sehingga saat penulis sudah tahu, ia langsung saja
mengungkapkan keterbatasannya ke orang-orang di sekitar, guna mengurangi kesulitan dalam bekerja.

Menjadi seorang disabilitas, khususnya tunanetra low vision memang tidak mudah. Tingkat kesulitan
dalam menjalani hidup pun pastinya lebih tinggi dibanding orang umum. Tapi kita harus ingat satu hal,
Tuhan hanya mengambil satu dari tubuh kita, kita masih memiliki tubuh yang sehat dan akal yang
cerdas. Ditambah lagi jika terjun di dunia pekerjaan dimana kita dituntut untuk profesional.
Menyembunyikan keterbatasan hanya akan merepotkan diri sendiri, setidaknya kesulitan yang teman-
teman low vision hadapi bisa terminimalisir. Jangan pernah merasa takut direndahkan, jika pun ada yang
memandang kita sebelah mata karena kita tunanetra, jangan malah terpuruk dan merasa paling tersakiti
atau menganggap dunia tidak adil. Kita harus beradaptasi dengan apa yang dunia inginkan, karena dunia
tak akan berubah seperti yang kamu inginkan, tingkatkan value diri dan kinerja yang baik. Lingkungan
kerja yang inklusif akan tercipta jika kita terbuka akan keterbatasan kita, buktikan bahwa dengan
keterbatasan ini kita mampu bersaing dengan khalayak umum khususnya di lingkungan kerja sehingga
terciptalah lingkungan kerja yang inklusif bagi seluruh karyawan tanpa memandang keterbatasan.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS) Statistic Indonesia. (2023) Tenaga Kerja https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&opi=89978449&url=https://www.bps.go.id/subject/6/tenaga-
kerja.html&ved=2ahUKEwiq0NiUzLWBAxWEcWwGHWxCBD4QFnoECB0QAQ&usg=AOvVaw1Z7vW
aUfkINxsuSycaad-n Diakses 19 September 2023

Kemenkes RI. (2017). Buku Pedoman Pelaksanaan Yankespro bagi Penyandang Disabilitas Usia
Dewasa, Jakarta: Kemenkes RI

World Health Organization. (2023). Blindness and Vision Impairment


https://www.who.int Diakses 19 September 2023

Anda mungkin juga menyukai