dan
Meninggalkan Keraguan
Al-Wafi; DR.Musthafa Dieb al-Bugha
Abu Muhammad al-Hasan bin Ali bin Abu Thalib ra. cucu
kesayangan Rasulullah saw. berkata, Aku hafal sabda Rasulullah
saw., “Tinggalkan perkara yang meragukanmu dan kerjakan
perkara yang tidak meragukanmu.” (HR Tirmidzi dan Nasa-i,
Tirimidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih”)
URGENSI HADITS
Hadits ini merupakan jawami’ul kalim (ucapan yang singkat dan
padat). Sebuah ungkapan yang pendek namun mengandung
kaidah yang penting dalam Islam. Dasar tersebut adalah
meninggalkan syubhat [keraguan] dan memilih yang halal dan
diyakini. Ibnu Hajar al-Haitamy berkata, “Hadits ini merupakan
kaidah yang sangat penting dan dasar dari sikap wara’ yang
merupakan poros dari ketakwaan, juga penyelamat dari keraguan
dan ketidakjelasan yang menghalangi cahaya keyakinan.”
KANDUNGAN HADITS
1. Meninggalkan syubhat. Meninggalkan syubhat dan kometmen
terhadap yang halal dalam masalah apapun, ibadah, muamalah,
munakahat [pernikahan] dan berbagai permasalahan lainnya,
dapat mengarahkan seorang muslim kepada sikap wara’ yang
sangat potensial untuk menangkal bisikan setan. Hal ini akan
mendatangkan manfaat yang besar baik di dunia maupun di
akhirat.
12-Menyibukkan Diri
dengan Sesuatu
yang Bermanfaat
6 DES
Al-Wafi; Imam Nawawi; DR.Musthafa Dieb al-Bugha
13: Ukhuwah Islamiyah
15 NOV
Al-Wafi; DR.Musthafa Dieb al-Bugha
URGENSI HADITS
Imam Nawawi menyebutkan bahwa Abu Muhammad Abdullah
Ibnu Abi Zaid [seorang ulama besar madzab Maliki di Maroko]
berkata, “Siklus kebaikan terletak pada empat hadits. Yaitu
1. “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka
katakanlah kebaikan atau diam.”
2. “Di antara tanda sempurnanya iman seseorang adalah
meninggalkan perkara yang tidak mendatangkan manfaat.”
3. “Jangan marah.”
4. “Tidak beriman seorang di antara kalian, hingga ia mencintai
saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.”
Inilah yang barangkali yang mendorong Imam Nawawi memuat
keempat hadits tersebut dalam kitab al-Arba’ain “Empat puluh
hadits”.
Al-Jurdani, dalam syarahnya terdapat al-Arbain, mengatakan
bahwa hadits ini satu dari dasar-dasar Islam.
KANDUNGAN HADITS
1. Persatuan dan kasih sayang.
Islam bertujuan menciptakan masyarakat yang harmonis dan
penuh kasih sayang. Setiap individu berusaha mendahulukan
maslahat umum dan kedamaian masyarakat, sehingga tercipta
keadilan dan kedamaian. Semua itu tidak akan terealisasi kecuali
jika setiap individu yang ada dalam masyarakat menghendaki
kebaikan dan kebahagiaan bagi orang lain seperti ia
menghendakinya untuk dirinya sendiri. Karena itulah, Rasulullah
saw. mengkaitkan persatuan dengan iman. Bahkan merupakan
bagian yang tak terpisahkan.
2. Iman yang sempurna.
Iman akan terealisasi dengan pembenaran dan pengakuan yang
mendalam terhadap rububiyah (bahwa Allah adalah pemelihara,
pengatur, penjaga dan sebagainya) dan meyakini rukun iman
yang lain, iman kepada para malaikat, kitab-kitab suci, para rasul,
hari akhir, qadla dan qadar.
Dalam hadits ini disebutkan bahwa keimanan tidak dianggap
kokoh dan mengakar dalam hati seorang muslim, kecuali ia
menjadi manusia yang baik. Manusia yang jauh dari egoisme dan
rasa dendam, kebencian dan kedengkian. Ia menghendaki
kebaikan dan kebaikan terhadap orang lain, sebagaimana ia
menginginkan kebaikan dan kebahagiaan itu untuk dirinya
sendiri. Lebih rincinya kesempurnaan iman itu akan terealisasi
melalui hal-hal berikut:
a. Mencintai kebaikan untuk saudaranya, sebagaimana ia
mencintai untuk dirinya sendiri, dan membenci keburukan untuk
saudaranya sebagaimana ia membenci untuk dirinya sendiri.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa ketika Mu’adz bin Jabal
bertanya kepada Rasulullah saw. perihal iman yang paling afdhal,
Rasulullah saw. bersabda: “Agar seseorang mencintai sesuatu
[kebaikan] untuk saudaranya sebagaimana ia mencintai untuk
dirinya sendiri, dan membenci suatu [keburukan] untuk mereka,
sebagaimana ia membenci sesuatu [keburukan] untuk dirinya
sendiri.” (HR Ahmad)
b. Bersegera memberikan nasehat manakala saudaranya lalai
c. Segera maafkan dan memenuhi hak saudaranya,
sebagaimana ia juga ingin segera dipenuhi haknya.
Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Amru bin ‘Ash ra. bahwa
Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang ingin agar
dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga,
hendaklah ia mati dalam keadaan iman kepada Allah dan hari
akhir, dan mendatangi orang yang suka mendatangi.”
3. Nilai lebih seorang muslim.
Di antara bentuk kesempurnaan iman adalah berharap agar
kebaikan juga dimiliki orang lain, yang muslim dan yang non
muslim. Artinya berharap dan berusaha agar orang-orang kafir itu
dapat merasakan nikmatnya iman.
Rasulullah saw. bersabda: “Cintailah sesuatu [kebaikan] untuk
orang lain, sebagaimana kamu mencintainya untuk dirimu,
niscaya kamu menjadi muslim [yang baik].” (HR Tirmidzi)
4. Berlomba untuk mendapatkan kebaikan.
Berlomba-lomba untuk mendapatkan kebaikan merupakan
kesempurnaan iman. Karenanya, seseorang yang ingin memiliki
keimanan dan ketakwaan seperti yang dimiliki orang yang lebih
shalih, bukanlah suatu aib atau hasad “iri hati”. Bahkan sikap
seperti ini merupakan refleksi kesempurnaan iman perbuatan
yang disyariatkan Allah swt. dalam firman-Nya: “Dan untuk yang
demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (al-Muthaffifiin:
26)
5. Keimanan menciptakan masyarakat yang bersih dan
berwibawa.
Hadits ini merupakan dorongan bagi setiap muslim agar
senantiasa berusaha membantu orang lain untuk melakukan
kebaikan. Karena hal ini merupakan bukti dan tanda kebenaran
imannya. Dengan demikian akan tercipta masyarakat yang bersih
dan berwibawa. Bagaimanapun ketika seseorang menciptakan
suatu kebaikan untuk orang lain, tentu ia akan berlaku baik
kepadanya. Dengan demikian akan timbul rasa kasih sayang di
antara anggota masyarakat, kebaikan akan tersebar luas,
kejahatan dan kedhaliman akan tersisih, dan terciptalah
keharmonisan dalam setiap lini kehidupan. Mereka seolah satu
hati, kebahagiaan saudaranya adalah kebahagiaanya, kesedihan
saudaranya adalah kesedihannya.
Masyarakat seperti inilah yang seharusnya terbentuk dalam
komunitas muslim, sebagaimana yang diisyaratkan Rasulullah
saw. dalam haditsnya: “Orang-orang mukmin, dalam kasih
sayangnya, seumpama satu tubuh. Jika satu anggota tubuhnya
sakit, maka anggota tubuh yang lain merasakan demam dan
kurang tidur.” (HR Bukhari dan Muslim).
Jika ini yang terjadi, maka Allah akan memberikan kepada
mereka kewibawaan, kemuliaan, dan kekuasaan di dunia.
Sedangkan di akhirat, ia akan mendapatkan pahala.
6. Masyarakat yang jauh dari keimanan, adalah masyarakat yang
egois dan penuh kebencian.
Jika keimanan tidak ada, kasih sayang pun hilang. Sebagai
gantinya, kedengkian, penipuan, dan egoisme mendominasi
dalam masyarakat. Dalam kondisi ini, manusia menjelma menjadi
srigala-srigala yang haus darah, kehidupan kacau dan
kedhaliman merajalela. Allah swt. memberikan gambaran:
“Mereka itu mati dan tidak hidup. Mereka tidak tahu kapan
mereka dibangkitkan.”
7. Hadits ini mendorong kita untuk bersatu dan hidup teratur
8. Hendaklah kita menjauhi hasad, karena hasad dapat
mengurangi kesempurnaan iman. Orang yang memiliki sifat
hasad, tidak akan mau orang lain melebihinya , atau bahkan
berangan-angan agar nikmat yang ada pada orang lain itu sirna.
9. Iman senantiasa bertambah dan berkurang. Bertambah
dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
14-Jiwa Seorang
Muslim Terpelihara
28 OKT
DR.Musthafa Dieb Al-Bugha Muhyidin Mistu