Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saluran pencernaan merupakan saluran yang berperan menerima
makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan
jalan proses pencernaan, mulai dari mulut sampai dengan anus. Setiap organ
saluran cerna memiliki tugas khusus dan saling mempengaruhi antara organ
satu dengan organ yang lain sehingga apabila terjadi gangguan pada salah satu
organ akan berdampak pula pada proses pencernaan itu sendiri maupun pada
sistem lain, misalnya gangguan pada lambung dan usus yang disebut
gastroentritis. Gastroentritis merupakan proses peradangan yang terjadi pada
daerah lambung dan usus yang biasanya disertai dengan gejala diare secara
terus menerus. Angka kejadian gangguan gastoenteritis yang disertai dengan
adanya gejala diare masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian bila
tidak ditangani secara cepat, tepat, dan sesuai prosedur yang benar. Dampak
penyakit diare bila dibiarkan berlarut-larut maka akan menimbulkan
komplikasi seperti ; dehidrasi (kehilangan cairan), hipokalemia (kekurangan
kalium), hipokalsemia (kekurangan kalsium), dan lain-lain (Suriadi,2001)
yang kemudian berlanjut pada kematian.
Kurang Kalori Protein (KKP) akan terjadi manakala kebutuhan tubuh
akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Kedua bentuk
defisiensi ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu lebih
dominan dari pada yang lain keparahan KKP berkisar dari hanya penyusutan
besar berat badan atau terlambatnya tumbuh, sampai ke sindrown klinis yang
nyata dan tidak jarang berkaitan dengan defisiensi vitamin dan mineral.

1
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Diare dan
Kurang Kalori Protein (KKP)
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi diare dan kkp
b. Untuk mengetahui etiologi dari diare dan kkp
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis
d. Untuk mengetahui patofisiologi
e. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik
f. Untuk mengetahui komplikasi
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN


DIARE

1. Definisi
 Gastroenteritis (GE) adalah peradangan yang terjadi pada lambung
dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai
muntah (Sowden, et all. 1996).
 Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan
intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,
virus, dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s, 1995).
 Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan
usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak
dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan parasit yang
patogen.

2. Etiologi
 Pada anak-anak
- 40 % kasus adalah idiopatik.
- 30 % - 40 % agen viral ; diantaranya Rotavirus, Enteric
adenovirus, Norwalklike viruses, Astrovirus 1.
- Bakteri dan parasit juga penyebab yang signifikan.
 Dua tipe dasar diare infeksi akut adalah tipe noninflamasi dan
inflamasi.
- Enteropatogen dapat menimbulkan diare noninflamasi.
- Diare inflamasi biasanya disebabkan oleh invasi intestinal
secara langsung atau produksi sitotoksin.

Etiologi diare akut dapat dihubungkan dengan bakteri, viral, atau


parasit.

3
3. Manifestasi Klinis
 Demam
 Muntah
 Nyeri abdomen
 Kram
 Tinja Encer
 Dehidrasi
- Letargi
- Penampakan : pucat, mata cekung, membran mukosa mulut dan
bibir kering.
- Sakit tenggorokan
- Malaise
- Myalgia
- Ruam
- Weight loss (Kehilangan berat badan).

4. Patofisiologi
 Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah :
- Gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga
usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare).
- Gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga
sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian menjadi diare.
- Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik
dan hipoperistaltik.
 Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit
(Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis
Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output
berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.

4
5. Pemeriksaan Diagnostik
1) Deteksi Toksin :
a. ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay)
b. Western blot
c. Vero cell toksin neutralization
d. Aglutinasi latex
e. Western immunoblotting
2) Pemeriksaan Tinja
Kultur tinja tidak diperlukan (no-cost-effective) kecuali jika ada
kecurigaan penyebabnya adalah bakteri.
a. Kultur tinja rutin
b. Tes untuk pathogen lain, seperti spesies Vibrio, enterohemorrhagic
E coli, dan bakteri memproduksi shigatoxin lain membutuhkan
media spesial misal agar MacConkey, agar sorbitol untuk E coli.
3) Tes Laboratorium Rutin
Hitung leukosit (WBC) = meningkat pada infeksi Salmonella,
normal atau rendah dengan sedikit kenaikan pada infeksi Shigella.
Eosinophilia dapat hadir pada infeksi parasit.
4) Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
a. Immunofluorescent antibody dan enzyme immunoassays tersedia
untuk organisme Giardia dan Cryptosporidium, assay toxin C
difficile dapat dilakukan jika ada diare karena antibiotik.
b. Rotavirus : Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
tersedia dalam kurang dari 2 jam tapi tidak cukup sensitive pada
dewasa.
c. Giardia : dapat dilakukan ELISA dengan sensitifitas 90 %.

5
6. Komplikasi
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Mal nutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

Tingkat dehidrasi gastroenteritis adalah sebagai berikut :

a. Dehidrasi ringan.
Kehilangan cairan 2-5 % dari berat badan dengan gambaran
klinis turgor kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh
pada keadaan syok.
b. Dehidrasi sedang.
Kehilangan cairan 5-8 % dari berat badan dengan gambaran
klinis turgor kulit jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan
dalam.
c. Dehidrasi berat.
Kehilangan cairan 8-10 % dari berat badan dengan gambaran
klinis seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan
kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai
sianosis.

6
7. Penatalaksanaan
1) Pemberian cairan.
Pemberian cairan, pada klien diare dengan memperlihatkan derajat
dehidrasinya dan keadaan umum, yakni :
a. Cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan
diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na,
HCO, K, dan Glukosa, untuk diare akut di atas umur 6 bulan
dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60
Meq/l dapat dibuat sendiri (menggunakan larutan garam dan
gula). Hal tersebut di atas adalah pengobatan di rumah sebelum
dibawa ke rumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.
b. Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan
tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang
diperhitungkan kehilangan cairan sesuai umur dan berat
badannya, yakni :
a) Dehidrasi ringan.
1 jam pertama 25-50 ml/Kg BB/oral, kemudian 125 ml/Kg
BB/hari.
b) Dehidrasi sedang.
1 jam pertama 50-100 ml/Kg BB/oral, kemudian 125 ml/kg
BB/hari.
c) Dehidrasi berat.
Untuk anak umur 1 bulan-2 tahun dengan berat badan 3-10
kg.
 1 jam pertama: 40 ml/Kg BB/jam = 10 tetes/Kg
BB/menit (infus set 1 ml = 15 tetes atau 13 tetes/Kg
BB/menit).
 7 jam berikutnya 12 ml/Kg BB/jam = 3 tetes/Kg
BB/menit (infus set 1 ml = 20 tetes).

7
 16 jam berikutnya 125 ml/Kg BB oralit per oral bila
anak mau minum, teruskan dengan 2A intra vena 2
tetes/Kg BB/menit atau 3 tetes/Kg BB/menit

Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15
kg.

 1 jam pertama 30 ml/Kg BB/jam atau 8 tetes/Kg


BB/menit (infus set 1 ml = 15 tetes) atau 10 tetes/Kg
BB/menit (1 ml = 20 tetes).
 7 jam kemudian 127 ml/Kg BB oralit per oral, bila anak
tidak mau minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena
2 tetes/Kg BB/menit atau 3 tetes/Kg BB/menit.

Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25
kg.

 1 jam pertama 20 ml/Kg BB/jam atau 5 tetes/Kg


BB/menit (infus set 1 ml = 20 tetes).
 16 jam berikutnya 105 ml/Kg BB oralit per oral.

2) Diatetik (pemberian makanan).


Terapi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada
klien dengan tujuan meringankan, menyembuhkan serta menjaga
kesehatan klien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
 Memberikan ASI.
 Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup
kalori, protein, mineral dan vitamin, makanan harus bersih.

3) Perawatan Prarumahsakit ditujukan pada terapi cairan secepatnya


pada pasien yang tidak stabil.

8
4) Perawatan gawat darurat :
Tujuan terapi
a. Rehidrasi oral atau Intra Vena sebagaimana dibutuhkan.
b. Rawat gejala yang terindikasi misal : demam, nyeri.
c. Identifikasi komplikasi.
d. Cegah penyebaran infeksi.
e. Identifikasi dan rawat penyebab tertentu dengan terapi
antibiotik spesifik atau empiris.

5) Terapi Rehidrasi Oral


a. Glukosa harus diberikan sebagai tambahan pemberian
elektrolit.
b. Penggantian volume umumnya dapat dilakukan dalam 8 jam.
c. Terapi rehidrasi oral (TRO) hanya direkombinasikan pada
pasien kooperatif dan ada pengawas yang mengawasi dalam
memberikannya.

Dalam penurunan volume berat atau jika TRO gagal, lakukan


terapi IV.

Pertimbangkan pemasangan NGT pada pasien dengan kriteria


berikut :

a. Kehilangan cairan berat


b. Gagal terapi rehidrasi oral
c. Gagal mencoba berulang kali saat akses Intra Vena.

6) Medikamentosa
a. Obat antisekresi
b. Obat antispasmolitik
c. Obat antibiotik

9
8. Asuhan Keperawatan

PENGKAJIAN

 Keluhan utama :
Feses cair, muntah, bila kehilangan banyak air dan
elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan menurun. Pada bayi
ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput
lendir mulut dan bibir kering, frekuensi BAB lebih dari 4 kali
dengan konsistensi encer.
 Pola eliminasi :
BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang.
 Pola nutrisi :
Diawali dengan mual, muntah, anoreksia, penurunan berat
badan.
 Pola tidur dan istirahat :
Akan terganggu karena adanya distensi abdomen.
 Pola higiene :
Kebiasaan mandi setiap harinya.
 Pola aktivitas :
Kaji kebiasaan melakukan aktivitas setelah kondisi tubuh
yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.
 Pemeriksaan psikologis :
Keadaan umum tampak lemah, kesadaran compos mentis
sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan
agak cepat.
 Pemeriksaan fisik :
- Inspeksi : Mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir mulut
dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
- Perkusi : Adanya distensi abdomen.
- Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.
- Auskultasi : Terdengarnya bising usus/ bising usus meningkat.

10
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh b.d
output cairan yang berlebihan.
2. Pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual
dan muntah.
3. Gangguan integritas kulit b.d iritasi, frekuensi BAB yang berlebihan.
4. Nyeri akut b.d distensi abdomen.
5. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang penyakit,
prognosis dan pengobatan.
6. Cemas b.d perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.

INTERVENSI

1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
 Tujuan : Defisit cairan dan elektrolit teratasi.
 Kriteria hasil : Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan
bibir lembab, balance cairan seimbang.
 Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital.
b. Observasi tanda-tanda dehidrasi.
c. Ukur input dan output cairan (balance cairan).
d. Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang
banyak kurang lebih 2000-2500 cc per hari.
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi cairan,
pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam
pemberian cairan rendah sodium.
f. Pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual dan muntah.
 Tujuan : Pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi.
 Kriteria hasil : Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi
yang disediakan, mual dan muntah tidak ada, BB meningkat.
 Intervensi :

11
a. Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi.
b. Timbang berat badan klien.
c. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi.
d. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen (palpasi, perkusi, dan
auskultasi).
e. Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering.
Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.
f. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekuensi BAB
yang berlebihan.
 Tujuan : Gangguan integritas kulit teratasi.
 Kriteria hasil : Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada,
tanda-tanda infeksi tidak ada.
 Intervensi :
a. Ganti pakaian dalam jika basah.
b. Bersihkan bokong perlahan dengan sabun non alkohol.
c. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit.
d. Observasi bokong dan perineum dari infeksi.
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antifungi
sesuai indikasi.
f. Nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen.
 Tujuan : Nyeri dapat teratasi.
 Kriteria hasil : Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah
tenang, skala/tingkat nyeri menurun.
 Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital.
b. Kaji tingkat rasa nyeri.
c. Atur posisi yang nyaman bagi klien.
d. Beri kompres hangat pada daerah abdomen.
e. Ajarkan teknik mengatasi nyeri nonfarmakologi.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi analgetik
sesuai indikasi.

12
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakit, prognosis dan pengobatan.
 Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat.
 Kriteria hasil : Keluarga klien mengerti dengan dengan proses
penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak
bertanya lagi tentang proses penyakit klien.
 Intervensi :
a. Kaji tingkat pendidikan keluarga klien.
b. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit
klien.
c. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui penkes.
d. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum
dimengertinya.
e. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
f. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur
yang menakutkan.
 Tujuan : Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan.
 Kriteria Hasil : Klien tampak tenang.
 Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan klien.
b. Kaji faktor pencetus cemas.
c. Buat jadwal kontak dengan klien.
d. Kaji hal yang disukai klien.
e. Berikan mainan sesuai kesukaan klien.
f. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan.
g. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mendampingi klien.

13
EVALUASI

1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.


2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
3. Integritas kulit kembali normal.
4. Rasa nyaman terpenuhi.
5. Pengetahuan keluarga meningkat.
6. Cemas pada klien teratasi.

2.2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KURANG KALORI


DAN PROTEIN (KKP)

1. Pengertian KKP
Kurang kalori dan protein ini terjadi karena ketidakseimbangan
antara konsumsi kalori atau karbohidrat dan protein dengan kebutuhan
energi atau terjadinya defisiensi atau defisit energi dan protein. Pada
umumnya penyakit ini terjadi pada anak balita karena pada umur tersebut
anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Apabila konsumsi makanan
tidak seimbang dengan kebutuhan kalori maka akan terjadi defisiensi
tersebut (kurang kalori dan protein).

Penyakit ini dibagi dalam tiga tingkat, yakni :

a. KKP ringan, kalau berat badan anak mencapai 84-95 % dari berat
badan.
b. KKP sedang, kalau berat badan anak hanya mencapai 44-60 % dari
berat badan.
c. KKP berat (gizi buruk), kalau berat badan anak kurang dari 60% dari
berat badan.
Beberapa ahli hanya membedakan antara 2 macam kkp saja, yakni
kkp ringan atau gizi kurang dan kkp berat (gizi buruk) atau lebih sering
disebut marasmus (kwashiorkor). Anak atau penderita marasmus ini
tampak sangat kurus, berat badan kurang dari 60% dari berat badan ideal
menurut umur, muka berkerut seperti orang tua, apatis terhadap sekitarnya,
rambut kepala halus dan jarang berwarna kemerahan.

14
Penyakit kkp pada orang dewasa memberikan tanda-tanda klinis :
oedema atau honger oedema (ho) atau juga disebut penyakit kurang
makan, kelaparan atau busung lapar. Oedema pada penderita biasanya
tampak pada daerah kaki.

2. Etiologi
Kurang kalori dan protein dapat terjadi karena :

a. Diet yang tidak cukup.


b. Kebiasaan makan yang tidak tepat, karena kelainan metabolik, atau
malformasi congenital.
c. Pada bayi dapat terjadi karena tidak mendapat cukup ASI dan tidak
diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare.

3. Patofisiologi
Kurang kalori dan protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh
akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam
keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan,
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai
bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat
sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan.
Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar
dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak,
gliserol dan keton. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton
sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun.
Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein
lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.

15
4. Manifestasi Klinik
a. Badan kurus kering tampak seperti orangtua.
b. Abdomen dapat kembung dan datar. BB menurun.
c. Terjadi atropi otot akibat hipotoni.
d. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat.
e. Kulit keriput (turgor kulit jelek).
f. Ubun-ubun cekung pada bayi.
g. Jaringan subkutan hilang.
h. Malaise.
i. Kelaparan.
j. Apatis.

5. Komplikasi
a. Infeksi.
b. Kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung.
c. Malabsorpsi.
d. Gangguan metabolic.
e. Penyakit ginjal menahun.
f. Gangguan pada saraf pusat.
g. Gangguan asupan vitamin dan mineral.
h. Anemia gizi.

6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan fisik.
b. Pemeriksaan laboratorium: albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb,
Ht, dan transferin.
c. Pemeriksaan radiologis.

16
7. Penatalaksanaan
a. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang
kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan
vitamin.
b. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
c. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare
berat.
d. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan,
pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil
laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.
Penanganan KKP berat

Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi


pengobatan awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk
mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi
diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.

Upaya pengobatan, meliputi :

a. Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi.


b. Pencegahan jika ada ancaman perkembangan renjatan septik.
c. Pengobatan infeksi.
d. Pemberian makanan.
e. Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan
vitamin, anemia berat dan payah jantung.

17
8. Asuhan keperawatan
I. Pengkajian
1. Data biologis meliputi :
a) Identitas klien
b) Identitas penanggung

2. Riwayat kesehatan :
a) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah dahulu si anak memiliki gangguan nutrisi.

b) Riwayat kesehatan sekarang


Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan
gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin
turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang
menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
c) Riwayat keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah
dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga,
fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan,
perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga
tentang penyakit klien dan lain-lain.

3. Pengkajian fisik
Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to
too yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-
tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan
genito-urinaria.

18
4. Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor
adalah pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan,
lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala
yang mungkin didapatkan adalah:
a. Penurunan ukuran antropometri.
b. Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang
dan mudah dicabut).
c. Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi),
edema palpebral.
d. Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi,
retraksi otot intercostal).
e. Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat
meningkat bila terjadi diare.
f. Edema tungkai.
g. Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy
pavement dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering
tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan
lipat paha).

II. Diagnosa keperawatan


1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang).
Tujuan : Pasien mendapat nutrisi yang adekuat

Kriteria hasil :

- Meningkatkan masukan oral


- Kebutuhan nutrisi terpenuhi
- Nafsu makan meningkat

19
Intervensi Rasional
a. Dapatkan riwayat diet a. Riwayat diet untuk data klien
b. Dorong orangtua atau b. Sebagai suport untuk anak
anggota keluarga lain untuk sewaktu makan
menyuapi anak atau ada c. Untuk menambah semangat
disaat makan makan si anak
c. Gunakan alat makan yang d. Menggunakan alat makan yang
dikenalnya dikenal oleh si anak akan
d. Sajikan makan sedikit tapi menambah semangat anak
sering untuk makan.
e. Sajikan porsi kecil makanan e. Untuk memenuhi kebutuhan
dan berikan setiap porsi nutrisi si anak
secara terpisah

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.

Tujuan : Tidak terjadi dehidrasi.

Kriteria hasil :

- Mukosa bibir lembab


- Tidak terjadi peningkatan suhu
- Turgor kulit baik

Intervensi Rasional
a. Monitor tanda-tanda vital a. Untuk mengetahui TTV dan
dan tanda- dehidrasi si anak tanda-tanda dehidrasi
b. Monitor jumlah dan tipe b. Untuk mengetahui cairan pada
masukan cairan anak
c. Ukur haluaran urine dengan c. Untuk mengetahui
akurat keseimbangan antara input dan
output

20
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
nutrisi/status metabolik.

Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit

Kriteria hasil :

- Kulit tidak kering


- Kulit tidak bersisik
- Elastisitas normal

Intervensi Rasional
a. Monitor kemerahan, a. Mencegah terjadinya
pucat, ekskoriasi kerusakan pada kulit
b. Dorong mandi 2x b. Mandi dapat menjaga
sehari dan gunakan kebersihan kulit.
lotion setelah mandi c. Massage dapat mencegah
c. Massage kulit terjadinya kerusakan kulit.
d. Alih baring d. Baring yang sering akan
mengakibatkan
penekanan pd kulit

5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan


tubuh.
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi

Kriteria hasil:

- Suhu tubuh normal


- Lekosit dalam batas normal

21
Intervensi Rasional
a. Mencuci tangan sebelum dan a. Tangan yamg bersih akan
sesudah melakukan tindakan terhindar dari kuman
b. Pastikan semua alat yang b. Alat yang bersih/steril
kontak dengan pasien tidak akan mengakibatkan
bersih/steril infeksi
c. Instruksikan pekerja c. Untuk mengurangi resiko
perawatan kesehatan dan terjadinya prosedur
keluarga dalam infeksi. kontrol infeksi.
d. Antibiotik sesuai program d. Antibiotik sebagai
pengobatan

6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.


Tujuan : pengetahuan pasien dan keluarga bertambah.
Kriteria hasil:
- Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup
- Mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.

Intervensi Rasional

a. Tentukan tingkat a. Pengetahuan orangtua pasien


pengetahuan orang tua mempengaruhi perawatan pasien
pasien. b. Jawaban sesuai indikasi agar tidak
b. Mengkaji kebutuhan diet membingungkan orangtua pasien
dan jawab pertanyaan sesuai c. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
indikasi pasien
c. Konsumsi makanan tinggi d. Menambah wawasan orangtua klien
serat dan masukan cairan dalam perawatan pasien
adekuat
d. Berikan informasi tertulis
untuk orangtua pasien

22
III. Implementasi
Implementasi dilakukan berdasarkan pengkajian diagnosa
keperawatan dan intervensi.
IV. Evaluasi
Evaluasi dilakukan berdasarkan pengkajian, diagnosa
keperawatan intervensi dan implementasi.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Gastroenteritis adalah buang air besar yang tidak normal atau bentuk
tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya, untuk neonatus
bila lebih dari 4 kali dan untuk anak lebih dari dan terjadi secara mendadak
berlangsung 7 hari. Bila hal ini terjadi maka tubuh anak akan kehilangan
cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi. KKP merupakan masalah gizi
utama di indonesia. KKP disebabkan karena defisiensi makro nutrion ( zat
gizi makro ). Meskipun saat ini terjadi masalah dengan defisiensi macro
nutrion namun di beberapa daerah di prevalensi keperawatan masih tinggi
sehingga memerlukan penanganan yang intensif dalam penurunan prevalensi.

Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan


kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92).
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan,
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai
bahan bakar.

3.2 Saran

Penulis berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan


saran demi perbaikan makalah kami, lebih kurangnya kami mohon maaf jika
ada kekurangan dari makalah kami.

24
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, Taqiyyah dkk. 2013. Asuhan Keperawatan ; Panduan Lengkap Menjadi Perawat
Profesional Jilid 2. Jakarta : Prestasi Pustakaraya.

Doenges, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan; pedoman untuk perencanaan


dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC.

www.google.com/Askep kurang kalori protein_akses 05 nov 14

www.google.com/Askep marasmus dan kwasiokor_akses 05 nov 14

25

Anda mungkin juga menyukai