Anda di halaman 1dari 23

BIMBINGAN KONSELING

“Konsep Bimbingan Konseling 2”

Dosen Pengampu :
Eva Astuti Mulyani, M.Pd.
Oleh
Kelompok 7 :
1. Fauzia Ramadiningsih : 1905110053
2. Isrotul Hasanah : 1905155430
3. Ninda Hayyu Putri : 1905124362
4. Sukma Mentari Lubis : 1905110985
5. Sri Purna Mayningrum : 1905113723

Kelas 2019 B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
T.P 2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Penulis memuji,
meminta pertolongan, dan memohon ampunan kepada-Nya. Penulis berlindung kepada-Nya
dari keburukan diri dan juga dari keburukan amal perbuatan penulis. Siapa yang diberi
petunjuk, tidak ada yang bisa menyesatkannya; siapa yang disesatkan oleh-Nya, tidak ada
yang bisa memberikannya hidayah. Penulis bersaksi bahwa tidak ada Dzat yang berhak
diibadahi selain Allah, dan bahwasannya Muhammad adalah utusan Allah.
Sebenar-benar perkataan itu Kalamullah (firman-Nya), sebaik-baik petunjuk itu
petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Seburuk-buruk perkara itu perkara
baru dalam agama, tiap perkara baru itu bid’ah, tiap bid’ah itu sesat, serta tiap kesesatan
tempatnya di Neraka.
Sejatinya makalah ini disusun berdasarkan pembagian tugas dari dosen pembimbing
yang telah mempercayakan tugas ini kepada penulis. Makalah ini memuat tentang “Konsep
Bimbingan Konseling 2”. Tema yang dibahas dalam makalah ini sengaja diberikan kepada
penulis agar penulis dapat memahami materi secara individu dan mempresentasikannya
kepada teman sejawat.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan tugas makalah ini :
1. Bapak Otang Kurniaman, M.Pd dan Ibu Intan Kartika Sari, S.Pd.I., M.Pd. selaku dosen
pengampu mata kuliah bimbingan konseling.
2. Rekan-rekan kelompok 2 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Riau, dan pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Demikianlah penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam menyusun tugas
makalah ini, untuk itu penulis mengharapkan saran-saran dan kritik untuk melakukan
perbaikan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Pekanbaru, 23 September 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.................................................................................................................................2
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................................3
BAB II..................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
2.1 Pengertian Historis..............................................................................................................2
2.2 Landasan Historis Pendidikan Nasional Indonesia...........................................................2
2.3 Sejarah pendidikan dunia...................................................................................................3
2.3.1 Zaman Realisme............................................................................................................3
2.3.3 Zaman Naturalisme........................................................................................................3
2.3.4 Zaman Developmentalisme............................................................................................4
2.3.5 Zaman Nasionalisme......................................................................................................4
2.3.6 Zaman Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme....................................................3
2.3.7 Zaman Sosialisme..........................................................................................................3
2.4 Sejarah Pendidikan Indonesia............................................................................................3
2.4.1 Zaman Pengaruh Hindu dan Budha(Purba)....................................................................3
2.4.2 Zaman Pengaruh Islam (Tradisional).............................................................................3
2.4.3 Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)..........................................................3
2.4.4 Zaman Kolonial Belanda...............................................................................................3
2.4.5 Zaman Kolonial Jepang.................................................................................................4
2.4.6 Zaman Kemerdekaan (Awal).........................................................................................3
2.4.7 Zaman ‘Orde Lama’.......................................................................................................3
2.4.8 Zaman ‘Orde Baru’........................................................................................................3
2.4.9 Zaman ‘Reformasi’........................................................................................................3
2.5 Implikasinya Dalam Praktek Pembelajaran Bidang Studi...............................................3
2.6 Implikasi sejarah terhadap konsep pendidikan nasional Indonesia................................3
BAB III..................................................................................................................................................3
PENUTUP.............................................................................................................................................3

ii
A. Kesimpulan..............................................................................................................................3
B. Saran.........................................................................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................2

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum, pendidikan merupakan segala pengalaman belajar yang berlangsung
dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Secara khusus, pendidikan adalah usaha sadar
yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan/atau latihan, yang berlangsung di dalam dan luar sekolah sepanjang hayat,
untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai
lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo, 2008: 3, 11).
Tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang Pancasilais yang dimotori oleh pengembangan afeksi, seperti sikap suka
belajar, tahu cara belajar, rasa percaya diri, mencintai prestasi tinggi, punya etos kerja, kreatif
dan produktif, serta puas akan sukses yang akan dicapai (Pidarta, 2007)
Pendidikan adalah mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk
mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya serta keterampilannya kepada generasi muda
untuk memungkinannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama dengan
sebaik-baiknya (Purbakawatja, 1970: 11). Dari kutipan tersebut kita dapat mengetahui bahwa
pendidikan tidak lepas dari sejarah dan pendidikan merupakan pewarisan budaya dari
generasi ke generasi sebagai transformasi inormasi generasi muda dalam proses pendewasaan
berdasarkan pengalaman yang diperoleh dengan bercermin dari sejarah tersebut untuk
menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Sejarah juga memberikan suatu landasan atau titik tolak terjadinya berbagai peristiwa
yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Oleh sebab itulah sejarah memberikan
landasan bagi kaum pelajar atau praktisi kehidupan mengamati dan mengubah dunia, baik
pada masa sekarang, maupun untuk masa-masa yang akan datang (Rizal, 2008: 1). Selain itu
antara sejarah pendidikan dengan perkembangan pendidikan memiliki hubungan yang sangat
erat kaitannya, karena dengan kita mengetahui sejarah kita dapat mengetahui keadaan yang
lampau sehingga kita bisa bercermin dari keadaan itu serta memberi penjelasan untuk masa
sekarang dan memprediksi langkah-langkah selanjutnya untuk masa yang akan datang agar
tidak stagnan atau bahkan mengalami kemunduran.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan landasan historis pendidikan?
2. Bagaimana sejarah pendidikan dunia ?
3. Bagaimana sejarah pendidikan Indonesia ?
4. Siapa sajakah tokoh-tokoh pendidikan dunia dan Indonesia ?
5. Bagaimana implikasi sejarah dalam praktek pembelajaran bidang studi ?
6. Bagaimana sejarah terhadap konsep pendidikan nasional Indonesia ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui apa yang di maksud dengan landasan historis pendidikan.
2. Mendeskripsikan sejarah pendidikan dunia.
3. Mendeskripsikan sejarah pendidikan Indonesia.
4. Mengetahui siapa saja tokoh-tokoh pendidikan dunia dan Indonesia.
5. Menjelaskan bagaimana implikasi sejarah dalam praktek pembelajaran bidang studi.
6. Menjelaskan sejarah terhadap konsep pendidikan nasional Indonesia ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Historis


Yang dimaksud dengan sejarah/historis adalah keadaan masa lampau dengan segala
macam kejadian atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh
dengan informasi-informasi yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral,
cita-cita, bentuk dan sebagainya (Pidarta, 2007: 109).
Yang dimaksud dengan landasan historis pendidikan adalah sejarah pendidikan di
masa lalu yang menjadi acuan terhadap pengembangan pendidikan di masa kini.

2.2 Landasan Historis Pendidikan Nasional Indonesia


Landasan historis pendidikan Nasional Indonesia tidak terlepas dari sejarah bangsa
indonesia itu sendiri. Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup
panjang sejak zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain
yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia
dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa
yang merdeka, mandiri serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup
serta filsafat hidup bangsa. Pada akhirnya bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang di
dalamnya tersimpul ciri khas, sifat dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain.
Para pendiri negara kita merumuskan negara kita dalam suatu rumusan yang sederhana
namun mendalam, yang meliputi 5 prinsip (lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila.
Jadi, secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum
dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif historis telah
dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain
adalah dari bangsa Indonesia sendiri. Konsekuensinya, Pancasila berkedudukan sebagai dasar
filsafat negara serta ideology bangsa dan negara, bukan sebagai suatu ideology yang
menguasai bangsa, namun justru nilai-nilai dari sila-sila Pancasila itu melekat dan berasal
dari bangsa Indonesia itu sendiri
Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional
Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif. Pandangan ini
melahirkan studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang
terjadi pada periode tertentu di masa yang lampau.

2
Dengan demikian, setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju,
pada umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau
(Pidarta, 2007: 110). Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan. Sejarah pendidikan
merupakan bahan pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa. Sejarah telah
memberi penerangan, contoh, dan teladan bagi manusia dan diharapkan akan dapat
meningkatkan peradaban manusia itu sendiri di masa kini dan masa yang akan datang.

2.3 Sejarah pendidikan dunia


Sejarah pendidikan dunia yang memberikan pengaruh pada pendidikan zaman sekarang
meliputi zaman-zaman: Realisme, Rasionalisme, Naturalisme, Developmentalisme,
Nasionalisme, Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme, serta Sosialisme.
2.3.1 Zaman Realisme
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan alam yang didukung oleh penemuan-
penemuan ilmiah baru, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan bersumber
dari keadaan dunia pula, berbeda dengan pendidikan-pendidikan sebelumya yang
banyak berkiblat pada dunia ide, dunia surga dan akhirat. Realisme menghendaki
pikiran yang praktis (Pidarta, 2007: 111-114). Menurut aliran ini, pengetahuan yang
benar diperoleh tidak hanya melalui penginderaan semata tetapi juga melalui persepsi
penginderaan (Mudyahardjo, 2008: 117).
Tokoh-tokoh pendidikan zaman Realisme ini adalah Francis Bacon dan Johann Amos
Comenius. Sedangkan prinsip-prinsip pendidikan yang dikembangkan pada zaman ini
meliputi:
a Pendidikan lebih dihargai daripada pengajaran,
b Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri,
c Penanaman pengertian lebih penting daripada hafalan,
d Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak,
e Pelajaran harus diberikan satu per satu, dari yang paling mudah,
f Pengetahuan diperoleh dari metode berpikir induktif (mulai dari menemukan
fakta-fakta khusus kemudian dianalisa sehingga menimbulkan simpulan) dan
anak-anak harus belajar dari realita alam,
g Pendidikan bersifat demokratis dan semua anak harus mendapatkan kesempatan
yang sama untuk belajar (Pidarta, 2007: 112).

2
2.3.2 Zaman Rasionalisme
Tokoh pendidikan pada zaman ini pada abad ke-18 adalah John Locke Aliran ini
memberikan kekuasaan pada manusia untuk berfikir sendiri dan bertindak untuk
dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan pengetahuannya sendiri dan bertindak
untuk dirinya. Paham ini muncul karena masyarakat dengan kekuatan akalnya dapat
menumbangkan kekuasaan Raja Perancis yang memiliki kekuasaan absolut. Teorinya
yang terkenal adalah leon Tabularasa, yaitu mendidik seperti menulis di atas kertas
putih dan dengan kebebasan dan kekuatan akal yang dimilikinya manusia digunakan
unutk membentuk pengetahuannya sendiri. Teori yang membebaskan jiwa manusia
ini bisa mengarah kepada hal-hal yang negatif, seperti intelektualisme,
individualisme, dan materialisme (Pidarta, 2007: 114).
Menurut John Locke ada tiga langkah dalam proses belajar mengajar, yaitu:
a) Mengamati hal-hal yang ada di luar diri manusia
b) Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan
c) Berpikir (Pidarta, 2007: 114)
2.3.3 Zaman Naturalisme
Pada abad ke-18 muncullah aliran Naturalisme Sebagai reaksi terhadap aliran
Rasionalisme dengan tokohnya, J. J. Rousseau. Aliran ini menentang kehidupan yang
tidak wajar sebagai kibat dari Rasionalisme, seperti gaya hidup yang diperhalus, cara
hidup yang dibuat-buat sampai pada korupsi, anak-anak dipandang sebagai manusia
dewasa yang kecil. Naturalisme menginginkan keseimbangan antara kekuatan rasio
dengan hati (Pidarta, 2007: 115).
Naturalisme menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhannya,
dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya sendiri (Mudyaharjo, 2008: 118).
Menurut Rousseau ada tiga asas mengajar, yaitu:
a.) Asas pertumbuhan, pengajaran harus memberi kesempatan untuk anak-anak
bertumbuh secara wajar dengan cara mempekerjakan mereka sesuai dengan
kebutuhannya
b.) Asas aktivitas, melalui bekerja anak-anak akan menjadi aktif yang akan
memberikan pengalaman, yang kemudian akan menjadi pengetahun mereka
c.) Asas individualitas, dengan cara menyiapkan pendidikan sesuai dengan
individualitas masing-masing anak, sehingga mereka berkembang sesuai dengan
alamnya sendiri (Pidarta, 2007: 116)

2
2.3.4 Zaman Developmentalisme
Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran ini memandang
pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini sering disebut
gerakan psikologis dalam pendidikan. Tokoh-tokoh aliran ini adalah: Pestalozzi,
Johan Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel, dan Stanley Hall (Pidarta, 2008:
116).
Konsep pendidikan yang dikembangkan oleh aliran ini meliputi:
a.) Mengaktualisasi semua potensi anak yang masih laten, membentuk watak susila
dan kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat sosial manusia
(Pidarta, 2007:119).
b.) Pengembangan ini dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak
(Pidarta, 2007: 120) yang melalui observasi dan eksperimen (Mudyahardjo, 2008:
114)
c.) Pendidikan adalah pengembangan pembawaan (nature) yang disertai asuhan yang
baik (nurture) (Rohmawati, 2008).
d.) Pengembangan pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan dasar dan
pengembangan pendidikan universal (Mudyaharjo, 2008: 114).

2.3.5 Zaman Nasionalisme


Zaman nasionalisme muncul pada abad ke-19 sebagai upaya membentuk patriot-
patriot bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum imperialis. Tokoh-tokohnya
adalah La Chatolais (Perancis), Fichte (Jerman), dan Jefferson (Amerika Serikat).
Konsep pendidikan yang ingin diusung oleh aliran ini adalah:
a.) Menjaga, memperkuat, dan mempertinggi kedudukan negara,
b.) Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani, dan kejuruan,
c.) Materi pelajarannya meliputi: bahasa dan kesusastraan nasional, pendidikan
kewarganegaraan, lagu-lagu kebangsaan, sejarah dan geografi Negara, dan
pendidikan jasmani (Rohmawati, 2008).
Akibat negatif dari pendidikan ini adalah munculnya chaufinisme, yaitu kegilaan atau
kecintaan terhadap tanah air yang berlebih-lebihan di beberapa Negara, seperti di
Jerman, yang akhirnya menimbulkan pecahnya Perang Dunia I (Pidarta, 2007: 121).

2.3.6 Zaman Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme.

2
Zaman ini lahir pada abad ke-19. Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah
alat untuk memperkuat kedudukan penguasa/pemerintahan yang dipelopori dalam
bidang ekonomi oleh Adam Smith dan siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang
berkuasa yang kemudian mengarah pada individualisme. Sedangkan positivisme
percaya kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehingga kepercayaan
terhadap agama semakin melemah. Tokoh aliran positivisme adalah August Comte
(Pidarta, 2007: 120).

2.3.7 Zaman Sosialisme


Aliran sosial dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap
dampak liberalisme, positivisme, dan individualisme. Tokoh-tokohnya adalah Paul
Nartorp, George Kerchensteiner (jerman), dan John Dewey (Amerik Serikat).
Menurut aliran ini, masyarakat memiliki arti yang lebih penting daripada individu.
Nartorp mengatakan individu itu ibarat atom-atom yang tidak memiliki arti bila tidak
berwujud benda. Begitu pula individu sebenarnya tidk ada, sebab individu adalah
suatu abstraksi saja dari masyarakat. Karena itu sekolah harus diabdikan untuk tujuan-
tujuan sosial (Pidarta, 2007: 121).

2.4 Sejarah Pendidikan Indonesia


Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu
telah ada sejak zaman kuno/tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh agama
Hindu dan Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka
(Pidarta, 2007: 125). Mudyahardjo dan Nasution (Dalam rohmawati 2008)
menguraikan masing-masing zaman tersebut secara lebih terperinci.
Berikut ini adalah uraian dan rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
2.4.1 Zaman Pengaruh Hindu dan Budha(Purba)
Hinduisme dan Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan
Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya
memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa
dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara
Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika, secara etimologis berasal dari keyakinan
tersebut (Mudyahardjo, 2008: 215).

2
Jika kita mengamati sejarah tentang borobudur merupakan warisan sejarah yang bisa
kita gunakan sebagai perbandingan perkembangan pendidikan pada masa itu dengan
masa.
Borobudur adalah candi budha terbesar pada abad 9, yang berukuran 123 X 123 meter
serta terdiri dari 1.460 relief dan 504 stupa. Borobudur setelah dibangun 3 abad
sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.
Berdasarkan keterangan di atas Borobudur merupakan tonggak sejarah terbesar bagi
Indonesia, karena pada saat itu (abad 9) bisa dikatakan Indonesia menjadi negara
number one. Jika ditinjau dari segi pembuatannya, maka akan muncul asumsi tentang
jumlah tenaga yang digunakan (berhubungan dengan manajemen) dan arsitekturnya.
Padahal pada masa itu sumber belajarnya hanya berupa orang tidak seperti sekarang
yang sumber belajarnya tidak hanya berupa orang, tetapi ada buku, TV, radio, HP,
komputer (laptop), dan internet. Seharusnya pada saat ini justru kita harus lebih baik
lagi dan lebih maju dari pada abad 9 tersebut yang belum ada pendidikan manajemen
dan pendidikan arsitek.

2.4.2 Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)


2.4.2.1 Awal masuknya Agama Islam di Indonesia
Agama islam yang dibawa oleh pedagang dari Persia dan Gujarat ke
Indonesia. Agama Islam mudah tersebar karena agama Islam dapat bersatu
dengan kebudayaan Indonesia. Keduanya dapat saling membantu dan saling
mempengaruhi. Agama Islam besar sekali pengaruhnya di dalam mendidik
rakyat jelata. Berbeda dengan Agama Hindu dan Budha, Agama Islam
menyiarkan Agamanya mulai dari bawah/dari rakyat biasa. Para Ulama sangat
dekat dengan rakyat biasa, mereka bisa hidup bersama dengan rakyat biasa.
Bentuk pendidikan yang Islam ada 3 macam, yaitu di Langgar, Pesantren, dan
Madrasah.
2.4.2.2 Bentuk pendidikan pada awal penyebaran agama islam di Indonesia
Berikut bentuk pendidikan pada awal penyebaran agama islam di indonesia:
a Di langgar
Merupakan tempat pendidikan agama islam permulaan. Yang dipentingkan
ialah membaca dan menulis huruf arab. Pengajaran berlangsung secara secara
Individual, artinya seorang guru mengajar seorang anak.
b Pendidikan di pesantren

2
Tempat pengajaran Agama Islam yang lebih lanjut dan lebih mendalam ada di
pesantren. Pengetahuan yang diberikan ada 3 bidang yaitu: agama; ilmu
pengetahuan; keterampilan.
c Pendidikan Madrasah
Pada madrasah guru-guru diperkenankan menerima balasan jasa dalam bentuk
uang (gaji). Lembaga pendidikan ini lebih menekankan pada pemberian ilmu
pengetahuan umum disamping pelajaran agama. Pendidikan Madrasah diatur
berjenjang sejajar dengan pendidikan dasar dan menengah seperti sekarang ini.
Jenjang ini adalah
1. Tingkat TK : Bustanul
2. Tingkat SD : Ibtidaiyah
3. Tingkat SMP : Tsanawiyah
4. Tingkat SMA : Aliyah
d Wali Sanga
Wali adalah sahabat Allah, yaitu orang yang dicintai oleh Allah serta memiliki
pengetahuan agama islam yang mendalam. Wali merupakan orang yang
pintar, ahli agama, dan filsafat hidupnya dicurahkan untuk agama, tidak
mementingkan dunia materi. Tugas utamanya adalah sebagai penyebar agama.
Selain sebagai penyiar agama, ia juga menjadi pelopor dalam usaha
memajukan kehidupan rakyat (Rizal, 2008).

2.4.3 Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)


Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan
Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai
bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan
perniagaan (Mudyahardjo, 2008: 242).
Di samping mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold), bangsa Portugis datang
ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka
anut, yakni Katholik (gospel). Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian
timur Indonesia tempat rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis
melemah akibat peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan
oleh Belanda pada tahun 1605 (Nasution, 2008: 4). Dalam setiap operasi
perdagangan, mereka menyertakan para paderi misionaris Paderi yang terkenal di

2
Maluku, sebagai salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah
Franciscus Xaverius dari orde Jesuit.
Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala
sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008: 243).
Yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan.
Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun dan
bebas untuk Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk
penyebaran agama, Nasution dalam Rohmawati (2008).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama
kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari
rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah
Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische
Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo,
2008: 245).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan
Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang
bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh
VOC terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah berakar
dan di Batavia (Jakarta), pusat administrasi kolonial. Tujuannya untuk melenyapkan
agama Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme
(Nasution, 2008: 4-5).

2.4.4 Zaman Kolonial Belanda


Tujuan bangsa Belanda ke Indonesia juga sama dengan bangsa Spanyol dan Portugis.
Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang tidak hanya mengjarkan agama saja, tetapi
juga mengajarkan pengetahuan umum. Sekolah-sekolah banyak didirikan di Pulau
Ambon, Ternate, dan Bacan (Maluku). Sekolah-sekolah ini tidak hanya mengajarkan
khusus agama saja, tetapi juga mengejarkan pengetahuan umum. Bahasa pengantar
yang dipergunakan adalah bahasa Melayu dan Belanda. Selain itu mereka juga
mendirikan sekolah untuk calon pegawai VOC. Sekolah ini didirikan di Ambon dan
Jakarta (rizal, 2008).
Meskipun sekolah-sekolah telah banyak berdiri, tetapi secara vormal, sekolah-sekolah
itu tidak didirikan atas nama VOC, tetapi didirikan oleh orang-orang dari kalangan

2
agama, yaitu agama Kristen Protestan. Keuntungan besar dari sekolah ini adalah
setelah kita mencapai kemerdekaan dimana kebutuhan akan pendidikan sangat
diperlukan. Sebagian besar penduduk di Indonesia bagian timur sudah tidak
mengalami tuna aksara. Ini karena telah lama penduduk Indonesia bagian timur telah
mengenal pendidikan/sekolah (Rizal, 2008).
Oleh karena itu, kurikulum sekolah mengalami perubahan radikal dengan masuknya
ide-ide liberal tersebut yang bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual, nilai-
nilai rasional dan sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan untuk anak-
anak Belanda selama setengah abad ke-19 (rohmawati, 2008).
Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang
pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun
masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia
yang orang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite
intelektual baru (Rohmawati, 2008).
Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui
pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan
bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan
lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928 (Rohmawati, 2008).
Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan
Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya,
dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang
semuanya mendidik anak-anak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2008:
125-33).

2.4.5 Zaman Kolonial Jepang


Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai
cita-cita untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan
kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus
mengobarkan semangat 45 di hati mereka (Rohmawati, 2008).
Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia. Di
bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah
Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang.
Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk
di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan

2
sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi Indonesia
merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan
ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia (rohmawati, 2008).
Sekolah-sekolah yang ada pada jaman Belanda semenjak Jepang datang ke Indonesia
diganti dengan sistem Jepang. Murid hanya mendapat pengetahuan sedikit, dan
hampir sepanjang hari hanya diisi dengan kegiatan latihan perang atau bekerja. Sistem
sekolah di masa Jepang banyak berbeda dengan penjajahan Belanda
 Sekolah Jepang terbuka untuk semua golongan penduduk, lama belajar 6 tahun,
bahasa pengantarnya adalah bahasa Daerah dan bahasa Melayu.
 Sekolah menengah dibagi menjadi dua, yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP)
dan Sekolah Menengah Tinggi (SMT) masing-masing pendidikan 3 tahun.
 Sekolah kejuruan masih ada, yaitu Sekolah Pertukangan dan Sekolah Teknik
Menengah.
 Sekolah guru banyak didirikan
Ada tiga macam sekolah guru
1. Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakoo
2. Sekolah Guru Menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko
3. Sekolah Guru Tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko
Pelajaran yang diberikan meliputi: Sejarah, Ilmu Bumi, Bahasa Indonesia
(Melayu), adat istiadat, Bahasa Jepang, dan Kebudayaan Jepang ( Rizal: 2008).

2.4.6 Zaman Kemerdekaan (Awal)


Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai di sini
karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai
Indonesia datang silih berganti sehingga bidang pendidikan pada saat itu bukanlah
prioritas utama karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana
mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang amat berat.
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang mengatur
pendidikan. Sistem persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan oleh penjajah
Jepang terus disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai
dengan yang diharapka bahkan banyak pendidikan di daerah-daerah tidak dapat
dilaksanakan karena faktor keamanan para pelajarnya. Di samping itu, banyak pelajar
yang ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat
bersekolah.

2
2.4.7 Zaman ‘Orde Lama’
Setelah gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan
mulai digerakkan. Pembangunan dilaksanakan serentak di berbagai bidang, baik
spiritual maupun material (Rohmawati: 2008).
Setelah diadakan konsolidasi yang intensif, sistem pendidikan Indonesia terdiri atas:
Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Dan pendidikan
harus membimbing para siswanya agar menjadi warga negara yang bertanggung
jawab.
Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka untuk tiap-tiap penduduk
negara (Rahmawati; 2008).
Di samping itu, Pendidikan Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan yang
dapat membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya
baik di dalam maupun di luar; pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang
ber-Pancasila dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi
Terpimpin, Kepribadian Indonesia, dan merealisasikan ketiga kerangka tujuan
Revolusi Indonesia sesuai dengan Manipol yaitu membentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia berwilayah dari Sabang sampai Merauke, menyelenggarakan
masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan makmur lahir-batin, melenyapkan
kolonialisme, mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan
penghisapan, ke arah perdamaian, persahabatan nasional yang sejati dan abadi
(Mudyahardjo, 2008: 403).

2.4.8 Zaman ‘Orde Baru’


Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan ditandai oleh
upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Haluan
penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan yang
dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan pendidikan agama menjadi mata
pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.
Di samping itu, dikembangkan kebijakan link and match di bidang pendidikan.
Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi operasional dalam
meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar (Pidarta, 2008: 137-38).
Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang

2
diinginkan. Sistem pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada
pemerintah pusat.
Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki beberapa
kesenjangan. Buchori (Dalam Pidarta 2008: 139-140) mengemukakan beberapa
kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional (antara pendidikan dan dunia kerja),
(2) kesenjangan akademik (pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang bermanfaat
dalam kehidupan sehari-hari), (3) kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak
menekankan pada pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari
kemajuan ilmu dan teknologi), dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara
wawasan yang dimiliki dengan wawasan dunia terkini).
Namun demikian keberhasilan pembangunan yang menonjol pada zaman ini adalah
(1) kesadaran beragama dan kenagsaan meningkat dengan pesat, (2) persatuan dan
kesatuan
bangsa tetap terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat (Pidarta,
2008: 141).

2.4.9 Zaman ‘Reformasi’


Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-
hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan
perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat kuat yaitu partai
Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi
masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan
menyaampaikan pendapatnya (ibid.: 143).
Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas bagaikan burung
yang baru lepas dari sangkarnya yang telah membelenggunya selama bertahun-tahun.
Masa Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa
program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran bertambah
banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan
semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-
perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah
sistem pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan
tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas
profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi

2
pendidikan juga diupayakan, misalnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), MBS
(Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), TQM (Total
Quality Management) KTSP (Kurikulum Satuan Pendidikan).

2.5 Implikasinya Dalam Praktek Pembelajaran Bidang Studi


Pada dasarnya landassan pendidikan di Indonesia itu tidak lepas dari sejarah
bangsa Indonesia pada masa lampau yang pernah di jajah oleh kaum penjajah pada
masa itu. Berdasarkan penjelasan tersebut kita bisa mengetahui bagaimana
perkembangn pendidikan di Indonesia pada masa merintis kemerdekaan mulai dari
pendirian INS (Indonesisch Nederlandse School), Taman Siswa oleh Ki Hajar
Dewantara sampai pada sampai pada pendirian organisasi Islam (1912) yang akhirnya
berkembang menjadi pendidikan agama Islam.
Sebenarnya pendidikan yang kita laksanakan sekarang ini masih mengadop
pendidikan pada penjajahan kolonial, misalnya pembagian mata pelajaran, kurikulum,
pembagian kelas-kelas dalam sekolah serta aspek-aspek dalam pembelajaran lainnya.
Hal itu menunjukkan implikasi pendidikan yang diterapkan oleh penjajah pada masa
lampau yang terus kita kembangkan secara terus menerus dan berkesinambungan.
Seyogyanya kita patut bersyukur kepada pendahulu kita yang telah banyak
memberikan kontribusi pendidikan di Indonesia.

2.6 Implikasi sejarah terhadap konsep pendidikan nasional Indonesia


Masa lampau memperjelas pemahaman kita tentang masa kini. Sistem pendidikan
yang kita miliki sekarang adalah hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah
pengalaman bangsa kita pada masa yang telah lalu (Nasution, 2008: v).
Pembahasan tentang landasan sejarah di atas memberi implikasi konsep-konsep
pendidikan sebagai berikut:
2.6.1 Tujuan Pendidikan
Pendidikan diharapkan bertujuan dan mampu mengembangkan berbagai macam
potensi peserta didik serta mengembangkan kepribadian mereka secara lebih
harmonis. Tujuan pendidikan juga diarahkan untuk mengembangkan aspek
keagamaan, kemanusiaan, kemanusiaan, serta kemandirian peserta didik. Di samping
itu, tujuan pendidikan harus diarahkan kepada hal-hal yang praktis dan memiliki nilai
guna yang tinggi yang dapat diaplikasikan dalam dunia kerja nyata.
2.6.2 Proses Pendidikan

2
Proses pendidikan terutama proses belajar-mengajar dan materi pelajaran harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik, melaksanakan metode global
untuk pelajaran bahasa, mengembangkan kemandirian dan kerjasama siswa dalam
pembelajaran, mengembangkan pembelajaran lintas disiplin ilmu, demokratisasi
dalam pendidikan, serta mengembangkan ilmu dan teknologi.
2.6.3 Kebudayaan Nasional
Pendidikan harus juga memajukan kebudayaan nasional. Emil Salim dalam Pidarta
(2008: 149) mengatakan bahwa kebudayaan nasional merupakan puncak-puncak
budaya daerah dan menjadi identitas bangsa Indonesia agar tidak ditelan oleh budaya
global.
2.6.4 Inovasi-inovasi Pendidikan
Inovasi-inovasi harus bersumber dari hasil-hasil penelitian pendidikan di Indonesia,
bukan sekedar konsep-konsep dari dunia Barat sehingga diharapkan pada akhirnya
membentuk konsep-konsep pendidikan yang bercirikan Indonesia.

2
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pada landasan historis pendidikan dapat disimpulkan bahwa pendidikan
kita peroleh tidak dengan mudah, butuh banyak waktu dan pengorbanan, selain itu
pendidikan itu dinamis, artinya pendidikan itu berkembang sesuai dengan perkembangan
zamannya. Semoga pendidikan pada era globalisai ini pendidikan di Indonesia bisa lebih
baik dan berkembang sesuai dengan keadaan sekarang yang terjadi.
B. Saran
Demikianlah makalah ini ditulis, penulis mengharapkan saran demi kesempurnaan
makalah ini. Sekian dan terima kasih.

2
DAFTAR PUSTAKA

Pidarta, Made.2007. Landasan Kependidikan: Stimulus Pendidikan bercorak Indonesia.


Jakarta: Rineka Cipta.
http:///D:/landasan kependidikan dan prob/AS’TON BLOGGER Landasan Historis
Pendidikan.htm
http:///D:/landasan kependidikan dan prob/Landasan Historis Pendidikan_Nyimas Inda
Kusumawati_Komunitas Blogger Unsri.htm
http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/05/landasan-historis-pendidikan-indonesia.html
http://dyahrochmawati08.wordpress.com/2008/11/30/landasan-historis-pendidikan-di-
indonesia/

Anda mungkin juga menyukai