PENDAHULUAN
Seiring perjalanan bangsa sampai memasuki era kemerdekaan, peraturan demi peraturan dibuat
untuk melindungi, dan menjamin kesejahteraan, keselamatan, dan keberlangsungan hidup (secara
kemanusiaan) para pekerja.
Kini, kita sudah lebih dari setengah abad merdeka. Namun, masalah yang menyangkut tentang
ketenagakerjaan mulai dari Upah, Kesejahteraan, dll masih menjadi sorotan. Semuanya masih
jauh dari harapan. Kita bisa melihat bahwa hampir semua aksi Buruh memperingati hari buruh
sedunia (mayday) selalu menuntut keadilan atas dasar kemanusiaan. Para buruh selalu
meneriakan tentang sistem kerja kontrak, upah, dll yang semuanya berujung pada kesejahteraan
para pekerja.
Tenaga kerja merupakan bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya
untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat
sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik materiil maupun spiritual. Dalam pelaksanaan
pembangunan nasional tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting
sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja,
diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran
sertanya dalam pembangunan. Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa
sehingga terpenuhi hak- hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan
pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi
pengembangan dunia usaha.
1.2. Rumusan Masalah
Program jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek antara lain:
Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga
kerja beserta keluarganya.
Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbanggkan tenaga dan
pikirannya kepada perusahaan tempatnya bekera.
Jaminan sosial tenaga kerja bertujuan untuk mendidik kemandirian pekerja dalam melakukan
hubungan kerja dan resiko-resiko akibat dari hubungan kerja. Dari pengertian diatas jelaslah
bahwa jaminan sosial tenaga kerja adalah merupakan perlindunga bagi tenaga kerja dalma
bentuk santunan berupa uang (jaminan kecelakaan kerja, kematian, dan tabungan hari tua), dan
pelayanan kesehatan yakni pelayanan jaminan kesehatan.
Berdasarkan undang-undang No. 3 tahun 1992 , program jaminan sosial ketenagakerjaan terdiri
atas:
Tenaga kerja yang tertimpa kecelakan bekerja berhak atas jaminan kecelakaan kerja berupa
penggantian biaya berupa:
Biaya pengangkutan
Biaya pemeriksaan
Biaya rehabilitasi
Selain penggantian biaya diberikan juga santunan berupa uag yang meliputi:
Santunan sementara tidak mampu bekerja.
Santunan cacatsebagian untuk seelama-lamanya.
Santunan cacat total
Santunan kematian
Besarnya iuran sangat tergantung dari tingkkat risiko kecelakaan yang mungkin terjadi dari
suatu jenis usaha tertentu, semakin besar tingkat resiko tersebut maka semaik besar iuran yang
diberikan. Begitu pula sebaliknya.
Pembayaran santunan berupa uang diberikan kepada tenaga kerja atau keuarganya.
Pembayaran santunan ini pada prinsipnya diberikan secara berkala perbulannya dengan maksud
agar tenaga kerja atau setidak-tidaknya keluarganya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara
terus-menerus.
Jaminan Kematian
Tenaga kerja yang meinggal dunia bukan akibat kecelakan kerja, keluarganya berhak atas
jaminan kematian pekerja. Yang dimaksud denga keluarga yang ditinggalkan adalah istri atau
suami, keturunan sedarah dari tenaga kerja menurut garis lurus kebawah, dan garus lurus keatas ,
dihitung sampai derajat kedua termasuk anak yang disahkan. Bagi pekerja yang tidak memiliki
keluarga, hak atas jaminan kematian dibayarkan kepada phak yang mendapat surat wasiat dari
tenaga kerja yang bersangkutan atau perusahaan untuk pengurusan pemakaman. Kematian yang
mendapatkan santunan adalah kematian bagi tenaga kerja pada saat menjadi peserta jamsostek.
Besarnya jaminan kematian ini adalah 0,30% dari upah pekerja selama sebulan yang ditanggung
sepenuhnya oleh pengusaha.
Dalam Pasal 2 PP No. 20 14 Tahun 1993 disebutkan bahwa jaminan kematian dibayar
sekaligus kepada janda atau duda atau anak yang meliputi:
Santunan kematian sebesar Rp. 1.000.000,- (Satu juta rupiah).
Biaya Pemakaman sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah).
Menurut Pasal 33 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993, jaminan
pemeliharaan kesehatan diberikan kepada tenaga kerja atau suami atau istri yang sah dan anak
sebanyak-banyaknya tiga orang. Upaya pemeliharaan kesehatan meliputi aspek-aspek Promotif,
Preventif, kuratif, dan rehabilitatif tanpa mengabaikan dua aspek lain. Tenaga kerja atau suami
atau istri dan anak sebagaimana dimaksud di atas berhak atas pemeliharaan kesehatan sekurang-
kurangnya sama dengan aket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar yang diselenggarakan oleh
Badan Penyelenggara.
Pelaksanaan pelayanan jaminan kesehatan dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama
yang ditunjuk oleh badan penyelenggara. jika tenaga kerja atau suami atau anak istri atau anak-
anak memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung memperoleh pelayanan dari pelaksana
pelayanan kesehataan atau rumah sakit terdekat dengan menunjukkan kartu pemeliharaan
kesehatan.
Bagi tenaga kerja atau istri tenaga kerja yang memerlukan pemeriksaan kehamilan dan atau
persalina memperoleh pelayanan dari rumah bersalin yang di tunjuk. Bagi tenaga kerja atau
suami atau istri, atau anak-anak tenaga kerja mendapatkan resep obat, harus mengambil obat
tersebut pada apotek yang telah ditunjuk. Jika obat yang dibutuhkan dilluar standar yang berlaku,
maka selisih biaya obat tersebut ditanggung sendiri oleh tenaga kerja yang bersangkutan.
Jaminan hari tua berupa tabungan selama masa kerja yang dibayarkan kembali pada umur
55 tahun atau sebelum itu jika mengalami cacat tetap total atau meninggal dunia. Program
Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena
meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program
Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat
tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu.
Jaminan hari tua dibayarkan tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 tahun atau cacat
total untuk selama-lamanya dan dapat dilakukan :
Secara sekaligus apabila jumlah seluruh jaminan hari tua yang harus dibayar kurang dari
Rp. 3.000.000.,- (tiga juta rupiah).
Secara berkala apabila seluruh jumlah jaminan hari tua mencapai Rp. 3.000.000.,- (tiga
juta rupiah) atau lebih dan dilakukan paling lama lima tahun.
Dalam hal tidak ada janda atau duda, maka pembayaran jaminan hari tua dilakukan
kepada anaknya. Dalam hal tenaga kerja berhenti beerja dari perusahaan sebelum mencapai usia
55 ( (Lima Puluh Lima) tahun dan mempunyai masa kepesertaan serendah-rendahnya lima
tahun, dapat menerima jaminan hari tua secara sekaligus dan akan dibayarkan setelah melewati
masa tunggu selama enam bulan terhitung sejak saat tenaga kerja yang berhenti bekerja. Jika
tenaga kerja yang masih dalam masa tunggu kemudian kembali bekerja, maka jumlah jaminan
hari tua yang menjadi haknya diperhitungkan dengan jaminan hari tua berikutnya.
Menurut pasal 12 UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
kewajiban dan hak tenaga kerja adalah sebagai berikut :
Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga
kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat - sifat
pekerjaan yang diberikan padanya.
Memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala
pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur
Menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta apa yang dapat timbul dalam tempat
kerjanya
Semua pengamanan dan alat - alat perlindungan yang diharuskan dalam semua
tempat kerjanya
Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan
Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya
Bertanggung jawab dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran
serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian
pertolongan pertama dalam kecelakaan.
Melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya,
pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat
keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua
peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada
tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli kesehatan kerja.
Upaya keselamatan dan kesehatan kerja yang dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) UU
Ketenagakerjaan memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para
pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian
bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.
Prosedur K3 ini merupakan tahap atau proses suatu kegiatan untuk menyelesaikan
aktivitas atau metode (cara) langkah demi langkah secara pasti dalam pekerjaan dengan
memperhatikan keselamatan, kesehatan, dan keamanan (K3). Perusahaan dapat
melakukan prosedur pelaksanaan K3 dengan cara:
1. Menetapkan standar K3
2. Menetapkan tata tertib yang harus dipatuhi
3. Menetapkan peraturan-peraturan
4. Mensosialisasikan peraturan dan perundang-undangan K3 ini kepada seluruh
tenaga kerja.
5. Memonitor pelaksanaan peraturan-peraturan
Prosedur K3 seperti di atas pada tingkat yang lebih rinci disebut juga dengan Sistem
Manajemen K3 (SMK3). Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menyebut sistem ini harus diterapkan dan menjadi bagian dari sistem manajemen
perusahaan secara keseluruhan.
Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (“SMK3”) juga diatur dalam Pasal 1
ayat (1) PP 50/2012, yakni bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam
rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien dan produktif.
Undang-undang (UU) No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum tidak lebih mudah dari aturan yang sebelumnya, namun prosesnya lebih
pasti karena mengatur pembebasan lahan dalam satu paket, dimulai dari perencanaan hingga
hasil penyerahan.
Pengadaan tanah di Indonesia untuk pelaksanaan pembangunan kepentingan umum yang
dilakukan oleh pemerintah dilaksanakan dengan cara pencabutan hak atas tanah. Hal ini diatur
dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Presiden (Perpres) No.36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Namun, dengan dikeluarkannya Perpres No.65 Tahun 2006 yang merupakan perubahan dari
Peraturan Presiden No.36 Tahun 2005, pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum yang dilakukan oleh pemerintah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau
penyerahan hak atas tanah.
Pada prinsipnya ada dua bentuk pengadaan tanah di dalam Hukum Agraria di Indonesia, yaitu
dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dan dilaksanakan dengan
cara pencabutan hak atas tanah.
Perbedaan keduanya dapat dilihat dalam pencabutan hak atas tanah dilakukan dengan cara paksa
sedangkan dalam pembebasan tanah dilakukan berdasarkan asas musyawarah. Adanya Perpres
No.65 Tahun 2006, ditegaskan bahwa cara pencabutan hak atas tanah bukan menghilangkan
secara mutlak cara pencabutan, melainkan cara pencabutan adalah cara terakhir yang ditempuh
jika jalur musyawarah gagal.
Undang-undang (UU) No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan bagi
Kepentingan Umum, telah mengadopsi semangat Hak Asasi Manusia. Dalam artian pengaturan
prosedur dan langkah-langkah pengadaan tanah lebih terbuka dan transparan.
Prinsip pengadaan tanah diatur dalam Perpres No.36 Tahun 2005 Jo. Perpres No.65 Tahun 2006
dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No.3 Tahun 2007 yaitu:
Kemudian, permasalahan pokok dalam pelaksanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum adalah mengenai proses dan penetapan ganti rugi kepada masyarakat.
Ketentuan ganti rugi diatur secara jelas di dalam Undang-Undang Pokok Agraria yang mengatur
bahwa untuk kepentingan umum, yang termasuk di dalamnya kepentingan bangsa dan negara
serta kepentingan bersama rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti
kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur oleh undang-undang.
Ganti rugi yang dapat diberikan berupa uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, gabungan
dari dua atau lebih ganti kerugian uang, tanah pengganti atau pemukiman kembali dan bentuk
lain yang disetujui para pihak.
Dalam ganti rugi harus ada perlakuan yang sama terhadap pemilik lahan. Pembedaan perlakuan
dan perbedaan harga pembebasan lahan akan menimbulkan konflik dan kecemburuan sosial
antar warga yang pada akhirnya akan menghambat pelaksanaan proyek.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Adapun undang undang yang mengatur tentang pembebasan lahan antara lain : Undang
undang No.2 Tahun 2012, Perpres No.65 Tahun 2006 yang merupakan perubahan dari
Peraturan Presiden No.36 Tahun 2005.
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
https://www.detikmahasiswahukum.com/2020/05/jaminan-ketenagakerjaan-sosial-
jamsostek.html#:~:text=Dalam%20UU%20Ketengakerjaan%20yang%20dimaksud
%20dengan%20jaminan%20sosial,sakit%2C%20hamil%2C%20bersalin%2C%20hari
%20tua%20dan%20meninggal%20dunia.
https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/keselamatan-dan-kesehatan-kerja/pertanyaan-
mengenai-keselamatan-dan-kesehatan-kerja-di-indonesia-1#:~:text=Undang%2Dundang
%20Nomor%201%20Tahun,Keselamatan%20dan%20Kesehatan%20Kerja%20(P2K3)
https://www.hukumonline.com/berita/a/dasar-hukum-pengadaan-tanah-untuk-
kepentingan-umum-lt623dde3f7a04c/?page=2
https://www.hukumonline.com/klinik/a/aturan-keselamatan-dan-kesehatan-kerja-
lt6304aeb999d89/
https://www.rumah.com/panduan-properti/pembebasan-tanah-53890