Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PBL VII

PRAKTIK PROFESIONAL DAN ETIS

(Komunikasi)

DISUSUN OLEH :

NAMA : ANDI SUHAIL HAQ M.

NIM : 70100120064

KELAS : B2

DOSEN PENGAMPU :

Dr.,apt. HJ. GEMY NASTITY HANDAYANY, S.Si., M.Si

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2023

SKENARIO
Seorang ibu datang ke apotek, untuk membelikan suaminya (umur 47 tahun) obat pilek.
Apoteker tanpa melakukan komunikasi yang baik dengan ibu tersebut langsung memberikan
obat dekongestan tablet yang mengandung pseudoefedrin 35 mg. Setelah ibu tiba dirumah,
langsung meminumkan obat tersebut kepada suaminya. Ibu tersebut terkejut, karena tak lama
setelah meminum obat tersebut sang suami mengalami gejala mual dan pusing hingga akhirnya
jatuh pingsan dan segera dibawa ke RS untuk diopname. Kepada pasien dokter mengatakan
bahwa kejadian tersebut dikarenakan interaksi obat antara MAOI yang rutin dikonsumsi untuk
mengatasi depresinya dengan pseudoefedrin. 2 hari kemudian, ibu tersebut kembali ke apotek
meminta pertanggungjawaban Apoteker. Ibu tersebut meminta penjelasan Apoteker tersebut.

STEP 1

KLARIFIKASI ISTILAH ASING

1. Common Cold vaitu penyakit infeksi saluran pernapasan Akut (SPA) yang biasanya diderita
oleh masyarakat (BPOM,2015).

(MITA SEKAR UTARI 082)

2. Opname

Pelayanan penerimaan pasien rawat inap dinamakan Admission Office atau sering dinamakan
sentral opname. Pelayanan rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit
yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa, terapi,
rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya (Depkes RI (1997)

(Shofiyyah_090)

3. Depresi adalah gangguan mental yang umumnya ditandai dengan perasaan cemas, kehilangan
minat atau kesenangan,

penurunan energi, perasaan bersalah atau rendah diri, sulit tidur atau nafsu makan berkurang,
perasaan kelelahan dan

kurang konsentrasi. Kondisi tersebut dapat menjadi kronis dan berulang, dan secara substansial
dapat mengganggu

kemampuan individu dalam menjalankan tanggung jawab sehari-hari. Di tingkat yang paling
parah, depresi dapat

menyebabkan bunuh diri (WHO, 2012). (Aminah Rahmawati_092)

4. Depresi adalah keadaan menntal/mood yang menurun yang ditandai dengan perasaan sedih,
putus asa, dan tidak bersemangat. Depresi berkisar dari perasaan "sedih" yang normal hingga
gangguan distimik hingga gangguan depresif mayor. Dalam beberapa hal, menyerupai
kedukaan dan ratapan yanga menyertai rasa kehilangan; sering terdapat perasaan rasa rendah
diri, rasa bersalah, dan menyalahkan diri sendiri, menarik diri dari kontak interpersonal, dan
gejala

somatik seperti gangguan makan dan tidur (Dorland, 2010). (Liinah Ilfah Ilyas_084)
STEP 2

MENETAPKAN MASALAH

1. Apa bentuk pertanggung jawaban yang seharusnya diberikan oleh apoteker terhadap
kejadian yang dialami pasien? (Muthaharahtul Munawwarah_052)
2. Bagimana peran apoteker dalam melakukan komunikasi yang efektif terkait
pengobatan yang diberikan pasien? (Siti Zahrah_076)
3. Apakah ada interaksi antara riwayat penggunaan obat pasien dengan obat flu yang
dibeli istri pasien di apotek? Jika ada, jelaskan! (Elsya Miftahul Jannah_058)
4. Bagaimana Contoh pasien yang dapat diberikan obat anti depresan? Dan bagaimana
upaya keluarga pasien dalam kasus ini? (Siti namira yusuf_078)
5.Apakah ada hukum bagi apoteker yang melanggar kode etik? (Mita sekar utari 082)

STEP 3

BRAINSTORMING

1. Apa bentuk pertanggung jawaban yang seharusnya diberikan oleh apoteker terhadap kejadian
yang dialami pasien? (Muthaharahtul Munawwarah_052)

= Peran dan tanggung jawab apoteker didasarkan pada filosofi Pharmaceutical Care, dimana
kegiatan apoteker yang sebelumnya berorientasi pada obat menjadi berorientasi pada pasien.
Dalam buku Standar Kompetensi Farmasis Indonesia yang diterbitkan oleh Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia (ISFI), terdapat definisi Pharmaceutical Care menurut FIP, yaitu tanggung
jawab farmasis dalam hal farmakoterapi dengan tujuan untuk mencapai keluaran yang dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien (ISFI, 2004). Berdasarkan hal tersebut maka
tanggungjawab apoteker adalah mengidentifikasi, memecahkan, dan mencegah terjadinya
masalah yang berhubungan dengan obat (drug–related problems), sehingga dapat tercapai
keluaran terapi yang optimal.

Tanggung jawab ini tidak hanya muncul pada pelayanan resep namun juga pada swamedikasi
(Newton, 2000). Secara lebih spesifik, tanggung jawab apoteker terhadap perilaku swamedikasi
masyarakat telah dirumuskan oleh FIP dan WSMI dalam suatu kesepakatan bersama. Dalam
kesepakatan tersebut dikatakan bahwa tanggung jawab apoteker dalam swamedikasi adalah
memberikan saran dan mendampingi pasien dalam pemilihan obat, menginformasikan efek
samping yang muncul kepada industri farmasi, menyarankan rujukan kepada dokter, dan
memberitahukan cara penyimpanan obat yang benar (FIP, 1999). Sedangkan menurut WHO,
fungsi atau tanggung jawab apoteker dalam swamedikasi adalah sebagai komunikator
(communicator), penyedia obat yang berkualitas (quality drug supplier), pengawas dan pelatih
(trainer and supervisor), kolaborator (collaborator), dan promotor kesehatan (health promoter)
(WHO, 1998)

2. Bagimana peran apoteker dalam melakukan komunikasi yang efektif terkait pengobatan yang
diberikan pasien? (Siti Zahrah_076)

Jawab :
Peran apoteker dalam kasus ini

-Apoteker seharusnya memberikan rekomendasi dengan memperhatikan riwayat kesehatan


pasien. Dalam kasus ini, sebelum memberikan pseudoefedrin, apoteker seharusnya bertanya
apakah suami memiliki riwayat konsumsi MAOI atau obat-obatan lain yang mungkin
berinteraksi.

-Apoteker bisa memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai interaksi obat yang terjadi,
meminta maaf atas kejadian tersebut, dan memberikan saran atau langkah selanjutnya yang
sesuai dengan kondisi suami. (Siti namira yusuf_078)

3. Apakah ada interaksi antara riwayat penggunaan obat pasien dengan obat flu yang dibeli istri
pasien di apotek? Jika ada, jelaskan! (Elsya Miftahul Jannah_058)

Jawab :

Interaksi antara obat-obat tertentu dan makanan saat menghambat MAOs dapat berakibat fatal.
Setiap obat yang merangsang sistem saraf pusat atau simptomimetik,

seperti vasokonstriktor, obat-obat flu yang mengandung fenileprin, pseudoefedrin, dan

fenilpropanolamin dapat menyebabkan krisis

hipertensi jika dipakai bersama-sama dengan

penghambat MAO. (Stephen et al,2008). (Siti Zahrah_076)

4. Bagaimana Contoh pasien yang dapat diberikan obat anti depresan? Dan bagaimana upaya
keluarga pasien dalam kasus ini? (Siti namira yusuf_078)

Contoh pasien yang dapat diberikan obat depresan melibatkan mereka yang mengalami:
Gangguan Depresi Mayor: Pasien dengan episode depresi berat yang dapat mempengaruhi
kemampuan mereka untuk berfungsi sehari-hari.

Gangguan Dysthymia: Individu dengan depresi kronis dalam bentuk ringan hingga sedang.

Gangguan Depresif Berat dengan Unsur Psikotik: Pasien yang mengalami episode depresi parah
dengan gejala psikotik, seperti delusi atau halusinasi.

Gangguan Bipolar: Pada beberapa kasus, obat depresan dapat digunakan sebagai bagian dari
pengobatan untuk fase depresi dalam gangguan bipolar, terutama ketika digabungkan dengan
mood stabilizer.

Gangguan Kecemasan: Beberapa obat depresan juga dapat digunakan untuk mengobati
gangguan kecemasan, seperti sertralin atau fluoksetin. Upaya keluarga pasien dalam kasus ini

Langkah pertama yang penting adalah segera mencari bantuan medis profesional untuk pasien.
Pergi ke rumah sakit atau klinik segera setelah terjadi reaksi obat yang serius sangat penting.

Selain itu, saat berbicara dengan apoteker, istri pasien dapat menyampaikan kekhawatirannya,
meminta penjelasan lebih lanjut tentang interaksi obat yang terjadi, dan menanyakan apakah
ada langkah atau saran khusus yang perlu diambil setelah insiden ini.
Ingatlah untuk selalu memberikan informasi yang lengkap mengenai riwayat kesehatan suami,
termasuk obat-obatan yang dikonsumsi secara rutin. Hal ini membantu apoteker memberikan
rekomendasi obat yang aman sesuai dengan kondisi kesehatan pasien (Wells et al, 2009).
(Liinah Ilfah Ilyas_084)

5.Apakah ada hukum bagi apoteker yang melanggar kode etik? (Mita sekar utari 082)

Apoteker sebagai seorang tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kefarmasian kepada
masyarakatberdasarkan keahliannya merupakah salah satu profesi yang terikat dengan kode etik
profesi yakni Kode EtikApoteker Indonesia (KEAI). Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi
pelaksanaan KEAI dalam melakukanpekerjaan kefarmasian untuk menjaga keprofesionalitasan
pelayanan yang dilakukan pada masyarakat sehinggapelayanan yang diberikan baik dan dapat
dipertanggungjawabkan selain itu juga untuk menjaga martabat profesisehingga masyarakat
tetap dapat mempercayakan atas pelayanan kefarmasian yang ia butuhkan kepada apoteker
Amin, Yanuar. 2017. (Mita sekar utari 082)

STEP 4

ANALISIS MASALAH

Komunikasi yang baik mungkin lebih penting dalam layanan kesehatan dibandingkan bidang
lainnya. Pelayanan yang berkualitas hanya terjadi jika penyedia layanan, dokter, dan apotek
berkomunikasi secara jelas dan efektif dengan pasien, dengan penyedia layanan kesehatan lain,
dan yang paling penting, dengan tim mereka sendiri. (National Healthcareer Association, 2021)

Ketika komunikasi terputus, hal ini dapat menyebabkan masalah keselamatan pasien yang
serius: sebuah penelitian terhadap kesalahan medis selama sepuluh tahun menemukan bahwa
66% dari kesalahan tersebut disebabkan oleh komunikasi tim yang tidak efektif . Tim farmasi
tidak terkecuali; sebagai jembatan antara apoteker dan pasien, sangat penting bagi teknisi
farmasi untuk mengembangkan keterampilan komunikasi yang baik. (National Healthcareer
Association, 2021)

Komunikasi juga merupakan bagian penting dalam membangun hubungan baik antar anggota
tim farmasi. Teknisi farmasi adalah perekat yang menyatukan tim, dan mereka perlu
mengetahui cara berkomunikasi dengan teknisi lain, staf farmasi, dan apoteker. (National
Healthcareer Association, 2021)

Manfaat adanya komunikasi efektif dengan pasien dan petugas kesehatan lain adalah

1) berkurangnya kesalahan pengobatan,

2) peningkatan pemahaman pasien terhadap pengobatan,

3) kepatuhan pengobatan dan hasil yang optimal

Komunikasi efektif yang baik dan benar yang diberikan pada pasien
1) Mendengarkan keluhan dan atau permintaan obat dari pasien.

2) Menggali informasi dari pasien, antara lain :

a. Untuk siapa obat tersebut.

b. Tempat timbulnya gejala penyakit.

c. Seperti apa rasanya gejala penyakit.

d. Kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya.

e. Sudah berapa lama gejala dirasakan.

f. Ada tidaknya gejala penyerta.

g. Pengobatan yang sebelumnya telah dilakukan.

h. Obat lain yang dikonsumsi untuk pengobatan penyakit lainnya.

i. Informasi lain sesuai kebutuhan

3) Buatlah keputusan profesional : merujuk ke dokter/RS, atau memberikan terapi obat dsb

4) Memilihkan obat sesuai dengan kerasionalan dan kemampuan ekonomi pasien dengan
menggunakan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek.

5) Memberikan informasi tentang obat yang diberikan kepada pasien meliputi : nama obat,
tujuan pengobatan, cara pakai, lamanya pengobatan, efek samping yang mungkin timbul, cara
penyimpanan serta hal-hal lain yang harus dilakukan maupun yang harus dihindari oleh pasien
untuk menunjang pengobatan. Bila sakit berlanjut/lebih dari 3 hari, supaya menghubungi
dokter. Atau menghubungi apoteker apabila ada keluhan selama penggunaan obat

6) Melayani obat untuk pasien, setelah pasien memahami hal-hal yang diinformasikan

7) Mendokumentasikan data pelayanan swamedikasi yang telah dilakukan pada PMR, bila
diperlukan.

8) Menjaga kerahasiaan data pasien

Association, N. H. (2021, May 7)(Shofiyyah_090)

STEP 5

MENETAPKAN TUJUAN BELAJAR

1.Untuk mengetahui hukum bagi apoteker yang melanggar kode etik (mita sekar utari 082)

2. Untuk mengetahui interaksi obat yang terjadi pada pasien (Siti namira yusuf_078)

3. Untuk mengetahui cara melakukan komunikasi yang efektif terkait pengobatan pasien
(Siti Zahrah_076)

4. Untuk mengetahui bagaimana tindakan apoteker untuk menangani kesalahan pemberian


terapi pada pasien (Ahmad Rifai_088)
STEP 6

BELAJAR MANDIRI

Pada skenario adanya ADR pada obat yang di berikan kepada pasien,adanya interaksi
obat antara MOAI yang rutin dikonsumsi untuk mengatasi depresi dengan pseudoefedrin.
Mekanisme utama MAOI adalah melalui penghambatan enzim monoamineoksidase
(MAO) dengan mengikat situs aktif enzim. MAO memainkan peran kunci dalam proses
degradasi berbagai monoamina yang dilepaskan oleh neuron dan sel glia, termasuk dopamin,
serotonin, dan norepinefrin.Ada dua isoform MAO yang merupakan target terapi utama
MAO-A dan MAO-B. Situs pengikatan penghambat MOA-A dan B adalah identik,
perbedaan utamanya terletak pada situs pengenalan di dekat situs aktifnya. Situs pengenalan
MAO-B lebih kecil dibandingkan MAOA. Perbedaan ini memungkinkan penargetan isoform
tertentu. Oleh karena itu, MAOI dapat diklasifikasikan berdasarkan apakah inhibitor MAO-
A/MAO-B selektif atau nonselektif dan apakah efeknya reversibel atau ireversibel.Hal ini
memungkinkan penggunaan terapeutik yang lebih luas. Contoh MAOI nonselektif dan
selektif termasuk fenelzin, penghambat MAO nonselektif, dan selegiline, penghambat MAO-
B selektif. Mengingat MAO-A bersifat intraneuronal dengan substrat noradrenalin (NA) dan
serotonin (5-HT), MAO-A umumnya ditargetkan dalam pengobatan penyakit depresi.
Namun, MAO-A juga menunjukkan potensi terapeutik dalam pengobatan narkolepsi,
serangan panik, dan bulimia. MAO-B memiliki substrat dopamin dan tiramin; oleh karena itu,
penghambatan menyebabkan peningkatan kadar dopamin, yang sering digunakan dalam
pengobatan penyakit Parkinson. Penting untuk dicatat bahwa, MAO tipe A dan tipe B tidak
sepenuhnya selektif dalam aktivitasnya, oleh karena itu pada konsentrasi inhibitor yang lebih
tinggi, klasifikasi antara keduanya akan terpecah.
Secara klinis MAOI telah digunakan untuk meringankan gejala berbagai subtipe
gangguan depresi. Sebelumnya diidentifikasi sebagai agen anti-depresi pertama, penggunaan
MAOI dalam pengobatan depresi sebagian besar telah jatuh ke agen lini ketiga atau keempat
untuk depresi yang resistan terhadap pengobatan, hal ini sebagian besar disebabkan oleh
pembatasan pola makan, efek samping, dan masalah keamanan. Namun, dalam pengobatan
depresi atipikal, uji coba terkontrol secara acak telah menunjukkan MAOI lebih unggul
dibandingkan obat lain yang umum digunakan seperti antidepresan trisiklik. Ciri-ciri depresi
atipikal mencakup reaktivitas suasana hati dengan dua atau lebih hal berikut termasuk
penambahan berat badan, hipersomnolen, kelumpuhan, dan hiperfagia. Penelitian terkontrol
juga menunjukkan kemanjuran penggunaan inhibitor monoamine oksidase, baik yang
ireversibel maupun reversibel, dalam pengobatan gangguan kecemasan sosial (fobia sosial).
(Edinol N Amber, dkk. 2022)
Fobia sosial adalah gangguan kejiwaan yang umum, terkait dengan gangguan
fungsional yang cukup besar dan sering kali merupakan komorbiditas dengan depresi,
penggunaan narkoba, dan gangguan kecemasan. Pasien secara khas mengalami ketakutan
diamati atau dievaluasi oleh orang lain.Phenelzine sebagian besar telah dipelajari pada pasien
dengan gangguan kecemasan sosial dan telah
menunjukkan kemanjuran yang lebih unggul bila dibandingkan dengan plasebo. Meskipun
ada bukti substansial mengenai kemanjuran MAOI dalam gangguan kecemasan sosial, MAOI
sebagian besar merupakan obat lini kedua karena profil efek sampingnya dan interaksinya
dengan obat lain (Edinol N Amber, dkk. 2022).
Inhibitor monoamine oksidase B selektif seperti selegiline sering digunakan untuk
mengobati penyakit Parkinson. Diagnosis penyakit Parkinson biasanya ditandai dengan
gangguan pergerakan termasuk tremor, rigiditas, dan bradikinesia. Seiring perkembangan
penyakit, pasien mengalami gangguan neuropsikiatri termasuk depresi, kecemasan, dan
perubahan kognitif. Lesi neuropatologis yang khas seperti degenerasi neuron dopaminergik di
substansia nigra pars compacta telah diidentifikasi pada penyakit Parkinson. Oleh karena itu,
aktivitas MAO sering diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap degenerasi
saraf penyakit Parkinson. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh degradasi dopamin yang
disebabkan oleh MAO. Penghambatan MAO-B melalui agen seperti selegiline menyebabkan
peningkatan kadar amina endogen dopaminergik, mengurangi gejala dan memperlambat
perkembangan penyakit. (Edinol N Amber, dkk. 2022).
Pseudoefedrin direkomendasikan untuk pengobatan gejala obstruksi pada rongga
hidung, sinus paranasal dan saluran Eustachius. Indikasi lain termasuk rinitis vasomotor dan
terapi tambahan pada rinitis alergi dan otitis media.Kontraindikasi penggunaan pseudoefedrin
adalah hipersensitivitas terhadap obat, penyakit kardiovaskular (hipertensi dan penyakit arteri
koroner), gangguan fungsi organ yang bertanggung jawab untuk eliminasi obat (disfungsi hati
parah, disfungsi ginjal sedang atau berat), hipertiroidisme, glaukoma sudut sempit, jinak.
hiperplasia prostat, diabetes mellitus, agitasi mental dan pengobatan dengan
inhibitor monoamine oksidase (inhibitor MAO) saat ini atau dalam dua minggu terakhir.
Kontraindikasi juga mencakup kondisi fisiologis seperti kehamilan dan menyusui, serta usia
di bawah 2 tahun. Bentuk obat pelepasan yang diperpanjang tidak boleh digunakan sampai
usia 12 tahun(Edinol N Amber, dkk. 2022). Farmakoterapi pasti berhubungan dengan
risiko komplikasi terkait obat; yang paling kontroversial adalah efek pseudoefedrin pada
tekanan darah dan konsekuensinya. Beberapa data literatur menunjukkan bahwa obat
simpatomimetik oral dapat meningkatkan tekanan darah secara berbahaya, sementara data
literatur lainnya meyakinkan bahwa bahayanya terlalu dilebih-lebihkan. Salah satu
metaanalisis dari uji coba terkontrol secara acak menunjukkan bahwa PSE pada dosis yang
dianjurkan tidak berpengaruh pada tekanan darah sistolik dan diastolik pada pasien
hipertensi yang sehat atau terkontrol. Tekanan darah sistolik meningkat ratarata 1 mm Hg dan
detak jantung meningkat tiga kali per menit. Hanya sekitar 3% dari pasien yang dianalisis
memiliki tekanan di atas 140/90 mm Hg. Selama penggunaan sediaan pseudoefedrin, kasus
yang dilaporkan termasuk sindrom koroner akut pada pasien yang melakukan pekerjaan fisik
berat dan merokok selama 30 tahun; infark miokard, krisis hipertensi dan NSTEMI (Non-ST-
Segment Elevation Myocardial Infarction) tanpa elevasi segmen ST setelah meminum obat
dalam bentuk extended-release oleh seorang pria berusia 87 tahun dengan riwayat
demensia ringan, glaukoma dan fibrilasi atrium ; serta peningkatan tekanan darah 220/140
mm Hg, hiperglikemia, stroke hemoragik, kejang pembuluh darah yang kuat dan reversibel,
dan takikardia pada pengemudi yang bekerja di malam hari, pecandu nikotin, dan pengguna
narkoba selama lebih dari 20 tahun. Efek pseudoefedrin dapat menyebabkan keadaan epilepsi
non-konvulsif pada individu yang memiliki kecenderungan dengan kelainan neurologis yang
sudah ada sebelumnya (Edinol N Amber,
dkk. 2022)
Orang yang memakai MAOI sebaiknya menghindari penggunaan obat flu dan batuk
yang mengandung bahan tertentu. Ini termasuk obat yang meningkatkanstimulasi adrenergik
melalui mekanisme selain penghambatan MAO. Jika obatobatan tersebut ditambahkan ke
MAOI, krisis hipertensi yang berpotensi berbahaya dapat terjadi. Obat dekongestan yang
diminum secara oral mempunyai kemampuan untuk meningkatkan tekanan darah dengan
sendirinya, terutama pada pasien dengan penyakit hipertensi yang sudah ada sebelumnya atau
pada pasien yang hipertensinya tidak terkontrol dengan baik. Oleh karena itu, ketika obat-
obatan tersebut dikombinasikan dengan MAOI, kemungkinan peningkatan tekanan darah
meningkat secara signifikan serta potensi krisis hipertensi. 60 Dekongestan yang harus
dihindari terutama mencakup agonis adrenoseptor α1 yang dijual bebas, fenilefrin, dan
oksimetazolin. Efedrin, fenilpropanolamin, dan pseudoefedrin juga dikontraindikasikan pada
penggunaan MAOI; namun, obat-obatan ini telah ditarik dari Amerika Serikat atau hanya
tersedia setelah ditandatangani di apotek. Dekongestan ini memiliki interaksi obat yang
merugikan dengan MAOI karena obat ini meningkatkan aksi pro-noradrenergik dari
penghambatan MAO untuk
mendorong stimulasi berlebih pada reseptor vaskular alfa 1 pascasinaps. 72 Reseptor ini
menentukan resistensi arteriol dan kapasitansi vena. Jadi, stimulasi berlebihan pada
reseptor ini menyebabkan peningkatan langsung pada tekanan darah dan, dalam kasus
yang parah, krisis hipertensi. 91 Dekstrometorfan merupakan bahan tambahan yang
terdapat pada obat flu. Turunan opiat ini merupakan penekan batuk dan tidak boleh
dikombinasikan dengan MAOI (Krystiyna, 2021)
Dekstrometorfan adalah inhibitor reuptake 5-HT yang lemah, menjadikannya obat
yang jauh lebih berbahaya dibandingkan stimulan adrenergik bagi pengguna MAOI. Ketika
penghambat reuptake 5-HT dikombinasikan dengan MAOI, reseptor 5-HT pascasinaps
menjadi terlalu terstimulasi dan dapat menyebabkan sindrom serotonin (Krystiyna, 2021).
Asuhan kefarmasian membutuhkan kemampuan dari pelaku farmasi untuk
mengidentifikasi masalah DRPs guna peningkatan kualitas hidup pasien (Kelly dan
Sorkness, 2005).
Masalah-masalah dalam kajian DRPs menurut Cipolle, Strand dan Morley (1998)
antara lain:
a. Membutuhkan tambahan obat (need for additional drug therapy), jika kondisi baru
yang membutuhkan obat, kondisi kronis yang membutukan kelanjutan terapi obat,
kondisi yang membutuhkan kombinasi obat, dan kondisi yang mempunyai risiko
kejadian efek samping dan membutuhkan obat untuk pencegahannya.
b. Tidak butuh obat (unnecessary drug therapy), jika obat yang diberikan tidak sesuai
dengan indikasi pada saat itu, pemakaian obat kombinasi yang seharusnya tidak
diperlukan, dan meminum obat dengan tujuan untuk mencegah efek samping obat
lain yang seharusnya dapat dihindarkan.
c. Obat salah (wrong drug), jika obat yang diberikan kepada pasien tidak efektif
(kurang sesuai dengan indikasinya), obat tersebut efektif tetapi ekonomis, pasien
mempunyai alergi terhadap obat tersebut, obat yang diberikan mempunyai
kontraindikasi dengan obat lain yang dibutuhkan, dan antibiotika yang sudah
resisten terhadap infeksi pasien. pasien mendapat yang tidak mencukupi atau
kurang (dosage too low), jika dosis obat tersebut terlalu rendah untuk memberikan
efek, dan interval dosis tidak cukup.
d. Pasien mendapat dosis obat yang berlebih (dosage too high), jika dosis obat terlalu
tinggi untuk memberikan efek.
e. Munculnya efek yang tidak diinginkan atau efek samping obat (adverse drug
reaction) dan adanya interaksi obat (drug interaction), jika ada alergi, ada faktor
risiko, ada interakis dengan obat lain, dan hasil laboratorium berubah akibat
penggunaan obat.
f. Ketidaktaatan pasien pada penggunaan obat yang diresepkan (uncompliance), jika
pasien tidak menerima regimen obat yang tepat, terjadi medication error (peresepan,
penyerahan obat dan monitoring pasien), ketidaktaatan pasien, pasien tidak
membeli obat yang disarankan karena mahal, pasien tidak menggunakan obat
karena ketidaktahuan cara pemakaian obat, pasien tidak menggunakan obat karena
ketidakpercayaan dengan produk obat yang dianjurkan.
g. Dokumentasi mengenai pasien mutlak diperlukan dalam mendefinisikan tujuan
terapi dan menghindari terjadinya DRPs (Kelly dan Sorkness, 2005)

DAFTAR PUSTAKA

Association, N. H. (2021, May 7). Effective communication is vital for pharmacy technicians.
Amin, Yanuar. 2017. Etika Profesi dan Hukum Kesehatan (Online). Etika-Profesi-dan-
Hukes-SC.pdf (diaksespada (5 April 2021 )

BPOM RI, 2018.Common Cold Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia

BPOM RI, 2018.Common Cold Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia.

Departemen Kesehatan RI. (1997). Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit di
Indonesia. Jakarta.

Newton, G. D., 2000. Ambulatory Patient Care. In: A.R. Gennaro (Ed.). Remington: The
Science and Practice of Pharmacy, 20th Ed., Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, p.
1893-1894.

Stephen KE, Kasper L, Harrison LM,Daunizeau J, den Ouden HE,Breakspear M, Friston KJ.
(2008).Nonlinear dynamic causal models forfMRI. Neuroimage. Pub Med.42(2):649-62.

World Health Organization. (2012).Badan Pusat Statistik. Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia Tahun 2012.

Wells, B. G., Dipiro, J. T., Schwinghammer, T. L. & Dipiro, C. V., 2009. Pharmacotherapy
Handbook Seventh Edition. New York: The McGraw-Hill Companies.

Anda mungkin juga menyukai