Hukum Kesehatan Kel 14
Hukum Kesehatan Kel 14
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum Kesehatan
Dosen pengampu: DR. Maryati Sutarno, Spd, SST, MARS
Disusun Oleh:
Kelompok 14 Kelas C2
PRODI S1 KEBIDANAN
STIKES ABDI NUSANTARA JAKARTA
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah dari mata kuliah Hukum
Kesehatan yang berjudul ”PERTANGGUNG JAWABAN HUKUM DALAM
BIDANG KESEHATAN”.
Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan
adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Penyusun
i
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................
A. LATAR BELAKANG......................................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH..................................................................................................
C. TUJUAN...........................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................
A. KESIMPULAN...............................................................................................................
B. SARAN...........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam era reformasi saat ini, hukum memegang peran penting dalam berbagai
segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Upaya peningkatan kualitas hidup manusia
dibidang kesehatan merupakan suatu usaha yang sangat luas dan menyeluruh. Upaya
tersebut meliputi peningkatan kesehatan masyarakat baik fisik maupun non-fisik. Di
dalam sistim kesehatan nasional disebutkan bahwa kesehatan menyangkut semua segi
kehidupan yang ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas dan kom-pleks (Johar,
2005).
Kesehatan menjadi bagian yang sangat penting dan salah satu unsur utama yang
harus diwujudkan oleh pemerintah dikarenakan amanah dari, konstitusi dan cita-cita
bangsa negara Indonesia sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 dan Pancasila. Dengan
demikian, dengan terselenggaranya pelayanan kesehatan yang baik, masyarakat
mendapatkan haknya dalam kesehatan dengan tidak membedakan masyarakat dari
berbagai golongan, dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama sebagai wujud
perlindungan hukum kesehatan kepada masyarakat Indonesia. Hukum kesehatan yaitu
suatu ketentuan hukum yang secara langsung memiliki hubungan tentang pelayanan
kesehatan dan penerapannya. Dengan arti kata, hukum kesehatan memiliki aturan secara
tertulis berkaitan dengan pemberi pelayanan kesehatan dan konsumen kesehatan. Hukum
kesehatan, mengatur juga tentang hak dan kewajiban baik pemberi pelayanan kesehatan
dan masyarakat.
Hukum kesehatan dapat dibagi menjadi 2 bagian diantaranya hukum kesehatan
publik dan hukum kedokteran. Hukum kesehatan publik berfokus pada pelayanan
kesehatan pada masyarakat yang meliputi dari pelayanan kesehatan di rumah sakit,
sedangkan dari segi hukum kedokteran, berfokus pada pengaturan pelayanan kesehatan
secara individual tentang pelayanan kesehatan. Sebagaimana Van der Mijn menyatakan
dalam pidatonya bahwa “health law as the body of rules that relates directly to the care of
health as well as the applications of general civil, criminal, and administrative law”( Mijn,
1984).
Di Indonesia, aturan tentang kesehatan dibuat dalam kodifikasi peraturan
perundang-undangan guna memberikan perlindungan kepada konsumen kesehatan atau
masyarakat. Diantara peraturan - peraturan tersebut yaitu :
1
2
Disadari maupun tidak, petugas kesehatan terikat oleh norma-norma baik yang
berasal dari etika profesi maupun norrna hukum yang berlaku dan mengikat setiap warga
negara. Kedua aspek tersebut, baik etika profesi maupun nonna hukum hampir tidak
mungkin dihindari berlakunya dalam pelaksanaan tugas-tugas profesi apa pun di negara
kita ini. Sebagai konsekuensi logis dari mengikatnya etika profesi dan hukum terhadap
setiap pelaku tugas-tugas profesional, maka setiap subjek pelaku tugas profesional selalu
dapat diminta pertanggungjawaban, baik secara hukum maupun berdasarkan etika profesi.
Dalam sudut hukum, profesi tenaga kesehatan dapat diminta pertanggungjawaban
berdasarkan hukum perdata, hukum pidana, maupun hukum administrasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pertanggungjawaban Hukum dalam Bidang Kesehatan?
2. Apa saja Macam-macam Pertanggungjawaban Hukum dalam Bidang Kesehatan?
3. Bagaimana Teori Tentang Pertanggungjawaban Hukum dalam Bidang Kesehatan?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Tentang Pertanggungjawaban Hukum Dalam Bidang
Kesehatan
2. Untuk Mengetahuai Macam-Macam Pertanggungjawaban Hukum Dalam Bidang
Kesehatan
3. Untuk Mengetahui Teori Tentang Pertanggungjawaban Hukum dalam Bidang
Kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN
4
5
a. Bidang hukum pidana, Pasal 120 sampai 200 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
dan pasal-pasal dalam KUHP seperti pasal 48-51, 224, 267, 268, 322, 344, 361, 531,
dan pasal 535.
b. Bidang hukum perdata, khususnya mengenai ketentuan-ketentuan pada buku II KUHP
perdat tentang perikatan dan pasal 58 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009.
1. Tanggung Jawab Etis
a. Kewajiban umum Contoh :
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia (MKEK) Pasal 1: “Setiap
dokter harus menjungjung tinggi, mengamalan, dan menghayati sumpah
dokter.”
b. Kewajiban terhadap pasien
Contoh :
MKEK Pasal 12 : “Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal
dunia.”
Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) : “Tanggung jawab
utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan
keperawatan.”
c. Kewajiban terhadap Profesi
Contoh :
MKEK Pasal 15 : “Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman
sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.”
Menurut PPNI : “Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan
pengembangan profesi keperawatan.” b. Kewajiban terhadap diri sendiri
d. Kewajiban terhadap diri sendiri
Contoh:
MKEK Pasal 16 : “Setiap dokter harus memelihara kesehatannya , supaya
dapat bekerja dengan baik.”
pelayanan. Melaksanakan tugas dengan berpegang pada janji profesi dan tekad untuk
selalu meningkatkan kualitas diri perlu dieratkan dengan kejelasan dalam wewenang
dan fungsinya. Oleh karena tanpa mengindahkan hal-hal yang disebutkan tadi, maka
konsekuensi hukum akan muncul tatkala terjadi penyimpangan kewenangan atau
karena kelalaian. Sebagai contoh umpamanya, terlambat memberi pertolongan
terhadap pasien yang seharusnya segera mendapat pertolongan, merupakan salah satu
bentuk kelalaian yang tidak boleh terjadi.
Mengenai hal itu jelas dapat diketahui dari pasal 54 ayat (l) Undang-undang
Nomor 23 Tahun l992 tentang Kesehatan, yaitu: “Tenaga kesehatan yang melakukan
kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan
disiplin.” Selanjutnya dari penjelasan pasal tersebut dapat diketahui bahwa tindakan
disiplin berupa tindakan administratif misalnya pencabutan izin untuk jangka waktu
tertentu atau hukuman lain sesuai dengan kesalahan atau kelalaian yang dilakukan.
Khusus berkenaan dengan wewenang bidan diatur di dalam peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 363/Men.Kes/Per/IX/1980 tentang Wewenang Bidan.
Dalam UU Tentang Tenaga Kesehatan Nomor 36 Tahun 2014 Pasal 60. Tenaga
Kesehatan bertanggung jawab untuk:
a. Mengabdikan diri sesuai dengan bidang keilmuan yang dimiliki;
b. Meningkatkan kompetensi;
c. Bersikap dan berperilaku sesuai dengan etika profesi;
d. Mendahulukan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi atau
kelompok; dan
8
Perdata. Kemudian kelalaian dalam tindakan medis, diatur dalam pasal 1365-1366
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, jika tindakan medis tersebut hingga
menimbulkan suatu kematian, maka diatur dalam pasal 1370 Kitab 5 Undang-undang
Hukum Perdata dan jika terjadi kecacatan diatur dalam pasal 1371 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata.
Tanggung jawab dari segi hukum perdata didasarkan pada ketentuan pasal
1365 BW (Burgerlijk Wetboek), atau Kitab Undang-undang Hukum perdata. Apabila
tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya melakukan tindakan yang
mengakibatkan kerugian pada pasien, maka tenaga kesehatan tersebut dapat digugat
oleh pasien atau keluarganya yang merasa diiugikan itu berdasarkan ketentuan pasal
l365 BW, yang bunyinya sebagai berikut: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hati.”
Dalam suatu praktek tenaga kesehatan, tanggung jawab secara pidana timbul
jika terbukti adanya suatu tindakan dalam pelayanan kesehatan yang memiliki unsur
tindak pidana sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan undang-
undang lainnya. Contoh dalam tindakan pidana dalam praktek kesehatan seperti
melakukan aborsi tanpa adanya indikasi medis, yang diatur dalam Pasal 194 Undang-
undang RI No. 36 tahun 2009 tentang keshatan, dimana disebutkan bahwa “Setiap
orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).”
Jika ditinjau dari pengaturan KUHPerdata Indonesia tentang perbuatan
melawan hukum lainya, sebagaimana juga dengan KUHPerdata di negara sistem
Eropa Kontinental, maka model tanggung jawab hukum adalah sebagai berikut :
Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian), sebagaimana
diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
Tanggung jawab dengan unsur kesalahan, khususnya unsur kelalaian,
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1366 KUHPerdata.
Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) dalam arti yang sangat terbatas sebgaimana
yang diatur dalam Pasal 1367 KUHPerdata.
Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata berupa tanggung jawab
seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum
10
memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana.
Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan
dengan undang-undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut bertentangan
dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang
tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum
bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.
Menurut pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar
hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang
karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Untuk dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum harus memenuhi
4 (empat) syarat:
a. Salah satu pihak (pasien) harus mengalami kerugian;
b. Ada kesalahan atau kelalaian (perorangan atau badan hukum, rumah sakit, balai
pengobatan dan sebagainya);
c. Ada hubungan sebab-akibat (causalitet) antara kerugian dan kesalahan;
d. Perbuatan itu melawan hukum.
Maka model tanggung jawab hukum adalah sebagai berikut:
a. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian)
sebagaimanapun terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata, yaitu: “tiap-tiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut”.
b. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian sebagaimana
terdapat dalam pasal 1366 KUHPerdata yaitu: “setiap orang bertanggungjawab
tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk
kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.
c. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dalam pasal 1367
KUHPerdata yaitu:
1) seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan
karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugain yang disebabkan
karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan
oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya;
11
2) orang tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugian, yang disebabkan oleh
anak-anak belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa
mereka melakukan kekuasaan orang tua dan wali;
3) majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk
mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawab tentang kerugian
yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahanbawahan mereka di dalam
melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya;
4) guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang bertanggung jawab tentang
kerugian yang diterbitkan oleh murid-murid dan tukang-tukang mereka selama
waktu orang-orang ini berada dibawah pengawasan mereka; (5) tanggung
jawab yang disebutkan diatas berkahir, jika orangtua, wali, guru sekolah dan
kepala-kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah
perbuatan untuk mana mereka seharusnya bertanggung jawab.
Menurut UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 Pasal 192. (1) Rumah Sakit
tidak bertanggung jawab secara hukum apabila Pasien dan/ atau keluarganya menolak
atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian Pasien setelah adanya
penjelasan medis yang komprehensif. (2) Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam
melalsanakan tugas dalam menyelamatkan nyawa manusia.
Pasal 193 Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang ditakukan oleh Sumber Daya Manusia
Kesehatan Rumah Sakit.
Dari segi hukum pidana juga seorang tenaga kesehatan dapat dikenai ancaman
Pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum pidana (KUHP). Ancaman pidana tersebut
dikenakan kepada seseorang (termasuk tenaga kesehatan) yang karena kelalaian atau
kurang hati-hati menyebabkan orang lain (pasien) cacat atau bahkan meninggal dunia.
Pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga kesehatan yang melakukan
Malpraktik Medis (medical practice) di tinjau dari perspektif Undang-Undang No. 36
tahun 2009 tentang kesehatan. mengatur kualifikasi tindak pidana malpraktik medis
yang dilakukan tenaga kesehatan sesuai dengan Pasal 190 dengan unsur sengaja,
maka perlakuan medis masuk dalam kategori malpraktek pidana.
Kemudian pemberlakuan sanksi bagi tenaga kesehatan yang melakukan
Malpraktik Medis (medical practice).
a. Pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun Apabila mengakibatkan terjadinya
kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga
kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun.
b. Pidana Denda Denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
denda paling banyak satu miliar rupiah.
Pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga kesehatan yang melakukan
Malpraktik Medis (medical practice) di tinjau dari perspektif Undang-Undang No. 36
Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Dengan unsur kelalaian negligence dan diatur
secara explisit di dalam Pasal 84, Pasal 85, Pasal 86 Undang - Undang Nomor 36
Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Pemberlakuan jenis sanksi pidana dalam
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan yaitu pidana pokok
berupa penjara dan denda dapat di kualifikasikan sebagai berikut :
a. Pasal 84 Ayat (1) Jenis sanksi pidana hanya pidana pokok antara lain pidana
penjara dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun. dan Pasal 84 Ayat (2). Apabila
13
Tanggung jawab dari segi hukum administratif, tenaga kesehatan dapat dikenai
sanksi berupa pencabutan surat izin praktik apabila melakukan tindakan medik tanpa
adanya persetujuan dari pasien atau keluarganya.
Tindakan administratif juga dapat dikenakan apabila seorang tenaga kesehatan:
a. Pertama, melalaikan kewajiban.
b. Kedua, melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh
seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat
sumpalr sebagai tenaga kesehatan.
c. Ketiga, mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d. Keempat, melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang.
Selain oleh aturan hukum, profesi kesehatan juga diatur oleh kode etik profesi
(etika profesi). Namun demikian, menurut Dr. Siswanto Pabidang, masalah etika dan
hukum kadang kala masih dicampur baurkan, sehingga pengertiannya menjadi kabur.
Seseorang yang melanggar etika dapat saja melanggar hukum dan tentu saja
seseorang yang melanggar hukum akan melanggar pula etika. Selain itu, sanksi dalam
pelanggaran hukum administrasi dapat berupa teguran (lisan atau tertulis), mutasi,
penundaan kenaikan pangkat, penurunan jabatan, skorsing bahkan pemecatan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penerapan Konsep perlindungan hukum terhadap tenaga medis yang diduga
melakukan malpraktek dalam hukum kesehatan disini lebih mengacu pada apakah
tenaga medis sudah melaksanakan tugasnya sesuai aturan yang berlaku, apakah sesuai
standar profesi dan Standar Operating Procedure (SOP) serta dikarenakan adanya dua
dasar peniadaan kesalahan tenaga medis, yaitu alasan pembenar dan pemaaf yang
ditetapkan dalam KUHP.
2. Pertanggungjawaban hukum secara pidana di dalam KUHP terhadap dokter yang
melakukan malpraktek dapat dipertanggungjawabkan dengan Pasal 360 KUHP pada
ayat (1) dan (2) sehingga terdapat dokter yang melakukan tindakan medis yang
berakibat menimbulkan luka berat atau kematian karena kelalaiannya. Dan jika
merujuk pada Pasal 359 dan 360 KUHP maka dokter atau tenaga Kesehatan yang
melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan pasien meninggal maupun luka berat
dapat dipidana dan menuntut kerugian.
B. Saran
1. Dalam melaksakan suatu tindakan medis perlunya suatu kehati-hatian dan perhatian
khusus jangan sampai terjadinya kealfaan ataupun kelalaian yang bisa menyebabkan
suatu tindakan malpraktek yang merugikan pasien dan berujungkan suatu
pertanggungjawaban pidana yang harus dihadapi bagi dokter maupun tenaga medis
lainya.
2. Masyarakat sebagai objek suatu tindakan medis harus sadar hukum dan peka
terhadapat permasalahan hukum yang terjadi disekitar ataupun yang dialaminya
terkhusus disini terhadap permasalahan malpraktek medis yang harus
dipertanggungjawabkan oleh dokter maupun tenaga medis lainnya apabila terdapat
suatu kerugian yang disebabkan oleh dokter ataupun tenaga medis tersebut.
16
DAFTAR PUSTAKA
Atikah Ika. (2020). Etika Profesi Dan Hukum Kesehatan. Bandung. Widina Bhakti Persada.
Suma Juwita. (2009). Tanggung Jawab Hukum Dan Etika Kesehatan. Jurnal Legalitas. 2(3):
84-86.
Susila, E. M. (2021). Malpraktik Medik dan Pertanggungjawaban Hukumnya: Analisis dan
Evaluasi Konseptual. Jurnal Law And Justice. 6(1): 46-61.
Boeve, M. N. (Marlon). (2017). Kajian teori tentan tanggung jawab hukum dan malpraktek
dalam lingkup hukum kesehatan. Tijdschrift Voor Omgevingsrecht, 17(2), 35–36.
https://doi.org/10.5553/to/156850122017017002001
Departemen Kesehatan RI. (2017). Etika profesi dan hukum kesehatan (Edisi 1).
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/11/Etika-Profesi
dan-HukesSC.pdf
Indonesia, I. D. (2012). Kode etik kedokteran Indonesia.
http://www.idai.or.id/professionalresources/ethic/kode-etik-kedokteran-indonesia
Latif, Z. (2016). Halaman pengesahan dosen pembimbing tanggung jawab hukum bagi
pelaku
usaha terhadap konsumen dalam menjual barang tiruan. Tesis : Untag Surabaya.
http://repository.untag-sby.ac.id/id/eprint/1582
Pramesti, A. A. I. (2012). Tanggung jawab hukum dalam hubungan dokter perawat. Jurnal
Medika Udayana, 1–11. https://ocs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/4262/3232
Rokhim Abdul, dkk. (2023). Regulasi Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tenaga
Kesehatan Yang Melakukan Malpraktik Medis (Medical Practice) Ditinjau Dari
Perspektif Uu No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Dan Uu No. 36 Tahun 2014
Tentang Tenaga Kesehatan. Jurnal Universitas Sultan Agung, 12-13.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
Undang-umdang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023
17