Anda di halaman 1dari 8

Seekor Rubah dan Bangau

Pada suatu hari ketika seekor rubah sedang berjalan-jalan di hutan, dia berpikir
“Udara yang cerah!! alangkah menyenangkannya jika aku pergi memancing,”
katanya dalam hati. Segera disiapkannya alat-alat untuk memancing lalu segera
ia pergi ke telaga yang letaknya ada di tengah-tengah hutan.
Ketika sampai di telaga, ia melihat seekor burung bangau yang anggun sedang
berenang di sebuah telaga yang berair jernih.
“wahai bangau, apa yang sedang kau lakukan?” tanya rubah sambil
mengeluarkan pancingnya.
Sang rubah sudah membayangkan bahwa ia akan mendapat ikan yang banyak
untuk dimasak sebagai hidangan makan malamnya.
“Aku sedang berenang. Menikmati sejuknya air telaga yang membasahi bulu-
buluku” jawab bangau sambil mengepak-ngepakan sayapnya yang lebar itu.
“Apa kau akan memancing, rubah?” tanya bangau ketika melihat alat pancing
yang sedang disipakan rubah.
“Ya, aku akan memancing untuk hidangan makan malamku” jawab rubah sambil
membuang kail yang telah diberi umpan itu ke telaga. Baru sebentar kali di
lempar, tiba-tiba pancingnya bergetar, segera rubah menarik tali pancingnya dan
melihat seekor ikan besar tergantung disana.
“Wahh.. asyikk.. Aku akan pesta besar nanti malam,” kata rubah dengan penuh
sukacita.
“Apa kau mau makan malam di tempatku bangau?” tanya rubah sambil
membereskan alat-alat pancingnya untuk segera pulang.
“Tentu saja,” jawab bangau dengan penuh semangat. Maka pulanglah rubah ke
rumahnya untuk menyiapkan makan malam.
Tepat waktunya makan malam, datanglah bangau ke rumah rubah.
“Tok..tok..tok!!”bangau mengetuk pintu.
“Silahkan masuk,” kata rubah sambil membukakan pintunya. Bangau pun masuk
lalu mereka duduk di meja makan yang telah dihias dengan begitu indahnya.
Bangau merasa sangat lapar. Aroma masakan begitu membangkitkan selera.
“Harum sekali! Pasti rasanya enak” kata bangau dalam hatinya.
Makanan pun dihidangkan. Rubah memasak sup ikan yang sangat harum dan
meletakannya dalam mangkuk kecil. Melihat hal itu, bangau pun merasa sangat
sedih karena dia tidak dapat menyantap sup tersebut. Paruhnya yang panjang
tidak dapat digunakan untuk memakan sup di mangkuk yang kecil. Akhirnya
bangau hanya dapat menatap sup tersebut sambil menahan rasa laparnya.
“Bangau, kenapa tidak kau makan supnya, apakah kau tidak menyukainya?” tanya
rubah karena dilihatnya bangau hanya memandang sup tersebut.
“Paruhku yang panjang tidak dapat digunakan untuk memakan sup di
mangkukmu yang kecil itu rubah” jawab bangau dengan sedih.
“Maafkan aku bangau, tetapi hanya mangkuk kecil ini yang kumiliki,” kata rubah
“tapi Kau tak perlu sedih, aku tau jalan keluarnya,” kata rubah lagi.
Rubah segera mengambil sebuah rantang lalu mengisi rantang itu dengan sup
hingga penuh.
“Ini bawalah, kau bisa menikmati sup ini di rumahmu,” kata rubah sambil
menyerahkan rantang itu kepada bangau. Bangaupun merasa senang.
”Terima kasih rubah, kau baik sekali,” kata bangau sambil berpamitan.
”Besok adalah giliranku untuk mengundangmu makan malam di rumahku” kata
bangau saat mereka berpisah di pintu rumah rubah.
“Baiklah, aku pasti datang,” jawab rubah sambil melambaikan tangannya.
Demikianlah keesokan harinya, waktu makan malam tiba, rubah datang
berkunjung ke rumah bangau.
“Tok..tok..tok..” rubah mengetuk pintu.
“Ahh.. rubah.. kau sudah datang. Mari masuk,” ajak sang bangau.
Ketika rubah masuk ke dalam rumah, terciumlah wangi harum dari masakan.
“Perutku lapar sekali” kata rubah dalam hati. “Ayo kita segera makan” kata sang
bangau sambil membawa rubah duduk di meja makan. Di atas meja sudah
tersedia 2 buah kendi dengan leher panjang.
Rubah berpikir sejenak lalu berkata, ” aku tidak dapat makan dari dalam kendi ini,
karena leherku pendek, apakah kau mempunya mangkuk kecil?”
“Ahh..tentu saja,” jawab sang bangau.
“Rantang yang digunakan untuk membawa sup mu yang kemarin, dapat kau
gunakan untuk alasnya.”
Akhirnya rubah dan bangau pun dapat menikmati makan malamnya dengan
penuh sukacita.

Pesan moral dari cerita diatas: Jika kita menaburkan kebaikkan, maka
kebaikkan pula yang akan kita tuai. Bahkan berlipat kali ganda kebaikkan
yang akan kita peroleh.
Babi dan Domba

Di sebuah desa yang jauh dari keramaian kota. Letaknya di sebuah lembah yang
hijau, dengan pepohonan yang rimbun. Disana tinggal beberapa keluarga saja,
namun mereka memiliki usaha perternakan babi dan domba yang terkenal.
Mereka memperkerjakan beberapa orang dari desa terdekat di sekitar lembah
itu. Pekerja-pekerja ini, sehari-hari ditugaskan untuk mengembalakan domba dan
memberikan makanan untuk babi.
Apabila domba telah memilki bulu yang cukup lebat, mereka akan mengambil
bulunya dengan cara memangkas dengan gunting khusus. Kemudian bulu
domba tersebut diperdagangkan ke pasar kota atau menunggu pembeli datang.
Begitupula dengan ternak babi. Apabila telah cukup besar dan memiliki berat
yang cukup, akan diperdagangkan ke kota terdekat atau menunggu para
langganannya datang membeli.
Jumlah domba dan babi yang dimiliki cukup banyak di kampung itu, sehingga
hampir setiap bulan terlihat banyak pembeli dari kota yang datang ke desa
tersebut.
Konon di zaman itu, binatang dapat berbicara satu dengan lainya dengan bahasa
yang tidak dimengerti oleh manusia.
Kebetulan saja, kandang domba dan babi tidak berjahuan. Sehingga mudah
diamati oleh para pekerja atau pemiliknya. Tanpa disadari kondisi kandang yang
berdekatan itu, membuat babi dan domba kadang berbicara.
Sehari-hari, kedua kandang itu ribut dengan suara domba dan babi. Tanpa
disadari manusia yang tidak mengenal bahasa binatang pada saat itu,
sebenarnya suara gaduh itu bertanda babi dan domba sedang mengejek satu
dengan lainnya.
Pada saat hari penjualan babi tiba. Beberapa babi besar biasanya dikeluarkan dari
kandang untuk ditimbang dan diserahkan kepada pembeli yang telah memilih
sebelumnya.
Pada suatu ketika, seekor babi muda yang sudah cukup besar dipilih untuk
dijual. Pemilik ternak itu menyuruh beberapa pekerja untuk segera mengeluarkan
babi tersebut dari kandangnya. Namun tidak disangka, para pekerja sulit untuk
menangkapnya.
Berbeda dengan babi-babi dewasa pada umumnya. Babi muda itu berlari
mengintari kandang agar supaya sulit ditangkap oleh para pekerja. Namun
karena pekerja-pekerja tersebut telah berpengalaman, mereka berhasil
menangkapnya dan mengikat kedua pasang kakinya dengan tali agar mudah
dikeluarkan dari kandang.
Terdengar babi muda itu berteriak sambil meronta-ronta. Mendengar teriakan
babi muda yang ketakutan, terdengar teriakan dari kawanan domba dari
kandangnya.
“Penakut!” teriak mereka serentak.
Kemudian salah satu dari kawanan domba itu berkata, “Kenapa kamu harus
berteriak dan menangis begitu gaduh, padahal teman-temanmu yang lain jarang
melakukan hal yang sama. Mereka semua pasrah akan nasibnya, karena pada
suatu saat semua ternak akan disembelih para pembeli.”
Mendengar ucapan dari domba dari kandang sebelah, seeokor babi dewasa
kemudian membalasnya,
“Hai domba yang sok bijaksana! Engkau dapat berkata demikian dengan
entengnya, karena engkau tidak mengalami hal yang sama. Apabila setiap
pekerja datang menghampirimu, dan mengeluarkanmu dari kandang, mereka
hanya mencukur bulu-bulumu, kemudian memasukan kembali engkau kedalam
kandang.
Tetapi lihatlah kami, setiap kami diambil, tandanya sebentar lagi nyawa kami
akan hilang. Disembelih oleh para pedagang kota. Hidup kami tidak lama seperti
hidup yang kamu nikmati. Begitu tegakah engkau, melihat seorang anak babi di
penghujung kematiannya, kemudian kalian semua metertawai dan
mengejeknya?”
Seketika itu juga, terdengar kandang domba sunyi senyap. Mereka semua
merenungkan apa yang dikatakan oleh babi dewasa tadi. Mereka kemudian
menyadari, begitu beruntungnya mereka, dapat menikmati hidup lebih lama
daripada seekor babi. Kemudian domba dewasa meminta maaf kepada babi
dewasa tadi, atas perlakuan mereka yang tidak pantas.
Babi dewasapun dapat memahami keadaan itu, lalu melanjutkan kegiatanya
berguling dalam sedikit lumpur didalam kandangnya. Sementara babi muda tadi,
berhasil dibawa oleh pembeli meninggalkan desa.
***
Cerita ini memberikan suatu pelajaran berharga bagi kita. Ketika orang
lain mengalami masalah atau sedang kesusahaan, mungkin kita tidak
dapat membantu atau memberi lebih banyak, namun bukan berarti kita
diam. Berilah dukungan moral untuk menguatkan mereka.
Semut dan Belalang

Di tengah hutan, hiduplah seekor semut yang sangat rajin. Setiap hari semut
kecil ini selalu berusaha mengumpulkan makanan dan menyimpannya di dalam
lumbung. Teriknya matahari dan derasnya air hujan, tidak menyurutkan
semangat sang semut untuk mengumpulkan makanan.
Dengan bersusah payah, sang semut bekerja keras untuk membawa makanan
demi makanan yang berhasil dikumpulkannya untuk disimpan di dalam lumbung
rumahnya.
Pada suatu hari, ketika sang semut sedang berusaha membawa makanannya
untuk di simpan di lumbung, sang semut bertemu dengan seekor belalang yang
sedang asyik berjemur sambil bermalas-malasan.
“Hai mut.. apa yang sedang kamu lakukan?” tanya belalang.
“Aku sedang mengumpulkan makanan untuk kusimpan di lumbung” sahut sang
semut. Belalang tertawa
“untuk apa bersusah payah mengumpulkan makanan, bukankah di hutan
banyak sekali makanan yang bisa kita santap?”
“Itu memang betul lang, tetapi aku menyimpan makananku untuk persiapan
musim dingin nanti” kata sang semut sambil berusaha mendorong makanan
hasil temuannya ke lumbung. Belalang kembali tertawa sambil mengejek sang
semut
“Musim dingin masih lama, buat apa bersusah-susah sekarang? Toh masih
banyak waktu untuk itu. Lebih baik kita bersenang-senang dulu”katanya sambil
menyantap daun hijau yang ada di dekatnya.
Sang semut tidak memperdulikan belalang yang sedang bermalas-malasan itu,
dia tetap saja sibuk untuk mengumpulkan makanan demi makanan yang bisa
dijumpainya.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, sang semut kembali bersiap-siap untuk
mencari makanan lagi. Ketika dia membuka pintu rumahnya untuk pergi,
dilihatnya belalang sedang asyik duduk sambil bermain gitar dan bermalas-
malasan.
Sang semut hanya menggelengkan kepala dan segera berlalu. Belalang yang
melihat semut sudah mulai sibuk kembali mencari makan, hanya tertawa dan
mengejek,
“Buat apa susah..buat apa susah..susah itu tak ada gunanya,” senandung sang
belalang mengiringi langkah semut yang hendak pergi.
Demikianlah sepanjang hari sang semut sibuk mengumpulkan makanannya di
lumbung sementara sang belalang asyik-asyikan bermain gitar, berjemur dan
bermalas-malasan.
Setelah bekerja hampir sepanjang tahun, lumbung tempat persediaan sang
semut hampir penuh, tetapi hal ini tidak membuat sang semut yang rajin itu
menjadi malas. Dia masih tetap berusaha untuk mencari makanan untuk
disimpan di lumbungnya.
“Selagi masih ada kesempatan, aku harus terus berusaha untuk mengumpulkan
makanan, sebab tidak ada yang tau berapa lama musim dingin akan
berlangsung,” kata sang semut dalam hati.
Sementara itu sang belalang, masih tetap saja bermalas-malasan dan bersenang-
senang sepanjang hari.
Musim gugur pun segera tiba. Pohon-pohon yang tadinya hijau, perlahan-lahan
berubah warna menjadi kuning kecoklatan. Rumput-rumput pun mulai
mengering. Udara menjadi semakin dingin.
Sang semut yang rajin tak putus harapan. Dia masih tetap berusaha untuk
mencari makanan walaupun tempat persediaannya sudah penuh. Sedangkan
sang belalang yang malas itu mulai sibuk mengumpulkan makanan untuk
persediaan di musim dingin.
Akhirnya musim dingin pun tiba. Sang semut yang rajin itu duduk dengan
nyaman didalam rumahnya yang hangat sambil menikmati makanannya yang
berlimpah. Sedangkan sang belalang yang malas itu hanya menyimpan sedikit
persediaan makanan. Sang belalang berpikir, “Musim dingin akan segera
berakhir, jadi buat apa susah-susah mengumpulkan makanan di lumbung.”
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, tak terasa sudah sebulan berlalu
dan musin dingin masih belum berakhir.
Persediaan makanan sang belalangpun habis… dia hanya bisa memandang
rumah sang semut yang nyaman dan hangat dari balik jendelanya untuk
kemudian berusaha mencari makan di tengah-tengah musim dingin, tetapi dia
tidak berhasil.
Akhirnya dengan menahan malu, dia mengetuk pintu rumah sang semut…
tok..tok..tok..tok.. sang belalang mulai mengetuk.
Sang semut pun membuka pintu dan berkata “ada apa lang?” katanya. “Tolong
berikan aku sedikit dari persediaan makananmu itu, karena persediaanku sudah
habis, dan aku sangat kelaparan,” kata belalang mengiba.
Sang semut tertawa “Enak saja kau lang… ketika aku bersusah payah
mengumpulkan makananku, kau malah mengejekku. Dan sekarang kau minta
makanan persediaanku?” kata semut sambil mengejek. “Pergilah, cari sendiri
makananmu…,” kata sang semut melanjutkan.
Belalang pun pergi meninggalkan rumah sang semut untuk mencari
makanannya, tetapi dia tidak berhasil menemukan apa-apa. Ketika sang belalang
hampir mati kedinginan dan kelaparan, sang semut datang untuk menolongnya
dan mengajak belalang untuk tinggal di rumahnya yang hangat dan nyaman
serta berlimpah makanan.
***
Pesan moral dari cerita diatas: Jangan sia-siakan hidup dengan bermalas-
malasan. Karena upah kemalasan adalah bencana.
Semut dan Merpati

Pada suatu hari, ketika musim panas, segerombolan semut-semut sedang


berjalan beriringan sambil membawa makanan diatas kepala mereka. Semut-
semut itu terlihat begitu kompak dan sangat bersahabat satu dengan yang lain.
Pemimpin mereka adalah seekor semut gagah yang berjalan paling depan yang
dengan cekatan selalu memberi aba-aba saat harus berbelok ataupun
melangkah, agar makanan yang dibawa mereka, tidak jatuh ke tanah.
“Satu!!..dua!!..kiri!!..kiri..!!” Sang pimpinan memberi komando…”Awas!! di depan
ada tanjakan!!” katanya lagi sebagai peringatan. Semut-semut yang lain cepat-
cepat bersiap-siap agar makanannya tidak terjatuh dan mulai menanjak.
“dibawah ada sungai, kita harus belok kekiri!” kata sang pemimpin lagi,
rombongan semut di belakang mengikuti terus petunjuk dari pimpinan mereka
hingga akhirnya mereka tiba di sarangnya.
Setelah meletakan hasil bawaan mereka, semut-semut itu berpisah untuk
mengerjakan tugas-tugas mereka yang lain.
Adalah seekor semut yang masih muda belia. Rasa ingin taunya tentang dunia di
luar sarangnya, begitu besar sehingga dia memberanikan diri untuk meminta iijin
kepada sang pemimpin agar dapat diijinkan keluar dari sarang untuk memulai
petualangannya.
“ehmm..maaf pak pemimpin” kata semut muda itu terbata-bata. “Apa boleh aku
pergi keluar untuk melihat-lihat? Aku berjanji kalau aku tidak akan pergi lama”
katanya lagi. Sang pemimpin semut itupun menatap dengan penuh rasa sayang
kepada semut muda itu
“Anakku, jika engkau ingin pergi berjalan-jalan, aku tidak akan melarangmu.
Tetapi berhati-hatilah karena dunia di luar sarang ini sangat luas dan kejam”
katanya dengan bijaksana. Alangkah senangnya hati semut muda itu.
Setelah menyiapkan bekal untuk perjalanannya, berpamitanlah semut muda
kepada sang pemimpin “Pak pemimpin, aku akan pergi sekarang,” katanya
dengan penuh semangat.
“Berhati-hatilah di jalan, dan segeralah pulang,” kata sang pemimpin sambil
menepuk-nepuk bahu semut muda itu. Maka berangkatlah semut muda itu
dengan penuh semangat dan sukacita.
Kebetulan tak jauh dari sarang semut itu, terdapat sungai dengan air yang jernih.
Karena rasa ingin tahunya, semutpun berjalan menelusuri jalan yang lembab,
beberapa kali ia harus memanjat beberapa dahan pohon dan rerumputan.
Semut muda berjalan tanpa mengenal lelah hingga akhirnya dia merasa sangat
haus. Semut muda segera mencari air untuk diminumnya. Di kejauhan, dilihatnya
mata air yang sangat jernih, lalu semut muda ini pun segera berjalan menuju
mata air yang sejuk itu.
Setelah dekat dengan mata air, semut muda sempat kebingungan, karena
ternyata setelah dekat, letak mata air itu lebih tinggi dari tanah yang dipijaknya.
Tetapi semut muda tidak kehilangan akal. Dia naik perlahan-lahan keatas sebuah
batang rumput yang daunnya menjulur ke arah mata air itu.
Saat dia hampir saja mencapai puncaknya, tiba-tiba semut muda terpeleset dan
jatuh kedalam mata air. Semut muda berusaha untuk menyelamatkan diri, tetapi
dia kesulitan karena dia tidak bisa berenang.
Saat semut muda sedang bertarung antara hidup dan mati untuk
menyelamatkan dirinya, seekor burung merpati yang sejak tadi asyik
memperhatikan tingkah semut muda itu, tergerak oleh belas kasihan, lalu segera
mematuk daun di pohon yang sedang dihinggapinya hingga jatuh ke dekat
semut muda yang hampir tenggelam.
Semut muda segera menggapai daun itu dan dengan bersusah payah dia
berusaha untuk naik keatas daun. Ketika sampai di atas daun, semut muda
menatap burung merpati dengan penuh rasa terima kasih. Burung merpati pun
terbang kearah daun itu dan mendorong dengan paruhnya agar daun tersebut
menepi kepinggir mata air.
“Hai burung merpati, terima kasih atas pertolonganmu hari ini. Jika bukan karena
engkau, aku sudah mati tenggelam tadi,” kata semut muda itu sambil berusaha
untuk turun dari daun itu menuju ke tanah. Burung merpati menjawab
“sama-sama semut. Apa yang sedang kau lakukan di tempat ini?” tanya merpati.
“Aku sedang berjalan-jalan untuk melihat dunia di luar sarangku, lalu aku
kehausan. Saat aku sedang memanjat rumput itu, aku terjatuh,” kata semut
muda.
“Apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya merpati lagi.
“Aku akan kembali ke sarangku, karena ibu bapakku pasti sedang mencemaskan
diriku,” jawab semut muda lagi.
Sementara semut muda dan merpati sedang bercakap-cakap, mereka tidak
menyadari bahwa ada bahaya yang sedang mengintai. Seorang pemburu sedang
mengarahkan senjatanya kearah burung merpati dan siap menembaknya. Saat
burung merpati menyadari keadaan itu, dia pun segera terbang ke atas
meninggalkan semut muda sendiri.
Melihat kejadian ini, semut muda segera berlari kearah si pemburu dan dengan
sigap dia memanjat sepatu si pemburu dan masuk kedalam sepatu itu. Segera
digigitlah kaki si pemburu. Pemburu menjerit karena kesakitan lalu segera
melemparkan senjatanya ke bawah untuk cepat-cepat melepaskan sepatunya.
Semut muda keluar dari sepatu sang pemburu lalu pergi meninggalkan tempat
itu.
“Terima kasih semut, kau sudah menyelamatkan nyawaku hari ini,” kata burung
merpati.
“Sama-sama burung merpati. Tadipun engkau sudah menyelamatkan nyawaku,”
kata semut muda. Akhirnya merekapun berpisah.
***
Pesan moral dari cerita diatas: Persahabatan tidak mengenal perbedaan,
bahwa siapa menabur kebaikkan, maka kebaikkan pulalah yang akan
dituainya.

Anda mungkin juga menyukai