Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Diare

2.1.1.1 Pengertian

Diare didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak

berbentuk atau dalam konsistensi cair dengan frekuensi yang

meningkat, umumnya dengan frekuensi > 3 kali/hari, atau

dengan perkiraan volume tinja > 200 gram/hari (Soebagyo,

2008).

2.1.1.2 Klasifikasi Diare

Penyakit diare secara umum menurut Wijaya (2010)

dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Diare akut

Diare akut adalah diare yang terjadinya mendadak

dan berlangsung kurang dari dua minggu. Gejalanya

antara lain : tinja cair, biasanya mendadak, disertai lemah

dan kadang-kadang demam atau muntah. Biasanya

berhenti atau berakhir dalam beberapa jam sampai

beberapa hari. Diare akut dapat terjadi akibat infeksi

virus, infeksi bakteri, dan akibat makanan (Depkes,

1997).

6
2. Diare kronis

Diare kronis adalah diare yang melebihi jangka

waktu 15 hari sejak awal diare. Batasan waktu 15 hari

tersebut semata-mata suatu kesepakatan, karena

banyaknya usul untuk menentukan batasan waktu diare

kronis.

Berdasarkan ada tidaknya infeksi, menurut Wijaya

(2010) diare dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Diare spesifik

Diare spesifik adalah diare yang disebabkan oleh

infeksi virus, bakteri, atau parasit. Gejalanya adalah

adanya lendir atau darah atau busa pada feses penderita.

2. Diare nonspesifik

Diare nonspesifik adalah diare yang bukan

disebabkan oleh kuman khusus maupun parasit.

Penyebabnya adalah makanan yang merangsang atau

yang tercemar toksin, gangguan pencernaan, dan

sebagainya. Gejalanya adalah tidak ada lendir atau darah

pada feses penderita.

2.1.1.3 Penyebab Diare

Menurut teori klasik diare disebabkan oleh meningkatnya

peristaltik usus. Penyelidikan telah dilakukan dan penyebab

utama dari diare adalah bertumpuknya cairan di usus akibat

7
terganggunya resorbsi dan sekresi dari air dan elektrolit-

elektrolit, pada keadaan normal berlangsung pada waktu yang

sama di sel-sel epitel mukosa (Wijaya, 2010).

Penyakit diare menurut Wijaya (2010) dapat disebabkan

oleh 3 jenis, yaitu :

1. Diare akibat virus

Dapat melekat pada sel-sel mukosa yang

menyebabkan kerusakan, sehingga kapasitas resorbsi

menurun, tetapi sekresi air dan elektrolit bertambah.

Diare ini terjadi beberapa hari hingga virusnya bertambah

dan dapat lenyap dengan sendirinya, dan biasanya terjadi

selama 6 hari.

2. Diare akibat enterotoksin

Penyebabnya adalah bakteri yang membentuk

enterotoksin, yang terpenting adalah Escherichia coli dan

lebih jarang Shigella, Salmonella, Vibrio

parohaemolyticus, Campoylobacter jejuni, dan

Entamoyba histolytice. Sel-selnya melekat pada sel

mukosa dan merusaknya. Diare ini bersifat self limiting

yang dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan

kurang lebih 5 hari, dan setelah itu sel-sel yang rusak

diganti dengan sel-sel yang baru.

8
3. Diare akibat bakteri

Bakteri-bakteri tertentu memperbanyak diri dan

membentuk toksin yang mana dapat diresorbsi ke dalam

darah dan menimbulkan gejala-gejala hebat seperti

demam tinggi, nyeri kepala dan kejang-kejang,

disamping mencret berdarah dan lendir. Disebabkan

oleh jenis Salmonella, Shigella, jenis Coli tertentu dan

basil Campylobacter jejuni. Beberapa kuman penyebab

diare antara lain : Vibrio cholera, Escherichia coli,

Shigella, dan Salmonella.

Diare juga dapat disebabkan oleh :

1. Makanan dan minuman

a. Kekurangan zat gizi

b. Tidak tahan terhadap makanan tertentu yang dapat

menimbulkan alergi.

c. Keracunan makanan.

2. Jamur (Candida albicans)

3. Perubahan udara

4. Intoleransi laktosa

5. Stress

Ketegangan dapat memicu peningkatan peristaltik usus

sehingga mengakibatkan diare.

6. Faktor lingkungan

9
2.1.1.4 Diare Anak

Sebagian besar (70-80%) dari penderita diare adalah

kelompok anak di bawah usia 5 tahun (balita). Sebagian dari

penderita diare (1-2%) akan jatuh ke dalam dehidrasi, dan

jika tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat

meninggal (Rusdiana, dkk., 2016). Tata laksana diare dari

tahun ke tahun diketahui bahwa pengetahuan petugas

puskesmas dalam tata laksana diare masih rendah.

Penggunaan antibiotik masih berlebihan (Kemenkes, 2011).

Kategori umur menurut Departemen Kesehatan RI, 2009

adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Kategori Umur

No Kategori Umur (tahun)

1 Balita 0-5

2 Kanak – kanak 6 -11

3 Remaja Awal 12 - 16

4 Remaja Akhir 17 - 25

5 Dewasa Awal 26 - 35

6 Dewasa Akhir 36 - 45

7 Lansia Awal 46 - 55

8 Lansia Akhir 56 - 65

9 Manula > 65

(Sumber : Depkes RI, 2009)

10
2.1.2 Antibiotik

2.1.2.1 Pengertian

Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah

dan mengobati suatu infeksi karena bakteri. Akan tetapi

istilah antibiotik sebenarnya mengacu pada zat kimia yang

dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi, yang

menghambat pertumbuhan atau membunuh organisme yang

lain (Febiana, 2012).

2.1.2.2 Penggolongan antibiotik

Penggolongan antibiotik menurut Febiana (2012) dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan struktur kimia antibiotik :

a. Golongan Aminoglikosida

b. Golongan Beta-Laktam

c. Golongan Glikopeptida

d. Golongan Poliketida, antara lain golongan makrolida,

golongan ketolida,dan golongan tetrasiklin.

e. Golongan Polimiksin

f. Golongan Kinolon

g. Golongan Streptogramin

h. Golongan Oksazolidinon

i. Golongan Sulfonamida

11
j. Antibiotik lain yang penting, seperti kloramfenikol,

klindamisin dan asamfusidat.

2. Berdasarkan toksisitas selektif :

a. Bersifat bakteriostatik

Agen bakteriostatik menghambat pertumbuhan bakteri.

b. Bersifat bakterisid.

Agen bakterisida membunuh bakteri.

3. Berdasarkan mekanisme kerja antibiotik

Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri,

antibiotik dikelompokkan sebagai berikut :

a. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri

b. Inhibitor sintesis protein bakteri

c. Menghambat sintesa folat

d. Mengubah permeabilitas membran sel

e. Mengganggu sintesis DNA

f. Mengganggu sintesa RNA, seperti rifampisin.

4. Berdasarkan aktivitas antibiotik

a. Antibiotika spektrum luas (broad spectrum)

Contohnya seperti tetrasiklin dan sefalosporin efektif

terhadap organisme, baik gram positif maupun gram

negatif. Antibiotik berspektrum luas sering kali dipakai

untuk mengobati penyakit infeksi yang menyerang

belum diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas.

12
b. Antibiotika spektrum sempit (narrow spectrum)

Golongan ini terutama efektif untuk melawan satu

jenis organisme. Contohnya penisilin dan eritromisin

dipakai untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh

bakteri gram positif. Karena antibiotik berspektrum

sempit bersifat selektif, maka obat-obat ini lebih aktif

dalam melawan organisme tunggal tersebut daripada

antibiotik berspektrum luas.

2.1.2.3 Resistensi Antibiotik

Menurut Febiana (2012), resistensi terhadap antibiotik bisa

karena didapat atau bawaan. Pada resistensi bawaan, semua spesies

bakteri bisa resisten terhadap suatu obat sebelum bakteri kontak

dengan obat tersebut. Yang serius secara klinis adalah resistensi

yang didapat, dimana bakteri yang pernah sensitif terhadap suatu

obat menjadi resisten. Resistensi silang juga dapat terjadi antara

obat-obat antibiotik yang mempunyai kerja yang serupa.

Akumulasi dari penggunaan antibiotik pada suatu komunitas

yang terlalu sering, dapat memicu terjadinya resistensi bakteri yang

didapat terhadap suatu antibiotik. Faktor-faktor yang memudahkan

berkembangnya resistensi bakteri menurut Febiana (2012) yaitu :

1. Penggunaan antibiotik yang terlalu sering

2. Penggunaan antibiotik yang irasional

3. Penggunaan antibiotik baru yang berlebihan

13
4. Penggunaan antibiotik untuk jangka waktu yang lama

5. Penggunaan antibiotik untuk ternak

6. Lain-lain (kemudahan transportasi modern, perilaku seksual,

sanitasi buruk, dan kondisi rumah yang tidak memenuhi

syarat).

2.1.2.4 Prinsip Penggunaan Antibiotik

Dalam menggunakan antibiotik apa yang yang harus dipilih,

terdapat beberapa prinsip umum yang dapat dianjurkan. Pemilihan

antibiotik harus didasarkan atas rasio manfaat-resiko dengan unsur

pertimbangan : spektrum antibiotik, sifat farmakokinetik,

efektivitas klinis, keamanan, pengalaman klinis, biaya, potensi

untuk timbulnya resistensi, dan resiko superinfeksi (Depkes RI,

2002).

Antibiotik dengan spektrum yang sesempit mungkin harus

dipilih bila kuman penyebab infeksi dapat dicakup olehnya. Hal ini

untuk mengurangi kemungkinan terjadinya resistensi dan

superinfeksi. Dianjurkan untuk selalu menggunakan antibiotik

secara tunggal di Puskesmas, kecuali untuk beberapa keadaan

seperti tuberkulosis. Untuk infeksi sederhana, kombinasi antibiotik

tidak lebih baik daripada antibiotik tunggal dalam dosis yang

adekuat. Penggunaan kombinasi antibiotik perlu dilakukan hanya

untuk keadaan yang benar telah terbukti dalam uji klinik. Bila akan

14
dicoba kombinasi baru maka hal ini sebaiknya dilakukan dalam

rangka suatu penelitian (Depkes RI, 2002).

Pendekatan educated guess didasarkan pada pemilihan

antibiotik untuk organ yang terkena infeksi dan pola resistensi

kuman, tanpa melakukan pembiakan. Jenis kuman yang menyerang

organ tertentu dapat diketahui dengan cukup akurat. Kuman yang

menimbulkan infeksi dalam abdomen biasanya suatu campuran

kuman Gram (-) dan anaerob (Depkes RI, 2002).

Tabel 2.2 tercantum beberapa contoh pemilihan antibiotik

menurut tempat infeksi dengan menggunakan educated guess.

Pilihan pertama akan menjamin ketepatan pemilihan dan

kemungkinan keberhasilan pengobatan paling besar. Ini hanya

dapat diragukan bila terdapat kuman lain, tetapi kemungkinan

adanya kuman lain sangat kecil. Tabel ini merupakan model dan

dapat dimodifikasi. Dalam menggunakan tabel ini perlu

diperhatikan bahwa ada perbedaan penting antara penggunaan di

luar atau di dalam rumah sakit. Pada penderita infeksi di rumah

sakit ditemukan ciri-ciri yang khas yaitu penderita lebih gawat,

adanya kemungkinan infeksi nosokomial, antibiotik lebih sering

digunakan secara parenteral dan ragamnya berlainan. Apa yang

baik untuk keadaan yang berat tidak selalu tepat untuk indikasi

yang lebih ringan (Depkes RI, 2002).

15
Tabel 2.2 Pemilihan Antibiotik menurut Educated Guess

Tempat Infeksi Kuman Pilihan Pilihan

Penyebab Pertama Kedua

Diare Virus, tanpa Tetrasiklin

Nonspesifik makanan, antibiotik (bila

bakteri kemungkinan

(jarang) bakteri)

Difteria Coryn, penisilin G eritromisin

diphteriae

Gangren gas Clostridium penisilin G klindamisin,

perfringens kloramfenikol

Tetanus Clostridium penisilin G Klindamisin,

tetani kloramfenikol

+ metronidazol

Tifus S.typhi, kloramfenikol, Kotrimoksazol,

abdominalis S.paratyphi ampisilin kuinolon

(Sumber : Depkes RI, 2002)

2.1.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Antibiotik

Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan antibiotik di

negara berkembang terdiri dari faktor pembuat resep, pembuat

obat, dan pasien. Faktor yang menentukan penggunaan obat oleh

pembuat resep menurut WHO (2006) dapat dipengaruhi oleh hal-

hal sebagai berikut :

16
1. Tingkat Pengetahuan tentang Penggunaan Antibiotik yang

Tepat (PAT)

Tingkat pengetahuan merupakan faktor intrinsik dari

pembuat resep, dan merupakan faktor utama yang

mempengaruhi rasionalitas peresepan. Rendahnya tingkat

pengetahuan mungkin disebabkan kurangnya pendidikan

tentang penggunaan antibiotik sehingga dapat terjadi salah

diagnosis dan kesulitan untuk membedakan infeksi bakteri

atau viral.

2. Ketersediaan Sarana Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang

Tersedianya sarana diagnostik dan pemeriksaan

penunjang yang memadai akan mengarahkan diagnosis dan

terapi menjadi lebih tepat.

3. Permintaan Pasien

Keputusan dokter dalam proses peresepan antibiotik dapat

dipengaruhi oleh keinginan pasien untuk memperoleh obat

antibiotik, tetapi pengaruh faktor pasien ini tidak sebesar

faktor dari pembuat resep.

4. Promosi Obat

Seringkali pihak farmasi tertentu memberikan insentif

untuk penggunaan beberapa jenis antibiotik atau selebaran

informasi tentang obat yang diproduksi sehingga

17
meningkatkan akses pembuat resep terhadap penggunaan

antibiotik tertentu.

5. Ketersediaan Obat

Keterbatasan ketersediaan obat yang diperlukan dapat

mempengaruhi pembuat resep beralih pada jenis obat lain yang

mungkin kurang tepat jika dibandingkan dengan obat pilihan

utama.

6. Tingkat dan Frekuensi Supervisi

Supervisi dapat dilihat berdasarkan tingkat

pengawasannya, apakah ketat atau tidak, dan juga dari

frekuensi pada tiap waktu tertentu. Pengawasan oleh atasan

atau oleh instansi pembina dapat meningkatkan rasioanlitas

penggunaan antibiotik atau justru sebaliknya, dapat terjadi

pemberian antibiotik yang kurang atau berlebihan akibat

kekhawatiran pembuat resep.

2.1.3 Puskesmas

2.1.3.1 Pengertian

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,

dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif

untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas harus didirikan pada

18
setiap kecamatan. Dalam kondisi tertentu, pada (1) satu

kecamatan dapat didirikan lebih dari (1) satu Puskesmas.

Kondisi tertentu tersebut ditetapkan berdasarkan pertimbangan

kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk dan aksesibilitas

(Kemenkes RI, 2014).

2.1.3.2 Kategori Puskesmas (Kemenkes RI, 2014)

Puskesmas dapat dikategorikan berdasarkan karakteristik

wilayah kerja dan kemampuan penyelenggaraan,dalam rangka

pemenuhan pelayanan kesehatan yang didasarkan pada

kebutuhan dan kondisi masyarakat.

Berdasarkan karakteristik wilayah kerjanya, Puskesmas

dikategorikan menjadi :

1. Puskesmas kawasan perkotaan

2. Puskesmas kawasan pedesaan

3. Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil.

Berdasarkan kemampuan penyelenggaraan, Puskesmas

dikategorikan menjadi :

1. Puskesmas non rawat inap

Puskesmas non rawat inap adalah Puskesmas yang tidak

menyelenggarakan pelayanan rawat inap, kecuali

pertolongan persalinan normal.

19
2. Puskesmas rawat inap

Puskesmas rawat inap adalah Puskesmas yang diberi

tambahan sumber daya untuk menyelenggarakan pelayanan

rawat inap, sesuai pertimbangan kebutuhan pelayanan

kesehatan.

2.1.3.3 Upaya Kesehatan Puskesmas (Kemenkes RI, 2014)

Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat

tingkat pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat

pertama. Upaya kesehatan tersebut dilaksanakan secara

terintegrasi dan berkesinambungan. Upaya kesehatan

masyarakat tingkat pertama meliputi :

1. Upaya kesehatan masyarakat esensial

Upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan

oleh setiap Puskesmas untuk mendukung pencapaian standar

pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan. Upaya

kesehatan masyarakat esensial meliputi :

a. Pelayanan promosi kesehatan

b. Pelayanan kesehatan lingkungan

c. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana

d. Pelayanan Gizi

e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit

20
2. Upaya kesehatan masyarakat pengembangan

Upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan

upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan

upaya yang sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi

dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas

masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi

sumber daya yang tersedia di masing-masing Puskesmas.

Beberapa kegiatan upaya kesehatan masyarakat

pengembangan yang dilakukan adalah:

a. Upaya kesehatan sekolah

b. Upaya kesehatan olahraga

c. Upaya perawatan kesehatan masyarakat

d. Upaya kesehatan kerja

e. Upaya kesehatan gigi dan mulut

f. Upaya kesehatan jiwa

g. Upaya kesehatan mata

h. Upaya kesehatan usia lanjut

i. Upaya pembinaan pengobatan tradisional.

Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dilaksanakan

sesuai dengan standar prosedur operasional dan standar

pelayanan dalam bentuk :

1. Rawat jalan

2. Pelayanan gawat darurat

21
3. Pelayanan satu hari (one day care)

4. Home care

5. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan

kesehatan.

Untuk melaksanakan upaya kesehatan tersebut di atas,

Puskesmas harus menyelenggarakan :

1. Manajemen Puskesmas

2. Pelayanan kefarmasian

3. Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat

4. Pelayanan laboratorium

Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Puskesmas,

harus berpedoman pada Standar Pelayanan Kefarmasian di

Puskesmas (Kemenkes RI, 2015). Pengaturan Standar

Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas bertujuan untuk :

1. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian

2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian

3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat

yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien

(patient safety).

2.1.3.4 Puskesmas Mulyoharjo

Menurut Profil Kesehatan Kabupaten Pemalang Tahun

2016, Puskesmas Mulyoharjo merupakan salah satu Puskesmas

di wilayah Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang, terletak

22
di Jalan Veteran Nomor 277 Pemalang 52313 (Dinkeskab,

2016). Puskesmas Mulyoharjo memiliki 2 (dua) Puskesmas

Pembantu (Pustu) yaitu Pustu Pelutan dan Pustu Sugihwaras.

Wilayah kerjanya meliputi empat kelurahan dan satu desa yaitu :

1. Kelurahan Mulyoharjo

2. Kelurahan Pelutan

3. Kelurahan Sugihwaras

4. Kelurahan Widuri

5. Desa Danasari

Puskesmas Mulyoharjo dalam menyelenggarakan pelayanan

kesehatan tingkat pertama mempunyai Visi dan Misi. Visinya

adalah sebagai berikut :

1. Masyarakat hidup dalam lingkungan sehat.

2. Masyarakat hidup dengan perilaku sehat.

3. Masyarakat mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang

bermutu, adil, dan merata.

4. Masyarakat memiliki derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya.

Misi yang akan dilakukan oleh Puskesmas Mulyoharjo adalah:

1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di

wilayah kerja Puskesmas Mulyoharjo.

23
2. Mendorong keluarga dan masyarakat di wilayah kerja

Puskesmas Mulyoharjo untuk hidup sehat melalui

perilakunya sendiri.

3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan, dan

keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan

Puskesmas Mulyoharjo.

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah,

memberantas, dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, dan

masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Mulyoharjo beserta

lingkungan.

Tujuan dari visi dan misi tersebut adalah meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja

Puskesmas Mulyoharjo dalam rangka mewujudkan wilayah

kerja Puskesmas Mulyoharjo sehat.

Pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas Mulyoharjo

antara lain :

1. Pengobatan Umum

2. Kesehatan Ibu, Anak dan KB

3. Klinik Gigi dan Mulut

4. Klinik Terpadu

5. Klinik Sanitasi

24
6. Klinik Gizi

7. Klinik Reproduksi Remaja

8. Program Pemberantasan Penyakit

9. KIR Dokter Imunisasi

10. Laboratorium

11. Pertolongan Persalinan 24 jam

2.1.4 Rasionalitas Penggunaan Antibiotik

Pengobatan yang rasional termasuk pengobatan dengan antibiotik

yaitu suatu pengobatan yang mensyaratkan bahwa pasien

mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan klinik, dosis yang sesuai,

dan dalam periode waktu yang memadai. Istilah penggunaan obat

rasional mencakup kriteria seperti obat yang tepat, indikasi yang tepat,

tepat pasien yaitu tidak ada kontraindikasi dan kemungkinan reaksi

merugikan minimal, dispensing yang benar, dan kepatuhan pasien

pada pengobatannya (Erlangga, 2017).

Rasionalitas penggunaan antibiotik dapat dilihat berdasarkan target

pemerintah terkait parameter indikator peresepan antibiotik yang

rasional antara lain persentase peresepan antibiotik pada diare non

spesifik sebesar 8%. Departemen Kesehatan RI melakukan pengawasan

untuk penilaian terhadap penggunaan obat di Puskesmas menggunakan

standar target tersebut. Nilai tersebut tidak ditetapkan sebagai standar

penggunaan obat rasional dikarenakan Departemen Kesehatan RI

25
menyadari bahwa tidak seluruh Puskesmas memiliki kondisi pelayanan

kesehatan yang memadai (Depkes RI, 2011).

2.1.5 Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas

Pedoman pengobatan dasar di Puskesmas untuk penyakit diare non

spesifik menurut Depkes (2002) yaitu :

1. Pemberian cairan berupa upaya rehidrasi oral untuk mencegah

maupun mengobati dehidrasi

2. Melanjutkan pemberian makanan seperti biasa, terutama ASI,

selama diare dan dalam masa penyembuhan

3. Tidak menggunakan antidiare, sementara antibiotik maupun

antimikroba tidak digunakan kecuali untuk pilihan kedua, dan

hanya untuk kasus diare tersangka kolera, disentri atau terbukti

amubiasis.

Penatalaksanaannya adalah dasar pengobatan diare yaitu rehidrasi

dan memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit. Oleh karena itu

langkah pertama adalah tentukan derajat dehidrasi. Kemudian

melakukan upaya rehidrasi yaitu untuk penderita dehidrasi ringan

sampai sedang diberi larutan oralit :

1. Anak umur < 5 tahun : 1,5 – 3 gelas pada 3 jam pertama,

kemudian 0,5 – 1 gelas setiap kali diare

2. Anak umur ≥ 5 tahun ; 6 – 12 gelas pada 3 jam pertama,

kemudian 0,5 – 2 gelas setiap kali diare

26
Antibiotik terpilih adalah tetrasiklin dengan dosis untuk anak > 4

tahun 4 X 50 mg/kgBB/hari yang diberikan selama 3 hari, dan untuk

anak < 4 tahun tidak boleh diberikan.

2.1.6 Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik

Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik adalah suatu pedoman

yang dibuat oleh pemerintah untuk memberikan acuan bagi tenaga

kesehatan menggunakan antibiotik dalam pemberian pelayanan

kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan dalam penggunaan antibiotik,

serta pemerintah dalam kebijakan penggunaan antibiotik.

Pedoman penggunaan antibiotik pada anak, perhitungan dosis

antibiotik berdasarkan per kilogram berat badan ideal sesuai dengan

usia dan petunjuk yang ada dalam formularium profesi.

Tabel 2.3 Daftar Antibiotik yang Tidak Boleh Diberikan pada Anak

Nama Obat Kelompok Usia Alasan

Siprofloksasin < 12 tahun Merusak tulang rawan

Norfloksasin < 12 tahun Merusak tulang rawan

Tetrasiklin < 4 tahun atau pada Diskolorisasi gigi,

dosis tinggi gangguan

peetumbuhan tulang

Kotrimoksazol < 2 bulan Tidak ada data

efektivitas dan

keamanan

27
Kloramfenikol Neonatus Menyebabkan Grey

baby syndrome

Tiamfenikol Neonatus Menyebabkan Grey

baby syndrome

Spiramisin Neonatus dan bayi Tidak ada data

keamanan

2.2 Kerangka Teori

Pengobatan Diare Non Spesifik

Tingkat pengetahuan
tentang Penggunaan
Antibiotik yang
Tepat

Tanpa antibiotik
Ketersediaan sarana
diagnostik dan
pemeriksaan
penunjang Jenis antibiotik Rasionalitas
yang digunakan penggunaan
antibiotik
Permintaan pasien

Promosi Obat

Keterangan : : Diteliti

----------------- : Tidak Diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Teori

28
2.3 Kerangka Konsep

Tanpa antibiotik
Pengobatan
Diare Non
Spesifik Rasionalitas
Jenis antibiotik penggunaan
yang digunakan antibiotik

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

2.4 Hipotesis

Penggunaan antibiotik untuk penyakit diare non spesifik pada pasien

anak di Puskesmas Mulyoharjo Kabupaten Pemalang sudah sesuai dengan

Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas dan Pedoman Umum

Penggunaan Antibiotik.

29

Anda mungkin juga menyukai