Dosen Pengampu :
HKI-C
2020/2021
PAGE \* MERGEFORMAT 19
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah,
serta kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Sejarah Hukum Islam
ini dengan baik dan sesuai dengan ketentuan yang ada. Shalawat serta salam kami
haturkan kepada suri tauladan kita, Nabi besar Muhammad SAW. Seorang yang
diutus sebagai penyempurna agama yang patut kita teladani dan kita nantikan
syafa’atnya di hari kiamat nanti.
Penyusun makalah ini menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan,
agar resensi ini menjadi lebih baik kedepannya.
Tim Penyusun
PAGE \* MERGEFORMAT 19
DAFTAR ISI
COVER……………………………………………………………………………….1
KATA PENGANTAR………………………………………………………………..2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………3
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………...4
A. Latar Belakang……………………………………………………………….4
B. Tujuan Pembahasan………………………………………………………….5
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………….…………6
A. Kesimpulan………………………………………………………………….18
B. Saran………….……………………………………………………………..18
DFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..…..20
PAGE \* MERGEFORMAT 19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara religius, sikap religius tersebut telah dimiliki oleh
bangsa ini sejak dahulu. Sebagaimana adanya kepercayaan animisme, kemudian
masuknya ajaran Hindu dan Buddha yang disusul dengaan datangnya ajaran Islam.
Proses datangnya Islam di Indonesia menjadi bagian dalam babak sejarah dunia
Islam. Islamisasi tersebut melalui periode
Tulisan ini tidak dapat menguraikan secara lengkap dan detail setiap rincian sejarah
hukum Islam di Tanah air, namun setidaknya apa yang dipaparkan di sini dapat
memberikan gambaran tentang perjalanan hukum Islam pada masa kemerdekaan dan
orde lama ini. Pada bagian akhir tulisan ini juga terdapat kesimpulan tentang apa
yang sebaiknya dilakukan oleh kaum muslimin Indonesia untuk apa yang di sebut
PAGE \* MERGEFORMAT 19
dengan “mengakrabkan” bangsa ini dengan hukum Islam.
B. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui sejarah hukum islam pada masa kemerdekaan
2. Mengetahui sejarah hukum islam pada masa orde lama
3. Mengetahui hukum islam apakah masih diterapkan di zaman sekarang
BAB II
PAGE \* MERGEFORMAT 19
PEMBAHASAN
Kesadaran berhukum Islam untuk pertama kalinya pada zaman kemerdekaan ialah di
dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945 yang dalam dasar Ketuhanan diikuti dengan
1
Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia,
Paramadina, Jakarta, Oktober 1998.
2
Ramly Hutabarat, Kedudukan Hukum Islam dalam Konstitusi konstitusi Indonesia dan Peranannya
dalam Pembinaaan Hukum Nasional, Pusat Studi Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Jakarta
Mei 2005.
PAGE \* MERGEFORMAT 19
pemyataan "dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-
pemeluknya". Tetapi dengan pertimbangan untuk Pengadilan Negeri yang
diwujudkan dalam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, akhimya rumusan
tersebut mengalami perubahan pada tanggal 18 Agustus 1945, yang rumusan sila
pertamanya menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut penjelasan Muhammad
Hatta, perubahan rumusan tersebut tidak mengubah jiwa semula.
Dalam perjalanan sejarah kenegaraan kita, Piagam Jakarta muncul lagi dalam
konsideran Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tentang kembali kepada UUD 1945. Menurut
Notonagoro, atas dasar Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tersebut, maka sejak berlakunya
Dekrit, sila Ketuhanan Yang Maha Esa mendapat tambahan "(ber)kesesuaian dengan
hakikat Tuhan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan Syari'at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab". Juanda
berpendapat bahwa piagam Jakarta yang diakui sebagai dokumen historis harus
menjadi dasar juga bagi kehidupan hukum di bidang keagamaan.
3
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Di Indonesia dari Masa ke Masa, journal.uii.ac.id
PAGE \* MERGEFORMAT 19
1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.Didalam Undang-undang No. 1 tahun 1974,
hukum agama antara lain menentukan sahnya perkawinan.
Pada akhirnya, di periode ini, status hukum Islam tetaplah samar-samar. Isa Ashary
mengatakan, Kejadian mencolok mata sejarah ini dirasakan oleh umat Islam sebagai
suatu ‘permainan sulap’ yang masih diliputi kabut rahasia suatu politik pengepungan
kepada cita-cita umat Islam.
PAGE \* MERGEFORMAT 19
bawah. Hal ini terjadi karena adanya gesekan kepentingan pemerintah yang
kebijakannya terkadang memberikan tekanan pada ruang gerak muslim, khususnya
dalam hal yang terkait dengan politik. Hal lain yang mewarnai perkembangan Islam
di Indonesia adalah terbentuknya beberapa partai Islam yang kemudian mencoba
memasuki dunia politik dengan memperkuat benteng kekuatan masing-masing untuk
ikut serta dalam pertarungan perebutan kekuasaan di Indonesia.
Mencermati perjalanan sejarah yang ada pada masa pasca kemerdekaan, kesadaran
umat Islam untuk melaksanakan hukum Islam boleh dikatakan semakin meningkat.
Perjuangan mereka atas hukum Islam tidak berhenti hanya pada tingkat pengakuan
hukum Islam sebagai subsistem hukum yang hidup di masyarakat, tetapi sudah
sampai pada tingkat lebih jauh, yaitu legalisasi dan legislasi. Mereka menginginkan
hukum Islam menjadi bagian dari sistem hukum Nasional, bukan semata subtansinya,
tetapi secara legal formal dan poisitif. Fenomena ini pertama kali muncul setidaknya
berbarengan dengan lahirnya Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945, di mana sila pertama
berbunyi: “Ketuhanan yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syari’at agama
Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Perjuangan bagi legislasi hukum Islam mulai
meredup setelah pada tanggal 18 Agustus 1945, team sukses dari golongan Islam
tidak mampu mempertahankan tujuh kata terakhir dari hiruk pikuk polarisasi dasar
Negara. Dengan hilangnya tujuh kata tersebut, menjadi sulit untuk melegal-positipkan
hukum Islam dalam bingkai konstitusi Negara.4
4
Harun, SUHUF, Vol. 21, No. 2, November 2009: 151-171
PAGE \* MERGEFORMAT 19
Hazairin disebut dengan teori iblis. Kedua, teori receptie a Contrario yang
dikemukakan opleh Sayuti Thalib, bahwa hukum yang berlaku bagi rakyat Indonesia
adalah hukum agamanya, hukum adat hanya berlaku, jika tidak bertentangan dengan
hukum agama. Ketiga, teori eksistensi, yang dikemukakan oleh Ihtjanto. Teori ini
sebenarnya hanya mepertegas teori receptive a contrario dalam hubungan dengan
hukum nasional. Menurut teori eksistensi ini, hukum Islam mempunyai spesifiksi:
a) telah ada dalam arti sebagai bagian integral dari hukum Nasional
b) telah ada dalam arti dengan kemandirian dan kekuatan kewibawaanya, ia
diakui oleh hukum nasional serta diberi status sebagai hukum nasional
c) telah ada dalam arti norma hukum Islam berfungsi sebagai penyaring bahan-
bahan hukum nasional
d) telah ada dalam arti bahan utama dan sumber hukum Nasional.5
Kendati demikian, sebenarnya dapat dikatakan bahwa pada masa Orde Lama posisi
hukum Islam tidaklah lebih baik dari masa penjajahan Belanda. Pandangan Soekarno
terhadap Islam sepertinya sangat sekularistik. Kendati pada awal terbentuk Negara
Indonesia, dalam sidang BPUPKI Soekarno dapat menerima dan setuju dengan
keberadaan Piagam Jakarta. Namun setelah Soe- karno berkuasa keberpihakannya
kepada Islam semakin berkurang.
Sebenarnya gagalnya piagam Jakarta menjadi bagian dari UUD Negara, hukum Islam
berada pada posisiyang tidak menguntungkan. Tidaklah berlebihan, jika diandaikan
Piagam Jakarta menjadi bagian dari Undang-Undang Dasar, proses transformasi
hukum Islam menjadi hukum Nasional akan berlangsung sangat cepat dan akan
mencapai lebih dari apa yang dapat kita rasakan saat ini. Bagaimanapun Piagam
Jakarta bukanlah satu keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara Islam
dan gagasan ini telah disadari tidak mungkin. Sebenarnya yang mereka inginkan
adalah bagaimana hukum Islam sebagai hukum yang hidup dan telah mengalami
5
Abdul Halim, Peradilan Agama dalam Politik Hukum Islam di Indonesia, Jakarta. Raja Grafindo,
2000. Hal. 83-84.
PAGE \* MERGEFORMAT 19
kristalisasi dalam masyarakat muslim diakui keberadaanya dalam makna yang
sebenarnya.
Kenyataan Piagam Jakarta hanya menjadi catatan sejarah saja. Dengan demikian,
keinginan untuk mentrasformasikan hukum Islam menjadi hukum nasional terlambat
sekitar 29 tahun (1945-1974). Era ini yang menjadikan hubungan antara Islam dan
Negara menjadi tidak harmonis. Setidaknya pada masa Soekarno hubungan yang
tidak harmonis ini mencapai puncaknya pada tahun 1955 yang dikenal dengan
perdebatan di Konstituante.6 Era ini Soekarno semakin menunjukkan sikapnya yang
tidak begitu simpatik terhadap Islam. Ada sementara orang yang meragukan
keislaman Soekarno semata-mata karena Soekarno adalah musuh agama. Meskipun
demikian, agaknya tidak adil jika tidak menyebut beberapa bentuk perkem- bangan
hukum Islam pada era ini. Setidaknya Departemen Agama yang berdiri pada tanggal
3 Januari 1946 merupakan tonggak sejarah awal dari perjalanan hukum Islam.
Dengan terbentuknya Departemen Agama, kewenangan Peradilan Agama telah
dialihkan dari Menteri Hukum kepada Menteri Agama.
Mungkin tidak terlalu keliru jika dikatakan bahwa Orde Lama adalah eranya kaum
nasionalis dan komunis. Sementara kaum muslim di era ini perlu sedikit merunduk
dalam memperjuangkan cita-citanya. Salah satu partai yang mewakili aspirasi umat
Islam kala itu, Masyumi harus dibubarkan pada tanggal 15 Agustus 1960 oleh
Soekarno, dengan alasan tokoh-tokohnya terlibat pemberontakan (PRRI di Sumatera
Barat). Sementara NU yang kemudian menerima Manipol Usdek-nya Soekarno
bersama dengan PKI dan PNI kemudian menyusun komposisi DPR Gotong Royong
yang berjiwa Nasakom. Berdasarkan itu, terbentuklah MPRS yang kemudian
menghasilkan 2 ketetapan; salah satunya adalah tentang upaya unifikasi hukum yang
harus memperhatikan kenyataan-kenyataan umum yang hidup di Indonesia.7
Meskipun hukum Islam adalah salah satu kenyataan umum yang selama ini hidup di
6
Harun, Perkembangan Hukum Islam Dalam Konfigurasi Politik di Indonesia, Surakarta. Hal. 163
7
Ramly Hutabarat, Kedudukan Hukum Islam. Hal. 140-141
PAGE \* MERGEFORMAT 19
Indonesia, dan atas dasar itu Tap MPRS tersebut membuka peluang untuk
memposisikan hukum Islam sebagaimana mestinya, namun lagi lagi ketidakjelasan
batasan “perhatian” itu membuat hal ini semakin kabur. Dan peran hukum Islam di
era inipun kembali tidak mendapatkan tempat yang semestinya.
Menyusul gagalnya kudeta PKI pada 1965 dan berkuasanya Orde Baru, banyak
pemimpin Islam Indonesia yang sempat menaruh harapan besar dalam upaya politik
mereka mendudukkan Islam sebagaimana mestinya dalam tatanan politik maupun
hukum di Indonesia. Apalagi kemudian Orde Baru membebaskan bekas tokoh-tokoh
Masyumi yang sebelumnya dipenjara oleh Soekarno. Namun segera saja, Orde ini
menegaskan perannya sebagai pembela Pancasila dan UUD 1945. Bahkan di awal
1967, Soeharto menegaskan bahwa militer tidak akan menyetujui upaya rehabilitasi
kembali partai Masyumi.8 Lalu bagaimana dengan hukum Islam?
Meskipun kedudukan hukum Islam sebagai salah satu sumber hukum nasional tidak
begitu tegas di masa awal Orde ini, namun upaya-upaya untuk mempertegasnya tetap
terus dilakukan. Hal ini ditunjukkan oleh K.H. Mohammad Dahlan, seorang menteri
agama dari kalangan NU, yang mencoba mengajukan Rancangan Undang-undang
Perkawinan Umat Islam dengan dukunagn kuat fraksi-fraksi Islam di DPR-GR.
Meskipun gagal, upaya ini kemudian dilanjutkan dengan mengajukan rancangan
hukum formil yang mengatur lembaga peradilan di Indonesia pada tahun 1970.
Upaya ini kemudian membuahkan hasil dengan lahirnya UU No.14/1970, yang
mengakui Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan yang berinduk pada
Mahkamah Agung. Dengan UU ini, dengan sendirinya menurut Hazairin hukum
Islam telah berlaku secara langsung sebagai hukum yang berdiri sendiri.9
Penegasan terhadap berlakunya hukum Islam semakin jelas ketika UU no. 14 Tahun
1989 tentang peradilan agama ditetapkan. Hal ini kemudian disusul dengan usaha-
usaha intensif untuk mengompilasikan hukum Islam di bidang-bidang tertentu. Dan
8
Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, hal. 111-112
9
Ramly Hutabarat, Kedudukan Hukum Islam, hal. 149-150 dan 153
PAGE \* MERGEFORMAT 19
upaya ini membuahkan hasil saat pada bulan Februari 1988, Soeharto sebagai
presiden menerima hasil kompilasi itu, dan menginstruksikan penyebarluasannya
kepada Menteri Agama.
Perkembangan Islam pada masa orde lama, (masa berlakunya UUD 1945, Konstitusi
RIS 1949 dan UUDS 1950) berada pada tingkat pengaktualisasian ajaran agama
untuk dijadikan sebuah dasar dalam bernegara. Di samping perkembangan pemikiran
keislaman oleh cendikiawan Muslim di Lingkungan Islam seperti di IAIN, pesantren,
organisasi Islam, corak pemikiran di IAIN menjadi salah satu kiblat perkembangan
pemikiran Islam di Indonesia. Itu ditandai dengan maraknya kajian keagamaan yang
menggunakan pendekatan ilmu social. Pada bidang pendidikan Islam, pesantren
merupakan institusi pendidikan keagamaan yang pertama di Indonesia. Pada awalnya
PAGE \* MERGEFORMAT 19
pesantren lebih merupakan lembaga keagamaan daripada lembaga pendidikan agama.
Seiring dengan perkembangan zaman pesantren menjadi lembaga pendidikan agama
yang mengajarkan materi keagamaan dan mulai mengadopsi sistem modern sehingga
pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu keagamaan, tetapi juga pelajaran umum
dengan menggunakan teknologi maju. Pada masa ini pula, perkembangan yang perlu
dicatat adalah munculnya ide reformasi fiqh yang diusulkan oleh ulama Indonesia,
misalnya Hasbi al-Shiddieqy dan Hazairin, Hasbi al-Shiddieqy mengajukan konsep
“Fiqh Indonesia” dan berusaha menekankan pentingnya merevisi fiqh tradisional
yang tidak mempertimbangkan karakteristik komunitas Islam di Indonesia.
Sedangkan Hazairin mengajukan konsep “Fiqh Mazhab Nasional” dengan rujuan agar
lebih relevan dengan adat dan budaya di Indonesia.
Pada masa orde lama, dalam kenyataannya hukum Islam tidak mengalami
perkembangan yang berarti dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Bahkan
dapat dikatakan pada masa itu hukum Islam berada pada masa yang amat suram.
Dikarenakan tindakan yang dilakukan pemerintah orde lama untuk mendegradasikan
lahirnya ideologi “Nasakom”, tindakan tersebut sangat tidak masuk akal karena Islam
sebagai agama tauhid tidak mungkin bisa disatukan dengan komunis sehingga
tindakan tersebut mendapat reaksi yang keras dari pemimpin-pemimpin Islam
Pada masa kemerdekaan, Prof. DR. Hazairin memunculkan teori Receptie Exit dan
Sayuti Thalib dengan teori Receptie a contrario yaitu teori yang mengatakan bahwa
hukum adat baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam. Sebagai
kelanjutan dari teori Receptie Exit dan teori Receptie a contrario, Ichtiyanto
melahirkan teori eksistensi. Teori ini menerangkan hukum Islam berada dalam hukum
nasional sebagai bagian yang integral. Di masa kemerdekaan ini hukum Islam
mengalami dua periode, yaitu periode persuasive-source dan authoritative-source.
PAGE \* MERGEFORMAT 19
Periode persuasive adalah periode penerimaan hukum Islam sebagai persuasive.
Periode kedua, authoritative-source.
Karakteristik Hukum Islam Pada Masa Kemerdekaan dan Orde Lama yaitu masih
samar-samar dalam artian belum ada kepastian dalam posisinya di mata hukum
nasional, baik dalam Mukaddimah maupun batang tubuh UUD Sementara 1950.
Pada periode tersebut juga posisi hukum Islam juga dapat dikatakan tidaklah lebih
baik dari masa penjajahan Belanda. Hukum Islam tidak mengalami perkembangan
yang berarti Bahkan mengalami masa amat suram. Dan juga dengan proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia dan keberlakuan UUD 1945 pada tanggal 17 dan 18
Agustus 1945, kedudukan Hukum Islam secara umum tidak diubah dan masih
berfungsi sebagai sistem hukum khusus orang Islam di bidang tertentu. Hal ini
dikarenakan bahwa pada era tersebut eranya kaum nasionalis dan komunis, sehingga
hukum islam tidak memiliki otoritas yang kuat.
Bila mempelajari sejarah hukum Hindia Belanda mengenai kedudukan hukum Islam,
maka terbagi dalam dua periode yaitu:
2.) Periode penerimaan hulcum Islam oleh hukum adat (theorie receptie). Hukum
Islam baru berlaku bila dikehendaki atau diterima oleh hukum adat, berdasarkan
pendapat Snouck Hurgronje yang dituangkan dalam Undang-undang Dasar Hindia
Belanda. Pendapat ini ditentang keras oleh Hazairin dan menganggap teori tersebut
PAGE \* MERGEFORMAT 19
adalah teori Iblis karena mengajak orang Islam untuk tidak mematuhi dan
melaksanakan perintah Allah dan sunnah Rasulnya.
Menurut Hazairin norma dasar yang tercantum dalam pasal 29 ayat (1) tersebut
tafsirannya adaIah sebagai berikut:10
10
Hazairin, Demokrasi Pancasila, (Jakarta : Tintamas, 1973), hlm. 18
11
Nunung Wirdyaningsih, Hukum Islam Dan Pelaksanaannya Di Indonesia, Oktober-Desember 2001
PAGE \* MERGEFORMAT 19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum Islam sebagai hukum yang hidup tetap akan ada sebagai kelengkapan dari
hukum nasional. Penerapan dan penegakan hukum Islam di Indonesia dapat
dituangkan ke dalam hukum nasional baik melalui hukum positif Islam maupun
melalui nilai-nilai hukum Islam yang berlaku bagi seluruh warga negara. Keduanya
dipengaruhi oleh political will yang akan membentuk politik hukum perundang-
PAGE \* MERGEFORMAT 19
undangan.
Untuk menuangkan hukum Islam yang terdapat di al-Quran dan Hadits menjadi suatu
bentuk perundang-undangan diperlukan rechtskunst (seni menyusun undang-undang).
Membuat undang-undang adalah perbuatan politik karena itu tidak dapat dilepaskan
dari persoalan politik. Yang menjadi pertanyaan adalah politik yang bagaimana yang
dapat meyakinkan masyarakat, khususnya Badan Pembuat Undang-undang bahwa
norma-norma dalam al-Quran itu apabila dituangkan dalam bentuk undang-undang
atau benruk peraturan perundang-undangan lainnya, dapat memenuhi keadilan setiap
orang.
B. Saran
Apabila kita tinjau masalah pembudayaan hukum Islam dalam kaitannya dengan
pembenrukan hukum di masa akan datang serra ragam politik hukum yang akan
mendasarinya berkaitan dengan "struktur" suatu sistem hukum, maka memahami
teori tentang pertingkatan hukum (stufenbau des rechts hierarchie) menjadi relevan.
Teori peningkatan hukum beranggapan bahwa berlakunya suatu hukum harus dapat
dikembalikan kepada hukum yang lebih tinggi kedudukannya. Hal tersebut dapat kita
uraikan sebagai berikut :
PAGE \* MERGEFORMAT 19
DAFTAR PUSTAKA
Halim, Abdul. Peradilan Agama dalam Politik Hukum Islam di Indonesia, Raja
Grafindo, Jakarta 2000.
Effendy, Bahtiar. Islam dan Negara, Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik
PAGE \* MERGEFORMAT 19
Islam di Indonesia, Paramadina, Jakarta, Oktober 1998.
PAGE \* MERGEFORMAT 19