Anda di halaman 1dari 12

Bela negara dalam konteks NKRI

Disusun Oleh:

Rivhaldy rudi

MTsN 1 TANA TORAJA


JUDUL:
Bela negara dalam konteks NKRI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perguruan Tinggi merupakan sentra lembaga pendidikan yang mengawal kelangsungan


pembangunan bangsa. Lembaga pendidikan tinggi diharapkan dapat menciptakan tokoh panutan
bela negara yang tanggap atas perubahan zaman. Menurut Ryamizard Ryacudu (2016),
Perguruan tinggi adalah sentra keunggulan sehingga mahasiswa harus jadi model bela negara.
Lebih lanjut dikatakan bahwa tantangan global saat ini berubah menjadi ancaman bagi negara,
baik fisik maupun non fisik. Ancaman secara fisik berupa perang terbuka namun saat ini belum
terjadi. Selain itu, beberapa ancaman sudah terjadi di Indonesia. Ancaman tersebut di antaranya
terorisme dan radikalisme, separatisme, pemberontakan bersenjata, bencana alam, pelanggaran
perbatasan, penyalahgunaan narkoba dan perang cyber intelijen. Kondisi global telah
menciptakan kompleksitas ancaman yang berimplikasi pada kondisi negara. Karena itu,
diperlukan penguatan nilai- nilai bela negara. Salah satunya melalui Pendidikan Kewarganegaraan
di lingkungan
perguruan tinggi. (disarikan dari Kompas, 23/3/2016)

Sebagai salah satu mata kuliah pengembangan kepribadian di Perguruan Tinggi mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) memiliki tujuan umum bagaimana menjadikan
warga negara yang baik yang mampu mendukung bangsa dan negara. Baik dalam artian
demokratis, yaitu warganegara yang cerdas, berkeadaban, dan bertanggung jawab bagi
kelangsungan Negara Indonesia. Nantinya diharapkan mahasiswa memiliki kompetensi
menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air,
demokratis berkeadaban, menjadi warga negara yang memiliki daya saing, berdisiplin, dan
berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai
Pancasila. Materi-materi pembelajaran PKn mengemban misi sebagai pendidikan nilai
kepribadian, pendidikan yang membekali pemahaman tentang hubungan antara warga negara
dengan negara (civic education), pendidikan politik (political education) atau demokrasi, dan
pendidikan bela negara. Secara khusus materi-materi yang berkenaan dengan pendidikan bela
negara dimuat dalam Geopolitik Indonesia atau Wawasan Nusantara dan Geostrategi
Indonesia atau Ketahanan Nasional.
Bela Negara diartikan sebagai tekad, sikap dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh,
terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air dan kesadaran hidup
berbangsa dan bernegara (Winarno, 2013: 228). Dalam konstitusi negara UUD 1945 Pasal 27
Ayat 3 disebutkan bahwa; “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan Negara”. Setiap warga negara juga berhak dan wajib ikut serta dalam pertahanan
negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 Ayat 1 bahwa; “Tiap-tiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”
Selanjutnya, UU No.3 Tahun 2002 tentang pertahanan negara menjelaskan bahwa
upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya
kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan
hidup bangsa dan negara. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban juga merupakan
kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung
jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa.
Konsep bela negara dapat diuraikan secara fisik maupun non fisik. Secara fisik, yaitu
dengan cara mengangkat senjata menghadapi serangan atau agresi musuh. Bela negara secara
fisik dilakukan untuk menghadapi ancaman dari luar. Sedangkan, bela negara secara non
fisik dapat didefinisikan sebagai “segala upaya untuk mempertahankan negara kesatuan
Republik Indonesia dengan cara meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara,
menanamkan kecintaan terhadap tanah air serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan
negara”.
Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap warga negara
untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia, keutuhan wilayah nusantara, kelangsungan hidup dan yuridiksi
nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Sikap dan perilaku bela negara dilandasi
oleh nasionalisme dan patriotisme dari setiap warga negara.
Demi mewujudkan kelanggengan Negara Republik Indonesia dan kelangsungan
hidup bangsa dan negara, maka penanaman bela Negara pada warga negara menjadi titik
sentral yang perlu dibina dan dikembangkan. Melalui kualitas warga negara yang unggul
bangsa Indonesia dapat melaksanakan pembangunan berkelanjutan maupun mengatasi aneka
bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG) yang bersumber baik dari
dalam maupun luar yang langsung ataupun tidak langsung membahayakan identitas, integrasi
dan kelangsungan hidup bangsa dan Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pendidikan Kewarganegaraan bela negara dalam konteks demokrasi saat ini,
apakah upaya bela negara masih relevan dan dibutuhkan?
2. Bagaimana perwujudan pembelaan negara yang harus dilakukan warga negara?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertia Bela Negara


Membela Negara Indonesia adalah hak dan kewajiban dari pada setiap warga negara
Indonesia. Dikutip dalam Pasal 27 Ayat 3 UUD 1945 bahwa “Setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Setiap warga negara juga berhak dan wajib ikut
serta dalam pembelaan negara. Selanjutnya dalam Pasal 30 Ayat 1 UUD 1945 bahwa “Tiap-tiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”.
Berdasarkan kutipan kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha pembelaan dan
pertahanan negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara Indonesia. Produk
turunannya adalah peraturan Perundang-undangan No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
Pasal 9 Ayat 1 menyebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara”.

Penjelasan UU No. 3 Tahun 2002 tentang pembelaan negara menyatakan bahwa upaya
bela negara adalah sikap dam perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada
NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa
dan negara. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban dasar menusia, juga merupakan
kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung
jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa.

B. Konsep Bela Negara


Konsep bela negara dapat diuraikan secara fisik dan nonfisik. Secara fisik yaitu dengan
cara mengangkat senjata mengahdapi serangan atau agresi musuh. Bela negara secara fisik
dilakukan untuk menghadapi ancaman dari luar. Sementara, bela negara secara nonfisik dapat
didefinisikan sebagai segala upaya untuk mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia
dengan cara meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap
tanah air serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara.
Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap warga negara untuk
berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia, keutuhan wilayah nusantara, kelangsungan hidup dan yuridiksi nasional, serta
nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Sikap dan perilaku bela negara dilandasi oleh nasionalisme
dan patriotisme dari setiap warga negara.
Sesuai Undang-Undang No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, keikutsertaan
warga negara dalam bela negara secara fisik dapat dilakukan dengan menjadi anggota Tentara
Nasional Indonesia dan Pelatihan Dasar kemiliteran. Saat ini pelatihan dasar kemiliteran
diselenggarakan melalui program Rakyat Terlatih (Ratih), meskipun konsep Rakyat Terlatih
(Ratih) adalah amanat dari Undang-Undang No. 20 Tahun 1982.
Rakyat Terlatih (Ratih) terdiri dari berbagai unsur, seperti Resimen Mahasiswa (Menwa),
Perlawanan Rakyat (Wanra), Pertahanan Sipil (Hansip), Mitra Babinsa, dan Organisasi
Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang telah mengikuti Pendidikan Dasar Militer, dan lainnya.
Rakyat terlatih mempunyai empat fungsi, yaitu ketertiban Umum, Perlindungan Masyarakat,
Keamanan Rakyat, dan Perlawanan Rakyat. Tiga fungsi yang disebut pertama umumnya
dilakukan pada masa damai atau pada saat terjadinya bencana alam atau darurat sipil, di mana
unsur-unsur Rakyat Terlatih membantu pemerintah daerah dalam menangani Keamanan dan
Ketertiban Masyarakat, sementara fungsi Perlawanan Rakyat dilakukan dalam keadaan darurat
perang di mana Rakyat Terlatih merupakan unsur bantuan tempur bagi pasukan regular TNI dan
terlibat langsung di medan perang.
Disisi nonfisik, merujuk Undang-Undang No.3 Tahun 2002, keikutsertaan warga negara
dalam bela negara dapat diselenggarakan melalui Pendidikan Kewarganegaraan dan pengabdian
sesuai dengan profesi. Berdasar hal itu, maka keterlibatan warga negara dalam bela negara secara
nonfisik dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, sepanjang masa dan dalam segala situasi,
misalnya dengan cara:
1) Meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, termasuk menghayati demokrasi
dengan menghargai perbedaan pendapat dan tidak memaksakan kehendak, menanamkan
kecintaan terhadap tanah air, melalui pengabdian yang tulus kepada masyarakat,
2) Berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara dengan berkarya nyata (bukan
retorika),
3) Kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum/undang-undang dan menjunjung tinggi Hak
Azazi Manusia, dan
4) Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal pengaruh-
pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan bangsa
Indonesia dengan lebih bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui ibadah sesuai
agama/kepercayaannya masing-masing.
Hingga saat ini belum ada undang-undang tersendiri yang mengatur mengenai
Pendidikan Kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai
dengan profesi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No.3 Tahun 2002. Apabila
nantinya telah keluar undang-undang mengenai Pendidikan Kewarganegaraan, pelatihan dasar
kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi maka akan semakin jelas bentuk
keikutsertaan warga negara dalam upaya pembelaan negara.

C. Peraturan Perundang-undangan tentang Bela Negara


Dasar hukum mengenai bela negara dapat ditemukan dalam perundang-undangan,
sebagai berikut:
a. Pasal 27 Ayat 3 UUD 1945:
“Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”
b. Pasal 30 UUD 1945
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara sebagai alat Negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara
keutuhan dan kedaulatan Negara.
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat Negara yang menjaga keamanan
dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat,
serta menegakkan hokum.
(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik
Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga
negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait
dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.
Produk turunan dalam Perundang-undangan yang merupakan tata laksana dari Pasal 30
UUD 1945 yang telah disusun adalah;
a. Undang-Undang No.2 Tahun 2001 tentang Kepolisisan Negara Republik Indonesia
b. Undang-Undang No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
c. Undang-Undang No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
Pengaturan peran warga negara dalam bela negara disebutkan dalam Pasal 9 UU No.3
Tahun 2002, sebagai berikut:
(1) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang
diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara.
(2) Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), diselenggarakan melalui:
a. Pendidikan Kewarganegaraan;
b. Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib;
c. Sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib;
d. Pengabdian sesuai dengan profesi
(3) Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara
wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan undang-undang.

Sebagai perbandingan pelaksanaan keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara
menurut Undang-Undang No.20 Tahun 1982, dinyatakan pada Pasal 18 sebagai berikut. Hak dan
kewajiban warga negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya bela negara
diselenggarakan melalui:
a. Pendidikan Pendahuluan Bela Negara sebagai bagian tidak terpisah dalam sistem
pendidikan nasional;
b. Keanggotaan Rakyat Terlatih secara wajib;
c. Keanggotaan Angkatan Bersenjata secara sukarela atau secara wajib;
d. Keanggotaan Cadangan Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib
e. Keanggotaan Perlindungan masyarakat secara sukarela.
D. Identifikasi Ancaman terhadap Bangsa dan Negara
Menurut UU No. 20 Tahun 1982, istilah ancaman meliputi ancaman, tantangan,
hambatan, dan gangguan (ATHG). Merujuk UU No.3 Tahun 2002, Ancaman adalah setiap
usaha dan kegiatan baik dari dalam maupun luar negeri yang dinilai membahayakan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Konsep
ancaman mencakup hal yang sangat luas dan spektrum yang senantiasa
berkembang berubah dari waktu ke waktu.
Dewasa ini, ancaman terhadap kedaulatan negara yang bersifat konvensional
(fisik) berkembang menjadi multidimensional (fisik dan non fisik), baik yang berasal dari
luar negeri maupun dari dalam negeri. Ancaman yang bersifat multidimensional tersebut
dapat bersumber baik dari permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun
permasalahan keamanan yang terkait dengan kejahatan internasional, antara lain
terorisme, imigran gelap, bahaya narkotika, pencurian kekayaan alam, bajak laut, dan
perusakan lingkungan.

E. Analisa
a) Berdasarkan uraian di atas, Pendidikan Kewarganegaraan Bela Negara dalam
konteks demokrasi saat ini masih relevan dan dibutuhkan.
Konstitusi negara UUD 1945 Pasal 27 Ayat 3 mengatur bahwa; “Setiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara”. Setiap warga
Negara juga berhak dan wajib ikut serta dalam pertahanan negara sebagaimana
tercantum dalam Pasal 30 Ayat 1 bahwa; “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib
ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”
Selanjutnya, UU No.3 Tahun 2002 tentang pertahanan negara menjelaskan
bahwa upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam
menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Upaya bela negara, selain
sebagai kewajiban juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang
dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam
pengabdian kepada negara dan bangsa.
b) Perwujudan pembelaan negara yang harus dilakukan warga negara dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Mengacu Undang-Undang No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara,
keikutsertaan warga Negara dalam bela negara secara fisik dapat dilakukan dengan
menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia dan Pelatihan Dasar kemiliteran. Saat ini
pelatihan dasar kemiliteran diselenggarakan melalui program Rakyat Terlatih (Ratih),
meskipun konsep Ratih adalah amanat dari Undang-Undang No. 20 Tahun 1982.
Sementara nonfisik, Undang-Undang No.3 Tahun 2002 menjelaskan
keikutsertaan warga Negara dalam bela Negara dapat diselenggarakan melalui PKn
dan pengabdian sesuai dengan profesi. Berdasar hal itu, maka keterlibatan warga
Negara dalam bela negara secara nonfisik dapat dilakukan dengan berbagai bentuk,
sepanjang masa dan dalam segala situasi, misalnya dengan cara:
(1) Meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, termasuk menghayati
demokrasi dengan menghargai perbedaan pendapat dan tidak memaksakan
kehendak, menanamkan kecintaan terhadap tanah air, melalui pengabdian yang
tulus kepada masyarakat,
(2) Berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara dengan berkarya nyata
(bukan retorika),
(3) Kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum/undang-undang dan menjunjung tinggi
Hak Azazi Manusia, dan
(4) Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal
pengaruh-pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma
kehidupan bangsa Indonesia dengan lebih bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa melalui ibadah sesuai agama/kepercayaannya masing-masing.

Hingga saat ini belum ada undang-undang tersendiri yang mengatur mengenai
PKn, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No.3 Tahun 2002. Apabila
nantinya telah keluar undang-undang mengenai PKn, pelatihan dasar kemiliteran
secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi maka akan semakin jelas bentuk
keikutsertaan warga negara dalam upaya pembelaan negara.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tujuan umum bagaimana menjadikan
warga negara yang baik yang mampu mendukung bangsa dan negara. Baik dalam artian
demokratis, yaitu warga negara yang cerdas, berkeadaban, dan bertanggung jawab bagi
kelangsungan Negara Indonesia. Nantinya diharapkan mahasiswa memiliki kompetensi
menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air,
demokratis berkeadaban, menjadi warga negara yang memiliki daya saing, berdisiplin,
dan berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem
nilai Pancasila.
Sehubungan bela negara, konstitusi UUD 1945 Pasal 27 Ayat 3 mengatur bahwa;
“Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara”. Setiap
warga Negara juga berhak dan wajib ikut serta dalam pertahanan negara sebagaimana
tercantum dalam Pasal 30 Ayat 1 bahwa; “Tiap-tiap warga negara berhak
dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.” Selanjutnya, UU
No.3 Tahun 2002 tentang pertahanan negara menjelaskan bahwa upaya bela negara
adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa
dan negara. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban juga merupakan kehormatan
bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab,
dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa.

B. Saran
Belum ada perundang-undangan yang mengatur mengenai Pendidikan
Kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai
dengan profesi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No.3 Tahun 2002.
Apabila nantinya telah keluar undang-undang mengenai Pendidikan
Kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai
dengan profesi maka akan semakin jelas bentuk keikutsertaan warga negara dalam
upaya pembelaan negara.
DAFTAR PUSTAKA

Winarno. 2013.
Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, Panduan Kuliah di
. EdisiPerguruan
Ketiga. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Tinggi

Tim Nasional Dosen Kewarganegaraan. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan,


Paradigma Terbaru untuk Mahasiswa. Bandung: CV. Alfabeta.

Artikel Bacaan

Buku ppkn

Anda mungkin juga menyukai