Anda di halaman 1dari 3

Menjaga Muru’ah

Muru’ah (‫ )اْلُمُر ْو َءُة‬adalah etika jiwa yang dapat mengantarkan seseorang kepada akhlaq yang
baik dan kebiasaan yang terpuji (al Misbahul Muniir 8/446). Berkata Ibnu ‘Arofah: “Muru’ah
adalah penjagaan terhadap suatu perbuatan yang mubah yang jika ditinggalkan akan
mendapat celaan menurut ‘urf...atau tidak melakukan suatu perbuatan yang mubah yang jika
dilakukan akan mendapat celaan menurut ‘urf (Syarh Hudud ibnu ‘Arofah hal.591).
Hakekat Muru’ah
Muru’ah secara umum terbagi dua yaitu menjauhi perangai yang tidak disukai Alloh dan
kaum muslimin dan menerapkan perangai yang dicintai Alloh dan kaum muslimin
(Raudhotul ‘Uqola’ hal.232). Berkata Ibnul Qoyyim: “Hakekat muru’ah adalah menjauhi hal-
hal rendahan dan hina baik dalam perkataan, akhlak maupun perbuatan” (Madarijus Salikin
3/151-152).
Muru’ah dalam al Qur’an
Banyak sekali dalam al Qur’an yang menyebutkan tentang muru’ah yang dibangun di atas
dua rukun yaitu Inshof (menerima kebenaran untuk diri sendiri) dan tafadhdhul (melakukan
kebaikan buat orang lain) semata karena Alloh.
Alloh Ta’ala berfirman:
       
Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah
dari pada orang-orang yang bodoh (QS. al A’raaf:199).
Demikian pula Alloh Ta’ala menyifati ibadurrahman (hamba-hamba pilihan-Nya) dengan
sifat muru’ah yang tinggi sebagaimana dalam surah al Furqon (63-76). Alloh ‘azza wa jalla
juga mempersaksikan bahwasanya pemilik muru’ah adalah orang-orang yang beruntung
sebagaimana dalam surah al Mukminun: 1-10. Demikian juga Alloh mengisahkan tentang
Luqman yang mengajarkan anaknya tentang muru’ah sebagaimana dalam surah Luqman 17-
19.
Muru’ah dalam Sunnah
Dari Abu Hurairoh  ia berkata: “Rasululloh  pernah ditanya tentang orang yang paling
mulia?”Beliau menjawab: “Yang paling bertaqwa”. Mereka berkata:”Bukan itu yang kami
tanyakan”. Beliau menjawab lagi: “Yusuf ibnu Nabiyulloh ibnu Nabiyulloh ibnu Nabiyulloh
ibnu Kholilulloh”. Mereka berkata: “Bukan itu yang kami tanyakan”. Beliau berkata: “Kalian
bertanya tentang harta pusaka Arab?

‫ِخ َياُرُه ْم ِفى اْلَج اِهِلَّيِة ِخ َياُرُه ْم ِفى اِإل ْس َالِم ِإَذا َفِق ُه وا‬
“Sebaik-baik mereka pada waktu jahiliyyah adalah yang paling baik dalam Islam jika
mereka paham (agama)” (HR. al Bukhori 3374, Muslim 2378).
Ibunda Khadijah rodhiyallohu ‘anha pernah berkata menenangkan Rasululloh  di awal
turunnya wahyu tatkala beliau gemetar karena peristiwa yang dialami di gua Hiro : “Sekali
kali tidak, Demi Alloh, Alloh tidak akan menyia-nyiakanmu, engkau selalu menyambung
silaturrahim, menolong orang yang kesusahan, membantu yang tidak punya, memuliakan
tamu dan menunjuki orang yang kebingungan” (HR. al Bukhori 3).
Bentuk-bentuk Muru’ah dan adab-adabnya
1. Hendaknya tenang dan santun, tidak menampakkan ketergesa-gesaan dan kegaduhan
dalam gerak geriknya seperti banyak menoleh di jalanan, dan berjalan cepat di luar
kebiasaan orang.
2. Berbicara dengan pelan dan jelas, tidak nyerocos (sehingga tidak ada titik koma).
Menjelaskan sesuatu dengan baik, dengan bahasa terang dan tidak membingungkan
pendengar.
3. Menahan diri dari ledakan amarah dan luapan kegembiraan yang berlebihan.
Hendaknya pertengahan tatkala senang maupun susah.
4. Memiliki pendirian yang jelas, tidak menampakkan persaudaraan kepada musuh atau
merekomendasikan seseorang itu baik padahal orang tersebut menyeleweng.
5. Tidak melakukan sesuatu di tempat yang sunyi yang jika dinampakkan di depan orang
akan dianggap sebagai bentuk ketergelinciran dan aibnya.
6. Bertemu orang lain dengan wajah yang cerah, lisan yang baik dan tidak mencari-cari
apa yang ada di dada orang lain apakah suka ataukah benci.
7. Pelit dengan waktunya jika hanya untuk menggunjing orang lain atau menyinggung
kehormatan orang lain.
8. Menjauhi untuk membebani orang yang berkunjung ke rumahnya atau tamunya.
Berkata ‘Umar bin Abdil “Aziz: “Bukan termasuk muru’ah jika seseorang
memperkerjakan tamunya”.
9. Mendengarkan dengan seksama orang yang menceritakannya sesuatu sekalipun ia
mungkin lebih mengetahui cerita tersebut.
10. Berusaha menanggung beban hidup; tidak menghalangi dia rasa malu dan
kedudukannya di masyarakat untuk mencari kelapangan rizki.
11. Menjauhi persangkaan yang tidak baik terhadap kejadian- kejadian yang
menimpanya.
12. Menjaga amanah baik berupa rahasia maupun harta dan tidak memperlihatkannya
kecuali kepada pemiliknya.
13. Berusaha menyerasikan antara ucapan dengan perbuatannya sesuai dengan ‘urf yang
berlaku di masyarakat yang tidak menyimpang dari syari’at.
14. Memperlakukan orang lain sebagaimana ia senang diperlakukan oleh orang... dan
lainnya (al Muru’ah wa Zowahiruha as Shodiqoh Muhammad Khudri Husain dinukil
dari “al muru’ah al ghooibah” Muhammad Ibrohim hal. 120-123 dengan ringkasan).
Rusaknya Muru’ah
Muru’ah dapat rusak pada seseorang karena rusaknya akal, kurangnya agama dan rasa malu
(‘Adalatus Syaahid fil Qodho’ al Islamy, syuwaisy Hazza hal. 356-357).
Rusaknya muru’ah terbagi dua macam; ada yang menurut syar’i dan menurut ‘Urf (adat
istiadat). Karena syari’at tidak dapat berubah dan diganti maka ia tidak terpengaruh oleh
tempat maupun zaman. Siapapun yang menerjang syari’at maka ia dikatakan telah rusak
muru’ahnya seperti berkata kasar atau berbuat tidak senonoh karena setiap muslim tidak
pantas seperti itu. Adapun ‘Urf sangat bergantung kepada waktu dan tempat. Sebagai contoh:
membuka penutup kepala (peci atau lainnya), di sebagian tempat itu termasuk tercela dan
mempengaruhi ‘adalah (kredibilitas) seseorang namun di tempat lain termasuk hal yang
wajar saja sehingga tidak mengurangi ‘adalah seseorang. Oleh karena itu hendaknya
diperhatikan adat istiadat di tempat tersebut (Jarhu ar ruwaat wa ta’diluhum oleh Mahmud
‘Aidan hal.108).
Para Ulama sepakat bahwasanya seseorang yang rusak muru’ahnya tidak diterima
persaksiannya. Adapun perkataan dan perbuatan yang dapat merusak muru’ah adalah:
a. Perbuatan haram yang termasuk dosa besar baik haram dzatnya maupun karena sebab
yang lain.
b. Perbuatan makruh yang dianggap dosa kecil jika terus menerus dilakukan.
c. Perbuatan mubah yang dapat mengantarkan kepada perbuatan haram atau terus
menerus dikerjakan sehingga menjadi makruh atau menyerupai orang fasiq kalau
mengerjakannya (al Muru’ah wa khowarimuha, Syaikh Masyhur Hasan Salman
hal.345).
Termasuk juga seseorang yang sering memakai celana panjang tatkala sholat, terlalu sering
keluar rumah memakai baju dalam, sering nongkrong di warung, sering menunjuk memakai
tangan kiri,- di daerah-daerah tertentu termasuk mengurangi muru’ah seseorang. Oleh
karena itu hendaknya jeli dalam melihat ‘urf yang baik pada suatu tempat agar jangan
dilanggar. Wallohu a’lam. Wallhamdulillahi robbil ‘alaamin.

Anda mungkin juga menyukai