Npm : 2111080128
Kelas :D
Semester : IV(Empat)
Resume Ke 13
PENDEKATAN GESTALT
1. Pandangan Manusia
Pandangan pendekatan Gestalt terhadap manusia dipengaruhi oleh filsafat eksistensial dan fenomenologi.
Asumsi dasar pendekatan gestalt tentang manusia adalah bahwa individu dapat mengatasi sendiri
permasalahannya dalam hidup, terutama bila mereka menggunakan kesadaran akan pengalaman yang sedang
dialami dan dunia sekitarnya. Gestalt berpendapat bahwa individu memiliki masalah karena menghindari
masalah Oleh karena itu pendekatan gestalt mempersiapkan individu dengan intervensi dan tantangan untuk
membantu konseli mencapai integrasi diri dan menjadi lebih autentik. Peris (1969) melihat manusia sebagai
organianse yang vocal-bukan hanya memiliki potensi otak.
Pendekatan Gestalt berpendapat bahwa individu yang sehat secara mental adalah:
1. Individu yang dapat mempertahankan kesadaran tanpa dipecah oleh berbagai stimulasi dari lingkungan
yang dapat mengganggu perhatian individu. Orang tersebut dapat secara penuh dan jelas mengalami dan
mengenali kebutuhannya dan alternatif potensi lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya.
2. Individu yang dapat merasakan dan berbagi konflik pribadi dan frustasi tapi dengan kesadaran dan
konsentrasi yang tinggi tanpa ada percampuran dengan fantasi-fantasi.
3. Individu yang dapat membedakan konflik dan masalah yang dapat diselesaikan dan tidak dapat
diselesaikan.
4. Individu yang dapat mengambil tanggung jawab atas hidupnya.
5. Individu yang dapat berfokus pada satu kebutuhan (the figure) pada satu waktu sambil
menghubungkannya dengan kebutuhan yang lain (the ground), sehingga ketika kebutuhan itu terpenuhi
disebut juga Gestalt yang sudah lengkap.
2. Konsep Dasar
1. Lapisan phony (The phony layer) Terdiri dari reaksi terhadap orang lain dengan cara yang steriotip dan
tidak autentik. Pada level ini individu bermain dan kehilangan perannya. Dengan bertingkah laku sebagai
pribadi yang bukan dirinya, individu hidup dalam fantasi yang diciptakan oleh diri sendiri dan orang lain.
2. Lapisan phobic (The phobic layer) Pada tahap ini individu berusaha menghindari kesakitan emosional
yang berhubungan dengan melihat hal-hal dalam diri yang sebenarnya dipilih un- tuk dihindari. Pada poin
ini individu cenderung untuk resisten menerima diri sendiri.
3. Lapisan impasse (The impasse layer) Pada tahap ini individu mengalami kemacetan dalam
perkembangan. In- dividu menganggap bahwa ia tidak bisa bertahan hidup (survive), karena individu
merasa tidak memiliki sumber dan potensi untuk berkembang tanpa dukungan lingkungan. Individu
cenderung berusaha memanipulasi lingkungan untuk melihat, mendengar, merasa, berpikir dan
mengambil ke- putusan untuk dirinya. Pada tahap ini individu sering merasakan perasaan kematian (a
sense of deadness) dan merasa hampa. Bila individu berharap untuk merasa hidup, ia harus melewati tahap
ini.
4. Lapisan implosif (The implosive layer)
Lapisan di mana individu dapat menerima bahwa ia mengalami perasaan kematian dan kehampaan,
kemudian ia menghadapinya dan tidak meng- hindarinya, maka lapisan implosifnya mulai terbuka.
5. Lapisan eksplosif (The explosive layer)
Lapisan di mana individu melakukan kontak dengan perasaan kematian dan kehampaan kemudian
melepaskan phony roles dan kepura-puraan, maka individu melepaskan energi yang besar yang selama ini
dipertahankan dengan berpura-pura menjadi orang yang bukan dirinya sebenarnya.
3. Tujuan Konseling
Tujuan konseling gestalt adalah menciptakan eksperimen dengan konseli untuk membantu konseli:
1. Mencapai kesadaran atas apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka melakukannya. Kesadaran
itu termasuk di dalamnya, insight, penerimaan diri, pengetahuan tentang lingkungan, tanggung jawab
terhadap pilihannya
2. Kemampuan untuk melakukan kontak dengan orang lain.
3. Memiliki kemampuan mengenali, menerima mengekspresikan perasaan, pikiran dan keyakinan dirinya.
4. Peran dan Fungsi Konselor
Dalam proses konseling gestalt, konselor memiliki peran dan fungsi yang unik, yaitu:
energi, dan hambatan untuk mencapai kesadaran yang ada pada konseli.
2. Konselor adalah "artistic participant" yang memiliki peranan dalam menciptakan hidup baru konseli.
4. Konselor harus dapat membaca dan menginterpretasi bentuk-bentuk bahasa yang dilontarkan konseli.
Bahasa yang harus diperhatikan adalah:
a. Bahasa depersonalisasi, yaitu mengucapkan "sesuatu" dalam bentuk ini atau itu ("It") dari pada "saya" ("I").
Contohnya: konseli mengucapkan "ini" sangat menyedihkan dan bukan mengatakan "saya" sangat sedih.
5. Tahap-Tahap Konseling
4. "Saya Bertanggung Jawab atas ..." ("I Take Responsibility for ....")