Anda di halaman 1dari 24

MACAM-MACAM GAYA KEPEMIMPINAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pelayanan Askep, yang diampu oleh :

Dr Mulyati,SKp, M.Kes

Disusun Oleh :

KELOMPOK 1

LB JAENABUN HABIBILLAH AHMAD 2350311030

NENENG NURDIANTI NINGSIH 2350311036

MAGISTER KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN

UNIVERSITAS JEDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI 2023

1
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT karena berkat rahmat dan
karuaniaNya, kelompok dapat menyelesaikan Tugas Kelompok Mata kuliah Manajemen
Pelayanan Askep dengan membuat makalah dengan judul “Macam-Macam Gaya
Kepemimpinan” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini kelompok mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen mata kuliah Manajemen Pelayanan Askep yang telah memberikan tugas terhadap
kelompok sehingga kelompok dapat mempelajari materi sebelum penjelesan dari dosen pengajar.
Kelompok menyadari pembuatan penugasan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu dengan keterbatasan kemampuan kelompok, maka kritik dan saran yang membangun
senantiasa kelompok harapkan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok
pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya

Bandung, 1 Maret 2024

Penulis

2
Daftar Isi

Halaman Judul .......................................................................................................... 1

Kata Pengantar .......................................................................................................... 2

Daftar Isi .......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 4

1.2 Tujuan ........................................................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tiori Bakat ……………..................................................................................... 7

2.2Teori Perilaku …………………………………………………………………..… 8

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Analisa Jurnal ……………………………………………………………………… 21

3.2 Pembahasan ……………………………………………………………………… 25

BAB IV Kesimpulan & Saran

4.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 26

4.2 Saran ………………………………………………………………………. 26

REFERENSI ............................................................................................................. 27

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kepemimpinan dalam satu organisasi berperan penting terhadap kemajuan suatu
organisasi. Kesuksesan suatu organisasi tidak hanya dari pengikut yang berkualitas
namun didukung oleh pememimpin yang berkualitas melalui penerapan visi, misi,
falsafah serta tujuan organisasi. Sekitar 20% kesuksesan organisasi ditentukan oleh
kepemimpinan, selebihnya adalah hasil pengikut (Timotius, 2016:12). Kepemimpinan
digunakan untuk mengarahkan individu-individu pada tujuan organisasi. Suatu organisasi
membutuhkan model kepemimpinan yang baik dan tepat untuk meraih efektivitas yang
optimal.
Seorang manager keperawatan atau pimpinan keperawatan disebuah rumah sakit,
setiap harinya perlu menggunakan proses manajemen untuk mencapai tujuan rumah sakit
yang telah ditetapkan. Seorang manager keperawatan harus memiliki keterampilan
kepemimpinan sehingga menunjang program efektif dan efisiensi dalam pengelolaan
asuhan keperawatan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(Suyanto, 2009). Pemimpin adalah seseorang yang memiliki pengaruh sedangkan
kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain. (Mugianti,
2016:8). Pemimpin keperawatan yang professional dapat ditentukan dari gaya
kepemimpinan keperawatan di tempat pelayan kesehatan. Gaya kepemimpinan seseorang
dipengaruhi dari kepribadian orang itu sendiri serta pengalaman yang dialami dalam
kehidupannya, gaya kepemimpinan seseorang sangat bervariasi dan berbeda-beda.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep kepemimpinan dan Evidance Base Management: Macam-
macam gaya kepemimpinan
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui macam-macam gaya kepemimpinan berdasarkan teori
b. Menganalisa penggunaan gaya kepemimpinan dalam keperawatan

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kepemimpinan menurut Colquitt, Lepine, dan Wesson (2011:483) adalah sebagai


penggunaan kekuasaan dan pengaruh untuk mengarahkan aktivitas pengikutnya untuk mencapai
suatu tujuan. Menurut Wibowo (2014: 265) kepemimpinan adalah kemampuan individu dengan
menggunakan kekuasaanya melakukan proses mempengaruhi, memotivasi dan mendukung
usaha yang memungkinkan orang lain memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi.
Dari dua pengertian kepemimpinan diatas kelompok menyimpulkan kepemimpinan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi anggota kelompoknya untuk mencapai suatu tujuan yang
ditetapkan.
Gillies (1970) dalam Nursalam, (2014:87), gaya kepemimpinan dipengaruhi perilaku
pimpinan itu sendiri, dimana perilaku dipengaruhi oleh pengalaman bertahun – tahun dalam
kehidupanya. Gaya kepemimpinan merupakan cara seseorang memanfaatkan kekuatan yang
tersedia untuk memimpin orang lain. Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang
berbeda. (Mugianti. 2016: 11). Ada 3 faktor yang menjadi kunci gaya kepemimpinan seseorang
yang merupakan faktor yang saling melengkapi dan mempengaruhi satu sama lainnya, yaitu:
pemimpin itu sendiri, orang yang dipimpin dan situasi, seperti pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.1 Gaya kepemimpinan

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa gaya kepemimpinan seseorang merupakan
fungsi dari ke tiga variabel yaitu: pemimpin, orang yang dipimpin dan situasi. (Mugianti. 2016:
11).
Menurut para ahli, terdapat beberapa gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam
suatu organisasi yaitu:

2.1 Teori Bakat


Menekankan bahwa setiap orang adalah pemimpin (pemimpin dibawa sejak lahir
bukan didapatkan) dan mereka mempunyai karakteristik tertentu yang membuat mereka
lebih baik dari orang lain (Marquis dan Huston, 1998 dalam Nursalam, 2014: 86). Teori
ini disebut juga sebagai Great Man Theory. Teori bakat mengabaikan dampak atau

5
pengaruh dari siapa yang mengasuh, situasi, dan lingkungan lainnya, tetapi menurut
teori kontemporer, kepemimpinan seseorang dapat dikembangkan bukan hanya dari
pembawaan sejak lahir. Teori ini mengidentifikasi karakteristik umum tentang
inteligensi, personalitas, dan kemampuan (perilaku). (Nursalam, 2014:86). Teori bakat
muncul karena adanya keyakinan bahwa kemampuan memimpin hanya dimiliki oleh
orang yang dilahirkan dengan bakat tersebut. Teori ini tidak sepenuhnya benar sebab
setiap orang bisa menjadi pemimpin, dan mengembangkan pengetahuan dan
ketrampilan kepemimpinannya. (Mugianti. 2016: 11). Huber, 2014:8 menjelaskan
bahwa kepemimpinan dapat diandalkan dari kemampuan individu untuk menemukan
makna, dan peristiwa untuk belajar dari situasi yang paling sulit.
Ciri-ciri Pemimpin menurut Teori Bakat (Huber, 2014:9) adalah kepemimpinan
memiliki kemampuan untuk bekerja sama, nada vocal yang khas dan menarik, memiliki
integritas dan kemampuan untuk memahami konteks yang disebut dengan pengetahuan
“kapasitas adaptif”, sedangkan menurut Nursalam, (2014: 86); Wibowo, (2014: 267);
Northouse (2013: 23) adalah
Intelegensi, Kepribadian Perilaku
kemampuan
Pengetahuan atau Adaptasi. Kemampuan bekerja
keterampilan sama
kognitif
Keputusan Kreatif Kemampuan interpersonal
Kelancaran Kooperatif Kemampuan diplomasi
berbicara. Siap/siaga Prestise.
Rasa percaya diri
Integritas.
Keseimbangan emosi dan
mengontrol
Independen
Tenang

2.2 Teori Perilaku


Teori perilaku lebih menekankan pada apa yang dilakukan pemimpin dan
bagaimana seorang manajer menjalankan fungsinya. Dalam teori prilaku terdapat 2
gaya kepemimpinan yaitu: Gaya berorientasi pada tugas (task oriented), dan gaya
berorientasi pada orang (people oriented). Namun dalam kenyataanya terdapat juga
gaya kepemimpinan dengan kombinasi dari keduanya dan yang berorientasi pada
pengembangan atau perubahan. Efektifitas kepemimpinan tergantung pada gaya
kepemimpinan, pengikut, dan hubungan interpersonal. (Putong, 2015: 82). Dalam

6
beberapa penelitian menunjukkan semakin tinggi gaya kepemimpinan pada tugas, maka
produktivitas organisai semakin meningkat. Begitu juga jika gaya kepemimpinan makin
tinggi perhatian kepada orang, maka produktivitas organisasi semakin meningkat.
(Putong, 2015: 82).

2.2.1 Tannen Bau dan Warrant H. Schmitdt.


Gaya kepemimpinan menurut kedua ahli ini, kepemimpinan berfokus pada
atasan dan kepemimpinan berfokus pada bawahan. Gaya tersebut dipengaruhi
oleh faktor manajer, karyawan, dan situasi. Jika pemimpin memandang bahwa
kepentingan organisasi harus didahulukan jika dibandingkan dengan
kepentingan individu, maka pemimpin akan lebih otoriter, akan tetapi jika
bawahan mempunyai pengalaman yang lebih baik dan menginginkan partisipasi,
maka pemimpin dapat menerapkan gaya partisipasi. (Nursalam,2014:87).

2.2.2 Gaya kepemimpinan menurut Likert. (Nursalam,2014:88)


Likert mengelompokkan gaya kepemimpinan dalam empat system yaitu:
2.2.2.1 Sistem otoriter Eksploitatif
Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah
terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau
hukuman komunikasi dilakukan satu arah ke bawah (top-down)
2.2.2.2 Sistem Benevolent-Authoritative
Pemimpin mempercayai bawahan sampai pada tingkat tertentu,
memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu
membolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide dan
mendelegasikan wewenang, meskipun dalam pengambilan keputusan
masih melakukan pengawasan yang ketat.
2.2.2.3 Sistem konsultatif
Pemimpin mempunyai kepercayaan terhadap bawahan cukup besar.
Pemimpin menggunakan balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan
dan kadang-kadang menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi
dua arah dan menerima keputusan spesifik yang dibuat oleh bawahan.
2.2.2.4 Sistem Partisipatif.
Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan.,
selalu memanfaatkan ide bawahan, menggunakan insentif ekonomi
untuk memotivasi bawahan. Arah akan menjadikan bawahan sebagai
kelompok kerja.

7
2.2.3 Gaya kepemimpinan menurut teori X dan teori Y
Douglas McGregor (1960) dalam Nursalam, (2014:88) menyebutkan
bahwa perilaku seseorang dalam suatu organisasi dapat dikelompokkan menjadi
dua kutub utama, yaitu sebagai Teori X dan Teori Y. Teori X mengasumsikan
bahwa bawahan itu tidak menyukai pekerjaan, kurang ambisi, tidak mempunyai
tanggung jawab, cenderung menolak perubahan, dan lebih suka dipimpin
daripada memimpin. Sebaliknya Teori Y mengasumsikan bahwa bawahan itu
senang bekerja, bisa menerima tanggung jawab, mampu mandiri, mampu
mengawasi diri, mampu berimajinasi, dan kreatif. Berdasarkan teori ini, gaya
kepemimpinan dibedakan menjadi empat macam yaitu:
2.2.3.1 Gaya kepemimpinan diktator.
Gaya kepemimpinan yang dilakukan dengan menimbulkan ketakutan
serta menggunakan ancaman dan hukuman merupakan bentuk dari
pelaksanaan Teori X.
2.2.3.2 Gaya kepemimpinan otokratis.
Pada dasarnya gaya kepemimpinan ini hampir sama dengan gaya
kepemimpinan diktator namun bobotnya agak kurang. Segala keputusan
berada di tangan pemimpin, pendapat dari bawahan tidak pernah
dibenarkan. Gaya ini juga merupakan pelaksanaan dari Teori X.
2.2.3.3 Gaya kepemimpinan demokratis.
Ditemukan adanya peran serta dari bawahan dalam pengambilan sebuah
keputusan yang dilakukan dengan cara musyawarah. Gaya
kepemimpinan ini pada dasarnya sesuai dengan Teori Y.
2.2.3.4 Gaya kepemimpinan santai.
Peranan dari pemimpin hampir tidak terlihat karena segala keputusan
diserahkan pada bawahan. Gaya kepemimpinan ini sesuai dengan Teori
Y (Azwar, 1996).

2.2.4 Gaya kepemimpinan menurut Robert House.


Berdasarkan teori motivasi pengharapan, Robert House dalam buku,
Nursalam, (2014:88) mengemukakan empat gaya kepemimpinan yaitu:
2.2.4.1 Direktif.
Pemimpin menyatakan kepada bawahan tentang bagaimana
melaksanakan suatu tugas. Gaya ini mengandung arti bahwa pemimpin
selalu berorientasi pada hasil yang dicapai oleh bawahannya.
2.2.4.2 Suportif.
Pemimpin berusaha mendekatkan diri kepada bawahan dan bersikap
ramah terhadap bawahan.

8
2.2.4.3 Partisipatif.
Pemimpin berkonsultasi dengan bawahan untuk mendapatkan masukan
dan saran dalam rangka pengambilan sebuah keputusan.
2.2.4.4 Berorientasi tujuan.
Pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan
bawahan berusaha untuk mencapai tujuan tersebut dengan seoptimal
mungkin.
2.2.5 Gaya kepemimpinan Situasionan menurut Hersey dan Blanchard (1977)
dalam Wibowo, (2014:276)
Bebebrapa gaya kepemimpinan dan ciri-ciri pada tiap gaya kepemimpinan
menurut Hersey dan Blanchard (1997) dalam Nursalam, (2014:88), Wibowo,
(2014:276) yaitu:

Bagan 2.1 kepemimpinan situsional Hersey dan Blanchard


Nursalam, (2014:88)
2.2.5.1 Instruksi
Tinggi tugas dan rendah hubungan, komunikasi searah, pengambilan
keputusan berada pada pimpinan dan peran bawahan sangat minimal,
pemimpin banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang spesifik
serta mengawasi dengan ketat.

9
2.2.5.2 Konsultasi
Tinggi tugas dan tinggi hubungan, komunikasi dua arah, peran
pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
cukup besar, bawahan diberi kesempatan untuk memberi masukan, dan
menampung keluhan.
2.2.5.3 Partisipasi
Tinggi hubungan tapi rendah tugas, pemimpin dan bawahan bersama-
sama memberi gagasan dalam pengambilan keputusan.
2.2.5.4 Delegasi
Rendah hubungan dan rendah tugas, komunikasi dua arah, terjadi
diskusi dan pendelegasian antara pemimpin dan bawahan dalam
pengambilan keputusan pemecahan masalah.

2.2.6 Gaya kepemimpinan menurut Lippits dan K. White


Menurut Lippits dan White, terdapat tiga gaya kepemimpinan yaitu:
otoriter, demokrasi, dan liberal yang mulai dikembangkan di Universitas Iowa.
(Nursalam, 2014:90); Putong (2015: 83)
2.2.6.1 Otoriter atau diktator
Kepemimpinan dengan gaya otoriter adalah kemampuan
mempengaruhi orang lain agar bersedia mencapai tujuan yang telah
ditentukan dengan segala kegiatan yang diputuskan oleh pimpinan
semata – mata. Putong (2015: 83). Gaya kepemimpinan ini memiliki
ciri-ciri antara lain:
a. Wewenang mutlak berada pada pimpinan
b. Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan
c. Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan
d. Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan
e. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan
para bawahan dilakukan secara ketat
f. Prakarsa harus selalu berasal dari pimpinan
g. Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran,
pertimbangan atau pendapat
h. Tugas-tugas bawahan diberikan secara instruktif
i. Lebih banyak kritik daripada pujian
j. Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa
syarat
k. Pimpinan menuntut kesetiaan tanpa syarat
l. Cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman

10
m. Kasar dalam bersikap
n. Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh
pimpinan
Jika ditunjukkan dalam struktur organisasi, gaya kepemimpinan akan
terlihat seperti bagan dibawah ini.

Pimpinan
Bawahan
Arah hubungan

Bagan 2.2
Gaya kepemimpinan otoriter
(Putong, 2015: 84)

2.2.6.2 Demokratis

Kepemimpinan gaya demokratis adalah kemampuan dalam


memengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Berbagai kegiatan yang akan dilakukan
ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri antara lain:
a. Wewenang pimpinan tidak mutlak
b. Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada
bawahan
c. Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
d. Komunikasi berlangsung timbal balik
e. Pengawasan dilakukan secara wajar
f. Prakarsa dapat datang dari bawahan
g. Banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan
pertimbangan; tugas-tugas yang kepada bawahan lebih bersifat
permintaan daripada instruktif; pujian dan kritik seimbang
h. Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas
masing-masing; pimpinan meminta kesetiaan bawahan secara wajar
i. Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
j. Terdapat suasana saling percaya, saling menghormati, dan saling
menghargai

11
k. Tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung bersama-sama
Jika ditunjukkan dalam struktur organisasi, gaya kepemimpinan akan
terlihat seperti bagan dibawah ini.

Pimpinan
Bawahan
Arah hubungan
Bagan 2.3 Gaya kepemimpinan otoriter (Putong, 2015: 85)

2.2.6.3 Liberal atau Laissez Faire.


Kepemimpinan gaya liberal atau Laissez Faire adalah kemampuan
memengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai
tujuan dengan cara lebih banyak menyerahkan pelaksanaan berbagai
kegiatan kepada bawahan. (Nursalam, 2014:91)
Ciri gaya kepemimpinan ini antara lain:
a. Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan
b. Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan
c. Kebijaksanaan
lebih banyak
dibuat oleh
bawahan
d. Pimpinan
hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan
e. Hampir tidak ada pengawasan terhadap tingkah laku bawahan
f. Prakarsa selalu berasal dari bawahan
g. Hampir tidak ada pengarahan dari pimpinan
h. Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok
i. Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok
j. Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh perorangan

2.2.7 Gaya kepemimpinan menurut Fliesmen & Haris


Gaya kepemimpinan Fliesmen & Haris dikembangkan di universitas Ohio
dengan mengidentifikasi dua variabel perilaku yang mempengaruhi efektifitas
kepemimpinan adalah: (1) struktur pemrakarsa / tugas (initiating structure) yaitu
pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menetapkan dan menctruktur tugas
peranya, dan bawahanya dalam mencapai tujuan. (2) pertimbangan / tenggang
rasa (consideration) yaitu sejauh mana seorang pemimpin memiliki hubungan

12
kerja dengan bawahanya yang dicirikan dengan saling percaya, menghargai
gagasan serta peka terhadap bawahan. (Putong, 2015:89).
Empat gaya kepemimpinannya Fliesmen & Haris dalam (Putong, 2015:89)
dapat dilihat dalam bagan dibawah ini:
2.2.7.1 Gaya pimpinan pemrakarsa tinggi & pertimbangan tinggi: gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada tujuan serta kebutuhan bawahan
2.2.7.2 Gaya pimpinan pemrakarsa tinggi & pertimbangan rendah: gaya
kepemimpinan dengan perharian tinggi baik terhadap pencapaian tujuan
tetapi kurang memperhatikan kebutuhan bawahan.
2.2.7.3 Gaya pimpinan pemrakarsa tinggi & pertimbangan rendah: gaya
kepemimpinan dengan perharian rendah baik terhadap pencapaian
tujuan maupun kebutuhan bawahan
2.2.7.4 Gaya pimpinan pemrakarsa rendah & pertimbangan tinggi: gaya
kepemimpinan dengan kurang memperhatikan pencapaian tujuan tetapi
perhatian tinggi terhadap bawahan.

Bagan 2.4 Gaya kepemimpinan Fliesmen & Haris (Putong, 2015: 85)
Ciri gaya kepemimpinan ini antara lain:
a. Struktur pemrakarsa / tugas (initiating structure)
a) Mengutamakan tercapainya tujuan
b) Mementingkan produksi yang lebih tinggi
c) Mengutamakan penyelesaian tugas menurut jadwal
d) Melaksanakan tugas melalui prosedur yang ketat
e) Melakukan pengawasan ketat
f) Penilaian berdasarkan hasil kerja
b. Pertimbangan / tenggang rasa (consideration)

13
a) Memperhatikan kebutuhan bawahan
b) Berusaha menciptakan saling percaya
c) Simpati terhadap perasaan bawahan
d) Memiliki sifat bersahabat
e) Menumbuhan peran serta bawahan dalam pengambilan
keputusan
f) Lebih mengutamakan pengarahan diri, dispilin diri dan
mengontrol diri.
Fliesmen & Haris mengemukakan bahwa pemimpin yang berprilaku
pemrakarsa tinggi dan pertimbangan tinggi merupakan gaya kepemimpinan yang
lebih efektif dengan indicator produktivitas meningkat, kepuasan kerja meningkat.
(Putong, 2015: 91).

2.2.8 Gaya kepemimpinan berdasarkan kekuasaan dan wewenang


Menurut Gillies (1996) dalam Nursalam, (2014:91) gaya kepemimpinan
berdasarkan wewenang dan kekuasaan dibedakan menjadi empat.
2.2.8.1 Otoriter.
Merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau pekerjaan.
Menggunakan kekuasaan posisi dan kekuatan dalam memimpin.
Pemimpin menentukan semua tujuan yang akan dicapai dalam
pengambilan keputusan. Informasi diberikan hanya pada kepentingan
tugas. Motivasi dilakukan dengan imbalan dan hukuman.
2.2.8.2 Demokratis
Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan
setiap staf. Menggunakan kekuasaan posisi dan pribadinya untuk
mendorong ide dari staf, memotivasi kelompok untuk menentukan
tujuan sendiri. Membuat rencana dan pengontrolan dalam
penerapannya. Informasi diberikan seluasluasnya dan terbuka.
2.2.8.3 Partisipatif
Merupakan gabungan antara otoriter dan demokratis, yaitu pemimpin
yang menyampaikan hasil analisis masalah dan kemudian mengusulkan
tindakan tersebut pada bawahannya. Pemimpin meminta saran dan
kritik staf serta mempertimbangkan respons staf terhadap usulannya.
Keputusan akhir yang diambil bergantung pada kelompok.

2.2.8.4 Bebas tindak.


Merupakan pimpinan ofisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan
tanpa pengarahan, supervisi dan koordinasi. Staf/bawahan

14
mengevaluasi pekerjaan sesuai dengan caranya sendiri. Pimpinan hanya
sebagai sumber informasi dan pengendalian secara minimal.

2.2.9 Gaya kepemimpinan Kisi Kisi Manjerial (The Managerial Grid)


Mouton dan Blake (1964) dalam Nursalam, (2014:93) mengembangkan
suatu bagan bahwa manajer mengendalikan tentang produktivitas, tugas, orang,
dan

hubungannya. Pada masing- masing bagan tersebut diberikan penilaian dari


rentang yang sangat tinggi ke rentang sangat rendah seperti bagan berikut ini.

Bagan 2.5 Gaya kepemimpinan Managerial Grid (Putong, 2015:94);


Wibowo, (2014:273)

Manajerial Grid sering dinamakan Leadership Grid merupakan jariang


manajerial dengan matrik 9x9 menggambarkan 81 gaya kepemimpinan yang
berbeda, namun hanya menekankan lima gaya kepempimpinan (Putong, 2015: 95)
yaitu:
2.2.9.1 Gaya 1.1 (deserter)
Gaya pimpinan mempunyai nilai rendah baik terhadap produksi
maupun orang. Gaya ini merupakan gaya kepemimpinan yang terburuk.

15
2.2.9.2 Gaya 1.9 disebut (missionary) disebut country club management
Gaya pimpinan mempunyai nilai rendah baik terhadap produksi dan
tinggi terhadap orang. Gaya ini berorientasi pada manusia.
2.2.9.3 Gaya 5.5 disebut (compromiser) disebut middle of the road style
Gaya pimpinan dengan perhatian madya baik terhadap produksi
maupun terhadap orang. Gaya ini merupakan gaya kepemimpinan yang
berimbang, disebut manajemen jalan tengah.
2.2.9.4 Gaya 9.1 disebut (autocrat)
Gaya pimpinan dengan perhatian tinggi terhadap produksi dan rendah
terhadap orang. Gaya ini merupakan gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas, disebut manajemen tugas.
2.2.9.5 Gaya 9.9 disebut (excecutive)
Gaya pimpinan dengan perhatian tinggi terhadap produksi maupun
orang. Gaya ini merupakan gaya kepemimpinan yang terbaik, disebut
manajemen tim atau demokratis.
Ciri gaya kepemimpinan ini antara lain:
a. Perilaku terhadap gaya pimpinan produksi
a) Mengutamakan tercapaian tujuan
b) Mementingkan produksi yang tinggi
c) Mengutamakan penyelesaian tugas menurut jadwal
d) Lebih banyak melakukan pengarahan
e) Melaksanakan tugas dengan prosedur yang tepat
f) Penilan berdasarkan hasul
b. Perilaku terhadap gaya pimpinan orang
a) Memperhatikan kebuutuhan bawahan
b) Berusaha menciptakan saling percaya dan saling menghargai
c) Simpati terhadap perasaan bawahan

Persamaan gaya kepemimpinan


Universitas Ohio Universitas Michigan Managerial Grid
(Gaya kepemimpinan
Fliesmen & Haris)
Struktur tugas rendah Perhatian pada pekerjaan Perhatian terhadap
dan tenggang rasa rendah & perhatian pada produksi rendah dan

16
rendah pegawai rendah pada orang rendah
Struktur tugas rendah Perhatian pada pekerjaan Perhatian terhadap
dan tenggang rasa rendah & perhatian pada produksi rendah dan
pegawai tinggi pada orang tinggi
tinggi
Struktur tugas tinggi Perhatian pada pekerjaan Perhatian terhadap
dan tenggang rasa tinggi & perhatian pada produksi tinggidan pada
pegawai tinggi orang rendah
rendah
Struktur tugas tinngi Perhatian pada pekerjaan Perhatian terhadap
dan tenggang rasa tinggi dan pegawai tinggi produksi dan orang
tinggi
tinggi
Perhatian pada pekerjaan Perhatian terhadap
dan pegawai sama besar produksi dan orang sama
besar

2.2.10 Model Kepemimpinan Scandinavia


Pada model ini menggunakan tiga dimensi yaitu: orientasi pada
pengembangan yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Gaya
kepemimpinannya berorientasi pada: tugas, orang, dan pengembangan.
Gaya kepemimpinan berorientasi pada pengembangan adalah perilaku
pemimpin yang menghargai eksperimen, mengusahakan gagasan baru,
menciptakan dan melaksanakan reformasi serta terhadap perubahan. (Putong,
2015: 93). Gaya efektif jika pimpinan memperagakan perilaku yang berorientasi
pada perubahan dan akan berhasil efektif jika menerapkan perilaku
kepemimpinan yang bervariasi yang berbeda untuk menghadapi situasi yang
berbeda.

17
BA III
PEMBAHASAN
3.1 Analisa Jurnal

Pada Bab ini membahas analisa jurnal gaya kepemimpinan berdasarkan analisa
PICOT.
3.1.1 Judul: “The Relationship Between Leadership Style and Nurse-To-
Nurse Incivility: Turning The Lens Inward”
Outhor: Kaisier, (2016)
Populasi:
Survey 237 perawat menggunakan layanan on line survey monkey
Intervensi:
Mengukur perilaku dan gaya kepemimpinan perawat dan tingkat
ketidaksopanan perawat dibawah tanggung jawab mereka. Menggunakan survey
kepemimpiana Vansimpco yang telah diuji validitas dan releabel dengan 15
pertanyaan untuk menilai keterlibatan perawat dalam pengambilan keputusan,
hubungan antara pemimpin dan bawahan. 10 pertanyaan dibagian kepemimpinan
dengan satu gaya dominan. Peserta diminta untuk fokus pada atasan perawat
selama tiga bulan untuk mengkategorikan gaya kepemimpinan yang dominan.
Item ketidak sopanan dikembangkan menggunakan konsepsi ketidaksopanan
dimana para responden diminta untuk mempertimbangkan rekan kerja sesama
perawat, perilaku pada unit, tidak termasuk perilaku supervisor, Frekuensi
perilaku mulai dari hampir tidak pernah-kadang kadang, speraruh waktu, selalu
untuk menilai ketidak sopanan. Bagian ketidak sopanan ditinjau oleh lima
perawat dengan pengalaman 20 tahun. Survey dilakukan 42 perawat diunit yang
terpisah dan diulang pada perawat yang sama 11 hari setelah survey sebelumnya
untuk menguji reliabel.

18
Komparison : Tidak ada
Hasil:
Gaya kepemimpinan demokrasi dan otokratis memiliki korelasi yang
sedang dengan koefisien (r (235) = 0,45 dan 0,44,P <0,5). Masing-masing
memiliki efek terbalik pada level ketidaksopanan. Ukuran efek Cohen untuk gaya
menunjukkan ada pengaruh moderate. Kepemimpinan Laissez-faire adalah gaya
kedua yang paling sering digunakan dalam sampel, tetapi memiliki efek kecil
secara statistik pada ketidaksopanan (r (235) = 0,17, P <0,05). Tingkat
Kepemimpinan laissez-faire menghasilkan rata-rata tertinggi kedua tingkat
ketidaksopanan (M = 2,29). Sulit untuk menarik kesimpulan data berdasarkan
sampel ini untuk kepemimpinan laissez-faire karena hanya terlihat pada level
moderate. Kepemimpinan transaksional adalah yang paling sering digunakan
sebagai gaya kepemimpinan, tetapi tidak dampak signifikan pada tingkat
ketidaksopanan (F1,231 = 0,02P> 0,05).
Kesimpulan Hasil:
Gaya kepemimpinan bukanlah faktor defenitif ketidaksopanan tetapi
perilaku pemimpin berdampak pada tingkat ketidak sopanan antara staff perawat.
Hubungan antara pemimpin dan staff dan pemberdayaan staff memiliki dampak
yang kuat terhadap ketidaksopanan.
Waktu: Dilakukan selama tiga bulan

3.1.2 Judul: “The Impact of Nurse Managers’


Leadership Styles On Ward Staff”
Outhor: Saleh., Connor., Subhi., Alkattan., Haribi., and Patton (2018)
Populasi:
Menggunakan metodologi kualitatif yang melibatkan 35 perawat yang
bekerja diberbagai spesialis di Rs Arab Saudi. Penelitian ini melengkapi data
demografis, menggunakan wawancara semi terstruktur pertanyaan terbuka.
Intervensi:
Dari 40 perawat yang di approve dari institusi, 5 perawat menolak dengan
alasan kurangnya waktu karena melakukan perawatan pasien. Ke 35 perawat
dilakukan wawancara satu persatu, dimana sebelumnya sudah menanda tangani
persetujuan penelitian. Dilakukan pengumpulan data demografi: usia, jenis
kelamin, status perkawinan, pendidikan, dan kebangsaan. Peserta diwawancarai
selama 25-30 menit dengam membuat catatan singkat dan menjamin kerahasiaan
responden dengan mencantumkan anonym. Pertanyaan umum yang digunakan:
Jelaskan hubungan antara anda dan manajer anda, Jelaskan sifat gaya

19
kepemimpinan manajer anda, Peningkatan apa yang anda ingin lihat dalam gaya
kepemimpinan manajer anda.
Komparison : Tidak ada
Hasil:
Semua peserta perawat melaporkan bahwa kepala perawat adalah manajer /
pemimpin mereka langsung Mayoritas (85,7%) dari peserta penelitian (n = 30)
memiliki gelar sarjana keperawatan dan sekitar setengah (48,6) dari peserta
berasal dari India (n = 17). Rata-rata lama kerja peserta di lembaga adalah 46,3
bulan (SD = 22,2, kisaran 12-84), sedangkan total rata-rata pengalaman
keperawatan mereka adalah 91,0 bulan (SD = 43,2, range = 5-204). Mayoritas
(57%) perawat (n = 20) mengklasifikasikan tahap perkembangan keperawatan
mereka sebagai mahir menurut Benner (1984). Para peserta menggambarkan
empat tema utama yang berkaitan dengan gaya kepemimpinan yang mereka
temui. Ini adalah: relasional; istimewa; rantai komunikasi; dan gaya
kepemimpinan yang tidak efektif.
a. Gaya kepemimpinan Relasional
Peserta penelitian melihat sifat hubungan dengan cara yang berbeda.
Beberapa peserta memandang sifat hubungan sebagai profesional,
mendukung, kooperatif, memahami, dan memecahkan masalah, sedangkan
yang lain memandang sifat hubungan sebagai tidak percaya, mendikte,
dan memerintah. Sebagian besar peserta memandang hubungan sebagai
sarana untuk memberikan perawatan pasien yang aman dan berkualitas.
Hubungan itu dipandang sebagai kerja sama antara perawat lingkungan
dan tim kepemimpinan keperawatan untuk menghasilkan hasil pasien
sebaik mungkin.
b. Gaya kepemimpinan Preferential
Sekitar 90% tenaga keperawatan adalah non-Saudi, dari negara-
negara termasuk Filipina, Pakistan, India, Yordania, Mesir, Malaysia, dan
Afrika Selatan. Respons informan terhadap pertanyaan wawancara
menyarankan kepala perawat memperlakukan perawat yang berasal dari
negara asal yang sama dengan lebih baik. Seperti yang dikatakan salah
satu informan, Beberapa peserta tidak puas karena gaya preferensial yang
digunakan oleh kepala perawat. Mereka menceritakan banyak kisah
tentang bagaimana kewarganegaraan kepala perawat memainkan peran
utama dalam promosi, evaluasi tahunan, perencanaan liburan, tugas
pasien, dan jadwal perawatan bulanan. Salah satu peserta memberikan
contoh gaya kepemimpinan preferensial dengan menyatakan: “Jika
kepala perawatnya India, maka semua perawat India di unit akan

20
memiliki tugas pasien yang baik dan perawat yang di charge adalah
perawat yang berasal dari India”.
c. Gaya kepemimpinan rantai komunikasi
Semua perawat dapat mengidentifikasi rantai komunikasi dan
institusi, yang terdiri dari: perawat/kepala perawat, direktur keperawatan,
dan chif nurse officer (CNO). Jika kepala perawat tidak dapat
menyelesaikan masalah maka perawat ruangan dapat melakukan
pendekatan kepada direktur keperawatan. Jika ingin mendekati CNO
mereka menulis surat dengan persetujuan kepala perawat dan direktur
keperawatan. Perawat ruangan tidak diijinkan langsung ke CNO.
d. Gaya kepemimpinan yang tidak efektif
Tema ini muncul melalui diskusi perbaikan yang ingin dilihat oleh
perawat ruangan terhadap manejer keperawatan mereka. Saran partisipan
adalah:
a) Hilangkan favoritisme dalam kepemimpinan
b) Lakukan kesetaraan antar tim
c) Komunikasi terbuka dengan tim, CNO
d) Tingkatkan hubungan antara perawat dengan manajer
e) Tidak ada teriakan,
f) Kejujuran, tidak ada kecurangan
g) Training untuk menjadi pemimpin yang baik
h) Lakukan survey tahunan tentang kepuasan pimpinan
i) Evaluasi kepala perawat melalui umpan balik staff
j) Fleksibel berkenaan dengan rencana liburan, penugasan pasien dan
jadwal kerja
Kesimpulan hasil:
Gaya kepemimpinan yang digunakan oleh manajer perawat memiliki dampak
besar pada kepuasan, turnover, dan kualitas perawatan pasien yang mereka
berikan.
Waktu: Satu perawat dilakukan wawancara selama 25 – 30 menit

3.2 Pembahasan

Dari hasil penelitian diatas maka dapat disimpulkan bahwa inti utama dari
kepemimpinan adalah adanya hubungan antara gaya kepemimpinan yang dianut seorang
manager keperawatan terhadap kualitas kerja perawat/bawahan, performa organisasi,
dapat menurunkan angka turnover staf. Gaya kepemimpinan berdampak pada hubungan
dengan staff yang mempengaruhi kepuasan staff, tutnover perawat, serta kualitas
perawatan pasien yang akan diberikan.

21
Manager keperawatan perlu berlatih untuk menjadi pemimpin yang bisa
mempengaruhi staff untuk mencapai tujuan bersama yang dilakukan secara sukarela dari
staff yang dipimpinya. Tujuan kepemimpinan dalam keperawatan untuk meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan mendukung pelayanan
keperawatan yang efektif dan efisien.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Kepemimpinan (leadership) merupakan aspek penting bagi seorang pemimpin,
sebab pemimpin harus mampu melakukan aktivitas dan peran kepemimpinannya untuk
merencanakan, menggerakkan, memotivasi, serta mengendalikan anggotanya untuk
mencapai tujuan yang telah disepakati. Gaya kepemimpinan dapat diaplikasikan
dilingkungan tempat seseorang memmpin untuk memotivasi anggotanya.
Seorang pemimpin harus mampu memilih perilaku kepemimpinan yang tepat
digunakan, disamping kemampuan berkomunikasi secara efektif kepada anggota
kelompoknya. Pada akhirnya diperoleh kualitas kualitas keperawatan, kepuasan bagi
staff, pasien serta keluarga.
4.2 Saran
4.2.1 Seorang pemimpin perlu belajar tentang kepemimpinan yang baik dari lingkungan
kehidupanya sehari – hari
4.2.2 Seorang pemimpin perlu memupuk jiwa kepemimpinannya sejak dini
4.2.3 Seorang pemimpin mampu mengenali, menggali kekuatan dan kelemahanya
sendiri sebelum memmpin orang lain

22
REFERENSI
Colquitt, Jason., Lepine., dan Wesson. (2011). Organizational Behavior. New York: McGraw-
Hill

Huber, D. (2014). Leadership and Nursing Care Management. Edisi 5. Philadelphia: W. B.


Sauders Company

Kaiser, J.A. (2016). The Relationship Between Leadership Style and Nurse-To-Nurse Incivility:
Turning The Lens Inward. Journal of Nursing Managemen, 4(2), 97–104. DOI:
10.1111/jonm.12447 2016 John Wiley & Sons Ltd. Diakses 29 Februari, 2020.

Mugianti, S. (2016). Manajemen dan Kepemimpinan dalam Praktik Keperawatan. Jakarta:


Kemenkes RI

Nursalam. (2007). Buku Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan


Professional. (edisi 2). Jakarta: Salemba Medika.

Northouse, P. (2013). Leadership Theory and Practice. London: Sage

Putong, I.S. (2015). Kepemimpinan: Kajian Teoritis Dan Praktis. Jakarta: Penerbit Buku &
Artikel Karya Iskandar Putong.

Saleh., Connor., Subhi., Alkattan., Haribi., and Patton. (2018). The Impact of Nurse Managers’
Leadership Styles On Ward Staff. British Journal of Nursing. Vol 27, No 4.

Timotius, K.H. (2016). Kepemimpinan dan Kepengikutan: Teori dan Perkembangannya.


Yogyakarta: CV Andi offset

Wibowo. (2014). Perilaku dalam Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers.

23
24

Anda mungkin juga menyukai