Anda di halaman 1dari 6

ETIKA

Etika atau dapan dikatakan sebagai sebuah sikap atau sopan santun dalam
melakukan suatu perbuatan. Dalam setiap tindakan yang dilakukan seseorang
terdapat etika yang mengatur supaya apa yang dilakukannya tidak sembarangan
dan dinilai tidak beradap oleh orang lain. Dalam etika berdakwah atau dalam
menyampaikan suatu kebaikan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan,
seperti dalam berbicara, seorang da’i dalam menyampaikan nasihat harus
menggunakan perkataan yang baik, santun sehingga dapat diterima oleh mad’u.
Begitu pula dalam bersikap, berpakaian dan lain-lain. Berikut ini, etika berbicara
yang terdapat di dalam Al-Quran:
1. QS. AL-HUJURAT AYAT: 6

‫ِين آ َم ُنوا ِإنْ َجا َء ُك ْم َفاسِ ٌق ِب َن َبٍإ َف َت َب َّي ُنوا َأنْ ُتصِ يبُوا َق ْومًا‬
َ ‫َيا َأ ُّي َها الَّذ‬
َ ‫ِب َج َها َل ٍة َف ُتصْ ِبحُوا َع َلى َما َف َع ْل ُت ْم َنا ِدم‬
‫ِين‬
Artinya : “Hai orang – orang yang beriman, jika seseorang yang fasik datang
kepada kalian membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya agar kalian
tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan ( kecerobohan ), yang akhirnya
kalian menyesali perbuatan itu.”
Tafsir Ibnu Katsir:
Asbabunnuzul daripada ayat di atas adalah:
Dalam suatu hadist, seseorang bernama Al-Haris ibnu Abu Dirar Al-Khuza’i r.a
diutus oleh Rosululloh saw untuk mengumpulkan orang-orang Bani Mustaliq, dan
dalam waktu yang telah ditentukan, nantinya akan orang (utusan Rosululloh)
untuk mengambil yang tersebut menemui Al-Harist. Pada waktu yang telah
ditentukan, ketika itu, zakat dari pada orang-orang bani Mustaliq sudah
terkumpul, namun belum datang seorangpun utusan dari Rosululloh untuk
mengambil zakat tersebut. Pada waktu yang sama, Rosululloh telah mengutus
seseorang bernama Al-Walid ibnu Uqbah untuk mengambi zakat tersebut, namun
ketika di tengah perjalanan Al- Walid merasa takut, akhirnya ia kembali, dan
melaporkan pada Rosululloh bahwa Al-Harist tidak mau membayar zakat dan
akan membunuhnya. Mendengar berita tersebut Rosul merasa kesal dan
mengimkan pasukannya untuk menemui Al-Harist. Disisi lain, ketika utusan
Rosul yang dinantikan Al-Harist tidak kunjung datang, ia khawatir, apakah Allah
dan Nabi Muhammad murka padanya sehingga tidak ada seorang utusan Rosul
yang mengambil zakat yang telah dikumpulkan. Akhirnya Al-Harist bersama
kaum Bani Mustaliq berkumpul, Al-Harist menyampaikan keluh-kesahnya
tersebut, akhirnya mereka sepakat untuk langsung menemui Rosululloh untuk
memberikan zakatnya secara langsung. Di tengah perjalanan, Al-Harist bersama
rombongannya bertemu dengan pasukan Rosululloh, seketika Al-Harist dikepung.
Kemudian sesampainya dihadapan Rosululloh, Al-Harist menyampaikan yang
sebenarnya terjadi. Kemudian turunlah ayat tersebut.
Kandungan dari ayat tersebut adalah: kita sebagai seseorang yang telah dibekali
akal pikiran hendaknya telilti dalam menerima pesan dari orang lain. Jangan
terlalu mudah untuk percaya, kemudian patuh terhadap orang lain terutama pada
orang yang belum kita kenal. Hal tersebut sebagai sebuah antisipasi apabila
terdapat bahaya yang akan menimpa kita. Seperti penipuan, hasutan, fitnah dan
lain-lain. Waspada terhadap orang fasik merupakan kandungan daripada ayat
tersebut.
Pengertian Fasik
Apa yang dimaksut sebagai orang fasik? Yaitu orang yang keluar dari batasan-
batasan syariat yang wajib diiltizami.1
Adapun ciri-ciri orang fasik:
1. Mengingkari ayat-ayat Al-Quran (QS Al-Baqoroh: 99)
2. Mengubah hukum-hukum Allah (QS Al-Baqoroh: 59)
3. Mengingkari perjanjian dengan Allah ( QS Al-A’raf: 102)
4. Orang yang tidak taat terhadap perintah Allah (QS Al-An’am: 121)
5. Lebih cinta kehidupan dunia daripada akhirat (QS At-Taubah: 24)
6. Munafik adalah fasik (QS At-Taubah: 67)
7. Menuduh wanita baik-baik berbuat zina dan tidak dapat mendatangkan 4
saksi (QS An-Nur: 4)

Imam Syafi’i menyampaikan firman Allah Swt.

‫فَتَبَيَّنُوا‬ ٌ ‫اس‬
‫ق بِنَبٍَإ‬ َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذ‬
ِ َ‫ين آ َمنُوا ِإ ْن َجا َء ُك ْم ف‬
“Hai orang – orang yang beriman, jika sesorang yang fasik datang kepada kalian
membawa suatu berita, maka telitilah.”
Imam Syafi’i berkata, “Allah Swt memerintahkan kepada seseorang yang akan
memutuskan suatu hal pada orang lain agar terlebih dahulu melakukan
klarifikasi.”
Imam Baihaqi menuturkan bahwa khalifah ar-Rasyid mendengar kabar tentang
Imam Syafi’i yang hendak mengusir seorang ‘alawi ( pengikut Imam Ali ) dari
Yaman. Padahal kabar itu tidak benar. Ar –Rasyid marah, kemudian dia mengirim
pasukan untuk menangkap Imam Syafi’i. Selain Imam Syafi’i ada 17 orang yang
juga ditangkap.

1
www.el-taqwa.com/2016/11/kajian-tafsir-surat-al-hujurat-ayat-6.html?m=1 Diakses tanggal 7
April 2018 Pukul 21.23
Muhammad bin Hasan memberikan pertolongan, namun itu tidak berarti apa-apa.
Ar-Rasyid membunuh sembilan orang diantara mereka, kemudian Imam Syafi’i
dibawa menghadap kepadanya.
Begitu berada di hadapan Ar-Rasyid, Imam Syafi’i berkata, “Dengan menyebut
nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Hai orang – orang yang
beriman, jika seseorang yang fasik datang kepada kalian membawa suatu berita,
maka telitilah kebenarannya agar kalian tidak mencelakakan suatu kaum karena
kebodohan ( kecerobohan ). Yang akhirnya kalian menyesali perbuatan itu.”
Ar-Rasyid kemudian berkata, “Bukankah berita tentangmu itu benar?”
“Wahai Amirul Mukminin, bukankah setiap orang di muka bumi ini yang
mengaku pengikut Ali pasti beranggapan bahwa semua orang adalah budaknya?
Bagaimana mungkin aku akan mengusir seseorang yang akan menjadikanku
sebagai hambanya? Bagaimana mungkin aku dengki dengan keutamaan Bani
Abdi Manaf sedang aku bagian dari mereka dan mereka bagian dariku?” Jelas
Imam Syafi’i.
Amarah Ar-Rasyid pun reda.
Dapat disimpulkan terdapat beberapa etika dalam berbicara yang perlu
diperhatikan:
 Berkata baik atau diam
Sebaiknya, dalam berbicara, hendaknya kita perlu memikirkannya terlebih
dahulu, apakah yang akan kita bicarakan baik atau buruk, menyinggung
orang lain atau tidak. Sekiranya apa yang akan kita bicarakan nantinya
berdampak buruk, lebih baik tidak usah dibicarakan.
 Sedikit berbicara lebih utama
Mengapa demikian? Seseorang yang terlalu banyak bicara, cenderung sulit
mengontrol apa yang ia bicarakan. Seakan apa yang ia bicarakan tidak ada
hentinya. Hal tersebut dikhawatirkan, hal-hal yang seharusnya tidak perlu
dibicarakan justru keluar.
 Dilarang membicarakan setiap yang didengar
Tidak semua hal kita dengar bersifat baik. Hendaknya kita dapat memilah-
memilih, apa yang akan kita bicarakan. Karena tidak semua informasi
yang kita dapatkan benar adanya.
 Jangan mengutuk dan berbicara kotor
Sering kali kita mendengar ujaran sumpah serapah, mengumpat dan kata-
kata kotor. Hal tersebut perlu kita hindari. Terdapat sebuah ungkapan
mulutmu harimaumu. Kontrol dalam berbicara itu sangat perlu.
 Berdebat
Berdebat yang dimaksut disini mungkin berdebat pada hal-hal yang tidak
ada faedahnya. Seperti memperebutkan sesuatu.
 Berbohong untuk membuat orang lain tertawa
Tertawa terbahak-bahak pada kebohongan. Terdapat hadist hasan yang
diriwayatkan oleh Abu Daud yang artinya, “Celakalah orang yang
berbicara lalu berdusta untuk membuat-orang-orang tertawa. Celakalah ia,
celakalah ia.”
 Berbicara yang dapat didengar oleh orang lain. Tidak terlalu keras maupun
terlalu pelan.
 Tidak berbicara sesuatu yang tidak berguna
 Tenang dalam berbicara, tidak tergesa-gesa
 Menghindari ghibah (membicarakan orang lain) dan adu domba
 Mendengarkan pendapat orang lain dan tidak memotong pembicaraan

2. QS. LUQMAN AYAT: 19

‫ت‬ُ ‫ ْو‬g‫ص‬َ َ‫ت ل‬ ْ ‫ر اَأْل‬g


ِ ‫ َوا‬g‫ص‬ َ ‫ك ۚ ِإ َّن َأ ْن َك‬ َ ‫ضْ ِم ْن‬g‫ض‬
َ ِ‫ ْوت‬g‫ص‬ ِ ‫َوا ْق‬
َ ِ‫ي‬g‫ ْد فِي َم ْش‬g‫ص‬
ُ ‫ك َوا ْغ‬
ِ ‫ْال َح ِم‬
‫ير‬

Artinya : “Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.


Sesungguhnya seburuk – buruk suara ialah suara keledai.”
Tafsir Ibnu Kastir
Makna dari (sederhanalah dalam berjalan), hendaklah dalam berjalan itu, dengan
langkah yang wajar dan biasa saja, jangan pula mengeraskan suara terhadap hal
yang tidak ada faedahnya. (Suara yang paling buruk adalah suara keledai), yakni
suara yang keras dan berlebihan disamakan dengan suara keledai. Adanya
penyerupaan dengan keledai tersebut menunjukkan bahwa hal tersebut dilarang
(haram) dan tercela.
Tafsir Jalalayn
( Tafsir Quraish Shihab )
(Dan sederhanalah kamu dalam berjalan) ambilah sikap pertengahan dalam
berjalan. Yaitu antara pelan – pelan dan berjalan cepat. Kamu harus tenang dan
anggun (dan lunakkanlah) rendahkanlah (suaramu. Sesungguhnya seburuk –
buruk suara) suara yang paling jelek itu (ialah suara keledai.”) yakni pada
permulaannya adalah ringkikan kemudian disusul oleh lengkingan – lengkingan
yang sangat tidak enak didengar.
Dari dua tafsir di atas, sudah sangat jelas, bahwa dalam berjalan seseorang
hendaknya dengan langkah yang sewajarnya, tidak terlalu cepat ataupun pelan.
Jangan terkesan dibuat-buat apalagi sampai nampak kesombongan (nantang
langit), berjalanlah dengan tawadhu’, menundukkan pandangan. Selain itu, dalam
berbicara, seseorang juga harus mengontrol volume suaranya. Karena suara yang
keras (teriak-teriak), diibaratkan seperti suara keledai, yang jelek dan nyaring.
DAFTAR PUSTAKA
1. www.el-taqwa.com/2016/11/kajian-tafsir-surat-al-hujurat-ayat-6.html?
m=1 Diakses tanggal 7 April 2018 Pukul 21.23
2. http://www.ibnukatsironline.com/2015/10/tafsir-surat-al-hujurat-ayat-6-
8.html Diakses tanggal 8 April 2018 pukul 23.00
3. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:_7A5So_H-
eQJ:digilib.uinsby.ac.id/15563/6/Bab
%25203.pdf+&cd=3&hl=id&ct=clnk&gl=id Diakses tanggal 10 April 2018
pukul 21.04

Anda mungkin juga menyukai