Anda di halaman 1dari 5

Lydwiza Firdananda Khairunnissa

0101520003

Kritik Sosial mengenai Kewajiban Warga Negara dalam Bela Negara

Sebagai warga negara yang baik, sudah seharusnya kita ikut berjuang
dalam usaha apapun untuk membela negara kita. Bela negara juga tidak berarti
harus menangkat senjata dan pergi berperang, bela negara dapat dilakukan dengan
cara semudah melakukan pekerjaan kita dengan baik. Sama halnya dengan konsep
jihad, bela negara memiliki konsep dimana apabila setiap warga negara
melakukan pekerjaannya dengan baik maka akan dapat memajukan negara lewat
kemajuan perekonomian.
Bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara Republik
Indonesia. Bela negara,  biasanya selalu dikaitkan dengan militerisme, seolah-olah
kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara hanya terletak pada
Tentara Nasional Indonesia. Padahal berdasarkan Pasal 30 UUD 1945, bela
negara adalah upaya setiap warga negara untuk mempertahankan Republik
Indonesia terhadap ancaman baik dari luar maupun dalam negeri.
Kesadaran bela negara merupakan satu hal yang esensial dan harus
dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia (WNI), sebagai wujud penunaian hak
dan kewajibannya dalam upaya bela negara. Kesadaran bela negara menjadi
modal dasar sekaligus kekuatan bangsa, dalam rangka menjaga keutuhan,
kedaulatan serta kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945) mengatur mengenai Upaya Bela Negara yaitu ketentuan Pasal 27 Ayat (3):
“Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
Negara,” dan Pasal 30 Ayat (1): “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.” Upaya bela negara harus
dilakukan dalam kerangka pembinaan kesadaran bela negara sebagai sebuah
upaya untuk mewujudkan WNI yang memahami dan menghayati serta yakin
untuk menunaikan hak dan kewajibannya.
Bangsa Indonesia ingin pula memiliki peradaban yang unggul dan mulia.
Peradaban demikian dapat dicapai apabila masyarakat dan bangsa kita juga
merupakan masyarakat dan bangsa yang baik (good society and nation), damai,
adil dan sejahtera, sebagaimana yang telah diwasiatkan oleh para pendiri bangsa
(founding fathers) dalam Pembukaan UUD 1945.
Di sisi lain, bahwa UUD 1945 memberikan landasan serta arah dalam
pengembangan sistem dan penyelenggaraan pertahanan negara. Substansi
pertahanan negara yang terdapat dalam UUD 1945 diantaranya adalah pandangan
bangsa Indonesia dalam melihat diri dan lingkungannya, tujuan negara, sistem
pertahanan negara, serta keterlibatan warga negara. Hal ini merefleksikan sikap
bangsa Indonesia yang menentang segala bentuk penjajahan, yang bertentangan
dengan nilai-nilai kemanusian, keadilan dan kesejahteraan.
Pendidikan dan latihan bela negara juga telah menjadi agenda bagi
Kementerian Pertahanan untuk menumbuh kembangkan rasa patriotisme dan
nasionalisme bagi warga negara khususnya abdi negara. Pendidikan dan latihan
tersebut juga telah mulai digalahkan di tingkat SMA meskipun fokus dari
DIKLAT tersebut lebih untuk memberi konsep berpikir dan bertindak yang
nasionalis kepada siswa siswa tersebut.
Adanya usaha bela negara memiliki sejarah awal pada peristiwa PDRI
(Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) yang diketuai oleh Syafruddin
Prawiranegara yang berada di kota Bukittinggi. Kota Bukittinggi semula
merupakan pasar (pekan) bagi masyarakat Agam Tuo. Kemudian setelah
kedatangan Belanda, kota ini menjadi kubu pertahanan mereka untuk melawan
Kaum Padri. Pada tahun 1825, Belanda mendirikan benteng di salah satu bukit
yang dikenal sebagai benteng Fort de Kock, sekaligus menjadi tempat
peristirahatan opsir-opsir Belanda yang berada di wilayah jajahannya. Pada masa
pemerintahan Hindia-Belanda, kawasan ini selalu ditingkatkan perannya dalam
ketatanegaraan yang kemudian berkembang menjadi sebuah stadsgemeente (kota)
dan berfungsi sebagai ibu kota Afdeeling Padangsche Bovenlanden dan
Onderafdeeling Oud Agam.
Pada masa pendudukan Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai pusat
pengendalian pemerintahan militernya untuk kawasan Sumatera, bahkan sampai
ke Singapura dan Thailand. Kota ini menjadi tempat kedudukan komandan militer
ke-25 Kempetai, di bawah pimpinan Mayor Jenderal Hirano Toyoji. Pada masa
itu, kota ini berganti nama dari Stadsgemeente Fort de Kock menjadi Bukittinggi
Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan nagari-nagari
sekitarnya seperti Sianok Anam Suku, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu
Taba, dan Bukit Batabuah. Setelah kemerdekaan Indonesia, berdasarkan
Ketetapan Gubernur Provinsi Sumatera Nomor 391 tanggal 9 Juni 1947,
Bukittinggi ditetapkan sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera dengan gubernurnya
Mr. Teuku Muhammad Hasan. Pada masa mempertahankan kemerdekaan
Indonesia, Kota Bukitinggi berperan sebagai kota perjuangan dan ditunjuk sebagai
Ibu Kota Negara Indonesia setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau
dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dibentuk
pada 19 Desember 1948 di Bukittingi, Sumatera Barat oleh Syafruddin
Prawiranegara.
Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Bela Negara, berdasarkan
Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 18 Desember 2006. Untuk
mengenang sejarah perjuangan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI),
pemerintah Republik Indonesia membangun Monumen Nasional Bela Negara di
salah satu kawasan yang pernah menjadi basis PDRI dengan area seluas 40
hektare, tepatnya di Jorong Sungai Siriah, Nagari Koto Tinggi, Kecamatan
Gunung Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Dalam rangkaian
kegiatan memperingati Hari Bela negara Ke 65, pada tanggal 21 Desember 2013
Menteri Pertahanan saat itu (Purnomo Yusgiantoro) didampingi oleh Kabadiklat
Kemhan Mayjen TNI Hartind Asrin dan Plt Dirjen Pothan Timbul Siahaan serta
Muspida Provinsi Sumatera Barat meninjau pembangunan Monumen Nasional
Bela Negara.
Bela negara juga diatur dalam Undang Undang RI Nomor 3 Tahun 2002
Tentang Pertahanan Negara Pasal 9 ayat (1) mengamanatkan bahwa “Setiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang
diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara”. Selanjutnya pada ayat
(2) Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), diselenggarakan melalui:
 pendidikan kewarganegaraan;
 pelatihan dasar kemiliteran secara wajib;
 pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara
sukarela atau secara wajib; dan
 pengabdian sesuai dengan profesi.
Program bela negara yang digagas oleh pemerintah menuai pro dan kontra
dalam masyarakat. Umumnya bela negara selalu dikaitkan dengan upaya
mempertahankan negara dari ancaman serangan militer dari negara asing. Namun
yang menjadi pertanyaan, mengapa wacana bela negara ini muncul di tengah
kondisi keamanan negara yang kondusif seperti sekarang? Pertanyaan publik
semakin banyak karena warga negara yang dilibatkan dalam program bela negara
ini juga tidak tanggung-tanggung, yakni 100 juta orang dalam 10 tahun.
Kewajiban bela negara berlaku bagi warga negara di bawah 50 tahun dan
pendidikan kewarganegaraan sedari TK hingga perguruan tinggi.
Pihak yang pro menanggapi bela negara sebagai momen untuk
menunjukkan semangat patriotik melawan serangan dari luar. Sebaliknya, yang
kontra menganggap momen bela negara sebagai upaya mobilisasi negara untuk
melibatkan rakyat ke dalam perang. Persepsi bahwa bela negara identik dengan
perang telah menjebak pemahaman bela negara sama dengan wajib militer. Bela
negara tidak diwajibkan kepada seluruh warga negara dan lebih diorientasikan
untuk memupuk rasa nasionalisme dan patriotisme.Selain itu bela negara bersifat
sukarela sedangkan wajib militer merupakan ikatan dinas.
 Selanjutnya wajib militer merupakan kewajiban yang ditetapkan oleh
negara kepada seluruh rakyat dengan batasan usia tertentu. Wajib militer memang
diorientasikan sebagai persiapan untuk menghadapi perang secara nyata.
Asumsinya, negara sedang berada dalam ancaman perang dengan negara lain
sehingga setiap warga negara dipanggil untuk mempertahankan negara melalui
kegiatan wajib militer. Saat ini bela negara dimaksudkan untuk memperkuat rasa
nasionalisme dan semangat patriotisme warga negara Indonesiaditengah ancaman
bagi bangsa saat iniberupa kejahatan terorisme internasional dan nasional, aksi
kekerasan berbau SARA, pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara,
dan luar angkasa, gerakan separatisme, kejahatan dan gangguan lintas negara, dan
perusakan lingkungan.
Melalui bela negara ini, diharapkan, dalam setiap diri warga negara akan
tumbuh sikap dan perilaku warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan
berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan
bernegara serta keyakinan akan pancasila sebagai ideologi negara guna
menghadapi ancaman baik yang berasal dari luar maupun dari dalam negeri yang
membahayakan dan mengancam kedaulatan baik kedaulatan di bidang ideologi,
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan negara. Konsep bela
negara sendiri mengandung arti keikutsertaan dalam pertahanan negara, yang
meliputi: mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah, dan keselamatan bangsa dari segala ancaman. Sedangkan wujud
pembelaan terhadap negara berupa hak dan kewajiban melalui pendidikan
kewarganegaraan, pengabdian sebagai prajurit TNI dan pengabdian sesuai profesi.
Terdapat beberapa perspektif alasan negara perlu dibela oleh
warganegaranya, yaitu: Pertama, berdasarkan teori dan tujuan negara. Alasan ini
sangat erat kaitannya dengan tujuan akhir negara yaitu untuk menciptakan
kebahagiaan bagi rakyatnya (bonum publicum, common good, common weal).
Dengan kata lain negara didirikan untuk menyejahterakan warganya. Jadi sudah
seharusnya demi untuk mewujudkan cita-cita bersama dalam bernegara setiap
warga negara bersedia membela negaranya karena untuk kepentingan dirinya dan
sesamanya.
Kedua, berdasarkan pada pemikiran rasional. Aspek pertahanan
merupakan faktor penting dalam menjamin kelangsungan hidup Negara. Tanpa
kemampuan mempertahankan diri, suatu negara tidak akan dapat
mempertahankan keberadaan atau eksistensinya. Ketiga, kontrak sosial bangsa
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 bertekad
bulat untuk membela, mempertahankan, dan menegakkan kemerdekaan, serta
kedaulatan negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Keempat, pertimbangan
moral, kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan.
Kelima, ketentuan hukum atau yuridis, meliputi 1) UUD 1945 Pasal 27
Ayat (3): “Bahwa tiap warga Negara behak dan wajib ikut serta dalam upaya bela
Negara”, 2) UUD 1945 Pasal 30 Ayat (1) dan (2) “”Bahwa tiap warga Negara
berhak dan wajib ikut serta dalam usaha Pertahanan dan Keamanan Negara, dan
Usaha Pertahanan dan Keamanan Negara dilaksanakan melalui Sistem Pertahanan
dan Keamanan Rakyat Semesta oleh TNI dan Kepolisian sebagai Komponen
Utama, Rakyat sebagai Komponen Pendukung.
Oleh karena itulah setiap warga negara Indonesia dengan hak dan
kewajiban yang sama, dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara.
Tentara dan masyarakat sipil merupakan sumber daya manusia yang menjadi
komponen terpenting dalam sistem pertahanan nasional, yaitu pertahanan dan
keamanan rakyat semesta. Sistem pertahanan ini menempatkan TNI dan Polri
sebagai komponen utama dan rakyat sebagai komponen pendukung.Mengakhiri
polemik yang terjadi sudah seyogyanya pemerintah segera menyusun Rancangan
UU tentang Komponen Pendukung Pertahanan Negara yang akan menjadi payung
hukum mobilisasi warga sipil untuk kepentingan bela negara.

Anda mungkin juga menyukai