Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pelayanan Askep, yang diampu oleh :
Dr Mulyati,SKp, M.Kes
Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
MAGISTER KEPERAWATAN
CIMAHI 2023
1
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT karena berkat rahmat dan
karuaniaNya, kelompok dapat menyelesaikan Tugas Kelompok Mata kuliah Manajemen
Pelayanan Askep dengan membuat makalah dengan judul “Macam-Macam Gaya
Kepemimpinan” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini kelompok mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen mata kuliah Manajemen Pelayanan Askep yang telah memberikan tugas terhadap
kelompok sehingga kelompok dapat mempelajari materi sebelum penjelesan dari dosen pengajar.
Kelompok menyadari pembuatan penugasan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu dengan keterbatasan kemampuan kelompok, maka kritik dan saran yang membangun
senantiasa kelompok harapkan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok
pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya
Penulis
2
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
REFERENSI ............................................................................................................. 27
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep kepemimpinan dan Evidance Base Management: Macam-
macam gaya kepemimpinan
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui macam-macam gaya kepemimpinan berdasarkan teori
b. Menganalisa penggunaan gaya kepemimpinan dalam keperawatan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa gaya kepemimpinan seseorang merupakan
fungsi dari ke tiga variabel yaitu: pemimpin, orang yang dipimpin dan situasi. (Mugianti. 2016:
11).
Menurut para ahli, terdapat beberapa gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam
suatu organisasi yaitu:
5
pengaruh dari siapa yang mengasuh, situasi, dan lingkungan lainnya, tetapi menurut
teori kontemporer, kepemimpinan seseorang dapat dikembangkan bukan hanya dari
pembawaan sejak lahir. Teori ini mengidentifikasi karakteristik umum tentang
inteligensi, personalitas, dan kemampuan (perilaku). (Nursalam, 2014:86). Teori bakat
muncul karena adanya keyakinan bahwa kemampuan memimpin hanya dimiliki oleh
orang yang dilahirkan dengan bakat tersebut. Teori ini tidak sepenuhnya benar sebab
setiap orang bisa menjadi pemimpin, dan mengembangkan pengetahuan dan
ketrampilan kepemimpinannya. (Mugianti. 2016: 11). Huber, 2014:8 menjelaskan
bahwa kepemimpinan dapat diandalkan dari kemampuan individu untuk menemukan
makna, dan peristiwa untuk belajar dari situasi yang paling sulit.
Ciri-ciri Pemimpin menurut Teori Bakat (Huber, 2014:9) adalah kepemimpinan
memiliki kemampuan untuk bekerja sama, nada vocal yang khas dan menarik, memiliki
integritas dan kemampuan untuk memahami konteks yang disebut dengan pengetahuan
“kapasitas adaptif”, sedangkan menurut Nursalam, (2014: 86); Wibowo, (2014: 267);
Northouse (2013: 23) adalah
Intelegensi, Kepribadian Perilaku
kemampuan
Pengetahuan atau Adaptasi. Kemampuan bekerja
keterampilan sama
kognitif
Keputusan Kreatif Kemampuan interpersonal
Kelancaran Kooperatif Kemampuan diplomasi
berbicara. Siap/siaga Prestise.
Rasa percaya diri
Integritas.
Keseimbangan emosi dan
mengontrol
Independen
Tenang
6
beberapa penelitian menunjukkan semakin tinggi gaya kepemimpinan pada tugas, maka
produktivitas organisai semakin meningkat. Begitu juga jika gaya kepemimpinan makin
tinggi perhatian kepada orang, maka produktivitas organisasi semakin meningkat.
(Putong, 2015: 82).
7
2.2.3 Gaya kepemimpinan menurut teori X dan teori Y
Douglas McGregor (1960) dalam Nursalam, (2014:88) menyebutkan
bahwa perilaku seseorang dalam suatu organisasi dapat dikelompokkan menjadi
dua kutub utama, yaitu sebagai Teori X dan Teori Y. Teori X mengasumsikan
bahwa bawahan itu tidak menyukai pekerjaan, kurang ambisi, tidak mempunyai
tanggung jawab, cenderung menolak perubahan, dan lebih suka dipimpin
daripada memimpin. Sebaliknya Teori Y mengasumsikan bahwa bawahan itu
senang bekerja, bisa menerima tanggung jawab, mampu mandiri, mampu
mengawasi diri, mampu berimajinasi, dan kreatif. Berdasarkan teori ini, gaya
kepemimpinan dibedakan menjadi empat macam yaitu:
2.2.3.1 Gaya kepemimpinan diktator.
Gaya kepemimpinan yang dilakukan dengan menimbulkan ketakutan
serta menggunakan ancaman dan hukuman merupakan bentuk dari
pelaksanaan Teori X.
2.2.3.2 Gaya kepemimpinan otokratis.
Pada dasarnya gaya kepemimpinan ini hampir sama dengan gaya
kepemimpinan diktator namun bobotnya agak kurang. Segala keputusan
berada di tangan pemimpin, pendapat dari bawahan tidak pernah
dibenarkan. Gaya ini juga merupakan pelaksanaan dari Teori X.
2.2.3.3 Gaya kepemimpinan demokratis.
Ditemukan adanya peran serta dari bawahan dalam pengambilan sebuah
keputusan yang dilakukan dengan cara musyawarah. Gaya
kepemimpinan ini pada dasarnya sesuai dengan Teori Y.
2.2.3.4 Gaya kepemimpinan santai.
Peranan dari pemimpin hampir tidak terlihat karena segala keputusan
diserahkan pada bawahan. Gaya kepemimpinan ini sesuai dengan Teori
Y (Azwar, 1996).
8
2.2.4.3 Partisipatif.
Pemimpin berkonsultasi dengan bawahan untuk mendapatkan masukan
dan saran dalam rangka pengambilan sebuah keputusan.
2.2.4.4 Berorientasi tujuan.
Pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan
bawahan berusaha untuk mencapai tujuan tersebut dengan seoptimal
mungkin.
2.2.5 Gaya kepemimpinan Situasionan menurut Hersey dan Blanchard (1977)
dalam Wibowo, (2014:276)
Bebebrapa gaya kepemimpinan dan ciri-ciri pada tiap gaya kepemimpinan
menurut Hersey dan Blanchard (1997) dalam Nursalam, (2014:88), Wibowo,
(2014:276) yaitu:
9
2.2.5.2 Konsultasi
Tinggi tugas dan tinggi hubungan, komunikasi dua arah, peran
pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
cukup besar, bawahan diberi kesempatan untuk memberi masukan, dan
menampung keluhan.
2.2.5.3 Partisipasi
Tinggi hubungan tapi rendah tugas, pemimpin dan bawahan bersama-
sama memberi gagasan dalam pengambilan keputusan.
2.2.5.4 Delegasi
Rendah hubungan dan rendah tugas, komunikasi dua arah, terjadi
diskusi dan pendelegasian antara pemimpin dan bawahan dalam
pengambilan keputusan pemecahan masalah.
10
m. Kasar dalam bersikap
n. Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh
pimpinan
Jika ditunjukkan dalam struktur organisasi, gaya kepemimpinan akan
terlihat seperti bagan dibawah ini.
Pimpinan
Bawahan
Arah hubungan
Bagan 2.2
Gaya kepemimpinan otoriter
(Putong, 2015: 84)
2.2.6.2 Demokratis
11
k. Tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung bersama-sama
Jika ditunjukkan dalam struktur organisasi, gaya kepemimpinan akan
terlihat seperti bagan dibawah ini.
Pimpinan
Bawahan
Arah hubungan
Bagan 2.3 Gaya kepemimpinan otoriter (Putong, 2015: 85)
12
kerja dengan bawahanya yang dicirikan dengan saling percaya, menghargai
gagasan serta peka terhadap bawahan. (Putong, 2015:89).
Empat gaya kepemimpinannya Fliesmen & Haris dalam (Putong, 2015:89)
dapat dilihat dalam bagan dibawah ini:
2.2.7.1 Gaya pimpinan pemrakarsa tinggi & pertimbangan tinggi: gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada tujuan serta kebutuhan bawahan
2.2.7.2 Gaya pimpinan pemrakarsa tinggi & pertimbangan rendah: gaya
kepemimpinan dengan perharian tinggi baik terhadap pencapaian tujuan
tetapi kurang memperhatikan kebutuhan bawahan.
2.2.7.3 Gaya pimpinan pemrakarsa tinggi & pertimbangan rendah: gaya
kepemimpinan dengan perharian rendah baik terhadap pencapaian
tujuan maupun kebutuhan bawahan
2.2.7.4 Gaya pimpinan pemrakarsa rendah & pertimbangan tinggi: gaya
kepemimpinan dengan kurang memperhatikan pencapaian tujuan tetapi
perhatian tinggi terhadap bawahan.
Bagan 2.4 Gaya kepemimpinan Fliesmen & Haris (Putong, 2015: 85)
Ciri gaya kepemimpinan ini antara lain:
a. Struktur pemrakarsa / tugas (initiating structure)
a) Mengutamakan tercapainya tujuan
b) Mementingkan produksi yang lebih tinggi
c) Mengutamakan penyelesaian tugas menurut jadwal
d) Melaksanakan tugas melalui prosedur yang ketat
e) Melakukan pengawasan ketat
f) Penilaian berdasarkan hasil kerja
b. Pertimbangan / tenggang rasa (consideration)
13
a) Memperhatikan kebutuhan bawahan
b) Berusaha menciptakan saling percaya
c) Simpati terhadap perasaan bawahan
d) Memiliki sifat bersahabat
e) Menumbuhan peran serta bawahan dalam pengambilan
keputusan
f) Lebih mengutamakan pengarahan diri, dispilin diri dan
mengontrol diri.
Fliesmen & Haris mengemukakan bahwa pemimpin yang berprilaku
pemrakarsa tinggi dan pertimbangan tinggi merupakan gaya kepemimpinan yang
lebih efektif dengan indicator produktivitas meningkat, kepuasan kerja meningkat.
(Putong, 2015: 91).
14
mengevaluasi pekerjaan sesuai dengan caranya sendiri. Pimpinan hanya
sebagai sumber informasi dan pengendalian secara minimal.
15
2.2.9.2 Gaya 1.9 disebut (missionary) disebut country club management
Gaya pimpinan mempunyai nilai rendah baik terhadap produksi dan
tinggi terhadap orang. Gaya ini berorientasi pada manusia.
2.2.9.3 Gaya 5.5 disebut (compromiser) disebut middle of the road style
Gaya pimpinan dengan perhatian madya baik terhadap produksi
maupun terhadap orang. Gaya ini merupakan gaya kepemimpinan yang
berimbang, disebut manajemen jalan tengah.
2.2.9.4 Gaya 9.1 disebut (autocrat)
Gaya pimpinan dengan perhatian tinggi terhadap produksi dan rendah
terhadap orang. Gaya ini merupakan gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas, disebut manajemen tugas.
2.2.9.5 Gaya 9.9 disebut (excecutive)
Gaya pimpinan dengan perhatian tinggi terhadap produksi maupun
orang. Gaya ini merupakan gaya kepemimpinan yang terbaik, disebut
manajemen tim atau demokratis.
Ciri gaya kepemimpinan ini antara lain:
a. Perilaku terhadap gaya pimpinan produksi
a) Mengutamakan tercapaian tujuan
b) Mementingkan produksi yang tinggi
c) Mengutamakan penyelesaian tugas menurut jadwal
d) Lebih banyak melakukan pengarahan
e) Melaksanakan tugas dengan prosedur yang tepat
f) Penilan berdasarkan hasul
b. Perilaku terhadap gaya pimpinan orang
a) Memperhatikan kebuutuhan bawahan
b) Berusaha menciptakan saling percaya dan saling menghargai
c) Simpati terhadap perasaan bawahan
16
rendah pegawai rendah pada orang rendah
Struktur tugas rendah Perhatian pada pekerjaan Perhatian terhadap
dan tenggang rasa rendah & perhatian pada produksi rendah dan
pegawai tinggi pada orang tinggi
tinggi
Struktur tugas tinggi Perhatian pada pekerjaan Perhatian terhadap
dan tenggang rasa tinggi & perhatian pada produksi tinggidan pada
pegawai tinggi orang rendah
rendah
Struktur tugas tinngi Perhatian pada pekerjaan Perhatian terhadap
dan tenggang rasa tinggi dan pegawai tinggi produksi dan orang
tinggi
tinggi
Perhatian pada pekerjaan Perhatian terhadap
dan pegawai sama besar produksi dan orang sama
besar
17
BA III
PEMBAHASAN
3.1 Analisa Jurnal
Pada Bab ini membahas analisa jurnal gaya kepemimpinan berdasarkan analisa
PICOT.
3.1.1 Judul: “The Relationship Between Leadership Style and Nurse-To-
Nurse Incivility: Turning The Lens Inward”
Outhor: Kaisier, (2016)
Populasi:
Survey 237 perawat menggunakan layanan on line survey monkey
Intervensi:
Mengukur perilaku dan gaya kepemimpinan perawat dan tingkat
ketidaksopanan perawat dibawah tanggung jawab mereka. Menggunakan survey
kepemimpiana Vansimpco yang telah diuji validitas dan releabel dengan 15
pertanyaan untuk menilai keterlibatan perawat dalam pengambilan keputusan,
hubungan antara pemimpin dan bawahan. 10 pertanyaan dibagian kepemimpinan
dengan satu gaya dominan. Peserta diminta untuk fokus pada atasan perawat
selama tiga bulan untuk mengkategorikan gaya kepemimpinan yang dominan.
Item ketidak sopanan dikembangkan menggunakan konsepsi ketidaksopanan
dimana para responden diminta untuk mempertimbangkan rekan kerja sesama
perawat, perilaku pada unit, tidak termasuk perilaku supervisor, Frekuensi
perilaku mulai dari hampir tidak pernah-kadang kadang, speraruh waktu, selalu
untuk menilai ketidak sopanan. Bagian ketidak sopanan ditinjau oleh lima
perawat dengan pengalaman 20 tahun. Survey dilakukan 42 perawat diunit yang
terpisah dan diulang pada perawat yang sama 11 hari setelah survey sebelumnya
untuk menguji reliabel.
18
Komparison : Tidak ada
Hasil:
Gaya kepemimpinan demokrasi dan otokratis memiliki korelasi yang
sedang dengan koefisien (r (235) = 0,45 dan 0,44,P <0,5). Masing-masing
memiliki efek terbalik pada level ketidaksopanan. Ukuran efek Cohen untuk gaya
menunjukkan ada pengaruh moderate. Kepemimpinan Laissez-faire adalah gaya
kedua yang paling sering digunakan dalam sampel, tetapi memiliki efek kecil
secara statistik pada ketidaksopanan (r (235) = 0,17, P <0,05). Tingkat
Kepemimpinan laissez-faire menghasilkan rata-rata tertinggi kedua tingkat
ketidaksopanan (M = 2,29). Sulit untuk menarik kesimpulan data berdasarkan
sampel ini untuk kepemimpinan laissez-faire karena hanya terlihat pada level
moderate. Kepemimpinan transaksional adalah yang paling sering digunakan
sebagai gaya kepemimpinan, tetapi tidak dampak signifikan pada tingkat
ketidaksopanan (F1,231 = 0,02P> 0,05).
Kesimpulan Hasil:
Gaya kepemimpinan bukanlah faktor defenitif ketidaksopanan tetapi
perilaku pemimpin berdampak pada tingkat ketidak sopanan antara staff perawat.
Hubungan antara pemimpin dan staff dan pemberdayaan staff memiliki dampak
yang kuat terhadap ketidaksopanan.
Waktu: Dilakukan selama tiga bulan
19
kepemimpinan manajer anda, Peningkatan apa yang anda ingin lihat dalam gaya
kepemimpinan manajer anda.
Komparison : Tidak ada
Hasil:
Semua peserta perawat melaporkan bahwa kepala perawat adalah manajer /
pemimpin mereka langsung Mayoritas (85,7%) dari peserta penelitian (n = 30)
memiliki gelar sarjana keperawatan dan sekitar setengah (48,6) dari peserta
berasal dari India (n = 17). Rata-rata lama kerja peserta di lembaga adalah 46,3
bulan (SD = 22,2, kisaran 12-84), sedangkan total rata-rata pengalaman
keperawatan mereka adalah 91,0 bulan (SD = 43,2, range = 5-204). Mayoritas
(57%) perawat (n = 20) mengklasifikasikan tahap perkembangan keperawatan
mereka sebagai mahir menurut Benner (1984). Para peserta menggambarkan
empat tema utama yang berkaitan dengan gaya kepemimpinan yang mereka
temui. Ini adalah: relasional; istimewa; rantai komunikasi; dan gaya
kepemimpinan yang tidak efektif.
a. Gaya kepemimpinan Relasional
Peserta penelitian melihat sifat hubungan dengan cara yang berbeda.
Beberapa peserta memandang sifat hubungan sebagai profesional,
mendukung, kooperatif, memahami, dan memecahkan masalah, sedangkan
yang lain memandang sifat hubungan sebagai tidak percaya, mendikte,
dan memerintah. Sebagian besar peserta memandang hubungan sebagai
sarana untuk memberikan perawatan pasien yang aman dan berkualitas.
Hubungan itu dipandang sebagai kerja sama antara perawat lingkungan
dan tim kepemimpinan keperawatan untuk menghasilkan hasil pasien
sebaik mungkin.
b. Gaya kepemimpinan Preferential
Sekitar 90% tenaga keperawatan adalah non-Saudi, dari negara-
negara termasuk Filipina, Pakistan, India, Yordania, Mesir, Malaysia, dan
Afrika Selatan. Respons informan terhadap pertanyaan wawancara
menyarankan kepala perawat memperlakukan perawat yang berasal dari
negara asal yang sama dengan lebih baik. Seperti yang dikatakan salah
satu informan, Beberapa peserta tidak puas karena gaya preferensial yang
digunakan oleh kepala perawat. Mereka menceritakan banyak kisah
tentang bagaimana kewarganegaraan kepala perawat memainkan peran
utama dalam promosi, evaluasi tahunan, perencanaan liburan, tugas
pasien, dan jadwal perawatan bulanan. Salah satu peserta memberikan
contoh gaya kepemimpinan preferensial dengan menyatakan: “Jika
kepala perawatnya India, maka semua perawat India di unit akan
20
memiliki tugas pasien yang baik dan perawat yang di charge adalah
perawat yang berasal dari India”.
c. Gaya kepemimpinan rantai komunikasi
Semua perawat dapat mengidentifikasi rantai komunikasi dan
institusi, yang terdiri dari: perawat/kepala perawat, direktur keperawatan,
dan chif nurse officer (CNO). Jika kepala perawat tidak dapat
menyelesaikan masalah maka perawat ruangan dapat melakukan
pendekatan kepada direktur keperawatan. Jika ingin mendekati CNO
mereka menulis surat dengan persetujuan kepala perawat dan direktur
keperawatan. Perawat ruangan tidak diijinkan langsung ke CNO.
d. Gaya kepemimpinan yang tidak efektif
Tema ini muncul melalui diskusi perbaikan yang ingin dilihat oleh
perawat ruangan terhadap manejer keperawatan mereka. Saran partisipan
adalah:
a) Hilangkan favoritisme dalam kepemimpinan
b) Lakukan kesetaraan antar tim
c) Komunikasi terbuka dengan tim, CNO
d) Tingkatkan hubungan antara perawat dengan manajer
e) Tidak ada teriakan,
f) Kejujuran, tidak ada kecurangan
g) Training untuk menjadi pemimpin yang baik
h) Lakukan survey tahunan tentang kepuasan pimpinan
i) Evaluasi kepala perawat melalui umpan balik staff
j) Fleksibel berkenaan dengan rencana liburan, penugasan pasien dan
jadwal kerja
Kesimpulan hasil:
Gaya kepemimpinan yang digunakan oleh manajer perawat memiliki dampak
besar pada kepuasan, turnover, dan kualitas perawatan pasien yang mereka
berikan.
Waktu: Satu perawat dilakukan wawancara selama 25 – 30 menit
3.2 Pembahasan
Dari hasil penelitian diatas maka dapat disimpulkan bahwa inti utama dari
kepemimpinan adalah adanya hubungan antara gaya kepemimpinan yang dianut seorang
manager keperawatan terhadap kualitas kerja perawat/bawahan, performa organisasi,
dapat menurunkan angka turnover staf. Gaya kepemimpinan berdampak pada hubungan
dengan staff yang mempengaruhi kepuasan staff, tutnover perawat, serta kualitas
perawatan pasien yang akan diberikan.
21
Manager keperawatan perlu berlatih untuk menjadi pemimpin yang bisa
mempengaruhi staff untuk mencapai tujuan bersama yang dilakukan secara sukarela dari
staff yang dipimpinya. Tujuan kepemimpinan dalam keperawatan untuk meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan mendukung pelayanan
keperawatan yang efektif dan efisien.
BAB IV
4.1 Kesimpulan
Kepemimpinan (leadership) merupakan aspek penting bagi seorang pemimpin,
sebab pemimpin harus mampu melakukan aktivitas dan peran kepemimpinannya untuk
merencanakan, menggerakkan, memotivasi, serta mengendalikan anggotanya untuk
mencapai tujuan yang telah disepakati. Gaya kepemimpinan dapat diaplikasikan
dilingkungan tempat seseorang memmpin untuk memotivasi anggotanya.
Seorang pemimpin harus mampu memilih perilaku kepemimpinan yang tepat
digunakan, disamping kemampuan berkomunikasi secara efektif kepada anggota
kelompoknya. Pada akhirnya diperoleh kualitas kualitas keperawatan, kepuasan bagi
staff, pasien serta keluarga.
4.2 Saran
4.2.1 Seorang pemimpin perlu belajar tentang kepemimpinan yang baik dari lingkungan
kehidupanya sehari – hari
4.2.2 Seorang pemimpin perlu memupuk jiwa kepemimpinannya sejak dini
4.2.3 Seorang pemimpin mampu mengenali, menggali kekuatan dan kelemahanya
sendiri sebelum memmpin orang lain
22
REFERENSI
Colquitt, Jason., Lepine., dan Wesson. (2011). Organizational Behavior. New York: McGraw-
Hill
Kaiser, J.A. (2016). The Relationship Between Leadership Style and Nurse-To-Nurse Incivility:
Turning The Lens Inward. Journal of Nursing Managemen, 4(2), 97–104. DOI:
10.1111/jonm.12447 2016 John Wiley & Sons Ltd. Diakses 29 Februari, 2020.
Putong, I.S. (2015). Kepemimpinan: Kajian Teoritis Dan Praktis. Jakarta: Penerbit Buku &
Artikel Karya Iskandar Putong.
Saleh., Connor., Subhi., Alkattan., Haribi., and Patton. (2018). The Impact of Nurse Managers’
Leadership Styles On Ward Staff. British Journal of Nursing. Vol 27, No 4.
23
24