Website: http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/tadris-kimiya/index
ISSN 2527-9637 (online) ISSN 2527-6816 (print)
___________________________________________________
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul berbasis Problem Based Learning (PBL) pada
materi polimer kelas XII SMK Ma’arif NU 1 Sumpiuh. Model pengembangan 4D dari Thiagarajan yaitu
Define, Design, Develop dan Disseminate digunakan dalam penelitian. Subjek dalam penelitian ini
adalah peserta didik kelas XII SMK Ma’arif NU 1 Sumpiuh. Hasil validasi modul oleh keseluruhan ahli
memperoleh skor rata-rata sebesar 89,81% yang mana masuk pada kategori sangat layak. Hasil
penilaian peserta didik terhadap modul menunjukkan persentase rata-rata sebesar 86,57% (sangat
layak), sementara keseluruhan persentase skor rata-rata sebesar 89% dengan kategori sangat layak.
ABSTRACT
This research aims to develop a Problem Based Learning modules in material of the polymer class XII
SMK Ma’arif NU 1 Sumpiuh. 4D model by Thiagarajan was used in this research. 4D model consist of
Define, Design, Develop and Disseminate stage. Subject of research was students XII SMK Ma’arif NU
1 Sumpiuh. The expert judment result of average reached 89,81% including to a proper category. The
result from students responses reached 86,57% including to a proper category, overall, the average
percentage of module reached 89% including to a proper category.
DOI: https://doi.org/10.15575/jtk.v3i1.2038
M. Larasati, A. Fibonacci & T. Wibowo Pengembangan Modul Berbasis Problem
Based Learning pada Materi Polimer Kelas
XII SMK Ma’arif NU 1 Sumpiuh
menjadi sangat penting untuk dipelajari dan Selanjutnya tahap design, pada tahap ini
dipahami secara mendalam, bukan hanya merancang prototipe modul berdasarkan hasil
sekedar untuk dihafalkan tetapi dengan analisis dari tahap define. Hal ini bertujuan
menghubungkannya dengan permasalahan agar modul yang dikembangkan sesuai
sehari-hari. Dengan demikian, modul hasil dengan kebutuhan peserta didik. Tahap yang
pengembangan yang menghubungkan konten terakhir yaitu develop, pada tahap ini
materi dengan permasalahan nyata dilakukan uji kelayakan atau validasi ahli yang
diharapkan mampu mengatasi permasalahan terdiri dari ahli materi dan ahli media, serta
yang dihadapi peserta didik. dilakukan uji pengguna yang dilakukan oleh
peserta didik untuk mengetahui respon
Pentingnya pembelajaran melalui peserta didik terhadap modul PBL yang
permasalahan-permasalahan dunia nyata dikembangkan.
akan membimbing peserta didik untuk
memecahkan permasalahan yang kompleks Teknik pengumpulan data yang dilakukan
(Silver, 2004), termasuk di dalamnya adalah yaitu observasi, wawancara, kuesioner, dan
masalah lingkungan yang dapat dijadikan dokumentasi. Metode wawancara dilakukan
sebagai sumber belajar (Sukmawardani & pada peserta didik guru kimia di SMK Ma’arif
Hardiyanti, 2017). Penggunaan permasalahan NU 1 Sumpiuh, observasi untuk mengamati
dunia nyata bertujuan untuk menyusun aktivitas peserta didik, kuesioner untuk
pengetahuan peserta didik dan mengetahui respon peserta didik dan
mengembangkan keterampilan berpikir dokumentasi untuk mengambil data nilai
peserta didik dalam pemecahan masalah peserta didik.
(Arends, 2007). Peserta didik menyusun
pengetahuan mereka sendiri yang secara Data yang diperoleh dari tiga tahap yang telah
tidak langsung melatih mereka untuk berpikir dilakukan dianalisis dengan teknik analisis
analitis (Rahmawati & Buranda, 2013). data yang sesuai dengan tujuan penelitian dan
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran pengembangan yaitu validitas modul.
PBL yang dijadikan sebagai basis dalam Menentukan validitas modul (%) dapat
pengembangan modul polimer diharapkan menggunakan rumus sebagai berikut:
dapat mendukung tercapainya tujuan
pembelajaran. 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
Validasi= 𝑥 100%
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
2. METODE PENELITIAN (Akbar, 2013).
Penggunaan lingkungan sekitar sebagai alat Hasil validasi oleh ahli materi 2 diperoleh
pembelajaran akan menjadikan pembelajaran persentase total sebanyak 97% yang
lebih bermakna (meaningful learning) karena merupakan jumlah dari aspek isi 100%, aspek
peserta didik mengetahui materi pelajaran penyajian 100% dan aspek bahasa 92,5%.
yang dipelajari bermanfaat bagi kehidupan Mengacu pada Tabel 1 penilaian ahli materi 2
sehari-hari (Afcariano, 2008). Hal ini sepadan terhadap modul berbasis PBL dikategorikan
dengan pendapat Abdullah & Ridwan (2008) sangat layak tanpa revisi. Hasil uji kelayakan
yang menyatakan bahwa meaningful learning dari ahli materi mendapatkan skor rata-rata
erat kaitannya dengan pembelajaran berbasis sebesar 95,8% dapat disimpulkan bahwa
masalah (PBL), dalam pembelajaran ini modul yang dikembangkan masuk dalam
peserta didik tidak diberikan pengetahuan kategori sumber belajar sangat layak.
dalam bentuk jadi melainkan peserta didik
menemukan sendiri. Sehingga pada Tabel 1 menunjukkan bahwa modul yang
pembelajaran PBL peserta didik akan dikembangkan memperoleh kriteria sangat
menghubungkan informasi baru dengan layak dari ahli materi 1 dan ahli materi 2 yang
struktur kognitif yang telah dimiliki peserta telah memenuhi komponen materi, komponen
didik. penyajian dan komponen bahasa. Komponen
materi yang pertama yaitu keakuratan fakta,
3.1 Kelayakan Modul Berbasis Problem hal ini terlihat dari penggunaan isu lingkungan
Based Learning yang bersentuhan langsung dengan subjek
penelitian. Peneliti mengenalkan isu tentang
Uji validitas modul menggunakan angket sampah plastik di Pantai Ayah sebelum
lembar validasi BSNP. Penilaian terhadap menjelaskan konten materi polimer. Hal ini
validitas produk dilakukan oleh dosen ahli di dilakukan agar tidak terjadi gap antara teori
bidang konten polimer dan dosen ahli desain dengan konsepsi peserta didik. Contoh
dan layout modul. Aspek kelayakan materi penyajian isu lingkungan dengan materi yang
terdiri dari aspek isi, penyajian dan bahasa. akan diajarkan dapat dilihat pada Gambar 1.
Hasil kelayakan modul dari segi materi Modul yang relevan dengan kehidupan
ditunjukkan pada Tabel 1. peserta didik dapat digunakan sebagai
pengantar pelajaran kimia dan sangat cocok
Hasil skor rata-rata aspek yang diperoleh ahli untuk peserta didik yang sudah terbiasa
materi 1 didapat skor sebanyak 94% yang bekerja secara mandiri (Blonder et al., 2008).
merupakan gabungan dari masing-masing Fakta yang disajikan dalam modul sesuai
aspek isi 96,43%, aspek penyajian 93,75% dengan kenyataan dan meningkatkan
dan aspek bahasa 92,5%, berdasarkan Tabel pemahaman konsep peserta didik. Fakta yang
1 dikategorikan sangat layak sehingga tidak disajikan dalam modul diambil dari
perlu direvisi. Ahli materi 1 hanya memberikan permasalahan yang ada di lingkungan peserta
sedikit masukan yaitu tampilan gambar pada didik. Sepadan dengan hal tersebut, Silver
modul yang dikembangkan sesuai dengan apabila bahasa yang digunakan dalam modul
silabus kurikulum 2013, yang dimulai dari menarik dan terhindar dari makna ganda.
menjelaskan pengertian polimer,
pembentukan polimer, struktur polimer, Komponen bahasa yang ketiga yaitu
pengelompokan polimer, kegunaan polimer ketepatan tata bahasa. Tata bahasa yang
dalam kehidupan sehari-hari dan menjelaskan digunakan dalam menyampaikan materi ajar,
dampak negatif penggunaan polimer serta sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia
merancang solusi untuk menanggulangi yang baik dan benar. Komponen bahasa yang
dampak negatif polimer dalam kehidupan keempat yaitu ketepatan ejaan, semua ejaan
sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang digunakan untuk menyampaikan materi
Martin (2012) yang menyatakan bahwa pola ajar mengacu pada pedoman Ejaan Yang
penyajian materi secara sistematis mampu Disempurnakan (EYD). Hal ini sependapat
membantu peserta didik dalam memahami isi dengan Sujiono (2014) bahwa penggunaan
materi ajar. bahasa Indonesia dalam modul yang
dikembangkan harus disesuaikan dengan
Komponen penyajian yang kedua yaitu kaidah tata bahasa Indonesia dan mengacu
kesesuaian ilustrasi dengan materi dan pada Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
penyajian materi yang komunikatif, seolah- Konsistensi penggunaan istilah harus
olah peserta didik berkomunikasi dengan diperhatikan untuk menghindari
penulis buku. Hal ini sesuai dengan pendapat kesalahpahaman bagi peserta didik ketika
Kurniasari dkk. (2014) yang menyatakan memahami bacaan dalam modul.
bahwa penyajian materi mudah dipahami oleh
peserta didik dengan menggunakan ilustrasi Hasil uji kelayakan dari aspek desain dan
dan menggunakan kalimat yang sederhana layout mendapatkan skor sebesar 88,89%,
dan lugas sehingga mudah dipahami oleh dapat disimpulkan bahwa modul yang
peserta didik. dikembangkan masuk dalam kategori sumber
belajar sangat layak.
Komponen penilaian bahasa terdiri atas
kesesuaian tingkat perkembangan berpikir Berdasarkan Tabel 2, hasil validasi oleh ahli
peserta didik, pemahaman peserta didik media menunjukkan skor sebanyak 88,89%
terhadap pesan, ketepatan tata bahasa dan dengan kategori sangat layak untuk
ketepatan ejaan. Komponen bahasa yang digunakan tanpa revisi. Hasil ini telah
pertama yaitu bahasa yang digunakan sesuai memenuhi indikator keberhasilan yang telah
dengan tingkat perkembangan peserta didik, ditetapkan. Beberapa komponen yang
bahasa yang digunakan mampu menjelaskan mendapat skor maksimal diyakini berperan
konsep maupun ilustrasi dan menggambarkan besar dalam pencapaian peningkatan skor.
contoh konkret sampai contoh abstrak sesuai Komponen yang mendapat skor 4 yaitu
dengan tingkat pemahaman dan tingkat usia komponen tipografi cover dan isi modul,
peserta didik. Rosyidah dkk. (2013) ilustrasi cover, dan tata letak buku. Desain
menyatakan bahwa penggunaan bahasa yang sampul modul dapat dilihat pada Gambar 3.
sesuai dengan tingkat perkembangan peserta
didik mampu meningkatkan pemahaman Tabel 2. Hasil Validasi Ahli Media
peserta didik terhadap materi ajar. No. BUTIR SKOR
1 Ukuran 3
Komponen bahasa yang kedua yaitu 2 Tata letak kulit buku 4
pemahaman peserta didik terhadap materi 3 Tipografi cover buku 4
4 Ilustrasi cover buku 4
ajar yang disajikan dengan bahasa yang
5 Tata letak konsisten 3
mudah dipahami dan tidak menimbulkan
6 Unsur tata letak harmonis 3
multitafsir. Hal ini sejalan dengan Asfiah dkk. Penempatan dan penampilan
(2013) yang menyatakan bahwa peserta didik 7 3
unsur tata letak
akan lebih mudah memahami informasi 8 Tipografi isi buku 4
90,00%
89,95%
85,00%
85,18% 84,26% 86,46%
80,00%
75,00%
4. KESIMPULAN
BSNP. (2014). Instrumen Penilaian Buku Teks Masruroh, A. (2015). Pengembangan Modul
Pelajaran. Jakarta: BSNP. Pembelajaran Menulis Cerpen Berbasis
Pengalaman (Experiential Learning)
Fibonacci, Anita, & Sudarmin. (2014). untuk Siswa SMP/MTs. Skripsi.
Development Fun-Chem Learning Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni
Materials Integrated Socio-Science Universitas Negeri Yogyakarta.
Issues to Increase Students Scientific
Literacy, IJSR, 3(11), 708–713. OECD. (2016). PISA 2015 Results in Focus.
(https://www.oecd.org/pisa/pisa-2015-
Rosyidah, A. N., Sudarmin, & Siadi, K. (2013). Thiagarajan, Semmel. (1974). Instructional
Pengembangan Modul IPA Berbasis Development for Training Teachers of
Etnosains Zat Adiktif dalam Bahan Exceptional Children. Bloomington:
Makanan untuk Kelas VIII SMP Negeri Indiana University.
Pegandon Kendal. Unnes Science
Education Journal, 2(1), 133-139. Treagust, D., Duit R., & Nieswandt M. (2000).
Sources of Students’ Difficulties in
Rusilowati, A., Kurniawati, L. & Nugroho, S. E. Learning Chemistry. EducacioN
(2016). Developing an Instrument of QuiMica, 11(2), 228-235.
Scientific Literacy Asessment on the
Cycle Theme. International Journal Of Wu HK. (2003). Linking The Microscopic View
Environmental & Science Education, of Chemistry to Real Life Experiences:
11(12), 5718–5727. Intertextuality in A High School Science
Classroom. Sci Educ, 87(6), 868-891.
Rusilowati, A., Nugroho, S. E., & Susilowati, S.
M. E. (2016). Development of Science
Textbook Based on Scientific Literacy
For Secondary School. Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia, 12(2), 98-
105.