Anda di halaman 1dari 7

Laporan Wawancara bersama Pdt.

Sepryanus Mangile
dari Gereja Bethel Indonesia (GBI) Bethani Monlak
(wawancara dilaksanakan pada 16 September 2023, Pkl. 09.30-12.30)

1. Pengantar

Gereja Kristen di Indonesia sudah meluas dan berkembang, serta memiliki


banyak pengikut dari berbagai kalangan. Tak dapat dipungkiri bahwa pelayanan yang
dilakukan mereka sudah merebak hingga ke mana - mana Dari berbagai aliran-aliran
reformasi, semuanya seakan berlomba lari untuk mengejar piala yang satu, yaitu iman
(bdk. 1 Kor 9:24). Namun, dibalik itu semua, mereka tetap patuh melaksanakan tugas
dan karya yang diberikan oleh sinodalnya masing-masing. Terkadang pula, dengan
keberadaan mereka, memberi warna tersendiri dari cara pelayanannya yang berbeda
dengan Kristen aliran utama (Katolik, Ortodoks, Koptik, dll).

Salah satu gereja yang menjalankan misi injili tersebut adalah Gereja Bethel
Indonesia (GBI). Gereja ini merupakan bentuk dari karya misioner para pendeta
Kristen yang bernaung di bawah Dewan Pentakosta Indonesia (DPI) di akhir tahun
1970-an, dan berada di keanggotaan Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), pada sekitar
akhir dasawarsa tahun 1950-an. Gereja ini bermisi di bawah naungan sang reformator
Gereja, Martin Luther. Namun dalam perjalana waktu, mereka juga pun berada di
lingkup Pentakostal1. GBI menjadi kelompok yang mana perkembangan aliran
Pentakostalnya dapat tersebar hingga ke Indonesia, dan bermula dari misi Indische
Kerk (Gereja Protestan Indonesia). Hal ini akan terus berlanjut hingga di satu posisi,
mereka menolak untuk bergabung dengan Dewan Gereja Dunia (DGD), namun
masuk dalam kelompok Persekutuan Injili Indonesia (PII), PGI, serta anggota tetap
dari Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI). Oleh karena tunduk pada segenap
organisasi tersebut, maka Gereja ini pun berada dalam tata tertib, yang berbunyi
demikian:

Untuk memelihara kesucian, ketertiban dan nama baik Gereja sebagaimana layaknya bagi keluarga
Rumah Allah (1 Ptr 2:9-10), maka berdasarkan Firman Allah dan Peraturan Gereja, siasat (hukuman)
Gereja dijalankan/dijatuhkan terhadap anggota Gereja atau Pelayan Firman Allah yang ternyata
menyeleweng dan atau membuat pelanggaran2.
1
Lih. Pdt. Dr. Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995,
hlm. 167, par. 3.
2
Lih. Pdt. Dr. M. Tapilatu, Sejarah Gereja Protestanl di Maluku, 1983, hlm. 187, par. 7.

1
2. Sejarah Singkat Gereja Bethel Indonesia (GBI)

Gereja Bethel Indonesia adalah Gereja yang berdiri pada tanggal 6 Oktober
1970, oleh (alm.) Pdt. Ho Lukas Senduk di kota Sukabumi, Jawa Barat. 2 tahun
kemudian, GBI secara resmi mendapat pengakuan dari Pemerintah negara Indonesia
melalui surat Keputusan Menteri Agama RI No. 41 tanggal 9 Desember 1972 sebagai
Kerkgenootschap (badan hukum Gereja) yang berhak dan hidup di bumi Indonesia.
Data awal menyebut bahwa sekitat 120 Pendeta dan kurang dari 20 gereja jemaat
yang ada dan masuk kala itu3. Dalam perjalanan waktu, GBI berada dalam
keanggotaan Persekutan Gereja Indonesia (PGI), Persekutuan Injili Indonesia (PII),
Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII), dan
Persekutuan Gereja-gereja Pentakosta Indonesia (PGPI).

Secara umum, GBI lahir karena hasil pekabaran Injil dari Bethel Pentacostal
Temple Inc., Seattle, Washington, Amerika Serikat 4. Disebut bahwa pengaruh dari
Amerika sangatlah kental dengan sejarah berdirinya GBI di Indonesia, dengan
beberapa usulan kala itu, yaitu Gereja Bethel Tabernakel (GBT), Gereja Bethel
Sepenuh (GBS), dll. Akhirnya, Misi dari Bapak Pendeta, pendiri GBI ini pun
terwujud dan tersebar luas hingga kemana – mana. Pdt. Ho Lukas Senduk berpulang
ke Rumah Bapa pada tanggal 26 Februari 2008, setelah lebih dahulu ditinggal istrinya
tercinta, Pdt. Helen Theska Senduk5. Ia meninggalkan visi 10000 gereja Gereja Bethel
Indonesia bagi generasi berikutnya. Kemudian, pada tanggal 25-29 Juli 2022, dalam
memeriahkan 78 tahun International General Assembly Church of God (IGACOG) di
San Antonio, Texas, Ketua Umum BPP GBI dimasukkan ke dalam Tata Church of
God (COG) sebagai anggota tetap dalam Pertemuan Eksekutif Internasional COG6.

3
Lih. https://dbr.gbi-bogor.org/wiki/Gereja_Bethel_Indonesia/Sejarah_GBI#Gereja_Bethel_Indonesia.
Dikunjungi pada 2 Oktober 2023, pkl. 08.03.
4
Lih. https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-1786009792/sejarah-berdirinya-gereja-bethel-
indonesia-di-indonesia. Dikunjungi pada 2 Oktober 2023, pkl. 08.35.
5
Lih. http://gbi-ebenhaezer.org/?page_id=262. Dikunjungi pada 2 Oktober 2023, pkl. 09.12.
6
Lih. Artikel Church of God Communications (29 Juli 2022). "General Council Continues Business". Church of
God News. Church of God. Dari situs https://www.faithnews.cc/?p=32910&print=1. Dikunjungi pada 2 Oktober
2023, pkl 08.10.

2
3. Wawancara Bersama Pdt. Sepryanus Mangile dari GBI Bethani
Monlak, Maluku.

Dalam kesempatan berbicara bersama salah satu pendeta dari anggota GBI,
yaitu Pdt. Sepryanus Mangile, beliau menyebut secara rinci di dalam forum
wawancara mengenai GBI sendiri. Wawancara ini sendiri dilaksanakan pada tanggal
16 September 2023, Pukul 09.00 – 12.30, menggunakan Google Meet sebagai
sarananya. Ia menyebut dalam wawancara tersebut demikian:

Berangkat dari pertanyaan pertama, 7GBI sendiri bermula dari kota Bandung,
dengan bantuan dari Gereja Pekabaran Injil dari Misionaris Amerika Serikat, untuk
sampai di tempat-tempat misi lainnya, seperti Bali, Cepu – Jawa Tengah, lalu ke DKI
Jakarta. Efektifnya pergerakan GBI di Indonesia ini berada di bawah pendiri, yaitu
Pdt. HL Senduk. Sebelumnya, mereka (GBI) berada dalam satu persekutuan yaitu
PGdI (Persekutuan Gereja di Indonesia). Berlama waktu kemudian, akhirnya mereka
memisahkan diri dari persekutuan tersebut dan berdirilah GBI itu sendiri. Di sini
pula, mereka menerima pengakuan resmi dari Negara Indonesia, melalui Keputusan
Menteri Agama No. 41 tertanggal 9 Desember 1972. Pusat dari GBI itu sendiri
sekarang berada di Jln. Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, DKI
Jakarta.

Lalu, masuk pada pertanyaan kedua, Secara umum GBI di Indonesia


mengikuti yang dimulai oleh Martin Luther, sebagai pionir reformator Gereja. GBI
sendiri tidak menganut pada reformator yang lain, seperti Yohanes Calvin. Mengenai
Lembaga yang membawahi, Jika Katolik memiliki KWI, maka GBI di Indonesia
tergabung dalam 3 alas Gereja, yaitu PGI, PGdI, PGLII. Selain itu juga, GBI sendiri
masuk dalam Persekutuan Gereja Karismatik di Indonesia. Seperti Katolik yang
dalam ajaran iman memilki Syahadat para Rasul dan Nicea-Konstantinopel, GBI di
Indonesia memiliki Pengakuan Iman Rasuli, namun dengan catatan-catatan yang
sedikit berbeda.

Nah, mengikut dari pertanyaan ketiga yang disampaikan, bahwa apakah GBI
di Indonesia memiliki keterlibatan dalam misi Gerejani, tentu ada dan sudah dimulai
oleh Ketua PGI sekarang yang bekerjasama dengan KWI milik Gereja Katolik. Pada
Saat Covid-19 melanda, Bencana Alam di beberapa daerah, GBI juga ikut serta
7
Tulisan Garis Miring disini merupakan isi dari hasil Wawancara (yang sudah disempurnakan).

3
bersama Gereja Prostestan lainnya, dan juga KWI turut membantu permasalahan
yang terjadi belakangan waktu tersebut dengan galang bantuan. Namun, secara
pribadi saya belum begitu mengikuti lebih jauh apa yang terjadi, tetapi mendengar
informasi dari mereka. Terlebih di Maluku Tenggara, mayoritas Katolik dan terbagi
2 wilayah, di Kab. Dan Kota di Tual. Hanya dibatasi dengan jembatan saja. Untuk
kota Tual, saya tinggal di ibukota Langgur, mayoritas Muslim. Namun disitu, mereka
juga dapat menjalin Kerjasama.

Salah satunya ada pada saat peresmian Gereja Katolik, kaum muda masjid,
GBI dan masyarakat sekitar itu ikut serta dalam Seremonial tersebut. Bahkan,
menurut dari Kemenag, Kota Maluku di Tual menjadi salah satu kota paling Toleran
di Indonesia. Itu berangkat dari luka masa lalu yang harus dikurangi, diredam, dan
diharapkan jangan sampai terulang lagi.

Kemudian, Mengenai pertanyaan keempat, Ekumene yang terjadi di kota


Maluku itu berangkat dari Kemenag dan Forum yang terkait, salah satunya ialah
FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama). Saya sudah disini sejak 2008, pasca
konflik sosial yang terjadi. Di forum Ekumene ini, isu-isu yang terkait di Maluku saat
itu, akan berita Hoax dan tidak bertanggung jawab, di dalamnya ada KWI, PGI,
masyarakat muslim, dapat jadi perekat dan penyaring konflik sosial. Waktu itu ada
pertemuan bulan 6 dan 7, bermula di tahun ini sudah seringkali diranahkan pada
tahun Politik. Maka, pesta Demokrasi ini jadi sarana kami untuk membuat situasi
kondusif.

Berangkat dari itu semua, di daerah Maluku itu kepulauan. Pastinya perlu
waktu, dan komunikasi yang mestinya ada rentangnya. Namun hal tersebut tetap
terjalin oleh karena Ekumene itu terjadi. Dari mitra Gereja juga bisa untuk
berakomodasi, apparat terkait, tokoh-tokoh agama untuk menjalin Kerjasama itu.
Dari itu pula, berada bersama untuk Mewujudkan kesatuan, meski berbeda dari satu
sama lain, namun tetap satu di dalam Yesus Kristus, sebagai anak Allah, Tuhan yang
Esa dan bersama kita.

Sebagai Pertanyaan tambahan pertama, Landasan Pelayanan GBI, Yesus


Kristus ialah pegangan dan pedoman yang suci. Sebagai Kepala gereja, Perjanjian
Lama dan Baru adalah Firman Allah, diilhamkan oleh Roh Kudus, dan Ia adalah
pribadi dalam 1 hakekat. Kekhasan yang ditawarkan GBI ialah karya Roh Kudus,

4
yang dimanifestasikan dalam diri jemaat, sehingga peranan dan kuasa Roh Kudus,
Gereja menuntut umat pada kemahakuasaan Tuhan. GBI jadi sebuah alat untuk
diperlengkapi dengan zaman dan tuntunan yang ada. Wadahnya berupa Ketua
Umum kepengurusan, bergandengan tangan dalam satu visi yang ada, oleh karena
Firman Yesus Kristus, Tuhan Kita.

Mengenai pertanyaan tambahan kedua, antara Liturgi / Sakramen dan


Alkitab, LAI dalam hal ini Alkitab menjadi pegangan yang dimiliki pula oleh GBI.
Namun, di beberapa konteks jemaat tertentu, Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari
dapat digunakan. Selain itu juga, ada yang memakai King James version dalam hal
pekabaran Injil di setiap ibadah. Sedangkan sakramen yang dijalankan oleh GBI
adalah Perjamuan Kudus dan Pernikahan Kudus. Dalam hal pengakuan Iman, GBI
ada sedikit perbedaan yang signifikan dengan Gereja Protestan lainnya, namun hal
itu tidak mengurangi satu sama lain.

4. Refleksi Bersama dalam hal Ekumenisme

Sebagaimana dalam isi wawancara tersebut, tentu memiliki harapan Bersama


dan ujud nyata dalam melakukan Ekumene bisa berada di tengah-tengah jemaat Allah.
Maka, di topik tertentu, Pdt. Sepryanus Mangile juga memberikan apresiasinya dalam
hal Kemanusiaan – Sosial dan juga perkembangan Ekumenisme di antara Katolik dan
Protestan.

8
Pendekatan yang paling mudah ialah “Gereja yang mengakar rumput”,
dengan menyentuh para tokoh agama lain, tokoh adat, masyakarat sekitar. Saya
bersyukur bahwa peranan Gereja diperhatikan oleh Kemenag, FKUB, masyarakat
sekitar yang berkehendak baik membantu Bersama. Mereka mengerti bahwa di
dalam diri tersebut ada jiwa dari Allah, “Anak-anak Kristus”. Mereka mendorong
agar dimana tempat yang mengalami kesulitan pembangunan Rumah Ibadat. Jika
mereka bertanya, Islam mudah-mudah saja membangun, lalu bagaimana dengan
Kristen lainnya, Protestan dan Katolik yang harus mengurus di sana sini? Izin
Membangun Bangunan, pengesahan dari keputusan 2 menteri, tentu peran aktif
masyarakat harus bisa menengarai hal tersebut.

8
Tulisan Garis Miring disini merupakan isi dari hasil Wawancara (yang sudah disempurnakan).

5
Kalau saya dapat menggambarkannya, Kembali pada Alkitab, yaitu
perumpamaan Garam yang baik. Garam yang baik disimpan dalam perbendaharaan
yang baik, sedang Garam yang tidak baik itu, tentu orang pakai saja untuk diinjak di
tengah jalan, supaya tidak licin. Tentu ada historis itu, bukan?. Mungkin orang
hanya menyebut, kita hanya orang Kristen, tahu ibadah saja, orang hanya kenal:
“Oh, itu anak Kristen saja, tidak ada fungsi, sekedar Anak Tuhan saja”. Terkadang
juga kitalah kalau ada yang bolos, tidak menarik akan hal itu. Nah, contohnyalah
dalam hal anak-anak muda sekarang. Bagi mereka yang tidak suka, malah suka cari
yang enak, minum, lagu-lagu rohani yang kemudian berubah disko-disko, sehingga
terjadilah baku hantam disitu. Maka dari itu, perlulah bagi kita untuk jalan dan
terang itu mesti ada, sebagaimana Firman Tuhan, supaya hidup kita dimudahkan
demi sesama kita yang memerlukan.

Gong Perdamaian mesti bergaung lagi, dengan ada nilai dari Pengorbanan,
segala hal apapunlah itu. Itu semua berangkat lagi dari agama yang satu dalam
persatuan di Negara kita. Mereka diantara kita pasti baku tanya, asal mana, daerah
mana, lahir dimana. Tentulah, nilai-nilai hidup kita terlebih kepada anak-anak muda
jangan sampai luntur, supaya memudahkan pula bentuk pewartaan akan keselamatan
kita Bersama, yang merupakan cerminan di dunia sebagai “Anak-anak Allah”, yang
mengakui Yesus Kristus sendiri sebagai pedoman dan teladan Iman kita.

5. Penutup & Kesimpulan

Berangkat dari semua yang sudah diwawancarakan, kelompok sangat


bersyukur bahwa kehadiran Protestan menjadi bentuk kemajemukkan yang mesti
sudah dirangkul Bersama. Tiada lagi hal-hal doktriner yang harus menjadi
penghambat terwujudnya Ekumenisme itu. Bahkan, perlulah melihat dari contoh yang
jelas atas karya-karya dan perbuatan para reformator Gereja, yaitu Kristen Protestan.

Katolik Roma pun akhirnya bisa memberi “jendela & pintu yang lebar” akan
misi yang nyata di dunia ini. Maka dari itu, perlulah segenap anggota Gereja, umat
Allah untuk bisa bersama-sama merangkul koinonia di tengah dunia ini. Tidak lagi

6
terbatas dari kalangan siapa, tetapi mau berada dan bersama berkarya dengan mereka.
Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin, maupun hari ini hingga selama-lamanya.

Lampiran

A. Nama Kelompok.
1. Mathias Metintomwat, MSA – NIM: sp0004
2. Alexander Ivan Perdana, MSA – NIM: 206114038
3. Vincentius Coba Ceme, CMF – NIM: 206114068 (berhalangan hadir ketika
Wawancara, karena kegiatan Komunitas Claretian).

B. Pertanyaan yang diajukan + 2 pertanyaan tambahan.


1. Bagaimana Gereja datang dan berkembang di tempat tersebut?
2. Apa kekhasan yang dimiliki oleh Gereja tersebut. Contohnya: aliran yang dianut
(Lutheran, Calvinis, pentakostal, dll). Apakah punya syahadat tersendiri?
3. Bagaimana kontak atau kerjasama selama ini dengan Gereja Katolik atau Gereja
lainnya?
4. Bagaimana pandangan Gereja tersebut terhadap gerakan ekumene? Bentuk
kesatuan ekumenis apa yang digambarkan dan dicita-citakan? Apa yang sudah
pernah dilakukan secara konkret?
5. Apakah GBI memakai Alkitab yang diterbitkan oleh LAI atau menggunakan yang
lain? Bagaimana dengan Sakramen yang disahkan dan digunakan dalam GBI?
6. Setelah melakukan semua kegiatan Ekumenisme tersebut, Apa yang menjadi
harapan dan cita-cita bersama sebagai anak-anak Allah, baik kepada Katolik,
sesama
Protestan,
dan agama
non-
kristiani?

C. Foto
Bersama.

Anda mungkin juga menyukai