Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KEGIATAN

TEMA: SUARA DEMOKRASI

KUALIFIKASI POLITIK UANG DAN STRATEGI HUKUM

PENCEGAHAN SERTA EDUKASI KEPADA SISWA SMAN 2 SUBANG

DENGAN METODE POP-UP BOOK

KELOMPOK:1
ANGGOTA
1. ATIKA LESTARI WININGSIH
2. HENDRA ANDIKA PASARIBU
3. MUHAMMAD DHAFIN RIZQUR R
4. NOVINA AULIANA
5. PRAMOEDYA DHIYAN NUSANTARA
6. TRI AYUNI

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT


CABANG DINAS PENDIDIKAN WILAYAH IV
SMA NEGERI 2 SUBANG
JL. DANGDEUR KM 05 SUBANG 41212
2022
1
LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Makalah : Kualifikasi Politik Uang Dan Strategi


Hukum Pencegahan Serta Edukasi Kepada
Pemilih Pemula Dengan Metode Pop-Up
Book
2. Nama Ketua Kelompok : Novina Auliana
3. Nama Anggota Kelompok :
a. Atika Lestari Winingsih
b. Hendra Andika Pasaribu
c. Muhammad Dhafin Rizqur R
d. Pramoedya Dhiyan Nusantara
e. Tri Ayuni
4. Guru Pembimbing :
a. Nama Lengkap : W. Hasyim A.N, S.Pd, M.M
b. NIP : 19671015 198812 1 003
c. No. HP : 085321960480
d. E-mail : wan50@guru.sma.belajar.id
e. Waktu Kegiatan : 2 Minggu ±
Subang, Desember 2023
Guru Pembimbing Ketua Kelompok

W. Hasyim A.N, S.Pd, M.M Novina Auliana .


NIP. 19671015 198812 1 003 NISN. 0065120222

Mengetahui,
Kepala SMA Negeri 2 Subang,

Edi Sugandi S.Pd, M.Pd


NIP. 19670102 199003 1 0
i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat dan rahmat-Nya penyusunan Skripsi dengan judul “Kualifikasi Politik

Uang Dan Strategi Hukum Pencegahan Serta Edukasi Kepada Pemilih Pemula

Dengan Metode Pop-Up Book” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada

waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah usulan penelitian ini untuk

memenuhi salah satu syarat dilakukannya tugas akhir P5 Suara Demokrasi.

Saya menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini melibatkan

banyak pihak. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan

banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Wan Hasyim A.N, S.Pd, M.M selaku pembimbing P5 kami yang

senantiasa membantu dalam pengerjaan makalah ini.

2. Teman-teman satu kelas yang selalu membantu dan memberikan dukungan

selama pengerjaan makalah.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari

kata sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan segala bentuk kritik dan

saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak.

Subang, November 2023


Ketua Kelompok

Novina Auliana
NISN.

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi

DAFTAR TABEL..................................................................................................vii

DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................viii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1. Latar Belakang..........................................................................................1

1.2. Perumusan Masalah...................................................................................5

1.3. Tujuan Penelitian.......................................................................................5

1.4. Manfaat Penelitian.....................................................................................5

BAB II......................................................................................................................7

KAJIAN TEORITIS.................................................................................................7

2.1 Politik Uang...............................................................................................7

2.2 Instrumen Hukum Antisipasi Kasus Politik Uang...................................11

2.3 Hal Yang Mendasari Munculnya Money Politics (Politik Uang)............14

2.4 Persepsi Publik Tentang Politik Uang.....................................................16

iii
BAB III..................................................................................................................21

METODE PENELITIAN.......................................................................................21

3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian..................................................................21

3.1.1. Lokasi...............................................................................................21

3.1.2. Waktu Penelitian..............................................................................21

3.2. Metode Penelitian....................................................................................21

3.3. Alat dan Bahan........................................................................................22

3.4. Langkah-Langkah Kerja..........................................................................22

3.5. Cara Kerja................................................Error! Bookmark not defined.

BAB IV..................................................................................................................23

HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................23

4.1. Hasil.........................................................................................................23

4.2. Pembahasan.............................................................................................24

BAB V....................................................................................................................26

KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................26

5.1. Kesimpulan..............................................................................................26

5.2. Saran........................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................28

LAMPIRAN...........................................................................................................31

iv
v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ilustrasi Praktik Politik Uang...............................................................7

Gambar 2.2 Gambar Diagram Survey Nasional Politik Uang 2019......................19

Gambar 2.3 Diagram Survey Alasan Responden Menerima Politik Uang............20

Gambar 4.1 Pop-Up Book. 23

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Waktu Penelitian.....................................................................................21

Tabel 3.2 Alat dan Bahan Pop-Up Book................................................................22

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pembuatan Produk Pop-Up Book. (1)..............................................32

Lampiran 2 Pembuatan Produk Pop-Up Book. (2)..............................................32

viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Pemilu sebagai representasi demokrasi merupakan peristiwa

penting yang menghubungkan kandidat dengan pemilih. Persaingan dalam

memenangkan hati masyarakat dalam pemilihan dilakukan dengan

berbagai cara. Cara yang demokratis dilakukan dengan menjual visi, misi,

program dan kegiatan calon kepala daerah kepada pemilih. Cara lain

adalah menggunakan rekam jejak para kandidat calon yang baik dan bisa

dilihat serta dirasakan masyarakat pemilih sebagai pilihan bijak dalam

memilih dalam pilkada. Namun, ada banyak kandidat yang menggunakan

cara kotor dengan kampanye hitam dan pembelian suara dengan cara

memberi uang atau barang kepada calon pemilih

Ilmuwan politik sepakat bahwa politik uang adalah fenomena

berbahaya dan buruk bagi demokrasi, karena bisa mengaburkan prinsip

kejujuran dan keadilan dalam pemilihan. Maraknya politik uang dalam

berbagai pemilihan di Indonesia telah memberikan penilaian yang buruk

terhadap proses demokrasi di negeri ini. Indonesia setelah orde baru

pernah dianggap sebagai negara demokrasi, bahkan negara demokrasi baru

(Bird, 2007). Belakangan Indonesia lebih dikategorikan sebagai negara

yang masih berada pada zona transisi demokrasi. Mietzner dalam Marco

dan Ufen mengatakan bahwa Indonesia mengarah pada rezim demokrasi

dengan kualitas rendah (MarcoBunte, 2009).

1
Henk Schulte Nordholt dalam Harris menyatakan bahwa

desentralisasi kekuasaan dari pemerintah pusat ke daerah agar pemerintah

daerah lebih demokratis justru menegaskan budaya patrimonial (Van,

2007). Pendapat lain menyimpulkan bahwa desentralisasi dan

demokratisasi di tingkat lokal ikut memperkaya praktik premanisme

(Hadiz, 2010) menyimpulkan bahwa politik uang dalam berbagai

bentuknya telah menjadi permainan politik utama di kota dan desa di

Indonesia saat ini.

Studi tentang perilaku pemungutan suara secara umum

mempelajari bagaimana pemilih membuat pilihan dalam pemilihan umum

dan faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan pemilih. Model teorinya

didasarkan pada tiga faktor utama yang mempengaruhi pemilih, model

psikologi sosial, model pilihan rasional, model sosiologis. Model

sosiologis adalah perilaku pemilih yang menempatkan faktor sosiologis

seperti kesamaan asal negara, agama, dan jenis kelamin dalam menentukan

pilihan politik. Model psikologi-sosial, pemilih cenderung berpijak pada

kedekatan dengan partai politik tertentu. Sementara model pilihan rasional

memprioritaskan keuntungan yang didapat oleh pemilih dan kelompoknya

(Evans, 2004)

Indikasi politik uang sebagai ancaman serius bagi kelangsungan

demokrasi yang berkualitas dan pemerintahan yang bersih perlu dipelajari

secara mendalam. Misalnya, dari 118 negara demokrasi di dunia,

Indonesia masih dianggap sebagai kelompok negara yang memiliki


2
transparansi rendah dalam pengelolaan dana kampanye dalam pemilihan

(Gene, 2021)

Praktik politik uang didasarkan pada dua sub variabel, yaitu

pemahaman politik uang dan pengalaman pemilih terkait politik uang

(lihat Brusco, et al, 2004: 69; Schaffer, 2004: 84; Vicente 2007: 14; juga

Lingkaran Survey Indonesia, 2010: 14). Sepertinya sesuai dengan

pendapat (Woshinky, 2008) bahwa keputusan untuk memilih dalam sebuah

kontestasi politik pada akhirnya ditentukan oleh pengalaman dan

pemahaman pemilih itu sendiri.

Sejauh ini pengaruh politik uang terhadap perilaku pemilihan tetap

menjadi teka-teki, karena alasan semacam itu, pemilihan bersifat sukarela

dan rahasia sehingga pemberi uang atau materi sebenarnya tidak dapat

mengendalikan pilihan pemilih secara politis (Stokes, 2005). Pendapat lain

menyatakan, pengaruh uang terhadap proses politik berbeda di setiap

komunitas, tergantung pada karakteristik sosial dan budaya masyarakat

yang bersangkutan (Schaffer, 2007).

Studi tentang perilaku politik uang di Indonesia belum terlalu

banyak. Studi politik uang diantaranya; studi (Rifai, 2003) yang meneliti

tuduhan politik uang dalam pemilihan gubernur di beberapa daerah

melalui media massa, namun tidak cukup rinci untuk melakukan

penggalian. Studi Lesmana yang meneliti pemilihan gubernur langsung di

Sumatera Barat dan Kepulauan Riau menyimpulkan bahwa praktik politik

3
uang diyakini ada namun sangat sulit untuk dibuktikan (Hidayat, 2007).

Studi serupa disampaikan Mietzner dalam kasus pemilihan di Sulawesi

Utara, yang juga menyimpulkan hasil yang sama mengenai pengaruh

politik uang yang kuat dalam pemilihan, dan tidak secara jelas

menjelaskan hubungan antara uang politik dengan perilaku memilih

(MarcoBunte, 2009). Studi Nurdin (2014:15) juga menjelaskan dengan

baik tentang perilaku (Nurdin, 2014) politik uang dalam pemilihan

Gubernur Banten tahun 2011 di Pandeglang. Penelitian yang dilakukan

oleh Komisi Pemilihan Umum (KPUD) Kabupaten Bandung Barat (2014)

tentang politik uang dalam pemilihan legislatif tahun 2014.

Maraknya praktik politik uang tidak hanya diselesaikan dengan

cara-cara hukum dengan pendekatan yuridis formal seperti yang tertuang

dalam perundangan tentang pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah

di Indonesia. Hal ini menjadi sebuah permasalahan dalam upaya mencegah

dan mereduksi praktik politik uang di Indonesia. Banyak kasus politik

uang yang tidak dapat diselesaikan dalam ranah hukum baik pidana

maupun perdata. Tulisan ini mencoba menawarkan konsep pencegahan

dengan pendekatan sosial politik, yaitu melalui modal sosial serta kearifan

lokal yang lebih bernuansa sosiologis serta psikologis terhadap para

pemilih khususnya. Maka dari itu kami membuat Makalah yang berjudul

“Kualifikasi Politik Uang Dan Strategi Hukum Dengan Kultural Atas

Pencegahan Politik Uang Dalam Pemilihan Umum”.

4
1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah tindakan mendatangkan masyarakat dalam jumlah yang besar

pada kegiatan kampanye terbuka dengan memberikan uang kepada

masyarakat dapat dikategorikan politik uang?

2. Apakah instrumen hukum terkait pencegahan politik uang sudah

efektif dan bagaimana strategi kultural pencegahan politik uang?

3. Seberapa efektif metode Pop-Up Book kepada pemilih pemilu terlebih

lagi terhadap siswa SMA Negeri 2 Subang?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Meningkatkan kesadaran publik terhadap kompleksitas isu politik

uang dan menyoroti pentingnya pengintegrasian strategi hukum

dan kultural dalam pencegahan.

2. Mengidentifikasi dan menganalisis secara mendalam kualifikasi

atau karakteristik politik uang dalam konteks pemilihan umum.

3. Memastikan bahwa pemilihan umum berlangsung dengan adil,

transparan, dan demokratis.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Membangun strategi yang mempertimbangkan nilai-nilai kultural

dapat meningkatkan partisipasi demokratis dengan memastikan bahwa

pemilihan umum dilaksanakan dengan prinsip-prinsip keadilan dan

kesetaraan.

2. Mencegah politik uang melalui strategi hukum yang dapat melindungi

integritas pemilihan umum, memastikan bahwa hasilnya


5
mencerminkan kehendak masyarakat dan bukan hasil dari pengaruh

finansial.

3. Mengedukasi masyarakat mengenai bahaya politik uang dan

memberikan pemahaman tentang cara-cara untuk melaporkan dan

menghindari praktik politik uang dapat memberdayakan mereka dalam

proses pemilihan.

6
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Politik Uang

Istilah politik uang sering digunakan untuk menggambarkan

fenomena politik yang berkenan dengan penggunaan uang atau barang

dalam pelaksanaan pemilihan umum. Pemilih diharapkan lebih memilih

kandidat tertentu dengan pemberian uang atau barang, dibandingkan

dengan melihat indikator lain seperti kredibilitas, kepribadian, dan

pengalaman kandidat calon dalam politik. Pemilu di Amerika Serikat

sering terlihat dalam konteks kampanye sejumlah donor menyumbangkan

sejumlah besar uang ke partai politik tertentu atau calon presiden atau

calon gubernur untuk melindungi kepentingan bisnis para donor. Di

Filipina, politik uang dapat didefinisikan sebagai penggunaan uang atau

kompensasi dalam kegiatan pembelian suara secara langsung untuk

mempengaruhi suara pemilih dan mendukung kandidat yang

menyumbangkan dana (Forest, 2015)

Gambar 2.1 Ilustrasi Praktik Politik Uang.

Source: https://news.republika.co.id

7
Salah satu definisi politik uang yang sering dikutip banyak

kalangan seperti yang disampaikan Etzioni-Halaevy adalah 'pertukaran

dukungan politik dengan keuntungan material pribadi atau penggunaan

uang dan manfaat langsung untuk mempengaruhi pemilih (Bryan, 2020).

Kedua pengertian di atas adalah membeli suara yang menekankan pada

tujuan, yaitu untuk mendapatkan konten yang depersonalisasi atau secara

langsung kepada pemilih sebagai pertukaran dengan dukungan politik.

Dalam konteks Indonesia, (Supriyanto, 2020) menyajikan dua

pemahaman politik tentang uang. Pengertian pertama mengacu pada

praktik politik uang, yang dia sebut pertukaran dengan posisi atau

kebijakan atau keputusan politik. Pemahaman terhadap praktik politik

uang yang jauh lebih istimewa, yaitu memilih secara langsung kepada

pemilih, berbentuk biaya transportasi kampanye, pembagian uang atau

barang, distribusi makanan atau semen untuk membangun tempat ibadah,

serangan fajar dan lainnya. Definisi pertama mengacu pada acara atau

kompetisi politik non-elektoral, yang tidak secara langsung melibatkan

pemilih. Definisi kedua jelas menunjuk pada pemilihan umum dengan

pelaku politik yang melibatkan banyak uang, para kandidat dan pemilih,

namun dengan bentuk transaksi yang lebih beragam

Dalam konteks pemilihan, pelaku politik uang dapat dilibatkan

setidaknya memiliki lima kepentingan yang berbeda, yaitu; pemilih,

kandidat, partai politik, administrasi pemilihan, dan penyandang dana

8
Barang dipertukarkan baik secara tunai maupun bahan lainnya untuk

ditukar dengan posisi, keputusan, atau keputusan politik (Supriyanto,

2005:3).

Politik uang juga ada empat lingkaran politik uang. Pertama,

transaksi antara elit ekonomi (pemilik uang) dengan calon kepala daerah.

Kedua, transaksi antara calon kepala daerah dengan partai politik yang

memiliki hak untuk mencalonkan. Praktik ini dirangkum oleh (Buehler,

2020) sebagai "partai-partai yang menggerogoti uang dari calon-calon”.

Ketiga, transaksi antara kandidat dan tim kampanye dengan petugas

pemilu yang memiliki wewenang untuk menghitung suara. Tujuannya

adalah untuk menambahkan suara melalui cara yang tidak sah. Keempat,

transaksi antara calon atau pemilih dengan tim kampanye membentuk

pembelian yang masuk akal. Para kandidat calon membagikan uang

langsung kepada calon pemilih dengan harapan mendapatkan suara instan

(Supriyanto, 2020)

Setidaknya ada tiga alasan mengapa politik uang harus dianggap

sebagai praktik ilegal dalam kontes politik di Negara Bagian (Gene, 2021).

Alasan pertama, pembelian suara paling mendasar dinilai mengurangi

penerapan prinsip keadilan dalam pemilihan. Rasionalitas pemilih dalam

menilai kualitas calon (individu atau partai politik) bisa terganggu. Peserta

menawarkan jaminan uang atau materi lainnya. Ketidakadilan terjadi

karena pemilih memiliki kemampuan ekonomi yang berbeda satu sama

lain. Argumen ini didasarkan pada studi (Buchanan, 2011), yang

9
menggambarkan hubungan antara kelayakan ekonomi dan keterampilan

politik dari perspektif pemilih

Alasan kedua; politik uang dianggap mencemari proses pemilihan

sehingga mempengaruhi keseluruhan kualitas demokrasi. Daya tawar uang

dapat membuat pemilih mengabaikan evaluasi indikator objektif (Gene,

2021)

Alasan ketiga lebih praktis, penggunaan uang yang tidak legal bisa

mendorong korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Pengalaman di

sejumlah negara Afrika Barat menunjukkan bahwa uang yang digunakan

untuk membeli suara berasal dari penyelundupan dan kegiatan yang tidak

sah (Vicente, 2009) Di negara-negara Asia Timur dan Tenggara, seperti

Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Thailand, politik uang sering

dikaitkan dengan korupsi dan penyalahgunaan (Austin, 2004), bahkan di

Amerika Latin praktik jual-beli suara yang dilakukan oleh kartel obat bius

mencoba menempatkan orang di jabatan publik melalui pemilihan umum

(Renaldi, 2019)

(Schaffer, 2007) mengatakan setidaknya ada empat jenis motivasi

diantara para pemilih mengapa mereka menerima tawaran politik uang.

Pertama, kebutuhan ekonomi jangka pendek para pemilih melihat

keuntungan pribadi sesaat. Kedua, rasa khawatir tentang kemungkinan

pembalasan dari kandidat jika pemilih menolak tawaran politik uang.

Ketiga, terkait rasa kewajiban pribadi mereka kepada broker (tim sukses)

yang telah memberikan uang atau barang, biasanya terdiri dari orang

10
dekat, teman, atau anggota keluarga. Keempat, keyakinan bahwa politik

uang merupakan tanda kebajikan atau bukti kesadaran calon pemilih.

Motif ketiga dan keempat adalah satu penjelasan mengapa politik uang

seringkali sulit dihilangkan

2.2 Instrumen Hukum Antisipasi Kasus Politik Uang

Meskipun instrumen hukum telah mengaturnya, seperti undang-

undang tentang pemilu, namun dengan adanya beberapa kelemahan

menjadikan problem tersendiri. Misalnya tidak ada batas maksimum dana

kampanye baik partai secara nasional maupun calon perseorang. Yang ada,

hanya pembatasan jumlah sumbangan. Hal itu berakibat pada pertarungan

tidak imbang antara partai kaya dan partai miskin atau calon kaya dengan

calon miskin. Kemudian tidak adanya batasan penggunaan dana pribadi

untuk biaya kampanye, sehingga partai dan calon kaya dengan leluasa

menggunakan sumber daya yang dimilikinya. Tanpa pembatasan ini,

demokrasi akan tumbuh mengikuti prinsip liberalisme dan kapitalisme

yang dapat menggerus nilai-nilai sosial kita yang berasaskan gotong

royong

Secara umum hal yang berkaitan degan ketentuan pidana seperti

pengertian dalam UU No. 8 tahun 2012, memang cukup akomodatif.

Namun apabila dilihat secara utuh, UU tersebut masih banyak kelemahan.

Misalnya tidak diaturnya ketentuan mengenai hal itu oleh partai politik

atau korporasi. Padahal, dalam beberapa situasi yang paling berperan pada

ada tidaknya money politic justru pada partai politik atau korporasi. Money
11
politic yang dilakukan oleh korporasi jelas memiliki pengaruh yang sangat

besar terhadap kualitas pendidikan politik, pemimpin yang terpilih, dan

proses demokratisasi

Praktik pelaku money politic dalam pemilu dapat dijerat dengan

Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jika uang atau materi lainnya

yang dijanjikan atau diberikan berasal dari keuangan negara. Akan tetapi

pasal yang digunakan bukanlah pasal suap melainkan pasal yang terkait

dengan keuangan negara sebagaimana tercantum dalam rumusan delik

Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi (UUPTPK). Selain itu penyelenggara pemilu juga dapat

dikenakan pidana jika terbukti melakukan gratifikasi karena menerima

pemberian oleh pelaksana kampanye pemilu disebabkan ada hubungan

dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Proses penyelesaian perkara tindak pidana pemilu dilakukan sesuai

dengan amanat UU No. 2 tahun 2012 adalah melalui Pembentukan sentra

penegakan hukum terpadu. Hal ini agar terdapat kesamaan pemahaman

dan pola penanganan tindak pidana Pemilu antara Bawaslu, Kepolisian

Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia,

hakikatnya merupakan salah satu cara agar waktu yang relative pendek

dalam proses penyelesaian perkara tindak pidana pemilu teratasi. Selain

itu, pembentukan sentra tersebut juga diharapkan sekat-sekat antara

Bawaslu, Penyidik Polri dan Penuntut Kejaksaan Agung teratasi, karena

sifatnya koordinatif namun tetap dalam kerangka criminal justice system.


12
Di Indonesia untuk mencegah maraknya kasus money politik, telah

dibentuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) salah satu tugasnya adalah

mengawasi penyelenggaraan tahapan pemilu mulai dari proses tahapan

persiapan, pelaksanaan hingga penetapan hasil pemilu. Setiap rangkaian

proses diawasi tersebut tentunya harus dilaporkan oleh pengawas pemilu

secara berjenjang sebagai bukti akuntabilitas kinerja Bawaslu dan

jajarannya terhadap publik. Oleh karenanya dalam memerankan tugas

pencegahan money politics, Bawaslu berperan dengan mengawasi dana

kampanye partai politik sebagai salah satu sumber terjadinya transaksi

ilegal menjelang pemilu (Rasyidin, 2020)

Implementasi oleh partai politik diharapkan untuk melaporkan

sumber dananya kepada penyelenggara pemilu terkait. Bawaslu yang

selama ini dilakukan adalah dengan fokus melakukan pencegahan sebagai

konkretisasi peran yang telah diamanatkan Instrumen hukum. Hal ini juga

dimaksudkan agar dapat terbangun konsepsi bahwa peran Bawaslu bukan

pada sisi penindakan. Misalnya dalam hal peragaan alat kampanye,

Bawaslu hanya memberikan rekomendasi terkait dimensi

penyelenggaraannya, kemudian penindakannya (eksekusi) dilakukan oleh

KPU (Komisi Pemilihan Umum) bersama perangkat daerah seperti Satuan

Polisi Pamongpraja (Satpol PP). Oleh karenanya, tidak dibenarkan jika

Bawaslu mengetahui terjadinya pelanggaran dalam pemilu tetapi diam

tanpa melakukan tindakan, karena tugas Bawaslu hanya sebatas

13
memberikan rekomendasi, tugas selanjutnya dilakukan oleh lembaga

penyelenggara pemilu lainnya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam konteks pemilu

sesungguhnya telah melakukan tindakan dan pencegahan, namun hal itu

dilakukan setelah penyelenggaraan pemilu usai. Misalnya dengan

banyaknya koruptor dari DPR yang notabene produk pemilu, KPK telah

melakukan pencegahan dengan meminta laporan kekayaannya. Sementara

dalam penindakan KPK juga focus melakukannya, hal ini terbukti dengan

ditangkapnya berbagai unsur politisi yang terlibat dalam berbagai skandal

korupsi. Hal tersebut juga dibarengi dengan sanksi, yaitu melalui proses

persidangan dan hasilnya saat ini banyak koruptor dari parpol yang masuk

dalam jeruji besi. KPK juga telah melakukan penguatan sistem pemilu

yang berintegritas dengan secara terus menerus melakukan kampanye

melalui berbagai media masa. Namun demikian tugas pengawasan tetap

harus menjadi tanggung jawab semua elemen, tanpa terkecuali

masyarakat, LSM, dan pemerintah.

Pasca reformasi masyarakat Indonesia telah dijamin hak

konstitusional nya dengan dihadirkan nya MK sebagai lembaga pengawal

konstitusi, terhadap celah money politics yang muncul dari UU Pemilu

maka secara esensi bisa diajukan ke MK untuk diuji bahwa hal tersebut

bertentangan dengan ruh konstitusi. Dengan demikian nantinya MK lah

yang akan menilai benar tidaknya bahwa UU Pemilu semangatnya untuk

menciderai proses demokrasi berupa pemilihan langsung.


14
2.3 Hal Yang Mendasari Munculnya Money Politics (Politik Uang)

. Pada saat pemilu, baik untuk memilih Presiden, memilih kepada

daerah, maupun memilih anggota legislatif, praktik korupsi seakan

menjadi bagian yang sulit disingkirkan. Hampir semua calon yang

didukung oleh parpol harus mengeluarkan uang banyak untuk biaya

kampanye. Akibatnya pada saat terpilih mereka menghalalkan berbagai

cara demi mengembalikan uang yang telah mereka keluarkan, salah satu

caranya dengan menyalahgunakan wewenang yang dimilikinya.

Setidaknya ada beberapa hal yang menjadi penyebab lahirnya praktik

money politics, yang dapat dilihat dari kejadian dan fakta di lapangan

masyarakat Indonesia.

Kontestan pemilu bersikap pragmatis yang haus akan jabatan telah

menjadikan setiap kandidat berambisi mengejarnya, sehingga berbagai

jalan dan cara apapun ditempuh yang salah satunya dengan membeli suara.

(Hayati, 2022)

Desakan dari kondisi dan faktor ekonomi pemilih dapat diakui

bahwa rakyat Indonesia masih jauh di atas standar kesejahteraan, sehingga

dengan adanya pemberian uang kepada pemilih semacam oase kekurangan

ekonomi. Kondisi ini juga didukung dengan tingginya tingkat balas budi

oleh para pemilih calon yang memberikan uang. Selan itu Kurangnya

sosialisasi dan penegakan Undang-Undang Pemilu dikatakan belum

mengena oleh semua masyarakat Indonesia, khususnya yang berada di

daerah-daerah terpencil belum faham betul substansi dalam UU Pemilu,


15
termasuk berkenaan dengan dilarangnya money politics. Oleh karena

ketidaktahuan tersebut bisa jadi rakyat mau menerima pemberian uang

dangan garansi untuk memilih pemberinya

2.4 Persepsi Publik Tentang Politik Uang

Pengaruh uang dalam politik menjadi salah satu isu dalam

demokrasi. Isu ini telah mencuri perhatian sejumlah negara, bahkan dalam

kasus esktrim, pemilu terlihat manipulatif serta menjadi alat dominan

dalam pemilu. Hal tersebut disesbaban oleh banyak faktor diantara,

dominasi elit, kecurangan pemilu dan ancaman atau penggunaan kekerasan

Praktik politik uang didasarkan pada dua sub variabel. Pemahaman

politik uang dan pengalaman pemilih terkait politik uang (Brusco &

Nazareno, 2021). Sepertinya sesuai dengan pendapat Woshinky

(Kurniawan, 2017) bahwa keputusan untuk memilih dalam sebuah kontes

politik pada akhirnya ditentukan oleh pengalaman dan pemahaman itu

sendiri

Edward Aspinal dan Made Sukmajati menilai, terdapat definisi

yang kabur atas istilah politik uang, karena alasan itulah keduanya

mengaitkan politik uang pada konsep patronase dan klientalisme. Definisi

patronase adalah sebuah pembagian keuntungan di antara politisi untuk

mendistiribusikan sesuatu secara individual kepada pemilih, para pekerja,

atau kegiatan kampanye. Tujuannya, mendapatkan dukungan politik dari

mereka. Sedangkan klientalisme merujuk kepada karakter relasi antara

16
politisi dan pemilih atau pendukung. Patronase merujuk kepada materi

atau keuntungan lain yang didistribusikan oleh politisi kepada pemilih atau

pendukung. (Sukmajati, 2019)

Variasi bentuk patronase yang dijabarkan oleh Aspinal dan

Sukmajati menajdi petunjuk atas atas praktik politik uang yang terjadi

pada Pileg 2014 yakni pembelia suara (vote buying), pemberian-pemberian

pribadi (individu al gifts), barang-barang kelompok (club goods),

Keduanya juga menunjukan varian klientalisme yang bekerja pada Pileg

2014 yakni tim sukses, mesin-mesin jaringan sosial dan partai politik

(Parpol)

Istilah politik uang secara definisi juga dinyatakan peneliti

University of Leeds, Daniel Bumke. Menurut kajiannya, pada sejumlah

kasus, istilah ini dapat digunakan pada sejumlah kasus dan perilaku.

Seperti korupsi politik hingga klientalisme, sejak pembelian suara (vote

buying), hingga pemerasan. Kata Bumke, istilah politik uang merupakan

istilah yang masyhur seiring bergulirnya reformasi 1988. Bumke menilai,

politik uang merusak proses pemilu, melemahkan parpol, dan

memfasilitasi privilege di kalangan elit . Menurut dia, istilah politik uang

dapat dikatakan sebagai terminologi khas di indonesia. Hal ini didapati

dalam kajian Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA)

Dalam perjalanannya, politik uang merupakan tindakan membagi-

bagikan uang, barang, dan jasa sudah mengalami pembiasaan makna.

17
Sedangkan batasan pelaku politik uang menurut Indra adalah orang yang

memberi uang politik baik kandidat, pendukung atau tim sukses, dan

penerima uang politik dalam bentuk apapun. Politik uang dilakukan

dengan sadar oleh pihak-pihak yang melakukan praktik politik uang

(Indra, 2021).

Publik memahami politik uang sebagai praktik pemberian uang

atau barang dan memberi suatu jaminan kepada masyarakat secara

berkelompok atau individual. Tujuannya, mendapatkan keuntungan politis

(political gain). Artinya, tindakan politik uang itu dilakukan secara sadar

oleh pelaku (Permata & Zuhron, 2021)

Studi Lili Romli menemukan bahwa kecenderungan masyarakat

sekarang bersifat transaksional. Pemilih akan meminta imbalan jika partai

atau calon tertentu akan meminta suaranya. Sikap atau perilaku pemilih

tersebut terekam dalam riset Founding Fathers House (FFH) di Brebes

2011 dan 2016, Jawa Barat 2017, Majalengka 2018, Jawa Barat 2021

dapat disimpulkan bahwa masyarakat pemilih begitu atau tim pasangan.

Diantaranya yakni uang yang diberikan para peserta pemilu atau tim

sukses sebagai sebuah rezeki yang tidak ditolak.

18
Sebagai contoh dapat dilihat dari survei nasional 2019. Dari 1200

Responden yang ditanyakan, apakah mereka mau menerima atau menolak

politik uang barang jika ditawarkan tim sukses atau konsultan dan calon

peserta pemilu maka 57.75% mau menerima, 29% menolak. 13,35% tidak

tahu serta tidak menjawab permisif dengan politik uang (Romli, 2019).

Dapat dilihat dari beragam jawaban responden jika ditawari sejumlah uang

atau barang oleh calon legislatif atau calon kepala daerah

Diagram Survey Nasional Politik Uang 2019

13%

29%
58%

Menerima Menolak Tidak Menjawab

Gambar 2.2 Gambar Diagram Survey Nasional Politik Uang 2019

19
Alasan yang menerima politik uang itu, 74% menyatakan rezeki

tidak boleh ditolak 15,8% sebagai penambah uang dapur dan kebutuhan

sehari-hari. 4,89% sebagai ongkos pengganti lantaran pada hari

pencoblosan. 2,59% jawaban lainnya, 2,3% tidak tahu dan tidak menjawab

Survey Alasan Responden Menerima Politik Uang

Rezeki Tidak Boleh Ditolak 74.00%

Penambah Uang Dapur dan Kebutuhan Sehari-Hari 15.80%

Ongkos Pengganti Lantaran pada Hari Pencoblosan 4.89%

Jawaban Lainnya 2.59%

Tidak Menjawab 2.30%

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

Gambar 2.3 Diagram Survey Alasan Responden Menerima Politik Uang

Jika dibedah lebih mendalam, untuk demografi gender atau jenis

kelamin pemilih, siapa yang paling rentan tergoda dengan politik uang

adalah perempuan, berdasarkan data survey nasional pemilu 2019, dari

67,40% yang mau menerima politik, 51,6% adalah perempuan sedangkan

48,4% laki-laki.

20
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian

3.1.1. Lokasi

Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di lingkungan

sekolah SMA Negeri 2 Subang dan diluar sekolah SMA Negeri 2

Subang.

3.1.2. Waktu Penelitian

Tabel 3.1 Waktu Penelitian.

November Desember
KEGIATAN
1 2 3 4 1 2 3 4
Pengerjaan LKPD
Pembuatan Produk
Pengerjaan Makalah

3.2. Metode Penelitian

Penelitian merupakan penelitian jenis Kualitatif, penelitian ini

menggunakan studi pustaka, studi kepustakaan dapat mempelajari

berbagai referensi serta hasil penelitian sebelumnya yang sejenis berguna

untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti.

Studi kepustakaan dalam penelitian dengan mengumpulkan data melalui

pemahaman terhadap dokumen-dokumen sumber serta laporan berkaitan

dengan politik uang, kemudian analisis peran, upaya, serta strategi

Bawaslu RI, dalam mencegah dan menangani praktik money politic pada
21
pemilu 2024, analisis best practice pencegahan dan penanganan politik

uang pada pemilu di Indonesia perbandingan penanganan politik uang di

negara-negara demokrasi baru ataupun mapan yang disesuaikan kondisi

politik lokal indonesia. Proses penelitian ini adalah pemilihan topik,

eksplorasi informasi, menentukan fokus penelitian, pengumpulan sumber

data, persiapan penyajian data, dan penyusunan laporan. Sumber data

dalam penelitian ini adalah buku, jurnal ilmiah, makalah, dan situs

internet. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

dokumenter, dokumenter berasal dari kata dokumen yang artinya barang

tertulis. Di dalam menggunakan metode dokumenter penulis

mengumpulkan data-data tertulis seperti buku, jurnal ilmiah, makalah, dan

lain sebagainya.

3.3. Alat dan Bahan

Tabel 3.2 Alat dan Bahan Pop-Up Book

NO ALAT BAHAN
1 Gunting Kertas Karton
2 Kater HVS
3 Lakban
4 Spidol
5 Piloks
6 Penggaris Pensil
7 Pena
8 Korek Api
9
10

3.4. Langkah-Langkah Kerja

22
3.1.

23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil

Pop-Up Book merupakan media yang kreatif dan interaktif untuk

menyampaikan informasi kompleks kepada siswa SMA Negeri 2 Subang.

Dalam konteks ini, hasil dari pop-up book yang membahas materi money

politic terhadap siswa SMA dapat menjadi sarana efektif untuk

meningkatkan pemahaman mereka tentang politik dan dampaknya. Pop-

up book ini tidak hanya menyajikan fakta dan konsep-konsep dasar tentang

money politic, tetapi juga menggambarkan secara visual bagaimana

praktik ini dapat memengaruhi lingkungan sekolah dan kehidupan sehari-

hari siswa.

Gambar 4.1 Pop-Up Book.

24
4.2. Pembahasan

Dengan menggunakan gambar dan ilustrasi yang menarik, siswa

dapat lebih mudah memahami kompleksitas isu ini. Selain itu, pop-up

book ini dapat merangsang minat siswa untuk berpikir kritis, membangun

kesadaran politik, dan membantu mereka mengembangkan sikap kritis

terhadap praktik money politik yang mungkin mereka temui di masa

depan. Dengan demikian, hasil dari pop-up book ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi positif terhadap pendidikan politik siswa SMA,

menjadikan mereka lebih berpengetahuan dan berpartisipasi aktif dalam

kehidupan demokrasi.

Berdasarkan analisis data survey media pembelajaran untuk

seluruh siswa SMA 2022 dari 100.000 responden, yang menyukai media

pembelajaran secara visualisasi 51%. Maka dengan pernyataan diatas itu

menjadi salah satu faktor kami mengapa menggunakan metode Pop-Up

Book

Pop-Up book dipilih sebagai media pembelajaran karena sifatnya

yang kreatif dan interaktif. Pemilihan ini bertujuan untuk membuat materi

Money Politik lebih menarik dan mudah dicerna oleh siswa SMA Negeri 2

Subang. Keunikan pop-up book dapat meningkatkan keterlibatan siswa

dalam pembelajaran.

Penekanan pada visualisasi dalam pop-up book bertujuan untuk

memudahkan siswa dalam memahami konsep money politic. Ilustrasi dan

gambar dapat memberikan representasi visual yang kuat, membantu siswa

25
memahami secara lebih baik konsep-konsep abstrak dan kompleks yang

terkait dengan money politic.

Pop-Up book dirancang untuk menggambarkan secara konkret

bagaimana money politic dapat memengaruhi demokrasi di Indonesia.

Dengan mengaitkan materi dengan konteks sehari-hari siswa, diharapkan

mereka dapat lebih mudah meresapi dan merasakan dampak langsung dari

praktik money politic.

Pop-Up book diharapkan dapat merangsang siswa untuk berpikir

kritis. Melalui penggunaan ilustrasi yang menantang dan pertanyaan

reflektif, siswa diajak untuk mempertimbangkan implikasi etis dan sosial

dari money politic. Hal ini bertujuan untuk mendorong siswa untuk tidak

hanya menghafal fakta, tetapi juga mengembangkan kemampuan berpikir

kritis mereka.

Produk ini juga dapat berkontribusi pada pengembangan kesadaran

politik siswa SMA Negeri 2 Subang. Dengan menyajikan informasi

tentang money politic secara menyeluruh dan merinci dampaknya,

diharapkan siswa dapat menjadi lebih sadar terhadap isu-isu politik di

sekitar mereka, selain itu dapat memberikan dorongan positif untuk siswa

agar lebih aktif dalam kehidupan demokrasi. Dengan meningkatnya

pemahaman dan kesadaran politik, diharapkan siswa dapat menjadi warga

negara yang berpartisipasi aktif dalam proses demokratis, memahami hak

dan tanggung jawab mereka dalam masyarakat.

26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan

1. Kualifikasi tindakan money politic tidak serta pemberian uang/materi

lainnya dari peserta pemilu kepada pemilih, namun tindakan politik

uang ialah sebuah tindakan yang unsur-unsur politik uang terpenuhi

bahwa rangkaian kampanye umum terbuka dengan penggantian uang

transport, uang makan bukan merupakan kategori politik uang,

tindakan tersebut merupakan konversi atau kegiatan pilihan yang

dialihkan ke acara kampanye terbuka, hal lain agar tindakan pengganti

uang transport, selain itu hal yang perlu perhatikan dalam acara

kampanye terbuka ialah konten atau sisi dari kampanye tidak boleh

mengarahkan untuk seseorang tidak menggunakan suaranya oleh

karena tidak akan memilih calon yang mengadakan kampanye terbuka

2. Instrumen hukum yang ada sebagai pencegahan politik uang

sebenarnya sudah bagus untuk mengatasi politik uang dalam pemilu,

namun hal tersebut harus tetap memprioritaskan sosialisasi dan

penyuluhan kepada pemilih karena senyatanya tidak semua orang

mengetahui hukum politik uang dalam pemilu, dalam hal lain berlaku

fiksi hukum dalam aturan perundang-undangan di Indonesia. Fatwa

Haram dari MUI tentang politik uang menjadi salah satu instrumen

yang dapat digunakan oleh penyelenggara untuk mencegah terjadinya

politik uang.

27
3. Menurut hipotesis kelompok kami, dikarenakan gelar karya P5 belum

diadakan maka dari itu kami menggunakan menggunakan hipotesis.

Dalam konteks pengaruh Pop-Up Book terhadap pemula pemilu sangat

berpengaruh. Berdasarkan data survey media pembelajaran rata-rata

mengarah ke visualisasi, maka dari itu pop-up book lebih efektif untuk

mengedukasi siswa SMA Negeri 2 Subang

5.2. Saran

Penilaian terhadap demokrasi tentu tidak bisa hanya dengan

melihat banyaknya praktik ilegal berupa money politics, sehingga tidak

benar juga bahwa demokrasi yang saat ini berjalan tidaklah baik. Kita

harus sadar betul lahirnya pemilu langsung adalah karena tidak baiknya

pemilu yang dulu telah dijalankan. Muncul percikan money politic adalah

bagian kecil persoalan karena belum pahamnya elemen pemilu terhadap

essensinya. Oleh karena itu, demokrasi yang dilaksanakan saat ini agar

berjalan pada relnya, meskipun sesungguhnya demokrasi bukanlah yang

terbaik. Namun mengingat ini merupakan pilihan bangsa maka tidak lazim

karena kesalahan sedikit sistem, terlebih belum juga ada guarantee bahwa

penggantian dengan sistem lain tentu akan menjadi lebih baik. Pola

optimis harus juga tetap dibangun guna memberikan semangat optimisme

dalam menyelenggarakan pemilu yang ideal selaras dengan demokrasi.

28
DAFTAR PUSTAKA

Austin, R. d. (2004). Handbook of funding of Political Parties and Election


Campaign. Stockholm: Internasional IDEA. GarudaJurnals, 101.

BAWASLU. (2018, Oktober 11). Pencegahan Politik Uang juga Butuh


Partisipasi Masyarakat. Retrieved from Berita Satu:
http://www.beritasatu.com/politik/46570-bawaslu-pencegahan-politik-
uang-juga-butuh-partisipari-rakyat .html,

Bird, K. d. (2007). Making Trade Policy in a New Democracy after a Deep Crisis:
Indonesia. Economics RSPAS Working Papers 2007- 01, Australian
National University, 15-20.

Brusco, V., & Nazareno, M. d. (2021). Vote Bulying in Argeinta Latin American
Research Review, Volume 39 . InternationalJournals, 29-32.

Bryan, S. d. (2020). Money in Politics: A Study of Party Financing Practices In 22


Countries. Washington: National Democratic Institute for International
Affaris (NDI), 191-192.

Buchanan, J. M. (2011). The Calculus of Consent: Logical Foundation of


Contitutional Democracy. Indiana Polis: Liberty Fund, 41-44.

Buehler, M. d. (2020). Party Candidate Relationship in Indonesian in Local


Politics: A Study of the 2019 Regional Elections in Gowa South Sulawesi
Province. Jurnal Indonesian, 11-13.

Forest, L. &. (2015). Controlling Illegal Influence of Money Politic.


WashingtonDC, 145-148.

Gaffar, A. (2009). Pemilu: Sebiah Token of Membership. Yogyakarta:


Laboratorium JIP UGM.

Gene, W. &. (2021). Money in Politics Handbook: A Guide to Increasing


Transparency in emerging Democracies. InternationaJurnals, 191-195.

29
Hadiz, V. R. (2010). Localising Power in Post-Authoritarian Indonesia: A
Southeast Asia Perspective. Stanford: Stanford University Press.
InterJurnals, 65-66.

Harun, H. (2014). Pemilu Indonesia; Fakta, Angka, Analisis dan Studi Banding,
Perludem. Jakarta: 79-80.

Hayati, N. N. (2022, 2 21). Kompas. Retrieved from Regulasi Pemilu dan


Ancaman “Money Politics":
https://nasional.kompas.com/read/2018/11/27/16221261/regulasi-pemilu-
dan-ancaman-money-politics?page=all

Indra, I. (2021). Politik Uang (Pengaruh Uang Dalam Pemilu). Media Pressindo,
32-33.

Iskandar, R. A. (2018, 23 2). Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017 Stagnan,


Tetap di Skor 37. Retrieved from Liputan6:
https://www.liputan6.com/news/read/3311878/indeks-persepsi-korupsi-
indonesia-2017-stagnan-tetap-di-skor-37?page=3

Jimly Asshiddiqie. (2010). Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta:


Sinar Grafika.

Kurniawan, R. (2017). Vote Buying In Lampung Local Election, Vol 33. Jurnal
Mimbar, 83-84.

Marco Bunte, M. d. (2009). Democratization in PostSuharto Indonesia. London:.


Internal, 54-51.

MD, M. (2012). Konstitusi dan Hukum dalam Kontoversi Isu. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.

Permata, D., & Zuhron, D. (2021). Peta Jalan Pencegahan Politik uang 2.0. ITB
Jurnals, 182-183.

Rasyidin. (2020). Notulensi Seminar Nasional Instrumen Hukum Pencegahan dan


Penindakan Praktik Ilegal dalam Pemilu,. Garuda, 123-124.

30
Renaldi. (2019). Pencegahan Money Politik dengan metode Interaktif.
IDEAJurnal, 111.

Riwanto, A. (2016). Hukum Partai Politik dan Hukum Pemilu di Indonesia. Thafa
Media, 53.

Romli, L. (2019). Evaluasi Pemilu Legislatif: Tinjauan Atas Proses Pemilu,


Strategi Kampanye, Perilaku Pemilih, dan Konstelasi Politik Hasil Pemilu.
UI Jurnals, 21-23.

Schaffer, F. a. (2007). “What is Vote Buying”, in F.C. Schaffer (ed), Election for
Sale: The Causes and Consequences of Vote Buying, Lynne Rienner
Publishers, Boulder,. EveryJurnals, 17-30.

Sukmajati, E. A. (2019). Politik Uang Di Indonesia : Patronase dan Klientelisme


pada Pemilu Legislatif . Yogyakarta, 121-122.

Supriyanto. (2020). Strategi Konsep Politik Uang Di Indonesia. UIJurnals, 192-


193.

Utami, I. S. (2016). Pencegahan Politik Uang dan Penyelenggaraan Pilkada yang


Berkualitas:Sebuah Revitalisasi Ideologi. UI Jurnals, 452.

Van, H. S. (2007). Renegotiating Boundaries, Local Politics in Post Soeharto


Indonesia. KITLV Press Leiden. International Jurnals, 203-224.

Vicente, P. C. (2009). “Clientelism and Vote Buying: Lessons from Field


Experiments in African Elections”. The Oxford Review of Economic
Policy, Volume 25 Nomor 2. GarudaJurnals, 292-395.

31
LAMPIRAN

32
Lampiran 1 Pembuatan Produk Pop-Up Book. (1)

Lampiran 2 Pembuatan Produk Pop-Up Book. (2)

33

Anda mungkin juga menyukai