Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di antara berbagai kelainan bawaan (congenital anomaly) yang ada, penyakit
jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan yang sering ditemukan. Di
Amerika Serikat, insidens penyakit jantung bawaan sekitar 8 – 10 dari 1000
kelahiran hidup, dengan sepertiga di antaranya bermanifestasi sebagai kondisi
kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan
pertama kehidupan berakhir dengan kematian penderita. Di indonesia, dengan
populasi lebih dari 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2%,
diperkirakan terdapat sekitar 30.000 penderita.

1.2 Rumusan Masalah


Dari data diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana asuhan keperawatan dari klien yang mengalami gangguan
kardiovaskuler artrium septal defect
2. Bagaimana asuhan keperawatan dari klien yang mengalami gangguan
kardiovaskuler ventrikel septal defect
3. Bagaimana asuhan keperawatan dari klien yang mengalami gangguan
kardiovaskuler paten ductus arterious
4. Bagaimana asuhan keperawatan dari klien yang mengalami rheumatik
heart disease

1.3 Tujuan Penulisan


1. Meningkatkan pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem kardiovaskuler “Atrium Septal Defect”
2. Memberikan saran serta alternatif untuk memecahkan masalah dalam
melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
kardiovaskuler “Ventrikle Septal Defect”.

1
3. Meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada anak dengan
gangguan kardiovaskuler “Paten Ductus Arterious”
4. Memberikan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada anak dengan
“rheumatik heart disease”

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Atrium Septal Defect (ASD), Ventrikel Septal Defect (VSD) dan
Paten Ductus Arterious (PDA)
Atrium Septal Defect (ASD) adalah adanya hubungan (lubang) abnormal
pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri yang terjadi
karena kegagalan fungsi septum intratrial semasa janin. Kelainan jantung
bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat
atrium.
Patent Ductus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus
(arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu
pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta yang
bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. ( Suriadi, Rita
Yuliani, 2001 : 235)
Ventrikel Septal Defect (VSD) merupakan kelainan jantung bawaan
(kongenital) berupa terdapatnya lubang pada septum interventrikuler yang
menyebabkan adanya hubungan aliran darah antara ventrikel kanan dan kiri
Macam-macam defek yaitu:
1. Ostium Primum (ASD 1), letak lubang di bagian bawah
septum,mungkin disertai kelainan katup mitral.
2. Ostium Secundum (ASD 2), letak lubang di tengah septum.
3. Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara Vena Cava Superior dan
Atrium Kanan.

3
2.2 Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor
yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
ASD,PDA dan VSD faktor–faktor tersebut diantaranya:

ASD PDA VSD


Factor prenatal Factor prenatal Factor prenatal
a. Ibu menderita infeksi a. Ibu menderita penyakit a. Ibu menderita
rubella infeksi : Rubella. infeksi rubella
b. Ibu Alkoholisme b. Ibu alkoholisme. b. Ibu Alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 c. Umur ibu lebih dari 40 c. Umur ibu lebih dari
Tahun tahun. 40 Tahun
d. Ibu menderita IDDM d. Ibu menderita penyakit d. Ibu menderita
e. Ibu meminum obat – Diabetes Mellitus (DM) IDDM
obatan penenang atau yang memerlukan insulin. e. Ibu meminum obat –
jamu e. Ibu meminum obat-obatan obatan penenang
penenang atau jamu. atau jamu
f. Bayi yang lahir prematur
(kurang dari 37 minggu)

Faktor genetic Faktor genetic Faktor genetic


a. Anak yang lahir a. Anak yang lahir a. Anak yang lahir
sebelumnya menderita sebelumnya menderita sebelumnya
penyakit jantung penyakit jantung bawaan. menderita penyakit
bawaan b. Ayah / Ibu menderita jantung bawaan
b. Ayah atau ibunya penyakit jantung bawaan. b. Ayah atau ibunya
menderita penyakit c. Kelainan kromosom seperti menderita penyakit
jantung bawaan Sindrom Down. jantung bawaan
c. Kelainan kromosom d. Lahir dengan kelainan c. Kelainan kromosom
misalnya sindrom down bawaan yang lain. misalnya sindrom
dan lahir dengan down dan lahir
kelainan bawaan lain dengan kelainan

4
bawaan lain

2.3 Patofisiologi
1. Atrium Septal Defect
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang
mengandung oksigen dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi
tidak sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan suatu
proses akibat ukuran dan complain dari atrium tersebut. Normalnya
setelah bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada
ventrikel kiri yang menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan
berkurang. Hal ini juga berakibat volume serta ukuran atrium kanan dan
ventrikel kanan meningkat. Jika complain ventrikel kanan terus menurun
akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri kekanan bisa
berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat
penyakit vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa
berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik
banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi
hipoksemi dan sianosis.
2. Paten Ductus Arterious
Patent Ductus Arteriosus (PDA) menyebabkan dialirkannya darah secara
langsung dari aorta ( tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmonal
(tekanan lebih rendah). Aliran kiri ke kanan ini meneyebabkan
resirkulasi darah beroksigen tinggi yang jumlahnya semakin banyak dan
mengalir ke dalam paru, serta menambah beban jantung sebelah kiri.
Usaha tambahan dari ventrikel kiri untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan ini menyebabkan pelebaran dan hipertensi atrium kiri yang
progresif. Dampak semuanya ini adalah meningkatnya tekanan vena dan
kapiler pulmoner, menyebabkan terjadinya edema paru. Edema paru ini
menimbulkan penurunan difusi oksigen dan hipoksia, dan terjadi
kontriksi arteriol paru yang progresif. Akan terjadi hipertensi pulmoner
dan gagal jantung kanan jika keadaan ini tidak dikoreksi melalui terapi

5
medis atau bedah. Penutupan PDA terutama tergantung pada respon
konstriktor dari duktus terhadap tekanan oksigen dalam darah. Faktor
lain yang mempengaruhi penutupan duktus adalah pengaruh kerja
prostalglandin, tahanan pulmoner dan sistemik, besarnya duktus, dan
keadaan si bayi (prematur atau cukup bulan). PDA lebih sering terdapat
pada bayi prematur dan kurang dapat ditoleransi karena mekanisme
kompensasi jantungnya tidak berkembang baik dan pirai kiri ke kanan
itu cenderung lebih besar.
3. Defek Septum Ventricular
Defek septum ventricular ditandai dengan adanya hubungan septal yang
memungkinkan darah mengalir langsung antar ventrikel, biasanya dari
kiri ke kanan. Diameter defek ini bervariasi dari 0,5 – 3,0 cm. Perubahan
fisiologi yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningklatkan aliran
darah kaya oksigen melalui defek tersebut ke ventrikel kanan.
2. Volume darah yang meningkat dipompa ke dalam paru, yang
akhirnya dipenuhi darah, dan dapat menyebabkan naiknya tahanan
vascular pulmoner.
3. Jika tahanan pulmoner ini besar, tekanan ventrikel kanan meningkat,
menyebabkan piarau terbalik, mengalirkan darah miskin oksigen
dari ventrikel kanan ke kiri, menyebabkan sianosis.

2.4 Manifestasi Klinis

ASD PDA VSD


1. Sering mengalami Manifestasi klinis PDA pada bayi 1. Pada VSD kecil:
infeksi saluran prematur sering disamarkan oleh biasanya tidak ada
pernafasan masalah-masalah lain yang berhubungan gejala-gajala.,tapi
2. Dispneu (kesulitan dengan prematur (misalnya sindrom biasanya berupa
dalam bernafas) gawat nafas). bising akhir sistolik
3.  Sesak nafas ketika 1. Kadang-kadang terdapat tanda-tanda tepat sebelum S2.

6
melaukan aktivitas gagal jantung 2.  Pada VSD sedang:
4.  Jantung berdebar – mur-mur persisten (sistolik, kemudian juga tidak begitu ada
debar (palpitasi) menetap, paling nyata terdengar di gejala-gejala, kadang
5. Aritmia tepi sternum kiri atas) penderita mengeluh
2. Tekanan nadi besar (water hammer lekas lelah., sering
pulses) / Nadi menonjol dan mendapat infeksi
meloncat-loncat, tekanan nadi yang pada paru sehingga
lebar (lebih dari 25 mmHg) sering menderita
3. Takhikardia (denyut apeks lebih dari batuk.
170), ujung jari hiperemik 3. Pada VSD besar:
4. Resiko endokarditis dan obstruksi sering menyebabkan
pembuluh darah pulmonal. gagal jantung pada
5. Infeksi saluran nafas berulang, mudah umur antara 1-3
lelah bulan, penderita
6. Apnea, Tachypnea menderita infeksi
7. Nasal flaring paru dan radang paru.
8. Retraksi dada Kenaikan berat badan
9. Hipoksemia lambat. Kadang-
10. Peningkatan kebutuhan ventilator kadang anak
(sehubungan dengan masalah paru) kelihatan sedikit
Jika PDA memiliki lubang yang besar, sianosis
maka darah dalam jumlah yang besar 4. gejala-gejala pada
akan membanjiri paru-paru. Anak anak yaitu; nafas
tampak sakit dengan gejala berupa: cepat, berkeringat
1. tidak mau menyusu banyak dan tidak kuat
2. berat badannya tidak bertambah menghisap susu.
3. berkeringat Apabila dibiarkan
4. kesulitan dalam bernafas pertumbuhan anak
5. denyut jantung yang cepat. akan terganggu dan
Timbulnya gejala tersebut sering menderita
menunjukkan telah terjadinya gagal batuk disertai demam.

7
jantung kongestif, yang seringkali
terjadi pada bayi prematur

2.5 Penatalaksanaan
1. Atrium Septal Defect
a. Pembedahan penutupan defek dianjurkan pada saat anak berusia 5-
10 tahun. Prognosis sangat ditentukan oleh resistensi kapiler paru,
dan bila terjadi sindrome Eisenmenger, umumnya menunjukkan
prognosis buruk.
b. Amplazer Septal Ocluder
c. Sadap jantung (bila diperlukan).
2. Ventrikel Septal Defect
a. Pada VSD kecil: ditunggu saja, kadang-kadang dapat menutup
secara spontan. Diperlukan operasi untuk mencegah endokarditis
infektif.
b. Pada VSD sedang: jika tidak ada gejala-gejala gagal jantung, dapat
ditunggu sampai umur 4-5 tahun karena kadang-kadang kelainan ini
dapat mengecil. Bila terjadi gagal jantung diobati dengan digitalis.
Bila pertumbuhan normal, operasi dapat dilakukan pada umur 4-6
tahun atau sampai berat badannya 12 kg.
c. Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum permanen:
biasanya pada keadaan menderita gagal jantung sehingga dalam
pengobatannya menggunakan digitalis. Bila ada anemia diberi
transfusi eritrosit terpampat selanjutnya diteruskan terapi besi.
Operasi dapat ditunda sambil menunggu penutupan spontan atau bila
ada gangguan dapat dilakukan setelah berumur 6 bulan.
d. Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal permanen:operasi
paliatif atau operasi koreksi total sudah tidak mungkin karena arteri
pulmonalis mengalami arteriosklerosis. Bila defek ditutup, ventrikel
kanan akan diberi beban yang berat sekali dan akhirnya akan
mengalami dekompensasi. Bila defek tidak ditutup, kelebihan

8
tekanan pada ventrikel kanan dapat disalurkan ke ventrikel kiri
melalui defek.

Klasifikasi VSD berdasarkan pada lokasi lubang, yaitu:


 perimembranous (tipe paling sering, 60%) bila lubang terletak di daerah
pars membranaceae septum interventricularis,
 subarterial doubly commited, bial lubang terletak di daerah septum
infundibuler dan sebagian dari batas defek dibentuk oleh terusan jaringan
ikat katup aorta dan katup pulmonal,
 muskuler, bial lubang terletak di daerah septum muskularis
interventrikularis.

2.6 Komplikasi
1. Gagal jantung kronik
2. Endokarditis infektif
3. Terjadinya insufisiensi aorta atau stenosis pulmonar
4. Penyakit vaskular paru progresif
5. kerusakan sistem konduksi ventrikel

2.7 Definisi Rheumatik Heart Disease (RHD)


Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau
kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta
Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum
diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans
akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic
Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada
katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama
katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari
Demam Rematik (DR).

9
Sindroma klinik sebagai akibat infeksi streptococcus Beta hemolitikus
group A dengan salah satu atau lebih gejala mayor. Rheumatik Heart
Desease ini merupakan :
 Reaksi radang akut
 Beta hemolitikus streptococcus group A
 Sering pada infeksi pharynx berulang
 Bersifat asimtomati
 Usia anak 5 Tahun-15 Tahun
 Proses sampai sekarang belum jelas
2.8 Patofisiologi RHD
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara
adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung
rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang
menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali
terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan
penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurah terarah menyebabkan
racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan
mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup
mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut
sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran. Infeksi
pada saluran pernapasan yang ditimbulkan oleh sejenis kuman, maka
antigen yang terdapat dalam kuman tersebut bentuknya bermacam-macam
jenis protein yang akan menimbulkan antibodi. Mengandalkan antigen
antibod reaction akan terbentuk Ag-Ab complek yang akan terdefosit pada
jaringan ikat, terutama jaringan ikat synovial, endocardium, pericardium,
pleura sehingga menyebabkan reaksi radang granulomatous spesifik
(Aschoff bodies), gejala yang ditimbulkan bervariasi.

10
2.9 Etiologi RHD
Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam
reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri
serta pada keadaan lingkungan.
a. Faktor-faktor pada individu
1. Faktor genetic
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA
terhadap demam rematik menunjkan hubungan dengan aloantigen
sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status
reumatikus.
2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan
dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan
tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu
mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
3. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama
maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang
kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus
dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang
berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan
merupakan sebab yang sebenarnya.
4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada
timbulnya demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit
ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan
puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak
antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3
tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai
dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah.

11
Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi
streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
5. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat
ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya
demam reumatik.
6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida
bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan
glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya
miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.

b. Faktor-faktor lingkungan
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai
predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam
reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum
era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk
sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni
padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera
mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan
yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan
lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan
timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit
terbanyak didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data
akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai
insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah
yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih
tinggi daripada didataran rendah.

12
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens
infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens
demam reumatik juga meningkat.
2.10 Manifestasi Klinis RHD
1. Panas beberapa hari
2. Batuk, sakit waktu menelan
3. Anorexia, sampai muntah
4. Pharynx merah/heperemia
5. Pembesaran kelenjar getah bening
6. Nyeri sendi beberapa hari sampai beberapa minggu
2.11 Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan
Eradiksi kuman :
- Penecilin 600.000-1,2 juta 1 kali
- Eritromisin 20 mg/kg/BB 2 kali selama 10 hari
Anti imflamasi :
 Salicilat dan steroid dosis sesuai indikasi

Apabila diagnosa penyakit jantung rematik sudah ditegakkan dan masih


adanya infeksi oleh kuman Streptococcus tersebut, maka hal utama
yang terlintas dari Tim Dokter adalah pemberian antibiotika dan anti
radang. Misalnya pemberian obat antibiotika penicillin secara oral atau
benzathine penicillin G. Pada penderita yang allergi terhadap kedua
obat tersebut, alternatif lain adalah pemberian erythromycin atau
golongan cephalosporin. Sedangkan antiradang yang biasanya diberikan
adalah Cortisone and Aspirin.

Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu Tim
Medis akan terpikir tentang penanganan kemungkinan terjadinya
komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri atau trombo-

13
emboli. Pasien akan diberikan diet bergizi tinggi yang mengandung
cukup vitamin.

Penderita Penyakit Jantung Rematik (PJR) tanpa gejala tidak


memerlukan terapi. Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan
memerlukan terapi medik untuk mengatasi keluhannya. Penderita yang
simtomatis memerlukan terapi surgikal atau intervensi invasif. Tetapi
terapi surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia serta
memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up jangka
panjang.

2. Perawatan
- Istirahat mutlak selama periode serangan
- Jika ada penyakit jantung, posisi semi fowler
- Oksigenasi
- Diet lunak rendah garam
- Kontrol swab tenggorokan secara teratur
3. Pencegahan
Profilaksis primer
 Pengobatan adekuat

Profilaksis sekunder

Setelah diagnose ditegakkan pada hari ke-11, tergantung ada tidaknya


kelainan jantung:

- Bila tidak ada kelainan jantung profilaksis diberikan sampai 5 tahun


terus menerus, minimal usia 18 tahun.

- Bila ada kelainan jantung sampai usia 25 tahun.

14
2.12 Komplikasi
a. Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan
terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi
keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena
kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur
jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau
gabungan kedua faktor tersebut.
Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu
dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah
menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling penting mengobati
penyakit primer.

b. Pericarditis
Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari
reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum
pericard.

15
BAB III

PEMBAHASAN ASKEP

3.1 Asuhan Keperawatan Dengan Anak ASD


1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
Bukti penurunan BB yang buruk, makan buruk, intoleransi aktivitas,
postur tubuh tidak umum, atau infeksi saluran pernapasan yang sering.
Observasi anak terhadap manifestasi ASD
Pada Bayi : - Dispnea, khususnya setelah kerja fisik seperti makan,
menangis, mengejan
- Keletihan
- Pertumbuhan dan perkembangan buruk (gagal tumbuh)
b. Pola Aktivitas
Anak-anak yang menderita ASD sering tidak dapat melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara normal. Apabila melakukan aktivitas yang
membutuhkan banyak energi, seperti berlari, bergerak, berjalan-jalan
cukup jauh, makan/minum yang tergesa-gesa, menangis atau tiba-tiba
jongkok (squating), anak dapat mengalami serangan sianosis. Hal ini
dimaksudkan untuk memperlancar aliran darah ke otak. Kadang-
kadang tampak pasif dan lemah, sehingga kurang mampu untuk
melaksanakan aktivitas sehari-hari dan perlu dibantu
c. Lakukan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan yang mendetail
terhadap jantung.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek
struktur
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport
oksigen

16
c. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan; isolasi sosial.
d. Resiko tinngi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah
e. Resiko tinggi cedera (komplikasi )berhubungan dengan kondisi
jantung dan terapi
f. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak
dengan penyakit jantung (ASD)

3. Intervensi
a. DX1 :Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
defek struktur
Tujuan        : Klien akan menunjukan perbaikan curah jantung
Kriteria Hasil       :
1) Frekwensi jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada
batas normal sesuai usia
2) Keluaran urine adekuat (antara 0,5 – 2 ml/kg BB, tergantung pada
usia)
Intervensi keperawatan
Intervensi Keperawatan Rasional
Beri digoksin sesuai program Dengan menggunakan menggunakan
Beri obat penurun afterload sesuai program kewaspadaan yang dibuat untuk
Beri diuretik sesuai program mencegah toxisitas

b. DX2: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem


transport oksigen
Tujuan        : klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa
stress tambahan
Kriteria Hasil       :
1) Anak menentukan dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan
kemampuan
2) Anak mendapatkan waktu istirahat atau tidur yang tepat

17
Intervensi
Intervensi Keperawatan Rasional
Berikan periode istirahat yang sering dan periode tidur Akan membantu dalam
tanpa gangguan pemenuhan oksigen
Anjurkan permainan dan aktivitas tenang
Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usia,
kondisi, dan kemampuan.
Hindari suhu lingkungan yang ekstrem karena
hipertermia atau hipotermia meningkatkan kebutuhan
oksigen
Implementasikan tindakan untuk menurunkan ansietas
Berespon dengan segera terhadap tangisan atau ekspresi
lain dari strees

c. DX3: Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan


ketidak adekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan; isolasi sosial.
Tujuan : pasien mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi
badan
Kriteria Hasil       :
1) Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat
2) Anak melakuakan aktivitas sesuai usia
3) Anak tidak mengalami isolasi sosial
Intervensi
Intervensi Keperawatan Rasional
Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai Diet yang sesuai akan
pertumbuhan yang adekuat membantu dalam proses
Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pemenuhan nutrisi penderita
pertumbuhan untuk menentukan kecendrungan dan melibatkan anak dalam tata
pertumbuhan letak ruang akan membantu
Dapat memberikan suplemen zat besi untuk mengatasi

18
anemia, bila di anjurkan dalam proses adaptasi
Dorong aktivitas yang sesuai usia.
Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang
sama terhadap sosialisasi seperti anak yang lain.
Izinkan anak menata ruanganya sendiri dan batasan
aktivitas karena anak akan beristirahat bila lelah.

d. DX4 :Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah
Tujuan : klien tidak menunjukan bukti – bukti infeksi
Kriteria Hasil       :Anak bebas dari infeksi
Intervensi
Intervensi Keperawatan Rasional
Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi Untuk mencegah terjadinya penyakit
Beristirahat yang adekuat menular
Beri nutrisi yang optimal untuk mendukung
pertahanan alami

e. DX5 : Resiko tinggi cedera (komplikasi )berhubungan dengan kondisi


jantung dan terapi
Tujuan : klien / keluarga mengenali tanda – tanda komplikasi secara
dini
Kriteria hasil        :
1) Keluarga mengenali tanda – tanda komplikasi dan melakukan
tindakan yang tepat
2) Klien / keluarga menunjukan pemahaman tentang tes diagnostik dan
pembedahan
Intervensi
Intervensi Keperawatan Rasional
Ajari keluarga untuk mengenali tanda – tanda Untuk mencegah kondisi tubuh yang
komplikasi: lebih buruk lagi

19
  a. Gagal jantung kongestif:
o Takikardi, khususnya selama istirahat
dan aktivitas rigan
o Takipnea
o Keringat banyak di kulit kepala,
khusunya pada bayi
o Keletihan
o Penambahan berat badan yang tiba – tiba
o Distress pernapasan
b. Toksisitas digoksin
o Muntah (tanda paing dini)
o Mual
o Anoreksia
o Bradikardi
o Disritmia
o Peningkatan upaya pernafasan – retraksi,
mengorok, batuk, sianosis
o Hipoksemia – sianosis, gelisah.
o Kolaps kardiovaskuler – pucat, sianosis,
hipotonia.
c. Ajari keluarga untuk melakuka intervensi
se selama serangan hipersianotik
o Tempatkan anak pada posisi lutut – dada
dengan kepala dan dada ditinggikan
o Tetap tenang
o Beri oksigen 100% dengan masker wajah
bila ada
o Jelaskan atau klarifikasi informasi yang
diberikan oleh praktisi dan ahl bedah pada
keluarga  Siapkan anak dan orang tua

20
untuk prosedur
o Bantu membuat keputusan keluarga
berkaitan dengan pembedahan
o Gali perasaan mengenai pilihan
pembedahan

3.2 Asuhan Keperawatan Dengan Anak PDA

1. Pengkajian
Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang
melibatkan hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat
untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. ( Carpenito, 2000, 2 ).
a. Anamnesa
1) Identitas ( Data Biografi)
PDA sering ditemukan pada neonatus, tapi secara fungsional
menutup pada 24 jam pertama setelah kelahiran. Sedangkan secara
anatomic menutup dalam 4 minggu pertama. PDA ( Patent Ductus
Arteriosus) lebih sering insidens pada bayi perempuan 2 x lebih
banyak dari bayi laki-laki. Sedangkan pada bayi prematur
diperkirakan sebesar 15 %. PDA juga bisa diturunkan secara
genetik dari orang tua yang menderita jantung bawaan atau juga
bisa karena kelainan kromosom.
2) Keluhan Utama
Pasien dengan PDA biasanya merasa lelah, sesak napas
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien PDA, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda
respiratory distress,  dispnea, tacipnea, hipertropi ventrikel kiri,
retraksi dada dan hiposekmia
4) Riwayat penyakit terdahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien lahir prematur atau ibu menderita
infeksi dari rubella.

21
5) Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit PDA karena PDA juga bisa diturunkan secara genetik dari
orang tua yang menderita penyakit jantung bawaan atau juga bisa
karena kelainan kromosom
6) Riwayat Psikososial
Meliputi tugas perasaan anak terhadap penyakitnya, bagaimana
perilaku anak terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya,
perkembangan anak, koping yang digunakan, kebiasaan anak,
respon keluarga terhadap penyakit anak, koping keluarga dan
penyesuaian keluarga terhadap stress.

b. Pengkajian fisik (ROS : Review of System)


1) Pernafasan  B1 (Breath)
Nafas cepat, sesak nafas ,bunyi tambahan (marchinery
murmur),adanyan otot bantu nafas saat inspirasi, retraksi.
2) Kardiovaskuler B2 ( Blood)
Jantung membesar, hipertropi ventrikel kiri, peningkatan tekanan
darah sistolik, edema tungkai, clubbing finger, sianosis.
3) Persyarafan B3 ( Brain)
Otot muka tegang, gelisah, menangis, penurunan kesadaran.
4) Perkemihan B4 (Bladder)
Produksi urin menurun (oliguria).
5) Pencernaan B5 (Bowel)
Nafsu makan menurun (anoreksia), porsi makan tidak habis.
6) Muskuloskeletal/integument B6 (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kelelahan.
Analisa data
Data Etiologi Penyebab
Data Subjektif : Terbukanya ductus arteriosus Penurunan curah

22
Pasien gelisah, rewel, dan Dialirkannya darah dari tekanan jantung
menangis tinggi (aorta descenden) ke
Data Objektif : tekanan yang lebih kecil (arteri
-  Denyut nadi  naik (> pulmonalis)
170 x/menit) Resirkulasi darah beroksigen
-  Tachyepne dari aorta ke arteri pulmonalis
-  Suara jantung tambahan Beban ventrikel kiri ↑
(Machinery mur-mur Curah jantung turun
persisten)
Data Subjektif: Dialirkannya darah dari tekanan Gangguan
Pasien kesulitan bernafas, tinggi(aorta descenden) ke pertukaran gas
sesak nafas, Pasien rewel tekanan yang lebih rendah (arteri Perubahan
tidak mau makan dan minum pulmonalis). Resirkulasi darah pertumbuhan dan
beroksigen dari aorta ke arteri perkembangan
Data Objektif : pulmonalis
-    RR ( > 30 Beban ventrikel kiri ↑
40x/menit) Pelebaran dan hipertensi vertikel
-    BGA tidak normal kiri. Tekanan vena dan kapiler
-    Adanya napas pulmonar naik
cuping hidung Edema paru, penurunan difusi
-    Berat badan turun oksigen
-    Status gizi buruk Gangguan pertukaran gas, curah
jantung turun
Suplai oksigen ke jaringan
berkurang
Pemecahan glukosa oleh O2
menjadi terganggu
Pembentukan energi berkurang.
Lemah, lesu, anoreksia.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan. Gangguan

23
pertumbuhan dan perkembangan
Data Subjektif: Edema paru Perubahan nutrisi
Pasien gelisah dan menangis Penurunan difusi oksigen kurang dari
Data Objektif : Hipoksia kebutuhan tubuh
-   Antropometri: pemecahan glukosa oleh O2
penurunan berat untuk pembuatan energi ↓
badan lemah, gelisah, anoreksia.
-   Biokimia : Hb dan perubahan nutrisi kurang dari
albumin menurun kebutuhan tubuh
-   Klinik : perubahan kulit
mukosa oral (bengkak
dan kemerahan).
-   Diet : makan tidak habis,
nafsu makan menurun
Data Subjektif: Gagal jantung kongestif resiko infeksi
Demam, rewel Pasien gelisah, stress
Data Objektif: Respon imun menurun,
-   Jumlah limfosit
meningkat
-   hipertermi (> 36-370 C),
kulit memerah,
frekwensi nafas
meningkat, kulit hangat
bila disentuh, takikardi
Data Subjektif : PDA (Patent Ductus Arteriosus) Kecemasan pada
Orang tua cemas, tidak Dampak hospitalisasi pada anak. orang tua
tenang, dan emosinya labil Anak menangis dan ketakutan
Data Objektif:
-  Menarik diri
-  Tidak ikut bersedia
dalam melakukan proses

24
keperawatan

3. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan malforasi jantung
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti pulmonal
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan kalori
d. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunya status kesehatan
e. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan orang
tua dan hospitalisasi.

4. Intervensi
a. Penurunan Curah jantung b.d malformasi jantung.
Tujuan : Mempertahankan curah jantung yang adekuat
Kriteria hasil : Anak akan menunjukkan tanda-tanda membaiknya
curah jantung
Intervensi
Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri
1. Observasi kualitas dan kekuatan denyut 1. Permulaan gangguan pada jantung akan
jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan ada perubahan tanda-tanda vital,
kulit semuanya harus cepat dideteksi untuk
2. Tegakkan derajat sianosis (sirkumoral, penanganan lebih lanjut.
membran mukosa, clubbing) 2. Pucat menunjukkan adanya penurunan
1. Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, takikardi, perfusi sekunder terhadap ketidak
tachypnea, sesak, mudah lelah, periorbital adekuatan curah jantung, vasokonstriksi
edema, oliguria, dan hepatomegali) dan anemia.
3. Deteksi dini untuk mengetahui
adanya gagal jantung kongestif
Kolaborasi
1. Pemberian digoxin sesuai order, dengan

25
Kolaborasi
1. Obat ini dapat mencegah semakin
menggunakan teknik pencegahan bahaya memburuknya keadaan klien.
toksisitas. 2. Obat anti afterload mencegah terjadinya
2. Berikan pengobatan untuk menurunkan vasokonstriksi
afterload 3. Diuretik bertujuan untuk menurunkan
3. Berikan diuretik sesuai indikasi. volume plasma dan menurunkan retensi
cairan di jaringan sehingga menurunkan
risiko terjadinya edema paru.

b. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti pulmonal.


Tujuan : Mengurangi adanya peningkatan resistensi pembuluh paru:
Kriteria hasil : Anak akan menunjukkan tanda-tanda tidak adanya
peningkatan resistensi pembuluh paru
Intervensi
Intervensi Rasional
1. Observasi kualitas dan kekuatan
denyut jantung, nadi perifer, 1. Untuk memudahkan pasien dalam
warna dan kehangatan kulit bernapas
2. Atur posisi anak dengan posisi fowler 2. Agar anak tidak tertular infeksi
dan hindari anak dari orang yang yang akan memperburuk keadaan
terinfeksi 3. Menurunkan kebutuhan oksigen
3. Berikan istirahat yang cukup dalam tubuh
4. Berikan oksigen jika ada indikasi 4. Membantu klien untuk memenuhi
untuk deteksi dini terjadinya gangguan oksigenasinya.
pernapasan

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelelahan pada saat
makan dan meningkatnya kebutuhan kalori.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul
kembali dan status nutrisi terpenuhi.

26
Kriteria hasil :
-         Status nutrisi terpenuhi
-         nafsu makan klien timbul kembali
-         berat badan normal
-         jumlah Hb dan albumin normal
Intervensi
Intervensi Rasional
1. Mengetahui kekurangan  nutrisi
klien.
1. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien 2. Mengetahui perkembangan
1. Mencatat  intake dan output makanan pemenuhan nutrisi klien.
klien. 1. Ahli gizi adalah spesialisasi dalam
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk ilmu gizi yang membantu klien
membantu memilih makanan yang dapat memilih makanan sesuai dengan
memenuhi kebutuhan gizi selama sakit keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat
1. Manganjurkn  makan sedikit- sedikit tapi badannya.
sering. 1. Dengan sedikit tapi sering
mengurangi penekanan yang
berlebihan pada lambung.

d. Resiko infeksi b.d menurunnya status kesehatan.


Tujuan : Mencegah resiko infeksi
Kriteria hasil : Anak tidak akan menunjukkan tanda-tanda infeksi
Intervensi
Intervensi Rasional
1. Pantau tanda-tanda vital 1. Jika ada peningkatan tanda-tanda vital
2. Lakukan perawatan terhadap prosedur besar kemungkinan adanya gejala
inpasif seperti infus, kateter, drainase infeksi karena tubuh berusaha intuk
luka, dll. melawan mikroorganisme asing yang
3. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi masuk maka terjadi peningkatan tanda
untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan

27
vital
2. Untuk mengurangi risiko infeksi
nosokomial
leukosit 3. Penurunan Hb dan peningkatan jumlah
1. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik leukosit dari normal membuktikan
adanya tanda-tanda infeksi
4. Antibiotik mencegah perkembangan
mikroorganisme patogen

e. Kecemasan orang tua b.d kurang pengetahuan orang tua dan hospitalisasi.
Tujuan: kecemasan menurun
Kriteria hasil: Orang tua tampak tenang ,orang tua tidak bertanya-tanya
lagi,orangtua berpartisipasi dalam proses perawatan.
Intervensi
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan orang tua 1. Pengetahuan orang tua akan
2. Beri penjelasan tentang keadaan bayinya. mempengaruhi persepsi dan
3. Libatkan keluarga dalam perawatan tingkah lakunya pada anak
bayinya. 2. Dengan mengetahui kondisi
4. Berikan support dan reinforcement atas anaknya, akan mengurangi
apa yang dapat dicapai oleh orang tua. kecemasan orang tua.
5. Latih orang tua tentang cara-cara 3. Akan membuat orang tua nyaman
perawatan bayi dirumah sebelum bayi dan lebih tenang jika senantiasa
pulang dekat dengan anaknya.
4. Dukungan dan kasih sayang orang
tua akan mempercepat
kesembuhan anak
5. Dengan menambah pengetahuan
orang tua dalam perawatan
anaknya akan mempermudah

28
proses perawatan dan
penyembuhan anak.

3.3 Asuhan Keperawatan Anak Dengan VSD


1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan : respon fisiologis terhadap defek (sianosis,
aktifitas terbatas)
b. Kaji adanya komplikasi
c. Riwayat kehamilan
d. Riwayat perkawinan
e. Pemeriksaan umum : keadaan umum, berat badan, tanda – tanda vital,
jantung dan paru
f. Kaji aktivitas anak
g. Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung : nafas cepat, sesak nafas,
retraksi, bunyi jantung tambahan (mur-mur), edema tungkai,
hepatomegali.
h. Kaji adanya tanda hypoxia kronis : clubbing finger
i. Kaji pola makan, pertambahan berat badan.
Pemeriksaan fisik
a. VSD kecil
Palpasi:
 Impuls ventrikel kiri jelas pada apeks kordis. Biasanya teraba
 getaran bising pada IC III dan IV kiri.
Auskultasi:
 Bunyi jantung biasanya normal dan untuk defek sedang bunyi jantung
II agak keras. Intensitas bising derajat III s/d VI.
b. VSD besar
Inspeksi:
 Pertumbuhan badan jelas terhambat,pucat dan banyak keringat
bercucuran. Ujung-ujung jadi hiperemik. Gejala yang menonjol ialah

29
nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela intercostal dan regio
epigastrium.
Palpasi:
 Impuls jantung hiperdinamik kuat. Teraba getaran bising pada dinding
dada.
Auskultasi:
 Bunyi jantung pertama mengeras terutama pada apeks dan sering
diikuti ‘click’ sebagai akibat terbukanya katup pulmonal dengan
kekuatan pada pangkal arteria pulmonalis yang melebar. Bunyi jantung
kedua mengeras terutama pada sela iga II kiri

2. Diagnosa Keperawatan
Pre op
a. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan malformasi
jantung.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan anak.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
pemakaian oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.
d. Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan terhadap penyakitnya
e. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan tidak
adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
f. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan tidak adekuatnya
ventilasi.

Post op
a. Gangguan rasa nyamam nyeri berhubungan dengan luka post op
b. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan

3. Rencana Keperawatan
Pre op

30
NO Diagnosa Tujuan dan kriteria  Intervensi keperawatan rasional
keperawatan hasil
1 Penurunan curah Setelah diberikan
1.      Observasi kualitas dan
1.  memberikan data untuk
jantung yang asuhan keperawatan kekuatan denyut jantung , evaluasi intervensi dan
berhubungan diharapkan penurunan nadi perifer, warna dan memungkinkan deteksi
dengan malformasi curah jantung tidak kehangatan kulit dini terhadap adanya
jantung terjadi dengan kriteria
2.      Tegakkan derajat cyanosis komplikasi.
hasil (misal : warna membran
2.       mengetahui
mukosa derajat finger) perkembangan kondisi
3.      Berikan obat – obat klien serta menentukan
digitalis sesuai order intervensi yang tepat.
4.      Berikan obat – obat
3.       obat – obat digitalis
diuretik sesuai order memperkuat
kontraktilitas otot
jantung sehingga cardiak
outpun meningkat /
sekurang – kurangnya
klien bisa beradaptasi
dengan keadaannya.
4.       mengurangi timbunan
cairan berlebih dalam
tubuh sehingga kerja
jantung akan lebih
ringan.

2 Perubahan nutrisi Setelah diberikan 1. Hindarkan kegiatan 1. menghindari


kurang dari asuhan keperawatan perawatan yang tidak kelelahan pada klien
kebutuhan tubuh diharapkan kebutuhan perlu pada klien 2. klien diharapkan
berhubungan nutrisi terpenuhi 2. Libatkan keluarga dalam lebih termotivasi
dengan kelelahan dengan kriteria hasil : pelaksanaan aktifitas untuk terus
pada saat makan       makanan habis 1 klien melakukan latihan

31
dan meningkatnya porsi. 3. Hindarkan kelelahan aktifitas
kebutuhan kalori.        Mencapai BB yang sangat saat makan 3. jika kelelahan dapat
normal dengan porsi kecil tapi diminimalkan maka
       Nafsu makan sering masukan akan lebih
meningkat. 4. Pertahankan nutrisi mudah diterima dan
dengan mencegah nutrisi dapat
kekurangan kalium dan terpenuhi
natrium, memberikan zat 4. peningkatan
besi. kebutuhan
5. Sediakan diet yang metabolisme harus
seimbang, tinggi zat dipertahan dengan
nutrisi untuk mencapai nutrisi yang cukup
pertumbuhan yang baik.
adekuat. 5. Mengimbangi
6. Jangan batasi minum kebutuhan
bila anak sering minta metabolisme yang
minum karena kehausan meningkat.
6. anak yang mendapat
terapi diuretik akan
kehilangan cairan
cukup banyak
sehingga secara
fisiologis akan
merasa sangat haus.

3 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan 1. Anjurkan klien untuk 1. melatih klien agar
berhubungan asuhan keperawatan melakukan permainan dapat beradaptasi dan
dengan ketidak diharapkan pasien dan aktivitas yang mentoleransi
seimbangan antara dapat melakukan ringan. terhadap aktifitasnya.
pemakaian oksigen aktivitas secara 2. Bantu klien untuk 2. melatih klien agar
oleh tubuh dan mandiri dengan memilih aktifitas sesuai dapat toleranan

32
suplai oksigen ke kriteria hasil : usia, kondisi dan terhadap aktifitas.
sel.        pasien mampu kemampuan. 3. mencegah kelelahan
melakukan aktivitas 3. Berikan periode istirahat berkepanjangan
mandiri. setelah melakukan
aktifitas

4 Cemas Setelah diberikan 1. Orientasikan klien 1. Menyesuaikan klien


berhubungan asuhan keperawatan dengan lingkungan dengan lingkungan
dengan diharapkan cemas 2. Ajak keluarga untuk sekitar.
ketidaktahuan berkurang dengan mengurangi cemas klien 2. Peran keluarga dalam
terhadap penyakit. kriteria hasil : jika kondisi sudah stabil mengatasi cemas
       Pasien tidak 3. Jelaskan keadaan yang pasien sangat
bertanya-tanya. fisiologis pada klien post penting.
       Cemas berkurang. op 3. Untuk
Pasien tidak tampak mempersiapkan klien
bingung. lebih awal dalam
mengenal situasinya.

5 Gangguan Setelah diberikan 1. Monitor tinggi dan berat 1. mengetahui


pertumbuhan dan asuhan keperawatan badan setiap hari dengan perubahan berat
perkembangan diharapkan timbangan yang sama badan
berhubungan pertumbuhan dan dan waktu yang sama 2. tidur dapat
dengan tidak perkembangan tidak dan didokumentasikan mempercepat
adekuatnya suplai terganggu dengan dalam bentuk grafik. pertumbuhan dan
oksigen dan zat kriteria hasil : 2. Ijinkan anak untuk perkembangan anak.
nutrisi ke jaringan.        BB dan TB sering beristirahat dan
mencapai ideal hindarkan gangguan
pasa saat tidur.

6 Resiko gangguan Setelah diberikan 1. Berikan respirasi support 1. Untuk


pertukaran gas asuhan keperawatan ( 24 jam post op ) meminimalkan resiko

33
berhubungan diharapkan gangguan 2. Analisa gas darah kekurangan oksigen.
dengan tidak pertukaran gas tidak 2. Untuk mengetahui
adekuatnya terjadi dengan kriteria adanya hipoksemia
ventilasi hasil, pertukaran gas dan hiperkapnia.
tidak terganggu dan
pasien tidak sesak.

Post op
NO Diagnosa Tujuan dan kriteria  Intervensi keperawatan Rasional
keperawatan hasil
1 Gangguan rasa Setelah diberikan 1. Periksa sternotomi 1.      Untuk mempermudah
nyaman nyeri asuhan keperawatan 2. Catat lokasi dan status nyeri.
berhubungan diharapkan nyeri lamanya nyeri 2.      Untuk menilai status
dengan luka post berkurang dengan 3. Bedakan nyeri insisi nyeri.
op kriteria hasil : dan angina 3.      Untuk menentukan
       nyeri dengan skala 0-3 4. Kolaborasi dengan intervensi yang tepat.
       pasien tidak tampak dokter dengan 4.      Untuk mengatasi nyeri
meringis. memberikan obat – yang tidak tertangani.
obat analgetik

2 Resiko infeksi Setelah diberikan 1.         Dorong teknik mencuci1.      Mencegah infeksi


berhubungan asuhan keperawatan tangan dengan baik nosokomial saat
dengan tindakan diharapkan infeksi tidak
2.         Kaji kondisi luka perawatan.
pembedahan terjadi dengan kriteria pasien 2.      Mengetahui apakah
hasil : 3.         Berikan antibiotik terjadinya tanda-tanda
       Tanda-tanda infeksi sesuai dengan indikasi infeksi
berkurang 3.      Pemberian antibiotik
dapat mecegah terjadinya
infeksi.

34
3. Evaluasi
Pre op
a. Curah jantung berada dalam kondisi normal
b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
c. Intoleransi aktifitas bisa diatasi
d. Ansietas bisa diatasi dan pasien bisa releks kembali
e. Pertumbuhan dan perkembangan tidak terganggu
f. Tidak terjadi ketidak efektifan pertukaran gas

Post op
a. Tidak ada nyeri
b. Tidak terjadi resiko infeksi

3.4 Asuhan Keperawatan Anak Dengan RHD


1. Pengkajian
 Lakukan pengkajian fisik rutin
 Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai bukti-bukti infeksi
streptokokus antesenden.
 Observasi adanya manifestasi demam rematik.
2. Diagnosa Keperawatan
 Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi
myocardium
 Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses
infeksi penyakit.
 Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia.
 Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Rencana Keperawatan
1) Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi
myocardium

35
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan perbaikan curah jantung.
Intervensi & Rasional
- Beri digoksin sesuai instruksi, dengan menggunakan
kewaspadaan yang sudah ditentukan untuk mencegah toksisitas.
- Kaji tanda- tanda toksisitas digoksin (mual, muntah, anoreksia,
bradikardia, disritmia)
- Seringkali diambil strip irama EKG
- Jamin masukan kalium yang adekuat
- Observasi adanya tanda-tanda hipokalemia
- Beri obat-obatan untuk menurunkan afterload sesuai instruksi
dapat meningkatkan curah jantung
- Untuk mencegah terjadinya toksisitas
- Mengkaji status jantung
- Penurunan kadar kalium serum akan meningkatkan toksisitas
digoksin

2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi


penyakit.
Tujuan : Suhu tubuh normal (36 – 37’ C)
Intervensi & Rasional
 Kaji saat timbulnya demam
 Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, TD, pernafasan setiap 3 jam
 Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu
tubuh
 Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang hal-hal yang
dilakukan
 Jelaskan pentingnya tirah baring bagi klien dan akibatnya jika hal
tersebut tidak dilakukan

36
 Anjurkan klien untuk banyak minum kurang lebih 2,5 – 3 liter/hari
dan jelaskan manfaatnya
 Berikan kompres hangat dan anjurkan memakai pakaian tipis
 Berikan antipiretik sesuai dengan instruksi Dapat diidentifikasi
pola/tingkat demam
 Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadan umum
klien
 Penjelasan tentang kondisi yang dilami klien dapat membantu
mengurangi kecemasan klien dan keluarga
 Untuk mengatasi demam dan menganjurkan klien dan keluarga untuk
lebih kooperatif
 Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan klien
di RS
 Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang
banyak
 Kompres akan dapat membantu menurunkan suhu tubuh, pakaian tipis
akan dapat membantu meningkatkan penguapan panas tubuh
 Antipiretika yang mempunyai reseptor di hypothalamus dapat
meregulasi suhu tubuh sehingga suhu tubuh diupayakan mendekati
suhu normal
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan
makanan yang telah disediakan.
Intervensi Rasional
 Kaji faktor-faktor penyebab
 Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup
 Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil dan sering, jika tidak
muntah teruskan

37
 Lakukan perawatan mulut yang baik setelah muntah
 Ukur BB setiap hari
 Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien
 Penentuan factor penyebab, akan menentukan intervensi/ tindakan
selanjutnya
 Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga sehingga klien
termotivasi untuk mengkonsumsi makanan
 Menghindari mual dan muntah dan distensi perut yang berlebihan
 Bau yang tidak enak pada mulut meningkatkan kemungkinan muntah
 BB merupakan indikator terpenuhi tidaknya kebutuhan nutrisi
 Mengetahui jumlah asupan / pemenuhan nutrisi klien

4. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.


Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi Rasional
 Kaji tingkat nyeri yang dialami klien dengan memberi rentang nyeri
(1-10), tetapkan tipe nyeri dan respon pasien terhadap nyeri yang
dialami
 Kaji factor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri
 Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang
 Berikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasian dari
rasa nyeri (libatkan keluarga)
 Berikan kesempatan pada klien untuk berkomunikasi dengan teman/
orang terdekat
 Berikan obat-obat analgetik sesuai instruksi Untuk mengetahui berapa
tingkat nyeri yang dialami
 Reaksi pasien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai factor
begitupun juga respon individu terhadap nyeri berbeda dab bervariasi
 Mengurangi rangsang nyeri akibat stimulus eksternal

38
 Dengan melakukan aktifitas lain, klien dapat sedikit melupakan
perhatiannya terhadap nyeri yang dialami
 Tetap berhubungan dengan orang-orang terdekat/teman membuat
pasien gembira / bahagia dan dapaty mengalihkan perhatiannya
terhadap nyeri
 Mengurangi nyeri dengan efek farmakologik

39
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
ASD, VSD dan PDA merupakan gangguan pada system kardiovaskuler dan
didapat dari factor kongenital salah satunya. ASD (Atrium Septal Defect)
merupakan kelainan jantung yang berada di bagian septum atrium. VSD
(ventrikel Septal Defect) merupakan kelainan jantung yang terletak di septum
ventrikel. PDA (Paten Ductus Arterious) kelainan jantung yang terletak pada
saluran arteri jantung. Dan Penyakit jantung reumatik/Rheumatik heart
disease adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang
merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus
Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui,
dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis,
Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.
4.2 Saran
Makalah ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pembaca mengenai
kelainan jantung ASD, VSD, PDA, dan RDH.

40

Anda mungkin juga menyukai